1 BAB I PENDAHULUAN - Prediksi kinerja campuran asphalt concrete dengan aspal pen 60/70 dan aspal retona blend 55

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Jalan raya merupakan salah satu prasarana yang sangat dibutuhkan dalam menunjang pembangunan pada masa sekarang ini. Dengan adanya jalan-jalan penghubung, segala macam kegiatan baik kegiatan ekonomi, kegiatan sosial maupun budaya dapat terlaksana hingga ke daerah-daerah terpencil.

Perkerasan jalan di Indonesia sebagian besar menggunakan aspal minyak (aspal konvensional) dengan penetrasi 60/70. Akan tetapi, penggunaan aspal penetrasi 60/70 masih memiliki kelemahan. Salah satunya adalah perkerasan jalan tidak mampu menahan beban lalu lintas yang berlebihan dan temperatur tinggi sehingga menimbulkan deformasi. Contohnya, ruas jalan Pantura mengalami kerusakan dini akibat perkerasan jalan tidak mampu menahan kenaikan temperatur yang

mencapai 75 o C pada jam sibuk serta banyaknya kendaraan yang melintasi jalan.

Penggunaan Retona diharapkan dapat mengatasi kelemahan aspal penetrasi 60/70 tersebut. Aspal Retona dikembangkan melalui proses penyulingan dan ekstraksi asbuton. Proses tidak mengeluarkan semua mineral dari asbuton, tetapi hanya mempertahankan Refined Buton Asphalt (Retona). Aspal Retona tersebut dieksplorasi oleh PT. Olah Bumi Mandiri yang diproduksi di Jakarta. Aspal Retona ini merupakan bahan additif (tambahan) campuran aspal minyak, guna mempertinggi kualitas titik lembek. Dalam penelitian ini jenis Retona yang digunakan adalah Retona Blend 55 yang dapat langsung dipakai seperti aspal biasa. Retona Blend 55 adalah campuran antara aspal minyak penetrasi 60 atau penetrasi 80 dengan asbuton hasil olahan semi ekstraksi (refinery buton asphalt).

Untuk mengetahui apakah Retona Blend 55 dapat dijadikan salah satu alternatif aspal untuk mengatasi kerusakan dini pada jalan dengan beban lalu lintas yang berlebih, maka perlu diadakan penelitian baik mengenai properti material aspal itu Untuk mengetahui apakah Retona Blend 55 dapat dijadikan salah satu alternatif aspal untuk mengatasi kerusakan dini pada jalan dengan beban lalu lintas yang berlebih, maka perlu diadakan penelitian baik mengenai properti material aspal itu

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana perbandingan properti material aspal pen 60/70 dengan aspal Retona Blend 55?

b. Bagaimana perbandingan properti campuran Asphalt Concrete dengan menggunakan aspal pen 60/70 dan aspal Retona Blend 55 produksi?

c. Bagaimana perbandingan kinerja campuran Asphalt Concrete dengan aspal Retona Blend 55 dan aspal Penetrasi 60/70 dilihat dari overlay design perkerasan jalan, menggunakan alat bantu software SPDM serta Metode Analisa Komponen 2002?

1.3. Batasan Masalah

Batasan-batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Jenis aspal yang digunakan adalah aspal minyak penetrasi 60/70 produksi Pertamina dan Retona Blend 55 produksi PT. Olah Bumi Mandiri, Jakarta.

b. Data lapis perkerasan eksisting dan data Lalu Lintas Harian (LHR) digunakan data dari ruas Jalan Kartasura-Boyolali yang merupakan Jalan Nasional.

c. Metode analisis yang digunakan adalah metode komputasional menggunakan alat bantu perangkat lunak analisis aspal dan perkerasan serta metode perhitungan manual menggunakan Metode Analisa Komponen 2002. Adapun software yang digunakan sebagai alat bantu adalah BANDS dan SPDM.

d. Properti material aspal pen 60/70 dan aspal Retona Blend 55 didapatkan dari hasil uji di laboratorium yang terdiri dari: nilai titik lembek, angka penetrasi, dan suhu penetrasi.

e. Properti campuran Asphalt Concrete dengan aspal pen 60/70 dan aspal Retona Blend 55 didapatkan dari hasil Tes Marshall berupa: stabilitas, densitas, flow, e. Properti campuran Asphalt Concrete dengan aspal pen 60/70 dan aspal Retona Blend 55 didapatkan dari hasil Tes Marshall berupa: stabilitas, densitas, flow,

f. Perbandingan kinerja aspal pen 60/70 dan aspal Retona Blend 55 dalam sistem rehabilitasi/ pemeliharaan jalan dapat dilihat dari tebal lapis perkerasan maupun tebal lapis overlay pada satu model lapis perkerasan dengan bantuan perangkat lunak SPDM.

g. Perbandingan design perkerasan jalan dengan cara perhitungan manual menggunakan Metode Analisa Komponen 2002 dan cara komputasional dengan alat bantu software SPDM dapat dilihat dari tebal lapis overlay pada satu model lapis perkerasan yang diasumsikan mengalami kerusakan.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini·adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui properti material aspal konvensional pen 60/ dibandingkan dengan aspal Retona Blend 55.

b. Untuk mengetahui properti campuran Asphalt Concrete dengan aspal pen 60/70 dibandingkan dengan aspal Retona Blend 55.

c. Untuk mengetahui kinerja campuran Asphalt Concrete dengan aspal Retona Blend 55 dan aspal Penetrasi 60/70 dilihat dari overlay design perkerasan jalan, menggunakan alat bantu software SPDM dibandingkan dengan Metode Analisa Komponen 2002.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1. Pengantar

Lapisan perkerasan jalan harus mampu menahan beban lalu lintas yang berulang- ulang. Apabila dihadapkan pada kondisi seperti ini, material-material bitumen cenderung akan mengalami retak (cracks) akibat kelelahan (fatigue). Tipe degradasi seperti ini bisa terjadi diakibatkan oleh peningkatan repetisi beban lalu lintas dan penurunan kapasitas dari material dalam menyebarkan beban. Karakteristik umur leIah (fatigue life characteristics) dari campuran beraspal biasanya dikenal dengan nama Hukum Kelelahan (Fatigue Laws), yang merupakan representasi antara regangan (atau tegangan) dan jumlah beban gandar standar yang menyebabkan kegagalan (failure). Hukum kelelahan ini didapatkan dari tes kelelahan di laboratorium, dimana ditujukan untuk memprediksi performa kelelahan dari suatu sampel campuran beraspal dengan beberapa kriteria yang sengaja ditambahkan agar mampu mewakili kondisi perkerasan eksisting (Silvino Capitao dan Luis Picado Santos, 2005).

