C. Pelayanan
1. Skrining resep
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 apoteker melakukan skrining resep meliputi persyaratan administratif, kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis. Skrining resep dilakukan dengan tujuan untuk melihat keabsahan resep. Di apotek ada prosedur tetap untuk pelayanan
resep, ketika resep datang kemudian dilakukan skrining untuk melihat apakah resep asli atau palsu. Selain itu juga skrining resep dilakukan untuk
meminimalisasi terjadinya medication error. Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 medication error adalah kejadian yang
merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah.
a. Persyaratan administratif
Hasil penelitian menunjukkan 100 apoteker selalu melakukan skrining resep persyaratan administratif. Hal ini dapat dilihat pada Tabel
XVII berikut.
Tabel XVII. Skrining Resep Persyaratan Administratif
No Persyaratan administratif
Jumlah Persentase
n = 9 1
Ya 9
100 2
Tidak Total
100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 persyaratan administratif meliputi : nama, SIP dan alamat dokter; tanggal
penulisan resep; tanda tanganparaf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis,
jumlah yang minta; cara pemakaian yang jelas dan informasi lainnya.
b. Kesesuaian farmasetik
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 kesesuaian farmasetik meliputi : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Gambaran mengenai pelaksanaan skrining resep kesesuaian farmasetik dapat dilihat pada Tabel
XVIII berikut.
Tabel XVIII. Skrining Resep Kesesuaian Farmasetik
No Skrining kesesuaian farmasetik yang
dilakukan Jumlah
Persentase n=9
1 Bentuk sediaan+dosis+potensi+cara
pemberian+lama pemberian 2
22 2
Bentuk sediaan+dosis+potensi+stabilitas+inkomp
atibilitas+cara pemberian+lama pemberian 7
78 Total
9 100
Tabel XVIII menunjukkan bahwa apoteker yang melakukan skrining
resep kesesuaian farmasetik meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara pemberian dan lama pemberian sesuai
Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 sebesar 78, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sisanya sebesar 22 belum melakukan skrining resep kesesuaian farmasetik secara keseluruhan yaitu pada item stabilitas dan
inkompatibilitas.
c. Pertimbangan klinis
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 pertimbangan klinis meliputi alergi, efek samping, interaksi, durasi dan
jumlah obat.
Tabel XIX. Skrining Pertimbangan Klinis
No Skrining pertimbangan klinis yang
dilakukan Jumlah
Persentase n = 9
1 Alergi+efek samping+ dosis+ jumlah
obat 1
11 2
Alergi+efek samping +dosis+durasi+jumlah obat
1 11
3 Alergi+efek
samping+interaksi+dosis+durasi+jumlah obat
7 78
Total 9
100
Tabel XIX menunjukkan bahwa apoteker yang melakukan skrining resep pertimbangan klinis meliputi alergi, efek samping, interaksi , durasi
dan jumlah obat sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 sebesar 78, dan sisanya sebesar 22 belum
melakukan skrining resep pertimbangan klinis yaitu pada item interaksi dan durasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
d. Konsultasi dengan dokter penulis resep
Permenkes Nomor 922 tahun 1993 pasal 16 ayat 1 “Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau
penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep”.
Selanjutnya Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyatakan bahwa jika ada keraguan terhadap resep hendaknya
dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan
persetujuan setelah pemberitahuan. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi terjadinya medication error. Konsultasi dengan dokter
penulis resep juga dapat dimanfaatkan untuk membangun dan meningkatkan hubungan dengan rekan sejawat petugas kesehatan. Hal ini
sesuai dengan pasal 13 Kode Etik Apoteker Indonesia.
Tabel XX. Konsultasi Dokter Apabila Ada Ketidakjelasan Pada Resep
No Selalu melakukan konsultasi dengan
dokter penulis resep Jumlah
Persentase n = 9
1 Ya
9 100
2 Tidak
Total 9
100
Tabel XX menunjukkan bahwa semua apoteker 100 selalu melakukan konsultasi dengan dokter penulis resep apabila ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ketidakjelasan dalam penulisan resep. Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004.
e. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian skrining resep
100 78
78 100
50 100
persyaratan administratif kesesuaian farmasetik meliputi : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara pemberian dan lama pemberian
pertimbangan klinis meliputi : alergi, efek samping, interaksi, durasi dan jumlah obat
konsultasi dengan dokter penulis resep
Gambar 14. Diagram Pelaksanaan Skrining Resep
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian skrining resep sebagian besar
telah dilaksanakan dengan baik. Pelayanan skrining resep yang telah dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di atas 50,
meliputi skrining resep persyaratan administratif 100, konsultasi dengan dokter penulis resep 100, skrining resep kesesuaian farmasetik
78 dan. skrining resep pertimbangan klinis 78.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Penyiapan obat
a. Etiket Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 bahwa
etiket harus jelas dan dapat dibaca. Etiket yang tidak jelas dapat menyebabkan kesalahan pasien dalam membaca atau mengartikan isi
etiket, sehingga dapat terjadi medication error.
