Gambar 3.3. Diagram Scatter plot antara variabel bebas dan bergantung
3.3. Model Regresi Sederhana
Estimasi parameter pada model regresi sederhana disajikan pada Tabel 3.3, yaitu :
Tabel 3.3. Estimasi Parameter Model Regresi Sederhana
Variabel Koefisien Std. Error T Stat.
Prob Konstanta 165,8063 68,5434
2,418998 0,0278451
X
1
0,114067 0,0135343 8,427988 0,0000003
X
2
-4,77438 1,701349
-2,806235 0,0126772
X
3
-1,31687 1,262511
-1,043054 0,3124279
X
4
-7,65185 2,220894
-3,445393 0,0033258
R square = 93,72 T
16, 0.95
= 2,11991 T
16, 0.90
= 1,74588
Berdasarkan Tabel 3.3 dapat ditunjukan hasil pengujian bahwa terdapat tiga variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel bergantung karena pada
variabel bebas tersebut memiliki nilai T
hitung
T
16; 0,950
atau nilai P_value α 0,05. Variabel tersebut adalah X
1
status kesejahteraan, X
2
jumlah sekolah SD, dan X
4
rasio anak bersekolah dengan ATB di bawah usia 15 tahun. Dari hasil analisis data tersebut, nilai R
2
sebesar 93,72 yang artinya model yang terbentuk mewakili data sebesar 93,72.
Dari tabel 3.3 diperolehlah model persamaan regresi linier berganda yaitu :
4 2
1
652 ,
7 774
, 4
1141 ,
81 ,
165 ˆ
X X
X y
Model pada OLS dapat diinterpretasikan bahwa apabila faktor lain dianggap konstan, jika jumlah penduduk prasejahtera di suatu kecamatan X
1
naik sebesar 1 satuan maka bisa menambah ATB di bawah usia 15 tahun sebesar 0,1141, jumlah
sekolah SD di suatu kecamatan X
2
naik 1 satuan maka mengurangi ATB sebesar 4,774, dan rasio anak bersekolah dengan ATB X
4
naik 1 satuan maka juga akan mengurangi jumlah ATB sebesar 7,652.
3.4. Regresi Spasial
3.4.1. Pengujian Efek Spasial
Pengujian efek spasial dilakukan untuk melihat apakah data setiap variabel memiliki pengaruh spasial pada lokasi. Pengujian spasial dependence menggunakan statistik
Moran ’s I. Gambar 3.4 merupakan gambar diagram Moran’s I untuk setiap variabel
baik variabel bebas maupun terikatnya.
Gambar 3.4. Moran’s Scatterplot
Pada Gambar 3.4 tersebut menunjukkan bahwa pola data berada pada kuadran I dan III. Hal ini berarti bahwa kecamatan dengan nilai yang tinggi pada setiap
variabel mengelompok pada daerah yang nilainya tinggi juga dan daerah dengan nilai yang rendah berkelompok dengan daerah yang memiliki nilai rendah pula. Pada
variabel Y, kecamatan yang memiliki ATB yang tinggi berkelompok dengan kecamatan yang memiliki ATB yang tinggi juga dan kecamatan yang memiliki ATB
yang rendah berkelompok dengan ATB yang rendah pula. Adapun nilai masing- masing
Moran’s I pada variabel-variabel tersebut disajikan pada Tabel 3.5. Sebagai contoh untuk nilai
Moran’s I pada variabel Y diperoleh dengan menggunakan rumus pada persamaan 2.17 yaitu
n n
n n
n
e e
e W
e I
Tabel 3.4. Perhitungan Nilai Moran’s I pada Variabel Y
No Y
e
n
= Y- e
n
’W
n
e
n
’W
n
e
n
e
n
’e
n
1 150
-109 -27,36667 2986,876 11912,16327
2 234
-25 -215,5083 5418,495 632,1632653
3 96
-163 -21,24167 3465,426 26615,59184
4 293
34 -159,675 -5406,14
1146,306122 5
96 -163
-40,875 6668,464 26615,59184
6 68
-191 -195,3
37330,2 36535,59184
7 92
-167 -99,30833 16598,68 27936,73469
8 128
-131 -154,6833 20285,61 17198,44898
9 18
-241 -53,81667 12977,5
58149,87755 10
143 -116 -115,8667 13457,09
13489,16327 11
376 117 -123,5167 -14433,8
13655,59184 12
227 -32 14,766667 -474,643
1033,163265 13
57 -202
-108,4 21912,29 40861,73469
14 202
-57 -118,0083 6743,333 3265,306122
15 135
-124 -17,55833 2179,742 15411,44898
16 140
-119 -95.40833 11367,22 14195,02041
17 249
-10 -37,66667 382,0476 102,877551
18 464
205 242,93333 49766,63 41966,44898
19 643
384 536,75 206035,3
147346,3061 20
685 426
522,75 222616,8 181354,3061
21 946
687 270 185451,4
471772,7347
Jumlah 5442
805328,6 1151196,571
Rata-rata 259,143
Sehingga nilai Moran’s I adalah
699558 ,
571 ,
1151196 6
, 805328
I I
Secara lengkap hasil Moran’s I dikerjakan dengan menggunakan software
OpenGeoda sebagai berikut:
Tabel 3.5. Moran’s I
Morans I Y
0,69958 X
1
0,640032 X
2
0,298701 X
3
0,249088 X
4
0,285518
Berdasarkan Tabel 3.5 dan nilai I terlihat bahwa semua nilai
Moran’s I bernilai lebih besar dari I
yang artinya semua variabel baik bebas maupun terikat memiliki autokorelasi positif. Sama seperti yang terlihat pada gambar 3.5, bahwa data
berkelompok pada kuadran I dan III yang menandakan memiliki autokorelasi positif.
3.4.2. Uji Lagrange Multiplier LM
Pemilihan model spasial dilakukan dengan uji LM sebagai indentifikasi awal. Lagrange Multiplier digunakan untuk mendeteksi dependensi spasial dengan lebih
spesifik yaitu dependensi lag, eror atau keduanya lag dan eror. Hasil Pengujian LM disajikan pada Tabel 3.6 dengan menggunakan bantuan software OpenGeoda yaitu
Tabel 3.6. Hasil Analisis Dependensi Spasial
Uji Dependensi Spasial Nilai
Prob Morans I eror
2,1297 0,0332
Lagrange Multiplier lag 5,9335
0,0149 Lagrange Multiplier eror
0,6934 0,4050
Lagrange Multiplier SARMA 5,9444
0,0512 Taraf signifikan α = 0.05
Berdasarkan Tabel 3.6, diketahui bahwa nilai dari probabilitas dari Moran’s I
sebesar 0,0332 dan lebih kecil dari α0,05. Sehingga H
ditolak artinya ada dependensi spasial dalam eror regresi.
Uji Lagrange Multiplier lag bertujuan untuk mengidentifikasi adanya keterkaitan antar kecamatan. Berdasakan Tabel 3.6 dapat diketahui bahwa nilai
probabilitas dari Lagrange Multiplier lag sebesar 0,0149 dan lebih kecil dari α0,05.
Sehingga H ditolak artinya terdapat dependensi lag sehingga perlu dilanjutkan ke
pembuatan Spatial Autoregressive Model SAR. Nilai probabilitas dari Lagrange Multiplier eror adalah 0,4050 dan lebih besar dari
α0,05. Sehingga terima H artinya tidak terdapat dependensi spasial dalam eror sehingga pada kasus ini tidak
perlu dilanjutkan pada pembuatan model Spatial Error Model SEM.