Deformasi permanen dari bahan campuran beraspal adalah penyebab utama dari kerusakan. Namun demikian metode yang sederhana dan efektif untuk mengevaluasi kinerja terhadap deformasi permanen belum tersedia secara praktis. Di negara Protugal, suhu udara musim panas yang tinggi dan peningkatan beban lalu lintas menjadi perhatian yang utama. Diprediksikan bahwa kerusakan perkerasan jalan akibat deformasi permanen pada campuran beraspal akan meningkat. Sehingga sangat penting untuk mengevaluasi deformasi permanen dengan cara yang sederhana namun akurat (Dinis Gardete, Luis Picado Santos, Jorge Pais, 2005).

Menurut Shell Bitumen Handbook (1990), menyatakan agar bahan untuk Menurut Shell Bitumen Handbook (1990), menyatakan agar bahan untuk

a. tersedia dengan mudah

b. mencegah degradasi pada suhu pencampuran aspal

c. dapat dicampur dengan aspal

d. meningkatkan ketahanan kelelahan (flow) pada temperature yang tinggi di jalan tanpa membuat aspal menjadi terlalu kental pada suhu pencampuran dan penggelaran atau terlalu kaku atau terlalu getas pada temperatur jalan rendah

e. biayanya harus efektif Campuran bahan tambah dan aspal harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

a. mampu mempertahankan sifat-sifat utamanya selama penyimpanan, pelaksanaan konstruksi dan selama masa pelayanan (selama masa pengoperasian)

b. harus dapat diproses dengan peralatan konvensional

c. secara fisik dan kimia harus stabil selama penyimpanan, pelaksanaan, dan pelayanan

d. mempunyai viskositas yang sesuai untuk pelapisan dan penyemprotan pada suhu penggunaan secara normal

Aspal minyak yang digunakan untuk konstruksi perkerasan jalan merupakan proses hasil residu dari destilasi minyak bumi, sering disebut sebagai aspal semen. Aspal semen bersifat mengikat agregat pada campuran aspal beton dan memberikan lapisan kedap air, serta tahan terhadap pengaruh asam, basa, dan garam. Ini berarti jika dibuatkan lapisan dengan mempergunakan aspal sebagai pengikat dengan mutu yang baik dapat memberikan lapisan kedap air dan tahan terhadap pengaruh cuaca dan reaksi kimia yang lain (Sukirman, 1995).

Asbuton adalah bahan aspal alam yang tersedia di Pulau Buton yang digunakan sebagai substitusi aspal minyak dan additive dalam campuran beraspal. Retona Blend 55 adalah campuran antara aspal minyak pen 60 atau pen 80 dengan asbuton hasil olahan semi ekstraksi (refinery buton asphalt) (Departemen Pekerjaan Umum, 2008).

Salah satu metoda perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang sering Salah satu metoda perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang sering

Metode lain yang dapat digunakan untuk menentukan tebal perkerasan jalan atau tebal lapis ulang perkerasan jalan adalah: Metode CBR untuk Jalan Kabupaten 1986, Metode Analisa Komponen SKBI 1987, Metode Bina Marga 0l/MN/B/1983 menggunakan data lendutan beban statis yaitu hasil pengujian dengan alat Benkelman Beam , dan Metode AASTHO 1993 dengan menggunakan data lendutan dinamis berdasarkan hasil pengujian dengan Falling Weight Deflectometer (FWD), (Departemen Pekerjaan Umum, 2005).

2.1.2. Penelitian Terdahulu dan Jurnal Internasional

A typical of HMA pavement is made of 86% by volume of aggregates bound with about 10% by volume asphalt cement and incorprorates 4% of air voids. The binder is a product of oil refining and its function is to glue the aggregate particles together. These individual materials and components have different physical and mechanical properties and behavior that have a significant effect on the performance of HMA mixes ( Gopalakrishnan et all, 2006).

The need to improve the performance of asphalt concrete mixes for heavier traffic loads has led to many experiments with rubber polymers to improve asphalt cements. Polymer additives to asphalt tensile (retained) resilient modulus test, and Marshall (retained) stability test were conducted to study the moisture susceptibility of these mixes (Gopalakrishnan, Metcalf, 2000).

……The addition of polymer modifiers when used in conjunction with compatible asphalts, can lead to improved high and low temperature performance combined with increased flexibility and resistance to deformation. Compatible asphalts are those that when blended with a polymer modifier, produce a two-phase mixture ……The addition of polymer modifiers when used in conjunction with compatible asphalts, can lead to improved high and low temperature performance combined with increased flexibility and resistance to deformation. Compatible asphalts are those that when blended with a polymer modifier, produce a two-phase mixture

Pengembangan Jalan Bandung (Puslitbang Jalan, Depratemen Pekerjaan Umum), dan beberapa sifat di antaranya sebagai berikut: pada suhu 30 o C asbuton bersifat

getas dan pada temperatur antara 40 o C sampai 60

C menjadi lebih plastis dan sukar dipecahkan; di atas suhu 60 o

C menjadi plastis dan tidak bisa dipecahkan,

dan pada suhu 100 o C sampai 150 C menjadi cair (Brooks et all, 1983).

Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini dalam hal penggunaan aspal Retona sebagai bahan penelitian, yaitu:

1. Sumarno (2006), melakukan penelitian mengenai hubungan abrasi agregat pokok dengan Marshall Properties pada perencanaan aspal porus menggunakan aspal Retona dan menyatakan bahwa hubungan nilai abrasi agregat cenderung berbanding lurus dengan nilai disintegration pada pengujian Cantabrian dan berbanding terbalik dengan stabilitas Marshall dan nilai kuat desak pada pengujian UTM.