Tabel XXI. Adanya Keluhan Tentang Etiket Oleh Pasien
No Pernah terjadi keluhan tentang
etiket Jumlah
Persentase n = 9
1 Ya
2 Tidak
9 100
Total 9
100
Tabel XXI menunjukkan bahwa semua apoteker 100 tidak pernah menerima keluhan tentang etiket oleh pasien sehingga dapat disimpulkan
bahwa etiket yang dibuat jelas dan dapat dibaca.
b. Penyerahan obat
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Pemeriksaan akhir medication review dilakukan dengan tujuan untuk menghindari
terjadinya medication error terutama dispensing error yang merupakan tanggung jawab pihak farmasis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XXII. Pengecekan Resep Sebelum Diserahkan ke Pasien
No Selalu melakukan pengecekan
sebelum diserahkan ke pasien Jumlah
Persentase n = 9
1 Ya
9 100
2 Tidak
Total 9
100 Tabel XXII menunjukkan bahwa semua apoteker 100 selalu
melakukan pengecekan terhadap kesesuaian obat dan etiket terhadap resep sebelum diserahkan kepada pasien.
Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian
informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. Hal ini juga tertera pada Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal asuhan
kefarmasian yang menyebutkan bahwa salah satu standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah memberikan pelayanan informasi
obat dan memberikan konsultasi obat. Menurut WHO, salah satu peran Apoteker dalam pelayanan kesehatan adalah care-giver, yaitu Apoteker
bertindak sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis, analisis, dan teknis. Dalam memberikan pelayanan, Apoteker harus
berinteraksi langsung dengan pasien secara individu maupun kelompok Hartini dan Sulasmono, 2006.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu kewajiban apoteker adalah memberikan informasi mengenai obat kepada
pasien sehingga apoteker sebaiknya selalu terlibat langsung dalam penyerahan obat kepada pasien agar dapat menjalankan kewajiban
tersebut.
Gambar 15. Keterlibatan Apoteker Dalam Penyerahan Obat ke
Pasien
Keterlibatan Apoteker Dalam Penyerahan Obat Ke Pasien
78 22
Ya Tidak
Gambar 15 menunjukkan bahwa apoteker yang selalu terlibat langsung dalam penyerahan obat ke pasien sebesar 78 dan 22 sisanya
tidak selalu terlibat langsung dalam penyerahan obat. Untuk responden yang tidak selalu terlibat langsung dalam penyerahan obat, tanggung
jawab penyerahan obat diserahkan kepada apoteker pendamping. Penyerahan obat yang dilakukan apoteker pendamping juga disertai
informasi kepada pasien. Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor 1332 tahun 2002 bahwa apabila APA behalangan melakukan tugasnya
pada jam buka apotek, maka APA harus menunjuk seorang Pendamping.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Informasi obat
Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa informasi obat yang harus diberikan kepada pasien sekurang-
kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari dan
aktivitas yang harus dihindari. Dalam Permenkes Nomor 922 tahun 1993 Pasal 15 ayat 4,
disebutkan bahwa Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien dan penggunaan
obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat. Pasal 7 Kode Etik Apoteker Indonesia menyatakan bahwa seorang Apoteker harus
menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 pasal 35 juga menyebutkan bahwa jika apoteker
tidak melaksanakan kewajibannya dalam memberikan informasi kepada pasien maka akan dikenakan pidana denda paling banyak Rp
10.000.000,00 sepuluh juta rupiah.
Tabel XXIII. Informasi Obat yang Diberikan Apoteker
No Informasi Obat yang diberikan
Jumlah Persentase
n = 9 1
Cara pemakaian obat+cara penyimpanan obat+jangka waktu
pengobatan+aktivitas yang harus dihindari
1 11
2 Cara pemakaian obat+cara
penyimpanan obat+jangka waktu pengobatan+ makanan dan
minuman yang harus dihindari+aktivitas yang harus
dihindari 8
89
Total 9
100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XXIII menunjukkan bahwa apoteker yang memberikan informasi kepada pasien meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan
obat, jangka waktu pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari dan aktivitas yang harus dihindari sesuai Kepmenkes RI Nomor
1027MENKESSKIX2004 sebesar 89, sisanya sebesar 11 belum memberikan informasi secara menyeluruh kepada pasien.
Pemberian informasi ini seharusnya lebih diperhatikan oleh apoteker karena melalui pemberian informasi apoteker dapat meminimalisasi
terjadinya medication error yang mungkin dilakukan oleh pasien pada saat pasien mengkonsumsi obat.
d. Konseling
Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi,
pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya.
Selain konseling kita mengenal pula konsultasi. Kedua kata ini memiliki pengertian yang berbeda. Menurut Kepmenkes RI Nomor
1027MENKESSKIX2004 Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk
mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan pengobatan, sedangkan konsultasi merupakan proses komunikasi satu arah.
