Tabel 3.5. Moran’s I
Morans I Y
0,69958 X
1
0,640032 X
2
0,298701 X
3
0,249088 X
4
0,285518
Berdasarkan Tabel 3.5 dan nilai I terlihat bahwa semua nilai
Moran’s I bernilai lebih besar dari I
yang artinya semua variabel baik bebas maupun terikat memiliki autokorelasi positif. Sama seperti yang terlihat pada gambar 3.5, bahwa data
berkelompok pada kuadran I dan III yang menandakan memiliki autokorelasi positif.
3.4.2. Uji Lagrange Multiplier LM
Pemilihan model spasial dilakukan dengan uji LM sebagai indentifikasi awal. Lagrange Multiplier digunakan untuk mendeteksi dependensi spasial dengan lebih
spesifik yaitu dependensi lag, eror atau keduanya lag dan eror. Hasil Pengujian LM disajikan pada Tabel 3.6 dengan menggunakan bantuan software OpenGeoda yaitu
Tabel 3.6. Hasil Analisis Dependensi Spasial
Uji Dependensi Spasial Nilai
Prob Morans I eror
2,1297 0,0332
Lagrange Multiplier lag 5,9335
0,0149 Lagrange Multiplier eror
0,6934 0,4050
Lagrange Multiplier SARMA 5,9444
0,0512 Taraf signifikan α = 0.05
Berdasarkan Tabel 3.6, diketahui bahwa nilai dari probabilitas dari Moran’s I
sebesar 0,0332 dan lebih kecil dari α0,05. Sehingga H
ditolak artinya ada dependensi spasial dalam eror regresi.
Uji Lagrange Multiplier lag bertujuan untuk mengidentifikasi adanya keterkaitan antar kecamatan. Berdasakan Tabel 3.6 dapat diketahui bahwa nilai
probabilitas dari Lagrange Multiplier lag sebesar 0,0149 dan lebih kecil dari α0,05.
Sehingga H ditolak artinya terdapat dependensi lag sehingga perlu dilanjutkan ke
pembuatan Spatial Autoregressive Model SAR. Nilai probabilitas dari Lagrange Multiplier eror adalah 0,4050 dan lebih besar dari
α0,05. Sehingga terima H artinya tidak terdapat dependensi spasial dalam eror sehingga pada kasus ini tidak
perlu dilanjutkan pada pembuatan model Spatial Error Model SEM.
Uji Lagrange Multiplier SARMA digunakan untuk mengidentifikasi adanya fenomena gabungan, yaitu mengidentifikasi adanya dependensi lag maupun eror antar
kabupaten kota. Berdasarkan Tabel 3.6 dapat diketahui bahwa nilai probabilitas dari Lagrange Multiplier SARMA sebesar 0,0511 dan lebih besar dari
α0,05. Sehingga terima H
artinya tidak terdapat dependensi lag dan eror sehingga pada kasus ini tidak perlu melanjutkan pada pembuatan model SARMA.
Berdasarkan uji LM, telah diketahui bahwa pada kasus ATB di kota Medan terdapat pengaruh spasial dalam data. Hal ini mengidentifikasikan bahwa pemodelan
kurang akurat dengan menggunakan metode OLS karena pada OLS mengabaikan unsus spasial dalam data. Maka pemodelan akan diselesaikan dengan menggunakan
regresi spasial.
3.5. Matriks Keterkaitan Spasial Spatial Weight Matrices