Uji Lagrange Multiplier SARMA digunakan untuk mengidentifikasi adanya fenomena gabungan, yaitu mengidentifikasi adanya dependensi lag maupun eror antar
kabupaten kota. Berdasarkan Tabel 3.6 dapat diketahui bahwa nilai probabilitas dari Lagrange Multiplier SARMA sebesar 0,0511 dan lebih besar dari
α0,05. Sehingga terima H
artinya tidak terdapat dependensi lag dan eror sehingga pada kasus ini tidak perlu melanjutkan pada pembuatan model SARMA.
Berdasarkan uji LM, telah diketahui bahwa pada kasus ATB di kota Medan terdapat pengaruh spasial dalam data. Hal ini mengidentifikasikan bahwa pemodelan
kurang akurat dengan menggunakan metode OLS karena pada OLS mengabaikan unsus spasial dalam data. Maka pemodelan akan diselesaikan dengan menggunakan
regresi spasial.
3.5. Matriks Keterkaitan Spasial Spatial Weight Matrices
Berdasarkan Gambar 3.1, dibuat sebuah matriks berukuran 21 x 21. Matriks tersebut adalah matrik keterkaitan spasial Spatial Weight Matrices. Metode yang digunakan
dalam pembuatan matrik adalah metode Queen Contiguity. Adapun jumlah masing-
masing tetangga contiguity dari masing-masing kecamatan dilihat pada Tabel 3.7 berikut.
Tabel 3.7. Banyak Tetangga dengan Banyak Kecamatan
Warna Kelompok Banyak
Tetangga Nama Kecamatan
Kel 1 2
M. Tuntungan, M. Belawan Kel 2
3 M. Amplas, M. Area, M. Tembung, M. Labuhan,
M. marelan Kel 3
4 M. Baru, M. Sunggal, M. Deli
Kel 4 5
M. Denai, M. Maimun, M. Polonia, M. Selayang, M. Helvetia, M. Barat, M. Perjuangan
Kel 5 6
M. Johor, M. Petisah, M. Timur, Kel 6
8 M. Kota
Dari Tabel 3.7 dijelaskan bahwa kecamatan yang paling banyak ketetanggaannya contiguity terletak pada kecamatan Medan Kota sedangkan jumlah
ketetanggaan yang paling sedikit terletak pada Medan Tuntungan dan Medan Belawan. Tabel 3.7 dapat diliat secara histogram pada Gambar 3.5 berikut.
Gambar 3.5. Histogram Ketetanggaan Contiguity
Adapun masing-masing dari tetangga dari setiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8. Tetangga Setiap Kecamatan