Dalam penelitian ini, peneliti tidak memberikan batasan mengenai pengertian konseling. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian
antara pemahaman apoteker dengan Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 mengenai pengertian konseling. Dari hasil
wawancara sebagian besar responden berpendapat bahwa konseling dan konsultasi mempunyai pengertian yang sama. Dari sini terlihat bahwa
apoteker mempunyai pemahaman yang berbedatidak sesuai dengan yang tertera pada Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004.
Gambar 16. Ketersediaan Jam Konseling di Apotek
Gambar 16 di atas menunjukkan bahwa apoteker yang menyatakan bahwa mereka selalu menyediakan jam konseling bagi pasien setiap
harinya di apotek sebesar 89, sisanya sebesar 11 belum menyediakan jam konseling setiap hari.
Ketersediaan Jam Konseling Setiap Hari Di Apotek
89 11
Ya Tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes,
TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. Gambaran mengenai pelaksanaan
pemberian konseling secara berkelanjutan dapat dilihat pada Tabel XXIV berikut.
Tabel XXIV. Pemberian Konseling Secara Berkelanjutan
No Memberikan konseling secara
berkelanjutan Jumlah
Persentase n = 9
1 Ya
5 56
2 Tidak
4 44
Total 9
100 Tabel XXIV menunjukkan bahwa apoteker yang memberikan
konseling secara berkelanjutan untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma dan penyakit kronis lainnya hanya
sebesar 56 dan apoteker yang tidak memberikan konseling secara berkelanjutan sebesar 44. Pemberian konseling secara berkelanjutan
bertujuan untuk mengontrol kepatuhan pasien dalam meminum obat yang diberikan, karena penyakit yang diderita membutuhkan jangka waktu
pengobatan yang cukup panjang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
e. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian penyiapan obat
100 100
78 89
56 89
50 100
etiket jelasdapat dibaca pengecekan resep sebelum diserahkan
keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat jam konseling setiap hari
konseling secara berkelanjutan informasi yang diberikan meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari dan aktivitas yang harus dihindari
Gambar 17. Diagram Pelaksanaan Penyiapan Obat
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pelayanan penyiapan obat telah dilaksanakan dengan baik karena memiliki persentase
pelaksanaan di atas 50, maliputi penulisan etiket yang jelas dan dapat dibaca 100, pengecekan resep sebelum diserahkan kepada pasien
100, adanya jam konseling setiap hari 89, pemberian informasi oleh apoteker kepada pasien 89, keterlibatan apoteker secara langsung
dalam penyerahan obat 78, dan konseling secara berkelanjutan 56.
3. Promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a. Diseminasi informasi kesehatan
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004, dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara
aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leafletbrosur, poster,
penyuluhan dan lain-lainnya. Diseminasi informasi kesehatan ini sangat berguna untuk
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, di mana masyarakat dapat mengetahui informasi lebih banyak tentang kesehatan.
Gambar 18. Apoteker yang
Pernah Melakukan Diseminasi Informasi Kesehatan
Apoteker yang Pernah Melakukan Diseminasi Informasi Kesehatan
33
67
Ya Tidak
Gambar 18 menunjukkan bahwa sebagian besar 67 apoteker belum pernah melakukan diseminasi penyebaran informasi kesehatan.
dan hanya 33 yang pernah melakukan diseminasi penyebaran informasi kesehatan.
b. Tindak lanjut terapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah pelayanan residensial, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit
kronis lainnya.
Tabel XXV. Apoteker yang Melakukan Tindak Lanjut Terapi
No Melakukan tindak lanjut
terapi Jumlah
Persentase n = 9
1 Ya
3 33
2 Tidak
6 67
Total 9
100 Tabel XXV menunjukkan bahwa sebagian besar 67 apoteker
tidak melakukan tindak lanjut terapi, misalnya dengan mengunjungi pasien atau komunikasi melalui telepon untuk memantau keadaan pasien dan
hanya 33 yang melakukan tindak lanjut terapi. Tindak lanjut terapi merupakan salah satu bentuk perhatian yang
seharusnya dilakukan oleh seorang apoteker. Tindak lanjut terapi dengan kunjungan rumah atau komunikasi dengan telepon akan sangat banyak
membantu pasien, terutama bagi pasien lansia atau pasien yang karena penyakit yang dideritanya tidak memungkinkan untuk datang dan
melakukan konseling secara langsung ke apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi
Gambar 19. Diagram Pelaksanaan Promosi, Edukasi dan Tindak Lanjut Terapi
33 33
50 100
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian promosi, edukasi dan tindak
lanjut terapi belum dilaksanakan dengan baik secara menyeluruh. Pelayanan promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi yang belum
dilaksanakan dengan baik memiliki persentase pelaksanaan di bawah 50, meliputi diseminasi informasi kesehatan 33 dan pelayanan tindak
lanjut terapi 33 sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
D. Evaluasi Mutu Pelayanan