2. Mochamad Rivai Wisnu Ardianto (2003), melakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar perbedaan Marshall Properties pada lapis perkerasan Fricseal , pada berbagai presentase kadar aspal High Bonding Asphalt dan aspal Retona dan menyatakan bahwa nilai karakteristik campuran Fricseal Retona lebih tinggi kualitasnya dibandingkan Fricseal HBA baik stabilitas, ketahanan kelelahan maupun workabilitasnya, akan tetapi memiliki fleksibilitas yang lebih rendah dalam batas yang diijinkan.

3. Lia Anggreini (2008), melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kinerja laboraturium campuran Lataston Lapis Aus (HRS-WC) dengan penggunaan asbuton granular dan Retona Blend 55. Kinerja laboraturium yang dimaksud adalah karakteristik aspal, karakteristik campuran Lataston lapis aus (HRS-WC), modulus resilien dan karakteristik deformasinya. Dalam penelitian ini dinyatakan bahwa secara keseluruhan campuan Lataston Lapis Aus dengan aspal Retona Blend 55 memiliki ketahanan terhadap pengaruh air, deformasi permanen, dan retak akibat beban lalu lintas yang tinggi.

oleh Lia Anggreini dalam tesisnya, yaitu sama-sama meneliti karakteristik aspal Retona Blend 55 . Akan tetapi perbedaannya adalah aspal Retona Blend 55 dalam penelitian ini dijadikan sebagai bahan campuran Laston Lapis Aus (AC-WC) sedangkan pada penelitian sebelumnya digunakan sebagai bahan campuran Lataston Lapis Aus (HRS-WC).

Alasan pemilihan campuran Laston Lapis Aus (AC-WC) dalam penelitian ini karena di Indonesia sebagian besar perkerasan jalannya menggunakan campuran AC sehingga perlu adanya pengembangan lebih lanjut agar dapat mengikuti perkembangan lalu lintas yang terus meningkat. Penelitian terhadap Retona Blend

55 sebagai campuran AC ini dilakukan sebagai salah satu usaha pengembangan tersebut. Dalam penelitian ini, selain diteliti mengenai karakteristik aspal dan karakteristik Marshall campuran aspal, juga dilakukan analisa overlay design perkerasan jalan dengan menggunakan alat bantu software BANDS dan SPDM dan analisa overlay design perkerasan jalan dengan cara manual dengan Metode Analisa Komponen 2002. Hasil perhitungan tebal perkerasan jalan tersebut akan digunakan untuk memprediksi kinerja dari campuran Asphalt Concrete.

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Aspal

Aspal merupakan unsur hidrokarbon yang sangat kompleks, sangat sukar untuk memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut. Hidrokarbon adalah bahan dasar utama dari aspal yang juga disebut bitumen. Secara umum aspal yang digunakan saat ini berasal dari proses hasil residu dan destilasi minyak bumi, atau sering disebut aspal semen. Pada kenyataannya, penggunaan aspal semen memiliki kelemahan terhadap kenaikan suhu sehingga mengakibatkan kerusakan dini pada perkerasan jalan berupa retak, alur, dan lain-lain yang menyebabkan tidak tercapainya umur rencana. Retona yang merupakan modifikasi antara aspal pen 60 atau pen 80 dengan semi ekstraksi asbuton, telah diuji coba pada tol Cibubur sepanjang 2 kilometer, jalan Pantura sepanjang 200 meter, dan di daerah Ciasem sepanjang 200 meter terbukti sangat tahan terhadap

2.2.1.1. Jenis Aspal

Berdasarkan cara diperolehnya aspal dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu :

a. Aspal alam, dibedakan menjadi dua, yaitu : v Aspal gunung (rock asphalt). v Aspal danau (lake asphalt).

b. Aspal buatan, yaitu : v Aspal minyak, merupakan hasil penyulingan minyak bumi. v Tar, merupakan hasil penyulingan batu bara.

Untuk jenis aspal yang berasal dari minyak bumi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :

a. Aspal panas (asphalt cement) Pada suhu ruang berbentuk padat, dan pengelompokannya berdasarkan nilai penetrasinya.

b. Aspal Emulsi (emulsion asphalt) Merupakan campuran air dengan emulsifier. Yang menentukan sifat aspal emulsi yaitu emulsifiernya.

c. Aspal Cair (cut back asphalt) Merupakan campuran aspal cair dengan bahan pencair hasil penyulingan minyak bumi.

2.2.1.2. Sifat Aspal

Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai:

a. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara aspal itu sendiri.

b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada pada agregat itu sendiri.

Berarti aspal yang digunakan harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

1. Daya tahan (durability) Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal untuk mempertahankan sifat asalnya

2. Adhesi dan kohesi Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dan aspal. Kohesi adalah ikatan di dalam molekul aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah terjadi pengikatan.

3. Kepekaan terhadap temperatur Aspal memiliki sifat termoplastis, sifat ini diperlukan agar aspal tetap memiliki ketahanan terhadap temperatur.

4. Kekerasan Aspal Pada pelaksanaan proses pencampuran aspal ke permukaan agregat dan penyemprotan aspal ke permukaan agregat terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas dan viskositas bertanbah tinggi. Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingakat kerapuhan aspal dan demikian juga sebaliknya. (Sukirman, 1992).

5. Sifat pengerjaan (workability) Aspal yang dipilih lebih baik yang mempunyai workability yang cukup dalam pengerjaan pengaspalan jalan. Hal ini akan mempermudah pelaksanaan penghamparan dan pemadatan untuk memperoleh lapisan yang padat dan kuat.