No Nama Kecamatan Jumlah
Tetangga Nama Kec. Tetangga
1
M. Tuntungan
2 M. Johor M Selayang
2
M. Johor
6 M. Tuntungan, M. Amplas, M. Kota, M.
Maimun, M. Polonia, M. Selayang 3
M. Amplas
3 M. Johor, M. Denai, M. Kota
4
M. Denai
5 M. Amplas, M. Area, M. Kota, M. Perjuangan,
M. Tembung 5
M. Area
3 M. Denai, M. Kota M. Perjuangan
6
M. Kota
8 M. Amplas, M. Denai, M. Area, M. Maimun,
M. Johor, M. Barat, M. Timur, M. Perjuangan
7
M. Maimun
5 M. Johor, M. Kota, M. Polonia, M. Petisah, M.
Barat 8
M. Polonia
5 M. Johor, M. Maimun, M. Baru, M. Selayang,
M. Petisah 9
M. Baru
4 M. Polonia, M. Selayang, M. Sunggal, M.
Petisah 10
M. Selayang
5 M. Tuntungan, M. Johor, M. Polonia, M. baru,
M. Sunggal
11
M. Sunggal
4 M. Baru, M. Selayang, M. Helvetia, M.
Petisah 12
M. Helvetia
5 M. Sunggal, M. Petisah, M. Barat, M. Timur,
M. Deli 13
M. Petisah
6 M. Maimun, M. Polonia, M. Baru, M.Sunggal,
M. Helvetia, M. Barat 14
M. Barat
5 M. Kota, M. maimun, M. Helvetia, M. Petisah,
M. Timur 15
M. Timur
6 M. Kota, M. Helvetia, M. Barat, M.
Perjuangan, M. Tembung, M. Deli 16
M. Perjuangan
5 M. Denai, M. Area, M. Kota, M. Timur, M.
Tembung 17
M. Tembung
3 M. Denai, M. Timur, M. Perjuangan
18
M. Deli
4 M. Helvetia, M. Timur, M. Labuhan, M.
Marelan 19
M. Labuhan
3 M. Deli, M. Marelan, M. Belawan
20
M. Marelan
3 M. Deli, M. Labuhan, M. Belawan
21
M. Belawan
2 M. Labuhan, M. Marelan
Berdasarkan Tabel 3.8, hubungan ketetanggaan setiap kecamatan dapat dilihat pada Gambar 3.6. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa masing-masing
kecamatan dipengaruhi oleh kecamatan lain yang saling berdekatan common side. Contoh pada kecamatan Medan Kota 6 terlihat bahwa terdapat 8 kecamatan yang
mempengaruhinya secara spasial.
Gambar 3.6. Graph Contiguity
Berdasarkan Gambar 3.6, matrik keterkaitan spasial W
Queen
dengan ordo 21x21 yang terbentuk adalah
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
Queen
W
Matrik pembobot yang akan digunakan adalah matrik W yang merupakan bentuk normalitas dari Matrik W
Queen
. Matriks W tersebut adalah
2 1
2 1
3 1
3 1
3 1
3 1
3 1
3 1
4 1
4 1
4 1
4 1
3 1
3 1
3 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
6 1
6 1
6 1
6 1
6 1
6 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
6 1
6 1
6 1
6 1
6 1
6 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
4 1
4 1
4 1
4 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
4 1
4 1
4 1
4 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
8 1
8 1
8 1
8 1
8 1
8 1
8 1
8 1
3 1
3 1
3 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
3 1
3 1
3 1
6 1
6 1
6 1
6 1
6 1
6 1
2 1
2 1
W
Matrik Wy adalah hasil perkalian matrik W dengan yaitu
21 20
19 18
17 16
15 14
13 12
11 10
9 8
7 6
5 4
3 2
1
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y
Wy
2 1
2 1
3 1
3 1
3 1
3 1
3 1
3 1
4 1
4 1
4 1
4 1
3 1
3 1
3 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
6 1
6 1
6 1
6 1
6 1
6 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
6 1
6 1
6 1
6 1
6 1
6 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
4 1
4 1
4 1
4 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
4 1
4 1
4 1
4 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
8 1
8 1
8 1
8 1
8 1
8 1
8 1
8 1
3 1
3 1
3 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
3 1
3 1
3 1
6 1
6 1
6 1
6 1
6 1
6 1
2 1
2 1
20 19
21 19
18 21
20 18
20 19
15 12
16 15
4 17
15 6
5 4
18 17
16 14
12 6
15 13
12 7
6 14
12 11
9 8
7 18
15 14
13 11
13 12
10 9
11 9
8 2
1 13
11 10
8 13
10 9
7 2
14 13
8 6
2 16
15 14
7 5
4 3
2 16
6 4
17 16
6 5
3 6
4 2
10 `
8 7
6 3
1 10
2
2 1
2 1
3 1
3 1
3 1
3 1
3 1
3 1
4 1
4 1
4 1
4 1
3 1
3 1
3 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
6 1
6 1
6 1
6 1
6 1
6 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
6 1
6 1
6 1
6 1
6 1
6 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
4 1
4 1
4 1
4 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
4 1
4 1
4 1
4 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
8 1
8 1
8 1
8 1
8 1
8 1
8 1
8 1
3 1
3 1
3 1
5 1
5 1
5 1
5 1
5 1
3 1
3 1
3 1
6 1
6 1
6 1
6 1
6 1
6 1
2 1
2 1
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
y y
3.6. Model Regresi Spasial