Pengertian Perjanjian yang Dilarang

BAB III PERJANJIAN YANG DILARANG MENURUT UU NO. 5 TAHUN 1999

A. Pengertian Perjanjian yang Dilarang

Pasal 1 angka 7 UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan definisi perjanjian yaitu suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Berdasarkan perumusan pengertian tersebut, dapat disimpulkan unsur-unsur perjanjian menurut konsepsi UU No. 5 Tahun 1999 meliputi 94 a. Perjanjian terjadi karena suatu perbuatan : b. Perbuatan tersebut dilakukan oleh pelaku usaha sebagai para pihak dalam perjanjian c. Perjanjian dapat dibuat secara tertulis atau tidak tertulis d. Tidak menyebut tujuan perjanjian Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan pengertian perjanjian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu. 94 Rahmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004, hlm. 37 Universitas Sumatera Utara Sedangkan dalam Black’s Law Dictionary yang dimaksud dengan perjanjian atau kontrak adalah “an agreement between two or more persons which creates an obligation to do or not to do a particular thing”. 95 Dengan demikian, meskipun sulit untuk dibuktikan, perjanjian lisan secara hukum sudah dapat dianggap perjanjian yang sah dan sempurna. Unsur adanya perjanjian tetap disyaratkan, dimana perjanjian lisan dianggap sudah cukup memadai untuk menyeret si pelaku untuk bertanggung jawab secara hukum. 96 Jika dibandingkan dengan definisi yang diberikan dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang merumuskan perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih, maka dapat dilihat bahwa pada prinsipnya secara esensi tidak ada suatu perbedaan yang berarti, hanya saja dalam UU No. 5 Tahun 1999 definisi yang telah diberikan secara tegas menyebutkan pelaku usaha sebagai ubjek hukumnya, yaitu setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelanggarakan berbagai usaha dalam bidang ekonomi. 97 Perjanjian yang dirumuskan dalam Pasal 1 angka 7 tersebut adalah perjanjian sepihak. Namun, tidak berarti hanya perjanjian sepihak yang terkena UU No. 5 Tahun 1999. Harus dipahami bahwa perjanjian sepihak saja sudah dapat terkena UU No. 5 Tahun 1999. 98 95 Hermansyah, op.cit, hlm.24 96 Munir Fuady, op.cit, hlm. 51 97 Ahmad Yani Gunawan Widjaja, op.cit, hlm. 21 98 Rahmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, op.cit, hlm. 38 Kalau perjanjian sepihak tidak dilarang, keadaan Universitas Sumatera Utara ini akan disalahgunakan, sehingga akan terjadi perjanjian sepihak yang ditaati oleh pihak-pihak yang sebenarnya tidak terikat yang akhirnya merusak persaingan. Hal ini bisa diatasi dengan menambah suatu ketentuan lain seperti persekongkolan. Dengan ini, walaupun pasal perjanjian tidak bisa diberlakukan, mereka akan terkena ketentuan terakhir. 99 Secara sedehana untuk memudahkan pengertian membaca berbagai cara untuk lebih memudahkan pengertian tentang analisis suatu perjanjian dalam konteks persaingan, perjanjian yang diartikan lebih sekedar meeting of minds: 100 1. Dinyatakan expressed agreement a. Dalam bentuk kontrak sehingga melingkupi penawaran dan penerimaan b. Dinyatakan dalam pertemuan dua pemikiran yang bersifat informal 2. Tersirat implied agreement a. Dengan melihat perubahan pada pasar secara terus-menerus b. Menggunakan faktor plus untuk melihat perubahan kondisi pasar.

B. Jenis-Jenis Perjanjian yang Dilarang

Dokumen yang terkait

Peranan Notaris Dalam Persekongkolan Tender Barang/Jasa Pemerintah Terkait Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

6 47 130

ANALISIS PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

1 3 13

ANALISIS EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT TERHADAP PEMBATASAN PRAKTEK KARTEL DI INDONESIA.

0 3 10

MERGER, KONSOLIDASI, DAN AKUISISI PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.

0 0 13

PENETAPAN TINGKAT SUKU BUNGA DALAM PEMBIAYAAN KONSUMEN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.

0 0 2

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

0 0 19

UU 5 1999 Larangan Praktik Monopoli Persaingan Usaha Tidak Sehat

0 0 47

PASAR PERSAINGAN TIDAK SEMPURNA MONOPOLI

0 2 21

PERANAN KPPU DALAM MENEGAKKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

0 0 8

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN DAN HUKUM PERSAINGAN USAHA A. Tinjauan Umum Perjanjian 1. Pengertian perjanjan dan syarat-syarat sahnya perjanjian - Perjanjian Pelaku Usaha Dengan Pihak Luar Negeri yang Bertentang Dengan Undang-Undang nomor 5 Tahun 1999 T

0 0 21