2.2.1.3. Komposisi Aspal Retona Blend 55

Pada penelitian ini kami menggunakan jenis aspal alam mutu tinggi (Retona Blend 55 ) yang didapat dari PT. Olah Bumi Mandiri-Jakarta. Retona merupakan gabungan antara asbuton butir yang telah diekstraksi sebagian dengan aspal keras pen 60 atau pen 80 yang pembuatannya dilakukan secara fabrikasi dengan proses seperti diperlihatkan pada bagan alir pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Alur proses pembuatan aspal Retona Blend 55 secara fabrikasi

Retona dapat melayani berbagai konstruksi jalan dari kelas jalan medium, berat, hingga sangat berat, baik untuk lalu lintas padat dan telah teruji pada Proyek DKI, Pantura, Bus Way, Pelabuhan container (JICT), Terowongan Tol Cawang, sirkuit- sirkuit, dan lain-lain. Aspal retona memiliki beberapa keunggulan, yaitu:

1. Meningkatkan kestabilan, ketahanan fatigue dan keretakan akibat temperatur.

2. Kekuatan adhesi dan kohesi yang tinggi, daya tahan terhadap penetrasi air yang tinggi.

3. Usia pelayanan lebih lama (minimal dua kali), biaya pemeliharaan lebih murah, mudah digunakan seperti aspal biasa.

4. Stabilitas marshall naik hingga 30%, stabilitas dinamis naik hingga 400%.

Penggunaan aspal Retona Blend 55 digunakan seperti aspal biasa, hanya perlu diaduk atau disirkulasi dengan pompa aspal. Karakteristik Retona Blend 55 secara umum telah memenuhi persyaratan aspal yang dimodifikasi dengan aspal alam yang ditunjukkan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Hasil Pengujian Aspal Retona Blend 55

No. Jenis Pengujian

Hasil Pengujian**) Spesifikasi*) 1. Penetrasi, 25 o C; 100 gr; 5 detik; 0,1 mm

Metode

SNI 06-2456-1991

2. Titik Lembek, o C SNI 06-2434-1991

57 Min. 55

Min. 225 4. Daktilitas; 25 o

3. Titik Nyala, o C SNI 06-2433-1991

Min. 50 5. Berat Jenis

C, cm

SNI 06-2432-1991

Min. 1,0 6. Kelarutan dalam Trichlor Ethylen % berat

SNI 06-2441-1991

Min. 90 7. Penurunan Berat (dengan TFOT), % berat

RSNI M-04-2004

0,019 Max. 2 8. Penetrasi setelah kehilangan berat, % asli

SNI 06-2440-1991

Min. 55 9. Daktilitas setelah TFOT, cm

SNI 06-2456-1991

107,5 Min. 50 10. Mineral Lolos Saringan No. 100, %

SNI 06-2432-1991

98 Min. 90 Catatan : *) Spesifikasi Umum edisi Desember 2006 **) Hasil Pengujian Aspal oleh Departemen Pekerjaan Umum Mei 2008

SNI 03-1968-1990

2.2 . 2 . Prope r ti Material Bi tumen Data properti material bitumen yang diambil meliputi: Penetrasi Aspal, Titik

Lembek Aspal, Titik. Nyala Aspal, Daktilitas Aspal, Derat Jenis Aspal, dan Kelekatan, Aspal pada Aggregat.

2.2.2.1. Pe n e tr asi Aspal

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan penetrasi bitumen keras atau lembek (solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu, beban, waktu tertentu ke dalam bitumen pada suhu tertentu sesuai dengan SNI 06- 2456-1991.

2.2.2.2. Tit ik L embek Aspal

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek bitumen yang berkisar antara 30°C - 200°C sesuai SNI 06-2434-1991. Titik lembek adalah temperatur pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan bitumen yang tertahan dalam cincin berukuran tertentu, sehingga bitumen tersebut

menyentuh pelat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi tertentu sebagai akibat kecepatan pemanasan tertentu.

2.2.2.3. T i t ik Ny ala dan Titik Bakar Aspal

Pemeriksaan. ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar dari semua jenis hasil minyak bumi kecuali minyak bakar dan bahan lainnya yang mempunyai titik nyala open cup, kurang dari 70° C.

Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat pada suatu titik di atas permukaan bitumen. Titik bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala sekurang- kurangnya 5 detik pada suatu titik pada permukaan bitumen. Pcmeriksaan yang dilakukan sesuai dengan standar AASHTO T 73-89.

2.2.2.4. Daktilitas Aspal

Tujuan percobaan ini adalah mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara

2 cetakan yang berisi bitumen keras sebelum putus pada suhu dan kecepatan tarik tertentu. Pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan standar SNI 06-2432-1991.

2.2.2.5. Berat Jenis Aspal

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis bitumen keras dengan alat piknometer. Berat jenis bitumen adalah perbandingan antara berat bitumen dan Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis bitumen keras dengan alat piknometer. Berat jenis bitumen adalah perbandingan antara berat bitumen dan

2.2.2.6. Kelekatan Aspal pada Agregat

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kelekatan bitumen pada batuan tertentu dalam air. Pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan standar SNI 03- 2440-1991.

2.2.3. Pembuatan Formula Campuran Kerja ( Job Mix Formula)

Campuran beraspal panas terdiri atas kombinasi agregat, bahan pengisi (bila diperlukan) dan aspal yang dicampur secara panas pada temperatur tertentu. Komposisi bahan dalam campuran beraspal panas terlebih dahulu harus direncanakan sehingga setelah terpasang diperoleh perkerasan beraspal yang memenuhi kriteria:

a. Stabilitas yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu mendukung beban lalu lintas yang melewatinya tanpa mengalami deformasi permanen dan deformasi plastis selama umur rencana.

b. Durabilitas yang cukup. Lapisan beraspal mempunyai keawetan yang cukup akibat pengaruh cuaca dan beban lalu lintas.

c. Kelenturan yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu menahan lendutan akibat beban lalu lintas tanpa mengalami retak.

d. Cukup kedap air. Lapisan beraspal cukup kedap air sehingga tidak ada rembesan air yang masuk ke lapis pondasi bawahnya.

e. Kekesatan yang cukup. Kekesatan permukaan lapisan beraspal berhubungan erat dengan keselamatan pengguna jalan.

f. Ketahanan terhadap retak lelah (fatigue). Lapisan beraspal harus mampu menahan beban berulang dari beban lalu lintas selama umur rencana.

g. Kemudahan kerja. Campuran beraspal harus mudah dilaksanakan, mudah dihamparkan dan mudah dipadatkan.

