Pembuatan kurva baku parasetamol, salisilamida, dan kafein

panjang gelombang ini serapan kafein cukup optimal, sedangkan untuk serapan parasetamol dan salisilamida kurang optimal namun tetap dapat terdeteksi karena konsentrasinya yang cukup besar dalam sampel.

2. Pembuatan kurva baku parasetamol, salisilamida, dan kafein

Tiap seri konsentrasi larutan baku parasetamol, salisilamida, dan kafein diinjeksikan pada KCKT dengan kondisi : Instrument : Shimadzu LC-10 AD Kolom : C 18 merk Bondapack dengan panjang kolom 30 cm No. P6127IBO2 Fase gerak : metanol : aquabidest : amonia 70:29:1 Flow rate : 1,5 mlmenit AUFsAttenuation : 0,01 7 Detektor : UV pada 270 nm. Dengan menggunakan sistem kromatografi di atas, didapatkan kromatogram campuran baku parasetamol, salisilamida, dan kafein adalah seperti pada gambar berikut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar 21. Kromatogram campuran baku parasetamol, salisilamida, dan kafein 4:4:1 Pada kromatogram terlihat adanya perbedaan waktu retensi t R tiap senyawa. Waktu retensi adalah waktu yang dibutuhkan suatu senyawa untuk keluar dari kolom. Dari gambar dapat dilihat bahwa waktu retensi salisilamida adalah 1,248 menit, parasetamol adalah 1,777 menit, dan kafein adalah 2,337 menit. Perbedaan waktu retensi tiap senyawa dipengaruhi oleh interaksi masing- masing senyawa dengan fase diam dan fase geraknya. Tiap senyawa memiliki sisi polar dan non polar pada strukturnya. Pada penelitian ini, fase diam yang digunakan bersifat non polar, sedangkan fase geraknya bersifat polar. Karena hal itu, maka senyawa yang cenderung non polar akan lebih lama keluar dari kolom atau memiliki waktu retensi yang lebih besar. Interaksi senyawa dengan fase diam terjadi pada bagian senyawa yang non polar. Interaksi masing-masing senyawa dengan fase diam dapat digambarkan sebagai berikut. OH HN C O CH 3 A OH C O NH 2 B N N N N CH 3 CH 3 H 3 C O O C Gambar 22. Gugus non polar pada parasetamol A, salisilamida B, dan kafein C yang berinteraksi dengan fase diam Keterangan : = gugus non polar Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa kafein memiliki lebih banyak gugus non polar daripada parasetamol dan salisilamida. Hal inilah yang menyebabkan kafein akan lebih tertahan pada fase diam daripada parasetamol dan salisilamida. Pada kromatogram yang dihasilkan didapatkan juga bahwa kafein memiliki waktu retensi yang paling lama daripada senyawa lainnya. Parasetamol dan salisilamida memiliki gugus non polar yang sama yaitu adanya benzen. Hal ini menyebakan interaksi kedua senyawa ini dengan fase diamnya mirip atau serupa sehingga pemilihan fase gerak sangat berpengaruh dalam pemisahan kedua senyawa ini. Pada penelitian ini digunakan fase gerak metanol : aquabidest : amonia dengan perbandingan 70:29:1. Campuran fase gerak ini bersifat polar dibandingkan fase diamnya. Adanya amonia dalam fase gerak digunakan untuk menggaramkan parasetamol dan salisilamida sehingga akan terbentuk garamnya yang lebih polar dan menyebabkan interaksi dengan fase gerak menjadi lebih kuat daripada interaksinya pada fase diam. Kafein tidak tergaramkan karena sifatnya yang basa seperti amonia sehingga tidak terjadi reaksi penggaraman dengan adanya amonia. Reaksi penggaraman parasetamol dan salisilamida dengan adanya amonia dapat digambarkan sebagai berikut. OH HN C O CH 3 + NH 4 OH ONH 4 HN C O CH 3 + H 2 O Gambar 23. Reaksi penggaraman parasetamol dengan adanya amonia OH C O NH 2 + NH 4 OH + H 2 O ONH 4 C O NH 2 Gambar 24. Reaksi penggaraman salisilamida dengan adanya amonia Dengan adanya reaksi penggaraman maka garam dari parasetamol dan salisilamida