Jenis-Jenis Perjanjian secara Umum

3. Orang perempuan dalam hal-hal yag ditetapkan oleh undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Suatu perjanjian harus memliki objek tertentu. Setidaknya dapat ditentukan bahwa objek tertentu itu dapat berupa benda yang sekarang ada dan nanti aka nada. Barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan, barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum antara lain jalan umum, pelabuhan umum, gedung-gedung umum, dll, tidaklah dapat dijadikan objek perjanjian, barang tersebut juga harus dapat ditentukan jenisnya. Akhirnya oleh Pasal 1320 KUH Perdata ditetapkan syarat kempat untuk suatu perjanjian yang sah adalah suatu sebab yang halal. Yang dimaksudkan dengan sebab yang halal itu ialah isi dari perjanjian itu sendiri. 54

2. Jenis-Jenis Perjanjian secara Umum

Selain itu, yang tidak hala maksudnya yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Pembedaan tersebut adalah sebagai berikut: 55 1. Perjanjian timbal balik Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua pihak. Misalnya perjanjian jual beli. 2. Perjanjian Cuma-Cuma 54 Ibid, hlm. 20 55 Mariam Darus Badrulzaman, dkk., Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 80 Universitas Sumatera Utara Perjanjian dengan cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah. 3. Perjanjian atas beban Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari piahk yang lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. 4. Perjanjian bernama Perjanjian ini termasuk perjanjian khusus karena ia memiliki nama sendiri. Maksudnya ialah perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-sehari. 5. Perjanjian tidak bernama Di luar perjanjian bernama, tumbuh pula pernjain tidak bernama, yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak terdapat dalam KUH Perdata, tetapi terdapat dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti perjanjian kerjasama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan. Lahirnya perjanjian ini pada prakteknya didasarkan pada asas kebebasan berkontrak. 6. Perjanjian obligatoir Perjanjian obligatoir merupakan perjanjian dimana pihak-pihak sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain. 7. Perjanjian kebendaan Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas suatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban Universitas Sumatera Utara pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain. Penyerahan itu sendiri merupakan penyerahan kebendaan. 8. Perjanjian konsensual Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana di antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut pasal 1338 KUH Perdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat. 9. Perjanjian riil Dalam KUH Perdata ada juga perjanjian-perjanjian yang sudah berlau sesudah terajadi penyerahan barang misalnya perjanjian penitipan barang, perjanjian pinjam pakai. 10. Perjanjian liberatoir Perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan utang. 11. Perjanjian pembuktian Perjanjian pembuktian merupakan perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka. 12. Perjanjian keuntung-untungan Perjanjian ini merupakan perjanjian yang objeknya ditentukan kemudian, misalnya perjanjian keasuransian. 13. Perjanjian publik Perjanjian ini merupakan perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum public, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan atasan- Universitas Sumatera Utara bawahan, jadi tidak berada dalam kedudukan yang setara, kisalnya perjanjian ikatan dinas. 14. Perjanjian campuran Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung beberapa unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar sewa-menyewa tapi pula menyajikan makanan jual-beli dan juga memberikan pelayanan. B. Tinjauan Umum Hukum Persaingan Usaha di Indonesia 1. Latar belakang Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat UU No. 5 Tahun 1999 Sejarah lahirnya UU No.5 Tahun 1999 tidak dapat dipisahkan dari fenomena keterkaitan yang erat antara hukum dan ekonomi baik yang berlangsung dari negara lain di dunia maupun yang dari dalam negeri; di mana sejak tahun 1930-an orang baru memulai menggunakan kacamata hukum ekonomi atau Droit Economique yang pada waktu itu baru mencakup peraturan-peraturan administrasi negara. Tumbuhnya hukum ekonomi ini berpangkal pada konsepsi negara kesejahteraan, yang mewajibkan negara secara aktif menyelenggarakan kepentingan umum dan tidak hanya menyerahkan kepada warga negara sendiri saja untuk memenuhi segala kebutuhan sebagaimana pendirian paham liberal. Untuk itu Prancislah yang pertama mengusahakan keseimbangan antara kepentingan pribadi dan umum tersebut melalui kaidah-kaidah administrasi Universitas Sumatera Utara negaranya. 56 Keterkaitan yang erat antara hukum dan ekonomi ini menjadikannya suatu bidang yang berhubungan langsung dengan kebijakan ketahanan nasional dan politik negara. 57 Demikian juga halnya dengan sejarah hukum ekonomi di Indonesia yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Landasan hukum bagi struktur ekonomi Indonesia yang dualistis tercantum dalam Pasal 131dan 163 Indische Staatregeling Stb. 1854:2 dan Stb. 1855:2. Pasal-pasal tersebut merupakan kaidah yang sesungguhnya menunjang kebijaksanaan ekonomi yang dualistis, karena memberi peran yang dominan kepada golongan Eropa dalam sektor bisnis internasional, industri dan perbankan. Golongan Bumiputera dalam sektor agraris atau penghasil bahan mentah dan Golongan Timur Asing sebagai pedagang perantara bagi kedua golongan tersebut. 