2.2.3 . 1 . Analisis Saringa n

Pemeriksaan analisa saringan agregat dimaksudkan untuk menentukan pembagian butiran (gradasi) dan menentukan perbandingan komposisi agregat untuk keperluan mix design. Pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan standar SNI 03- 1969-1990.

2.2.3 . 2 . Perhitungan Campuran

Untuk membuat benda uji campuran Asphalt Concrete perlu terlebih dahulu diperhitungkan perkiraan kadar aspal optimum. Perkiraan kadar aspal optimum dapat diperoleh dari Rumus 2.1. Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + konstanta .........................(2.1)

Dimana : Pb = Perkiraan kadar aspal optimum CA = Agregat kasar (%) FA = Agregat halus (%) FF = Bahan pengisi (%) Konstanta = 0,5–1 (untuk Laston), 2-3 (untuk Lataston), 1-2,5 (untuk campuran lain)

2.2.3.3. Marshall Test

Setelah gradasi agregat ditentukan selanjutnya adalah pembuatan rancangan kerja dan diikuti dengan pembuatan benda uji. Kemudian benda uji tersebut dilakukan pengujian Marshall Test.

Pemeriksaan campuran aspal dengan alat marshall dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelahan plastis pada campuran aspal. Nilai stabilitas adalah jumlah muatan yang dibutuhkan untuk menghancurkan campuran aspal (kemampuan ketahanan untuk menerima beban sampai kelelahan plastis) yang dinyatakan dalam kg atau pound. Nilai flow (kelelahan plastis) adalah keadaan perubahan bentuk dari bahan contoh sampai batas leleh yang dinyatakan dalam mm. Pengujian ini dilakukan sesuai dengan Pemeriksaan campuran aspal dengan alat marshall dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelahan plastis pada campuran aspal. Nilai stabilitas adalah jumlah muatan yang dibutuhkan untuk menghancurkan campuran aspal (kemampuan ketahanan untuk menerima beban sampai kelelahan plastis) yang dinyatakan dalam kg atau pound. Nilai flow (kelelahan plastis) adalah keadaan perubahan bentuk dari bahan contoh sampai batas leleh yang dinyatakan dalam mm. Pengujian ini dilakukan sesuai dengan

Stabilitas adalah kemampuan ketahanan untuk menerima beban sampai kelelahan plastis yang dinyatakan dalam satuan kg atau lb. Nilai stabilitas diperoleh dari hasil pembacaan langsung pada alat Marshall Test sewaktu melakukan pengujian Marshall. Stabilitas terjadi dari hasil gesekan antar butir, penguncian antar partikel dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Dengan demikian stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan penggunaan agregat dengan gradasi yang rapat, agregat dengan permukaan kasar dan aspal dalam jumlah yang cukup. Nilai stabilitas terkoreksi dihitung dengan rumus:

S = q × C × k × 0,4536 …....................…………………………............……..(2.2) Dimana : S

= nilai stabilitas terkoreksi (kg) q

= pembacaan stabilitas pada dial alat Marshall (lb) k

= faktor kalibrasi alat

C = angka koreksi ketebalan 0,4536 = konversi beban dari lb ke kg

b. Flow

Flow dari pengujian Marshall adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang terjadi mulai saat awal pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum sehingga sampel sampai batas runtuh dinyatakam dalam satuan mm atau 0,01”. Nilai flow yang tinggi mengindikasikan campuran bersifat plastis. Pengukuran flow bersamaan dengan pengukuran nilai stabilitas Marshall. Nilai flow juga diperoleh dari hasil pembacaan langsung pada alat Marshall Test sewaktu melakukan pengujian Marshall. Nilai flow dipengaruhi oleh kadar aspal dan viskositas aspal, gradasi, suhu, dan jumlah pemadatan.

c. Marshall Quotient

Merupakan perbandingan antara stabilitas dengan kelelahan plastis (flow) dan

S MQ = ……………....................………………………………............……(2.3) F

Dimana : MQ = Marshall Quotient (kg/mm) S = nilai stabilitas terkoreksi (kg)

F = nilai flow (mm)

d. Porositas (VIM)

Porositas (VIM) adalah kandungan udara yang terdapat pada campuran perkerasan, baik yang dapat mengalirkan air maupun yang tidak dapat mengalirkan air. Besarnya porositas dapat diperoleh dengan rumus berikut :

D ù VIM = ê 1 -

ú * 100 % ………….........………………….…...….…….(2.4) ë GS max û

Dimana : VIM : Porositas (VIM) spesimen (%)

D : Densitas benda uji yang dipadatkan (gr/cm 3 )

SGmix : Specific grafity campuran (gr/cm 3 )

e. Volumetrik Tes

1. Densitas

Densitas menunjukan kepadatan pada campuran perkerasan. Gradasi agregat, kadar aspal dan pemadatan akan mempengaruhi tingkat kepadatan perkerasan lentur. Besarnya nilai densitas diperoleh dari rumus berikut :

Wdry D=

…….........……………………………………........................(2.5) ( Ws - Ww )

Dimana : Wdry = berat kering (gram ) Ws = berat jenuh (gram )

2. Spesific Grafity Campuran

Spesific Grafity Campuran adalah berat campuran untuk setiap volume (dalam gr/cm³). Dihitung berdasarkan persen berat tiap komponen dan spesific grafity tiap komponen penyusun campuran aspal. Besarnya spesific grafity Campuran (SGmix) diperoleh dari rumus berikut :

SGmix = ….............................……….…...(2.6) % Wak % Wah % Wf % Wb + + +

SGagk SGagh SGf

SGb

Dimana: %Wak : persen berat agregat kasar

% Wah : persen berat aspal halus

% Wb : persen berat aspal

% W f : persen berat filler ( % ) SGagk : Specific Grafity agregat kasar 3 ( gr/cm )

SGagh : Specific Grafity agregat halus 3 ( gr/cm )

SGb : Specific Grafity aspal 3 ( gr/cm ) SGf 3 : Specific Grafity filler ( gr/cm )

2.2.3.4. Analisa Rancang an

Melalui Marshall Test akan didapatkan angka stabilitas yang optimum. Nilai kadar aspal optimum akan didapatkan yang diambil berdasarkan trendline nilai stabilitas yang maksimum. Dengan demikian, didapatkan komposisi campuran yang direkomendasikan sebagai bahan untuk campuran asphalt panas (Hot Mix Asphalt ).

