yang baik. Apakah mungkin menciptakan anak berkualitas ditengah waktu yang terbatas, karena kesibukan bekerja, dan apakah mungkin menjadikan anak berkualitas
ditengah kondisi keuangan atau pendapatan yang terbatas Dian, 2011.
5.5. Pengaruh Persepsi Nilai Anak Berdasarkan Budaya Nilai Anak terhadap Jumlah Anak
Hasil tabulasi silang antara budayai dengan jumlah anak menunjukkan bahwa responden yang budayanya setuju memiliki lebih dari 2 orang anak berdasarkan
budaya tentang nilai anak, yang jumlah anaknya baik ≤ 2 orang ada sebanyak 15
orang 31,9, dan yang jumlah anaknya kurang baik 2 orang ada sebanyak 32 orang 68,1. Responden yang kurang setuju dengan budaya nilai anak, yang
jumlah anaknya baik ≤ 2 orang ada sebanyak 8 orang 32,0, dan yang jumlah
anaknya kurang baik 2 orang ada sebanyak 17 orang 68. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara budaya dengan jumlah anak
p= 0,994. Adat kebiasaan atau adat dari suatu masyarakat yang memberikan nilai anak
laki-laki lebih dari anak perempuan atau sebaliknya. Hal ini akan memungkinkan satu keluarga mempunyai banyak anak. Bagaimana kalau keinginan untuk mendapatkan
anak laki-laki atau perempuan tidak terpenuhi mungkin akan menceraikan istrinya dan kawin lagi agar terpenuhi keinginan memiliki anak laki-laki ataupun anak
perempuan. Disini norma adat istiadat perlu diluruskan karena tidak banyak menguntungkan bahkan banyak bertentangan dengan kemanusiaan Silaban, 2013.
Universita Sumatera Utara
Namun, disisi lain pada masyarakat khususnya batak toba, prinsip hasangapon, hagabeon, hamoraon ini kurang lebih mempunyai persamaan dengan
Teori Kebutuhan dari Maslow. Menurut Maslow pencapaian tertinggi seseorang dalam memenuhi kebutuhannya ketika ia bisa mencapai jati diri yang “self
esteem”menghargai diri sendiri, bijaksana dan welas asih, penuh kasih sayang. Sehingga ketika keluarga tidak mendapatkan keturunan laki-laki dan perempuan
maka prinsip 3 H tersebut tidak tercapai.
5.6. Keterbatasan Penelitian
1. Berdasarkan jenis penelitian observasional dengan pendekatan potong lintang cross sectional dimana variabel independen dan dependen
diperoleh sekaligus saat bersamaan, artinya peneliti tidak mengikuti proses pengambilan keputusan responden untuk menentukan jumlah anak yang
dibutuhkan. 2. Penggunaan sampel dalam penelitian yang relatif terbatas sebagai sumber
informasi, diperkirakan dapat mengganggu atau tidak 100 akurat generalisasi hasil penelitian terhadap seluruh anggota populasi di lokasi
penelitian. Untuk meminimalisir hal ini peneliti mengambil jumlah sampel yang cukup besar dengan pemilihan sampel secara acak.
3. Kuisioner yang digunakan untuk mengungkapkan variabel bebas dibuat oleh peneliti sendiri dengan berdasarkan literature yang ada karena belum ada
kuisioner yang baku atau standart untuk penelitian tersebut, sehingga
Universita Sumatera Utara
kemungkinan belum dapat mengungkapkan data tentang variabel yang diteliti secara lengkap.
4. Penelitian tentang pengaruh persepsi nilai anak terhadapa jumlah anak di Indonesia masih relatif kurang, sehingga peneliti sulit menemukan
perbandingan penelitian, dan keragaman variabel penelitian. Untuk hal ini peneliti perlu lebih banyak membaca literature dan buku-buku sosial.
Universita Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN