Pengelolaan Sumber Daya HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pengelolaan Sumber Daya

1.a. Sumber daya manusia Dalam Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Apoteker di apotek harus mampu mengambil keputusan yang tepat. Salah satu peran Apoteker dalam pelayanan kesehatan adalah sebagai leader, di mana diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan untuk mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal akuntabilitas praktek farmasi, standar prosedur operasional apoteker di apotek salah satunya adalah merancang, melaksanakan, memonitor dan evaluasi dan mengembangkan standar kerja sesuai arahan pedoman yang berlaku dan bertanggung jawab terhadap setiap keputusan profesional yang diambil. Berdasarkan Permenkes Nomor 922 tahun 1993 pasal 20, Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping, Apoteker Pengganti di dalam pengelolaan apotek. Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab penuh dalam menjalankan tugasnya di apotek serta mengawasi kinerja asisten apoteker dan karyawan lain Hartini dan Sulasmono, 2006. Karena itulah sudah seharusnya keputusan yang diambil di apotek selalu berdasarkan persetujuan Apoteker Pengelola Apotek. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pengambilan Keputusan Di Apotek Selalu Berdasarkan Persetujuan APA 89 11 Ya Tidak Gambar 4. Pengambilan Keputusan di Apotek Selalu Berdasarkan Persetujuan APA Gambar 4 menunjukkan bahwa pengambilan keputusan di Apotek berdasarkan persetujuan APA sebesar 89 dan 11 sisanya tidak selalu berdasarkan persetujuan APA. Keputusan yang diambil berdasarkan persetujuan APA dalam penelitian ini mencakup perencanaan, pengadaan dan penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya. b Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian sumber daya manusia. 11 89 50 100 Ya Tidak Gambar 5. Diagram Sumber Daya Manusia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sumber daya manusia telah dilaksanakan dengan baik karena memiliki persentase pelaksanaan di atas 50, yaitu sebesar 89. 2. Sarana dan prasarana a. Papan petunjuk apotek Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek menyebutkan bahwa “Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat”. Dalam lampiran Form Apt-3 Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 disebutkan papan nama berukuran minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm dengan tulisan hitam di atas dasar putih; tinggi huruf minimal 5 cm, tebal 5 cm. Pada pasal 6 ayat 1 dan 3 Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 tentang persyaratan apotek menyebutkan bahwa “Setiap Apotik harus memasang papan nama pada bagian muka Apotik, yang terbuat dari papan, seng atau bahan lain yang memadai”. Selanjutnya ayat 3 menyebutkan “Papan nama harus memuat : nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek, nomor surat izin apotek, alamat apotek dan nomor telepon, kalau ada”. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel IV. Ketersediaan Papan Petunjuk Apotek No Papan yang tertulis kata apotek Jumlah Persentase n = 9 1 Ada 9 100 2 Tidak Ada Total 9 100 Tabel IV menunjukkan bahwa semua apotek 100 telah memilki papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek, selain itu letak papan petunjuk cukup strategis sehingga sangat mudah dikenali dan diakses oleh masyarakat. Hal ini sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek seperti yang termuat dalam Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004. b. Tempat yang terpisah antara produk kefarmasian dengan produk lainnya Permenkes Nomor 922 tahun 1993 pasal 6 tentang “Persyaratan Apotek” ayat 2 disebutkan bahwa sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi dan ayat 3 apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Selanjutnya pada Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 diberi batasan antara produk kefarmasian dengan produk lainya dengan menyebutkan bahwa pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Pemisahan Produk Kefarmasian dengan Produk Lainnya 78 22 Ya Tidak Gambar 6. Pemisahan Produk Kefarmasian dengan Produk Lainnya Gambar 6 menunjukkan bahwa apoteker yang menempatkan produk kefarmasian terpisah dari produk lainnya sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 sebesar 78 dan sisanya 22 menempatkan produk kefarmasian tidak terpisah dari produk lainnya. Adapun penjualan produk non kefarmasian di apotek merupakan diferensiasi usaha apotek, di mana produk-produk tersebut masih berhubungan dengan bidang kesehatan. Contoh produk non kefarmasian yang dijual adalah makanan bayi, susu, dan food supplement. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar apotek di Gunungkidul telah menerapkan Standar Kefarmasian Di Apotek khususnya mengenai pemisahan produk kefarmasian dengan produk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI lainnya seperti yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004. c. Ruang tunggu bagi pasien Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang tunggu yang nyaman bagi pasien, yaitu yang bersih dan bebas dari hewan pengerat, seranggapest. Hal ini juga diatur dalam Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 ayat 2 yang pada salah satu syaratnya menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang tunggu. Tabel V. Ketersediaan Ruang Tunggu Bagi Pasien No Ruang tunggu bagi pasien Jumlah Persentase n = 9 1 Ada 9 100 2 Tidak Ada Total 9 100 Tabel V menunjukkan bahwa semua apotek 100 memiliki ruang tunggu bagi pasien sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004. Fungsi ruang tunggu sangat penting bagi pasien, yaitu memberikan rasa nyaman bagi pasien sambil menunggu obat ditebus, bahkan untuk lebih memberikan rasa nyaman bagi pasien apotek biasanya menyediakan koran, majalah maupun layanan televisi sebagai sumber informasi dan hiburan bagi pasien. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI d. Tempat untuk mendisplay informasi bagi pasien Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki tempat untuk mendisplay informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur materi informasi. Informasi disini contohnya berupa brosur, leaflet atau poster yang berisi informasi tentang misalnya obat-obat baru. Tabel VI. Ketersediaan Informasi Bagi Pasien No Brosurinformasi mengenai kesehatan Jumlah Persentase n = 9 1 Ada 9 100 2 Tidak Ada Total 9 100 Tabel VII. Ketersediaan Tempat Khusus untuk Mendisplay Informasi No Tempat khusus untuk mendisplay Jumlah Persentase n = 9 1 Ada 9 100 2 Tidak Ada Total 9 100 Tabel VI menunjukkan bahwa semua apotek 100 tersedia brosur informasi mengenai dan selanjutnya pada tabel VII menunjukkan bahwa dari apotek yang menyediakan informasi bagi pasien tersebut, juga telah memiliki tempat khusus untuk mendisplay informasi tersebut. Informasi tentang kesehatan sangat berguna bagi masyarakat karena masyarakat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dapat meningkatkan pengetahuannya tentang kesehatan lewat membaca brosur-brosur tersebut. e. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga privacy dan kenyaman pasien selama melakukan konseling. Ruang Tertutup untuk Konseling 56 44 Ada Tidak Ada Gambar 7. Ketersediaan Ruang Tertutup untuk Konseling Gambar 7 menunjukkan bahwa 56 apotek yang mempunyai ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien dan sisanya sebesar 44 belum mempunyai ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien. Alasan yang dikemukakan adalah keterbatasan ruangan sehingga apotek tidak menyediakan ruang tertutup untuk konseling bagi pasien, selanjutnya konseling dilakukan secara langsungbersamaan dengan penerimaan resep. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI f. Ruang racikan Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang racikan. Hal ini juga diatur pada Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 dan pada lampiran Form Apt-3 Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 yang menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang peracikan. Tabel VIII. Ketersediaan Ruang Racikan di Apotek No Ruang racikan Jumlah Persentase n = 9 1 Kering 3 33 2 Basah+kering 6 67 Total 9 100 Tabel VIII menunjukkan bahwa 67 apotek memiliki ruang racikan kering dan hanya 33 apotek yang belum memiliki ruang racikan basah. Alasan yang dikemukan oleh Apoteker pengelola atau Apoteker pendamping adalah hanya sedikit resep yang masuk ke apotek dengan meminta racikan basah dan keterbatasan ruangefisiensi tempat karena apotek yang dikelola cukup kecil sehingga ruang racikan kering dan basah dijadikan satu. Ruang racikan kering dan basah seharusnya dipisahkan untuk memudahkan pencarian bahan obat berdasarkan sifat fisiknya dan juga mempermudah proses pembersihannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI g. Keranjang sampah untuk staf maupun pasien Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. Pada lampiran Form Apt-3 Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 disebutkan bahwa apotek harus memiliki sanitasi yang baik serta memenuhi persyaratan hygiene lainnya. Keranjang sampah merupakan salah satu fasilitas untuk menjaga sanitasi di apotek agar dapat terjaga dengan baik. Tabel IX. Ketersediaan Keranjang Sampah untuk Staf dan Pasien No Keranjang sampah Jumlah Persentase n = 9 1 Staf saja 2 Pasien saja 3 Staf +pasien 9 100 Total 9 100 Tabel IX menunjukkan bahwa semua apotek 100 mempunyai keranjang sampah untuk staf dan pasien sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI h. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian sarana dan prasarana 100 78 100 100 56 67 100 50 100 papan petunjuk apotek tempat produk kefarmasian yang terpisah dengan produk lainnya ruang tunggu tempat display informasi ruang konseling tertutup ruang racikan keranjang sampah untuk staf+pasien Gambar 8. Diagram Kelengkapan Sarana dan Prasarana di Apotek Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sarana dan prasarana sebagian besar telah dilaksanakan dengan baik. Pengelolaan sarana dan prasarana yang telah dilaksanakan dengan baik memiliki persentase pelaksanaan di atas 50, meliputi adanya papan petunjuk apotek 100, tersedianya ruang tunggu 100, tersedianya tempat display informasi 100, tersedianya ruang konseling tertutup 56, tersedianya ruang racikan 67 dan tersedianya keranjang sampah untuk staf dan pasien 100. Walaupun persentase pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek lebih dari 50 tetapi tetap perlu ditingkatkan lagi terutama dalam penyediaan ruang konseling tertutup. Karena dengan peningkatan persentase penyediaan ruang konseling diharapkan masyarakat dapat benar-benar merasakan pelayanan keeshatan dari seorang apoteker. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi : perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. a. Perencanaan Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat Hartini dan Sulasmono, 2006. Sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi yang perlu diperhatikan adalah pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat. 1 Pola penyakit. Perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit yang timbul di sekitar masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obat untuk penyakit tersebut. 2 Tingkat perekonomian masyarakat. Tingkat ekonomi masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya beli terhadap obat- obatan. Jika masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian menengah ke bawah, maka apotek perlu menyediakan obat-obat yang harganya terjangkau seperti obat generik berlogo. Demikian pula sebaliknya, jika masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian menengah keatas yang cenderung memilih membeli obat-obat paten, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI maka apotek juga harus menyediakan obat-obat paten yang sering diresepkan. 3 Budaya masyarakat. Pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat- obatan khususnya obat-obat tanpa resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat yang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan obat-obat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut Hartini dan Sulasmono, 2006. Tabel X. Latar Belakang Perencanaan Pengadaan Sediaan Farmasi di Apotek No Latar Belakang Perencanaan Jumlah Persentase n = 9 1 Pola penyakit dan kemampuan masyarakat 1 11 2 Pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat 8 89 Total 9 100 Tabel X menunjukkan bahwa apoteker yang memperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 sebesar 89, sisanya sebesar 11 hanya memperhatikan pola penyakit dan kemampuan masyarakat, tanpa melihat budaya masyarakat sekitar apotek. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI b. Pengadaan Persediaan barang di apotek dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat dan disesuaikan dengan anggaran keuangan yang ada. Pengadaan barang meliputi proses pemesanan, pembelian dan penerimaan barang Hartini dan Sulasmono, 2006. Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi. Pengadaan sediaan farmasi apotek termasuk di dalamnya golongan obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, psikotropika dan narkotika dapat berasal langsung dari pabrik farmasi, Pedagang Besar Farmasi pasal 3 Permenkes 918 Nomor 918 tahun 1993 tentang Pedagang Besar Farmasi maupun apotek lain Hartini dan Sulasmono, 2006. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa jalur pengadaan sediaan farmasi yang resmi hanya melalui pabrik farmasi, PBF dan apotek lain. Tabel XI. Sumber Perolehan Obat di Apotek No Sumber Perolehan Obat Jumlah Persentase n = 9 1 PBF+apotek lain 3 34 2 PBF+pabrik farmasi+apotek lain 2 22 3 PBF+apotek lain+toko obat 2 22 4 PBF+apotek lain+toko obat+swalayan 1 11 5 PBF+pabrik farmasi+apotek lain+toko obat+swalayan 1 11 Total 9 100 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XI menunjukkan bahwa apotek yang memperoleh obat-obatan melalui jalur resmi sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 sebesar 56, sisanya memperoleh obat melalui jalur tidak resmi Obat yang diperoleh melalui jalur tidak resmi, pada umumnya adalah obat bebas. Bagan jalur distribusi obat dapat dilihat pada lampiran 7. c. Penyimpanan Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa obatbahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang–kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Pencantuman nomor batch bertujuan untuk penelusuran obat, apabila ada obat yang sudah beredar namun tidak memenuhi syarat, sehingga mempermudah penarikan dari peredaran untuk segera dimusnahkan. Sedangkan pencantuman tanggal kadaluarsa bertujuan untuk menjamin kepercayaan masyarakat terhadap apoteker, bahwa obat yang dibelinya dari apotek tersebut bermutu baik, dalam hal ini belum melewati tanggal kadaluwarsanya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pemindahan Isi Obat ke Wadah Lain 11 89 Ya Tidak Gambar 9. Pemindahan Isi Obat ke Wadah Lain Gambar 9 menunjukkan bahwa 89 apoteker selalu menyimpan obatbahan obat dalam wadah asli dari pabrik, dan hanya 11 apotek yang pernah memindahkan isi obat dari wadah asli ke wadah lain. Pada umumnya, apotek memindahkan obat ke wadah baru dalam jumlah tertentu, di mana jumlah tertentu tersebut berdasarkan kebiasaan dokter meresepkan suatu obat dalam jumlah tertentu. Hal ini akan mempercepat pelayanan kepada pasien dengan hanya mengambil dari wadah baru tersebut. Pasien juga lebih efisien karena dapat membeli obat dalam jumlah yang dibutuhkan dan tidak harus membeli seluruh obat dalam wadah asli. Pemindahan yang dilakukan apotek juga telah menyertakan informasi yang jelas pada wadah baru yaitu produsen pabrik, nomor Batch, tanggal kadaluarsa, aturan pakai, dan cara penyimpanan. Selanjutnya Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 juga menyebutkan bahwa semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan. Kepmenkes Nomor 278 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI tahun 1981 pasal 4 menyebutkan bahwa apotek harus mempunyai ruang penyimpan obat. Tabel XII. Ketersediaan Tempat Penyimpanan Khusus No Tempat penyimpanan khusus Jumlah Persentase n = 9 1 Ada 9 100 2 Tidak Ada Total 9 100 Tabel XII menunjukkan bahwa semua apotek 100 memiliki tempat penyimpanan khusus untuk obat-obat tertentu. Tempat penyimpanan khusus yang dimaksud dalam penelitian ini contohnya adalah tempat penyimpanan khusus untuk narkotika pasal 7 Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 dan lemari pendingin yang digunakan untuk menyimpan obat-obat tertentu yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar seperti serum dan vaksin pasal 9 Kepmenkes RI Nomor 278 tahun 1981. Dengan mengetahui adanya tempat penyimpanan khusus di apotek tersebut secara tidak langsung dapat menggambarkan apakah apotek tersebut memperhatikan kesesuaian dan kelayakan tempat dengan kestabilan obat pada saat penyimpanan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI d. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya 89 56 89 50 100 perencanaan meliputi : pola penyakit+kemampuan masyarakat+budaya masyarakat pengadaan melalui jalur resmi penyimpanan dalam wadah asli pabrik Gambar 10. Diagram Pelaksanaan Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya sebagian besar telah dilaksanakan dengan baik. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang telah dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di atas 50, meliputi perencanaan 89, pengadaan 56, dan penyimpanan dalam wadah asli pabrik 89. 4. Administrasi Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI a Administrasi umum Administrasi umum ini meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 1. Pencatatan dan pengarsipan transaksi pembelian Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 e menyebutkan bahwa dalam apotek harus tersedia buku pembelian dan penerimaan. Tabel XIII. Pencatatan dan Pengarsipan Transaksi Pembelian No Selalu disertai buktifaktur pembelian dan dicatat Jumlah Persentase n = 9 1 Ya 9 100 2 Tidak Total 9 100 Tabel XIII menunjukkan bahwa semua apoteker 100 selalu menyertakan buktifaktur pembelian untuk setiap obat yang mereka pesanbeli dan selalu dicatat dalam buku penerimaan. Faktur pembelian harus disertakan pada saat transaksi obat. Hal ini berfungsi untuk menghindari kemungkinan adanya pemalsuan obat bila pembelian obat tidak melalui jalur distribusi yang resmi. Faktur tersebut akan menjamin keaslian obat sehingga khasiat dan keamanan obat terjamin. Selain itu, adanya faktur pembelian akan mempermudah proses pengecekan jika terjadi keraguan terhadap obat yang telah dibelinya. Apabila obat yang sudah diterima tidak sesuai dengan permintaan apotek, maka dengan adanya faktur pembelian akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mempermudah komplain dan meretur obat tersebut kembali, sedangkan buku penerimaan berfungsi untuk kelengkapan administrasi apotek, jadi apotek mengetahui obat apa saja yang sudah masuk ke dalam apotek. 2. Pencatatan dan pengarsipan transaksi penjualan KepMenKes Nomor 278 yahun 1981 pasal 13d menyatakan bahwa dalam apotek harus tersedia blangko faktur dan blangko nota penjualan. KepMenKes RI Nomor 280 tahun 1981 Pasal 12 ayat 2 menyatakan bahwa setiap penjualan harus disertai dengan nota penjualan. ayat 3 menyatakan bahwa dalam nota penjualan, harus dicantumkan jenis, jumlah, harga, tanggal penyerahan, dan paraf yang menyerahkan. Nota penjualan berfungsi sebagai bukti resmi bahwa obat sudah diterima oleh pasien dan pasien sudah membayar dengan lunas. Gambar 11. Penyertaan FakturNota Penjualan Penyertakan FakturNota Penjualan 89 11 Ya Tidak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar 11 menunjukkan bahwa apoteker yang selalu menyertakan faktur atau nota penjualan pada setiap transaksi penjualan yang mereka lakukan sebanyak 89 dan 11 sisanya tidak selalu menyertakan faktur atau nota penjualan pada setiap transaksi penjualan yang mereka lakukan. Dalam hal pemberian nota tiap penjualan, masih terdapat apotek yang hanya memberikan nota apabila pasien memintanya. Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 e menyebutkan bahwa dalam apotek harus tersedia buku penjualan dan penerimaan obat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak setiap transaksi penjualan selalu dicatat dalam buku penjualan. Tabel XIV. Pencatatan Transaksi Penjualan Dalam Buku Penjualan No Dicatat dalam buku penjualan Jumlah Persentase n = 9 1 Ya 9 100 2 Tidak Total 9 100 Tabel XIV menunjukkan bahwa semua apoteker 100 selalu mencatat setiap transaksi penjualan yang terjadi. Pencatatan ini berguna untuk kelengkapan administrasi, yaitu untuk mengetahui obat apa saja yang telah terjual dan untuk melacak kembali apabila ada pihak-pihak yang berkepentingan membutuhkannya di kemudian hari. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. Pengeluaran narkotika dan psikotropika Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 g menyebutkan bahwa dalam apotek harus tersedia buku pencatatan obat narkotika dan psikotropika. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 menyebutkan bahwa apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan pada pasal 11 Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 disebutkan bahwa apotek wajib membuat laporan berkala mengenai pengeluaran narkotika. Undang-Undang No. 9 tahun 1976 menyebutkan bahwa pencatatan narkotika dilakukan dengan menggunakan buku register narkotika Hartini dan Sulasmono, 2006. Tabel XV. Pencatatan Penjualan Narkotika dan Psikotropika No Dicatat dalam buku pencatatan Jumlah Persentase n = 9 1 Ya 9 100 2 Tidak Total 9 100 Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apoteker 100 selalu melakukan pencatatan setiap pengeluaran narkotika dan psikotropika dalam buku pencatatan narkotika dan psikotropika, 2006. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI b Administrasi pelayanan Administrasi pelayanan ini meliputi pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat. 1. Pengarsipan resep Permenkes Nomor 922 tahun 1993 Pasal 17 ayat 2 menyebutkan bahwa resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 tiga tahun. Pasal 7 Kepmenkes Nomor 280 tahun 1981 menyebutkan bahwa Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep yang telah dikerjakan menurut urutan tanggal dan nomor urut penerimaan resep dan harus disimpan sekurang- kurangnya selama tiga tahun. Gambaran mengenai pengarsipan resep dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 12. Penyimpanan Resep Secara Urut Penyimpanan Resep Secara Urut 89 11 Ya Tidak Hasil penelitian menunjukkan bahwa 89 apoteker selalu menyimpan resep menurut urutan tanggal dan nomor resep dan hanya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11 apoteker yang tidak selalu menyimpan resep menurut urutan tanggal dan nomor resep. 2. Medication record Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien. Pencatatan pengobatan setiap pasien ini bertujuan apabila sewaktu-waktu dibutuhkan informasi mengenai riwayat pengobatannya dan sumber bagi apoteker untuk melaksanakan pelayanan residensial home care. Tabel XVI. Pengisian MedicationRecord Secara Konstan No Selalu melakukan pengisian medication record Jumlah Persentase n = 9 1 Ya 3 33 2 Tidak 6 67 Total 9 100 Hasil penelitian menunjukkan hanya 33 apoteker yang selalu melakukan pengisian medication record dan selebihnya sebesar 67 apoteker yang tidak selalu melakukan pengisian medication record. Alasan yang dikemukan adalah keterbatasan waktu dan tenaga. Responden menjelaskan sebelumnya medication record selalu dilakukan, tetapi dengan semakin banyaknya pasien dan keterbatasan tenaga pengisian medication record tidak dilakukan lagi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian administrasi 100 89 100 100 89 33 50 100 pencatatanpengarsipan pembelian penyertaan buktifaktur penjualan pencatatan penjualan pencatatan narkotikapsikotropika pengarsipan resep pelaksanaan pengisian medication record Gambar 13. Diagram Pelaksanaan Kegiatan Administrasi Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian administrasi, meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan sebagian besar telah dilaksanakan dengan baik. Kegiatan administrasi yang telah dilaksanakan, dengan baik memiliki persentase pelaksanaan di atas 50, meliputi pencatatan dan pengarsipan pembelian 100, pencatatan narkotika dan psikotropika 100, pencatatan penjualan 100, pengarsipan resep 899, penyertaan buktifaktur penjualan 89. Namun demikian, masih terdapat kegiatan administrasi yang belum dilaksanakan dengan baik yaitu persentase pelaksanaan di bawah 50, meliputi pengisian medication record 33 sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

C. Pelayanan

Dokumen yang terkait

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul.

0 2 159

Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman periode Oktober-Desember 2006.

0 8 127

Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta.

0 0 133

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Kulon Progo.

0 1 133

KMK No. 1027 ttg Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek.

0 0 12

Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta - USD Repository

0 0 131

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Kulon Progo - USD Repository

0 1 131

Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman periode Oktober-Desember 2006 - USD Repository

0 0 125

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul - USD Repository

0 0 157

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Gunungkidul - USD Repository

0 0 173