2.2.4. Perangkat Lunak Analisis Bitumen BANDS

BANDS 2.0 adalah salah satu perangkat lunak analisis bitumen dan aspal yang termasuk dalam paket software desain yang dikeluarkan oleh Shell Pavement Design bersama dengan program SPDM 3.0.

BANDS terdiri atas seperangkat alat bantu bagi perencana dalam mengestimasi BANDS terdiri atas seperangkat alat bantu bagi perencana dalam mengestimasi

Adapun output yang dihasilkan oIeh perangkat lunak ini adalah bitumen stiffness, percentage of voids, mix stiffness, fatigue life, dan fatigue strain.

2.2.5. Perangkat Lunak Analisis Bitumen SPDM

Filosofi pendekatan analitis dari desain perkerasan adalah bahwa struktur harus diasumsikan seperti struktur teknik sipil yang lain. Adapun prosedur yang umum digunakan adalah:

a. Mengasumsikan bentuk struktur;

b. Menentukan beban;

c. Mengestimasikan ukuran dari komponen-komponennya;

d. Menjalankan analisis strukturnya untuk menghasilkan tegangan-tegangan, regangan-regangan, dan defleksi pada titik kritis pada struktur;

e. Membandingkan nilai ini dengan nilai ijin maksimum untuk mendapatkan keamanan desain; ,

f. Menambahkan nilai kekuatan struktur (geometri) untuk mieningkatkan ketahanan desain;

g. Mempertimbangkan sisi ekonomi dari hasil akhir analisis. Perkembangan teknik analisis telah menjadi hal yang penting selama 25 tahun

terakhir. Metode berdasarkan penggunaan teori analisis memiliki beberapa macam bentuk misalnya adalah berupa software desain perkerasan jalan berdasarkan SPDM yang dikembangkan oleh Universitas Nottingham.

Pada tahun 1963, Perusahaan lnternasional Shell mempublikasikan seperangkat nomogram/grafik yang dikembangkan dari analisis struktur dengan beberapa opsi khusus. Meskipun berupa suatu software, namun SPDM dan adendumnya juga dapat mempresentasikan metode desain dalam bentuk grafik, diagram, dan tabel.

SPDM didasarkan pada 3 lapis struktur yang terdiri atas perkerasan aspal dengan

dikonversikan dalam standar beban gandar ekuivalen 80 kN . Masa layan/ umur layan dari struktur tergambar dari banyaknya standar beban gandar ekuivalen yang diaplikasikan ke struktur sebelum struktur mengalami kerusakan. Salah satu parameter kerusakan adalah berupa: fatigue failure dari aspal dan deformasi permanen akibat deformasi dari subgrade dan juga deformasi plastis dari lapisan beraspal. Kriteria paling utama dari kerusakan aspal adalah regangan horisontal pada lapisan aspal bagian bawah, untuk deformasi subgrade adalah regangan vertikal pada bagian atas subgrade, retak-retak pada lapisan aspal meningkat akibat pengulangan regangan tarik. Retak-retak rambut, sekali terdeteksi akan menyebar ke atas menyebabkan perlemahan perlahan-lahan dari struktur. Perkembangan retak meningkat akibat akumulasi dari regangan permanen pada struktur. Perhitungan kedalaman retak menggunakan prosedur analisis merupakan proses yang kompleks. Pengalaman telah membuktikan bahwa rutting tidak akan terjadi kecuali bila material didesain dengan jelek dan kurang pemadatannya.

2.2.6. Metode Analisa Komponen 2002 Menurut pedoman penentuan tebal perkerasan lentur jalan raya Departemen

Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, Metode Analisa Komponen Pt T-01-2002-B, konstruksi jalan yang telah habis masa pelayanannya, telah mencapai indeks permukaan akhir yang perlu diberi lapis tambahan untuk dapat kembali mempunyai nilai kekuatan, tingkat kenyamanan, tingkat keamanan, tingkat kekedapan terhadap air dan tingkat kecepatan air mengalir.

2.2.6.1. Tanah Dasar

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat- sifat dan daya dukung tanah dasar. Dalam pedoman ini diperkenalkan modulus resilien (MR) sebagai parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan Modulus Resilien (MR) tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan hasil atau nilai tes soil index. Korelasi Modulus Resilien dengan nilai CBR (Heukelom & Klomp) berikut ini dapat digunakan untuk tanah berbutir halus

MR (psi) = 1.500 x CBR………………………………………………………(2.7) Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain :

1) Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu sebagai akibat beban lalu-lintas.

2) Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.

3) Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan konstruksi.

4) Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas untuk jenis tanah tertentu.

5) Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir (granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan konstruksi.

2.2.6.2. Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E)

Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban gandar sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut tabel pada Lampiran C. Tabel ini hanya berlaku untuk roda ganda. Untuk roda tunggal karakteristik beban yang berlaku agak berbeda dengan roda ganda. Untuk roda tunggal rumus berikut ini harus dipergunakan.

Angka Ekuivalen Beban gandar satu sumbu tunggal dalam KN = ℘

Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat kepastian (degree of certainty) ke dalam proses perencanaan untuk menjamin bermacam- macam alternatif perencanaan akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan (umur rencana).Faktor perencanaan reliabilitas memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan lalu-lintas (w18) dan perkiraan kinerja (W18), dan karenanya memberikan tingkat reliabilitas (R) dimana seksi perkerasan akan Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat kepastian (degree of certainty) ke dalam proses perencanaan untuk menjamin bermacam- macam alternatif perencanaan akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan (umur rencana).Faktor perencanaan reliabilitas memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan lalu-lintas (w18) dan perkiraan kinerja (W18), dan karenanya memberikan tingkat reliabilitas (R) dimana seksi perkerasan akan

Tabel 2.2. Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan.

