1. Keseragaman kandungan. Salah satu syarat sediaan obat adalah harus
memiliki sifat kandungan yang konstan dalam tiap takarannya. Sediaan farmasi berbentuk tablet harus memenuhi uji keragaman bobot untuk menggambarkan
keseragaman kandungan zat aktif yang terkandung di dalam tiap tabletnya Aulton dan Summer, 1994. Namun keragaman bobot tidak dapat menggambarkan
keseragaman dosis jika sediaan obat tersebut mengandung bahan aktif dengan jumlah kurang dari 50 dari berat tablet atau sediaan obat yang mengandung
bahan aktif kurang dari 50 mg Anonim, 2005. 2.
Disintegrasi atau waktu hancur. Tablet dinyatakan hancur jika mereka terlarut atau hancur menjadi partikel dalam suatu medium penguji yaitu air bersuhu
tertentu misal 37°C Voigt, 1984. 3.
Kekerasan. Dikehendaki tablet yang cukup keras agar tablet tidak pecah saat pengemasan dan distribusi. Namun tidak terlalu keras agar tablet dapat hancur dan
menimbulkan efek. 4.
Kerapuhan. Benturan-benturan pada proses pengemasan dan pengangkutan tidak cukup kuat untuk memecahkan tablet, tetapi dapat menghilangkan beberapa
partikel obat dari permukaan tablet Aulton dan Summer, 1994.
B. Parasetamol
Parasetamol yang memiliki nama lain asetaminofen atau 4’- hidroksiasetanilida
memiliki bobot molekul sebesar 151,16 Anonim, 1995. Rumus bangun parasetamol dapat dilihat pada gambar 1.
HN
OH C
O CH
3
Gambar 1. Struktur Parasetamol Anonim, 1995
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0 dan tidak lebih dari 101,0 C
8
H
9
NO
2
, dihitung terhadap zat anhidrat. Parasetamol merupakan serbuk hablur berwarna putih, tidak berbau, dan berasa sedikit pahit Anonim, 1995.
Parasetamol mempunyai titik lebur antara 169 °C dan 172°C. Satu bagian
parasetamol larut dalam 70 bagian air, 20 bagian air panas, 7 bagian etanol, dan 50 bagian kloroform. Parasetamol tidak larut dalam eter Clarke, 1969.
Parasetamol memiliki serapan maksimum pada daerah ultraviolet. Parasetamol memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang 250 nm
= 900 dalam etanol dan pada panjang gelombang 255 nm = 710
dalam larutan NaOH 0,1 N Auterhoff, 1981. Dalam metanol, parasetamol memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang 249 nm
= 900 Clarke, 1969.
atau serapan jenis adalah serapan dari larutan 1 zat terlarut dalam sel dengan ketebalan 1 cm Anonim, 1995.
1 1cm
A
1 1cm
A
1 1cm
A
1 1cm
A
Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus
aminobenzen. Parasetamol juga digunakan sebagai analgesik. Namun penggunaan parasetamol untuk meredakan demam antipiretik tidak seluas
penggunaannya sebagai analgesik. Efek analgesik dari parasetamol yaitu meredakan rasa nyeri ringan hingga sedang Wilmana, 1995. Dosis oral untuk
nyeri dan demam 2-3 kali sehari 0,5-1 g, maksimum 4ghari Tjay dan Rahardja, 2002.
Tablet parasetamol mengandung parasetamol, C
8
H
9
NO
2
, tidak kurang dari 90,0 dan tidak lebih dari 110,0 dari jumlah yang tertera pada etiket
Anonim, 1995.
C. Salisilamida
Salisilamida atau 2-hidroksi benzamida memiliki bobot molekul 137,14 Anonim, 1995. Rumus bangun salisilamida dapat dilihat pada gambar 2.
C OH
O NH
2
Gambar 2. Struktur Salisilamida Anonim, 1995
Salisilamida merupakan serbuk hablur berwarna putih, dan praktis tidak berbau. Salisilamida mengandung tidak kurang dari 98,0 dan tidak lebih dari
102,0 C
7
H
7
NO
2
, dihitung terhadap zat anhidrat Anonim, 1995. Salisilamida memiliki titik lebur pada suhu antara 139
°C dan 142°C. Satu bagian salisilamida larut dalam 500 bagian air, lebih larut dalam air panas, 15
bagian etanol, 35 bagian eter, dan 100 bagian kloroform Clarke, 1969. Salisilamida dalam etanol memiliki serapan maksimum pada panjang
gelombang 235 nm = 543 dan 302 nm
= 295. Sedangkan dalam
1 1cm
A
1 1cm
A PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
larutan NaOH 0,1N, salisilamida memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang 242 nm
=536 dan 328 nm = 435 Clarke, 1969.
1 1cm
A
1 1cm
A Salisilamida adalah amida asam salisilat yang memperlihatkan efek
analgesik antipiretik mirip asetosal. Efek analgesik antipiretik salisilamida lebih lemah dari salisilat, karena salisilamida dalam mukosa usus mengalami
metabolisme lintas pertama sehingga hanya sebagian kecil saja yang masuk dalam sirkulasi sebagai zat aktif. Salisilamida dapat menghambat glukuronidasi obat
analgesik lain di hati seperti Na salisilat dan parasetamol, sehingga pemberian bersamaan dapat meningkatkan efek terapi dan toksisitas obat Wilmana, 1995.
Dosis yang digunakan adalah 3-4 kali sehari 0,5-1 g Tjay dan Rahardja, 2002. Tablet salisilamida mengandung salisilamida, C
7
H
7
NO
2,
tidak kurang dari 90,0 dan tidak lebih dari 110,0 dari jumlah yang tertera pada etiket
Anonim, 2005.
D. Kafein