58 Kebijaksanaan yang dualistis ini menyebabkan terjadinya kesenjangan pada tata kehidupan ekonomi, sehingga peluang-peluang usaha yang tercipta dalam kenyataanya belum dapat membuat masyarakat mampu dan dapat berpartisipasi dalam pembangunan di sektor ekonomi. 59 Meskipun Indonesia menunjukkan kemajuan yang pesat dalam bidang perekonomian saat era booming minyak berlalu dan dimulainya era investasi asing di Indonesia sekitar tahun 1970-an. 60 56 Rachmadi Usman, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, Jakarta: Djambatan, 2000, hlm. 21 57 Sumantoro, Hukum Ekonomi, Jakarta: UI Press, 1986, hlm. 277 58 Rachmadi Usman, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, op.cit, hlm. 22 59 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hlm. 186 60 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, op.cit, hlm. 3 Universitas Sumatera Utara Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ketahanan ekonomi Indonesia sangat rapuh dan tidak mau bersaing. 61 Fakta menyebutkan bahwa reformasi dipicu oleh gejolak akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan yang merupakan kesalahan manajemen ekonomi pemerintahan Orde Baru, meskipun tuntutan agar Indonesia mempunyai suatu undang-undang antimonopoli sudah muncul pada tahun 1990-an namun tidak didukung oleh political will dari pemerintah saat itu. 62 Krisis terjadi karena rusaknya pilar ekonomi dalam segi perbankan, kebijakan moneter dan pinjaman utang luar negeri yang tinggi. 63 Dalam upaya mempercepat berakhirnya krisis ekonomi, maka pada bulan Januari 1998 Indonesia menandatangani Letter of Intent sebagai bagian dari program bantuan International Monetary Fund IMF. Dari 50 butir memorandum maka serangkaian kebijakan deregulasi segera dilakukan pemerintah pada waktu itu, beberapa diantaranya yang bersinggungan dengan persaingan usaha adalah: 64 a. Butir 31 bulan November, pemerintah menyusun strategi ambisius untuk reformasi structural yang bertujuan untuk membawa ekonomi kembali ke arah pertumbuhan yang cepat dengan mengubah ekonomi berbiaya tinggi ke ekonomi yang lebih terbuka, efisien dan kompetitif. Untuk itu strategi yang ditujukan untuk liberalisasi perdagangan dan investasi asing, deregulasi 61 Hermansyah, op.cit, hlm. 11 62 Ibid, hlm. 10 63 Ayudha D. Prayoga, et.al, op.cit, hlm.23 64 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, op.cit, hlm. 7-9 Universitas Sumatera Utara kegiatan domestic dan mempercepat program swastanisasi sekaligus mempertimbangkan langkah menghadapi kemiskinan. b. Butir 32 pemerintah sudah menyiapkan strategi ekonomi yang lebih terbuka dan meningkatkan daya saing dengan mencabut monopoli Bulog untuk program gandum, kedelai, bawang putih. Importer diperkenankan menjual seluruh produk ini di pasar dalam negeri, kecuali gandum. c. Butir 33 Harga Patokan Sementara HPS semen dihapus serta penurunan harga bahan-bahan konstruksi pada bulan November. Tariff produk kimia akan diturunkan menjadi 5 mulai 1 Januari 1999. Dengan demikian tariff maksimum produk-produk ini ditargetkan mencapai 10 pada tahun 2003. d. Butir 41 terhitung sejak 1 Februari 1998 para pedagang produk pertanian seperti cengkeh, jeruk dan vanilla akan memiliki kebebasan menjual dan membeli komoditinya tanpa ada batasan wilayah. BPPC akan dibubarkan pada bulan Juni 1998. e. Butir 43 monopoli Bulog aqkan dibatasi pada beras. Efektif sejak 1 Februari 1998, semua pedaganag akan diizinkan untuk mengimpor gula dan memasarkannya pada pasar domestic, dan petani akan dibebaskan dari ketentuan formal dan informal untuk menanam tebu. Salah satu yang diatur dalam Letter of Intent tersebut adalah untuk menjamin adanya iklim persaingan usaha yang sehat diantara para pelaku usaha dengan memberlakukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Universitas Sumatera Utara Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 65

2. Prinsip per se dan rule of reason dalam UU No. 5 Tahun 1999

Dokumen yang terkait

Peranan Notaris Dalam Persekongkolan Tender Barang/Jasa Pemerintah Terkait Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

6 47 130

ANALISIS PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

1 3 13

ANALISIS EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT TERHADAP PEMBATASAN PRAKTEK KARTEL DI INDONESIA.

0 3 10

MERGER, KONSOLIDASI, DAN AKUISISI PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.

0 0 13

PENETAPAN TINGKAT SUKU BUNGA DALAM PEMBIAYAAN KONSUMEN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.

0 0 2

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

0 0 19

UU 5 1999 Larangan Praktik Monopoli Persaingan Usaha Tidak Sehat

0 0 47

PASAR PERSAINGAN TIDAK SEMPURNA MONOPOLI

0 2 21

PERANAN KPPU DALAM MENEGAKKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

0 0 8

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN DAN HUKUM PERSAINGAN USAHA A. Tinjauan Umum Perjanjian 1. Pengertian perjanjan dan syarat-syarat sahnya perjanjian - Perjanjian Pelaku Usaha Dengan Pihak Luar Negeri yang Bertentang Dengan Undang-Undang nomor 5 Tahun 1999 T

0 0 21