Rekomendasi tingkat reliabilitas Klasifikasi Jalan

Antar Kota Bebas Hambatan

50 – 80 Sumber : Pt T-01-2002-B

Reliabilitas kinerja-perencanan dikontrol dengan faktor reliabilitas (FR) yang dikalikan dengan perkiraan lalu-lintas (w18) selama umur rencana untuk memperoleh prediksi kinerja (W18). Untuk tingkat reliabilitas (R) yang diberikan, reliability factor merupakan fungsi dari deviasi standar keseluruhan (overall

standard deviation, S 0 ) yang memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan lalu-lintas dan perkiraan kinerja untuk W18 yang diberikan. Dalam persamaan desain perkerasan lentur, level of reliabity (R) diakomodasi dengan parameter penyimpangan normal standar (standard normal deviate, ZR). Tabel 2.3 memperlihatkan nilai ZR untuk level of serviceability tertentu. Penerapan konsep reliability harus memperhatikan langkah-langkah berikut ini :

1) Mendefinisikan klasifikasi fungsional jalan dan tentukan apakah merupakan jalan perkotaan atau jalan antar kota.

2) Memilih tingkat reliabilitas dari rentang yang diberikan pada Tabel 2.3.

3) Deviasi standar (S 0 ) harus dipilih yang mewakili kondisi setempat. Rentang nilai S 0 adalah 0,40 – 0,50.

Tabel 2.3. Nilai penyimpangan normal standar (standard normal deviate ) untuk tingkat reliabilitas tertentu.

Reliabilitas, R (%) Standar normal deviate, ZR

Sumber : Pt T-01-2002-B

2.2.6.4. Lalu Lintas Pada Lajur Rencana

Lalu lintas pada lajur rencana (w18) diberikan dalam kumulatif beban gandar standar. Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana ini digunakan perumusan berikut ini :

w18 = DD x DL x ŵ18…………………………………………...……………(2.9) Dimana : DD = faktor distribusi arah.

DL = faktor distribusi lajur. ŵ18 = beban gandar standar kumulatif untuk dua arah.

Pada umumnya DD diambil 0,5. Pada beberapa kasus khusus terdapat pengecualian dimana kendaraan berat cenderung menuju satu arah tertentu. Dari Pada umumnya DD diambil 0,5. Pada beberapa kasus khusus terdapat pengecualian dimana kendaraan berat cenderung menuju satu arah tertentu. Dari

Tabel 2.4 Faktor distribusi lajur (DL) % beban gandar standar dalam lajur

Jumlah lajur per arah

Sumber : Pt T-01-2002-B Lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan lentur dalam

pedoman ini adalah lalu-lintas kumulatif selama umur rencana. Besaran ini didapatkan dengan mengalikan beban gandar standar kumulatif pada lajur rencana selama setahun (w18) dengan besaran kenaikan lalu lintas (traffic growth). Secara numerik rumusan lalu-lintas kumulatif ini adalah sebagai berikut :

W n t = w 18 pertahun × ((1+g) -1)/g………………………………………(2.10) Dimana: Wt = jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif.

w 18 = beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun. n = umur pelayanan (tahun).

g = perkembangan lalu lintas (%).

2.2.6.5. Indeks Permukaan (IP)

Indeks permukaan ini menyatakan nilai dari kerataan atau kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut di bawah ini : IP = 1,0

: adalah menyatakan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga

sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.

IP = 1,5 : adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan

IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap IP = 2,5

: adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 2.5. Tabel 2.5. Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPT).

Kualifikasi Jalan

Bebas hambatan 1,0 – 1,5

2,5 Sumber : Pt T-01-2002-B

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana sesuai

dengan Tabel 2.6 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP 0 ).

Tabel 2.6. Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP 0 ) Ketidakrataan *) (IRI,

Jenis Lapis Perkerasan

IP 0

m/km) LASTON

> 3,0 Sumber : Pt T-01-2002-B

2.2.6.6. Kondisi Struktur Perkerasan Jalan

Survey mengenai kondisi struktural perkerasan jalan dimaksudkan untuk mengetahui tebal lapisan perkerasan jalan, jenis struktur, dan kondisi dari jalan dimaksud yang meliputi:

1). Lapis permukaan (D 1 ) 2). Lapis pondasi atas (D 2 ) 3). Lapis pondasi bawah (D 3 )

Berdasarkan keadaan perkerasan di lapangan dapat dinilai kondisi perkerasan sesuai dengan Tabel 2.7.

Tabel 2.7. Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien BAHAN

KONDISI PERMUKAAN

kekuatan relatif (a)

Lapis permukaan Beton aspal

Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau hanya terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau

<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi 0.25 – 0.35

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau <10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau

5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau <10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau 0.08 – 0.15 >10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi

Lapis pondasi Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau 0.20 – 0.35 yang distabilisasi

hanya terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau <5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau >5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau 0.10 – 0.20

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau 0.08 – 0.15 >10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi

Lapis pondasi

0.10 – 0.14 atau lapis pondasi

Tidak ditemukan adanya pumping, degradation, or contamination by

fines. bawah granular Terdapat pumping, degradation, or contamination by fines

0.00 – 0.10 Sumber : Pt T-01-2002-B

2.2.6.7. Lapisan Permukaan

Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan keefektifannya dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi, dan batasan pemeliharaan untuk menghindari kemungkinan dihasilkannya perencanaan yang tidak praktis. Dari segi keefektifan biaya, jika perbandingan antara biaya untuk lapisan pertama dan lapisan kedua lebih kecil dari pada perbandingan tersebut dikalikan dengan Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan keefektifannya dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi, dan batasan pemeliharaan untuk menghindari kemungkinan dihasilkannya perencanaan yang tidak praktis. Dari segi keefektifan biaya, jika perbandingan antara biaya untuk lapisan pertama dan lapisan kedua lebih kecil dari pada perbandingan tersebut dikalikan dengan

Tabel 2.8. Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat

Lapis pondasi Lalu-lintas (ESAL)