akan lebih cepat keluar dari kolom. Pada penelitian didapatkan waktu retensi salisilamida lebih cepat daripada parasetamol. Hal ini disebabkan karena bobot molekul garam salisilamida yang lebih kecil daripada garam parasetamol sehingga ukuran molekunya lebih kecil yang kemudian lebih mudah keluar dari kolom. Penentuan persamaan kurva baku untuk masing-masing senyawa dilakukan 3 kali replikasi. Persamaan kurva baku menyatakan hubungan linier antara konsentrasi dan AUC yang dihasilkan. Sebagai parameter linieritasnya digunakan koefisien korelasi r. Koefisien korelasi menunjukkan korelasi antara konsentrasi dan AUC. Dalam penelitian ini, dari 3 kali replikasi dipilih salah satu replikasi yang kemudian digunakan sebagai data kurva baku. Pemilihan data kurva baku ini didasarkan pada nilai r yang digunakan, yaitu nilai r yang lebih besar dari nilai r tabel untuk lima data dengan derajat bebas db = 3 yaitu sebesar 0,878 pada taraf kepercayaan 95. Selain itu pemilihan data kurva baku juga didasarkan pada nilai SE standard error, yaitu nilai SE yang paling kecil karena semakin kecil SE maka kesalahan yang terjadi dalam penelitian juga semakin kecil. Persamaan untuk masing-masing baku dari parasetamol, salisilamida, dan kafein dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel II. Data kurva baku parasetamol Rep. 1 Rep. 2 Rep. 3 C mg AUC C mg AUC C mg AUC 4,01 6,02 8,02 10,03 12,03 672679 1013207 1273965 1635183 1836926 3,99 5,99 7,99 9,99 11,99 656154 1034695 1204929 1490724 1826746 4,04 6,06 8,08 10,09 12,11 650702 929767 1327150 1614144 1867379 A B r SE 106204 147118,9 0,9968 43372,98 A B r SE 123764,4 140070,8 0,9944 54511,48 A B r SE 30736 154419,6 0,9972 42896,44 Keterangan : = merupakan data kurva baku yang digunakan Tabel III. Data kurva baku salisilamida Rep. 1 Rep. 2 Rep. 3 C mg AUC C mg AUC C mg AUC 4,04 8,07 10,09 12,11 16,49 31125 53081 68793 76252 101681 3,95 7,9 9,87 11,85 15,8 29621 52818 66083 79218 107560 4,05 8,1 10,13 12,15 16,2 28269 54746 66545 82937 102534 A B r SE 7475,91 5817,18 0,9979 1961,94 A B r SE 2005,15 6589,43 0,9988 1622,43 A B r SE 4259,11 6195,65 0,9972 2409,36 Keterangan : = merupakan data kurva baku yang digunakan Tabel IV. Data kurva baku kafein Rep. 1 Rep. 2 Rep. 3 C mg AUC C mg AUC C mg AUC 0,99 1,49 1,98 2,47 2,97 185485 274958 361530 453854 541484 1 1,51 2 2,51 3 192540 292713 386307 488451 565978 0,99 1,48 1,98 2,47 2,96 178572 296696 355880 469365 588305 A B r SE 7067,85 180160,9 0,9999 1676,48 A B r SE 8110,36 187961 0,9991 7309,17 A B r SE -19090,4 200837 0,9949 18379,82 Keterangan : = merupakan data kurva baku yang digunakan Dari data di atas, dapat dilihat bahwa nilai r yang diperoleh mempunyai nilai yang lebih besar daripada nilai r tabel, hal ini menunjukkan persamaan kurva tersebut mempunyai korelasi yang baik sehingga dapat digunakan untuk menghitung kadar senyawa. Dari data kurva baku parasetamol dapat dilihat bahwa pada replikasi ketiga menunjukkan nilai r yang terbaik dan nilai SE terkecil sehingga persamaan tersebut yang digunakan untuk menghitung kadar parasetamol. Persamaan kurva baku parasetamol yang diperoleh adalah Y = 154419,6 X + 30736. Dari data kurva baku salisilamida dapat dilihat bahwa pada replikasi kedua menunjukkan nilai r yang terbaik dan nilai SE terkecil sehingga persamaan tersebut yang digunakan untuk menghitung kadar salisilamida. Persamaan kurva baku salisilamida yang diperoleh adalah Y = 6589,43 X + 2005,15, sedangkan dari data kurva baku kafein diperoleh persamaan kurva baku Y= 180160,9 X + 7076,85 yang merupakan data kurva baku kafein replikasi pertama.

E. Analisis Kualitatif