Beton aspal

LAPEN

LASBUTAG agregat

cm inci cm < 50.000 *)

*) atau perawatan permukaan **)Sumber : Pt T-01-2002-B

2.3. Analisis Data

2.3.1. Analisis Regresi

Analisis regresi adalah analisis data yang mempelajari cara bagaimana variabel- variabel itu berhubungan dengan tingkat kesalahan yang kecil. Hubungan yang didapat pada umumnya dinyatakan dalam bentuk persamaan matematika yang menyatakan hubungan fungsional antara variabel – variabel. Dengan analisis regresi kita bisa memprediksi perilaku dari variabel terikat dengan menggunakan data variabel bebas. Dalam analisis regresi terdapat dua jenis variabel, yaitu :

1. Variabel bebas, yaitu variabel yang keberadaannya tidak dipengaruhi oleh variabel lain.

2. Variabel tak bebas/terikat, yaitu variabel yang keberadaannya dipengaruhi oleh variabel bebas.

Hubungan linear adalah hubungan dimana jika satu variabel mengalami kenaikan atau penurunan, maka variabel yang lain juga mengalami hal yang sama. Jika hubungan antara variabel adalah positif, maka setiap kenaikan variabel bebas akan membuat kenaikan juga pada variabel terikat. Setelahnya jika variabel bebas mengalami penurunan, maka variabel terikat juga mengalami penurunan. Jika sifat hubungan adalah negatif, maka setiap kenaikan dari variabel bebas mengalami

Untuk menunjukkan seberapa kuat hubungan anatar variabel pada penelitian ini, digunakan teknik analisis yang disebut dengan koefisien korelasi yang

disimbolkan dengan tanda r 2 (rho) koefisien korelasi. Persamaan garis regresi mempunyai berbagai bentuk baik linear maupun non linear. Dalam persamaan itu

dipilih bentuk persamaan yang memiliki penyimpangan kuadrat terkecil. Beberapa jenis persamaan regresi seperti berikut :

1. Persamaan linear y=a+b x ………………………………………………………………...(2.11)

2. Persamaan parabola kuadratik (polynomial tingkat dua) y = a + bx + cx 2 ………………………………………………………..…(2.12)

3. Persamaan parabola kubik (polynomial tingkat tiga)

2 y = a + bx + cx 3 + dx ……………………………………………………(2.13) Dimana :

y = Nilai variabel terikat, dalam hal ini adalah kuat tekan x = Nilai variabel bebas, dalam hal ini adalah variasi residu oli

a, b, c, d = Koefisien Penggunaan garis regresi ini dipilih karena model analisis regresi ini dianggap

sangat kuat dan luwes karena dapat mengkorelasikan sejumlah besar variabel bebas dengan variabel terikat. Suatu variabel terikat dan variabel bebas terdapat korelasi yang signifikan yang diuji melalui peluang ralat alpha. Variabel yang diramalkan disebut kriterium dan variabel yang digunakan untuk meramal disebut prediktor. Korelasi antara variabel kriterium dan variabel prediktor dapat dilukiskan dalam suatu garis regresi. Garis regresi yang dianalisa adalah garis regresi linear yang dinyatakan dalam persamaan matematis yang disebut persamaan regresi. Tugas pokok analisis regresi adalah

1. Mencari korelasi antara kriterium dan prediktor

2. Menguji apakah korelasi itu signifikan atau tidak

3. Mencari persamaan garis regresi

4. Menemukan sumbangan relatif antara sesama prediktor jika prediktornya lebih dari satu (Sutrisno Hadi,1987)

Persamaan garis regresi ini diperoleh dari sekumpulan data yang kemudian disusun menjadi diagram pencar (scater). Dari diagram tersebut dengan bantuan

TM Microsoft Excel dapat dibuat garis regresi liniernya, kemudian dari garis regresi itu diperoleh persamaan regresi dan nilai koefisien determinasi.

2.3.2. Analisis Korelasi

Korelasi adalah salah satu teknik statistik yang digunakan untuk mencari hubungan dua variabel atau lebih secara kuantitatif , untuk menggambarkan derajat keeratan linearitas variabel terikat dengan variabel bebas, untuk mengukur seberapa tepat garis regresi menjelaskan variasi variabel terikat. Ada dua pengukuran korelasi, yaitu coefficient of determination (koefisien determinasi) dan coefficient of correlation (koefisien korelasi).

Untuk keperluan perhitungan koefisien korelasi r berdasarkan sekumpulan data (x i ,y i ) berukuran n dapat digunakan rumus :

n å xy - å x å y r =

2 2 2 2 { 2 n å x i - ( å x i ) { n å y - () å y } }

Dimana : r = Koefisien korelasi n = Jumlah data

Lima variabel dikatakan berkorelasi, jika terjadi perubahan pada satu variabel akan mengikuti perubahan pada variabel yang lain secara teratur, dengan arah yang sama atau dapat pula dengan arah yang berlawanan. Koefisien korelasi digunakan untuk menentukan kategori hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas, indek/bilangan yang digunakan untuk menentukan kategori keeratan hubungan berdasarkan nilai r adalah sebagai berikut:

1. 0 ≤ r ≤ 0,2

korelasi lemah sekali

2. 0,2 ≤ r ≤ 0,4

korelasi lemah

3. 0,4 ≤ r ≤ 0,7

korelasi cukup kuat

4. 0,7 ≤ r ≤ 0,9

korelasi kuat

5. 0,9 ≤ r ≤ 1

korelasi sangat kuat korelasi sangat kuat

regresi atau mengukur besar sumbangan dari variabel bebas terhadap keragaman variabel tak bebas y. Koefisien determinasi menunjukkan persentase variasi nilai variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi yang dihasilkan. Nilai ini juga dapat digunakan untuk melihat sampel seberapa jauh model yang terbentuk dapat menerangkan kondisi yang sebenarnya. Koefisien determinasi

berganda (r 2 ) diartikan juga sebagai ukuran ketepatan garis regresi yang diperoleh dari hasil pendugaan terhadap hasil penelitian. Rumus koefisien determinasi

berganda :