Penepatan kadar medroksiprogesteron asetat (MPA) dalam plasma secara in vitro dengan kroma tografi cair kinerja tinggi (KCKT)
PENETAPAN KADAR MEDROKSIPROGESTERON ASETAT
(MPA) DALAM PLASMA SECARA IN VITRO DENGAN
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
OLEH:
INDIRA IRMA ANGGRAENI NIM: 106102003409
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
(2)
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
NAMA : INDIRA IRMA ANGGRAENI
NIM : 106102003409
JUDUL : PENETAPAN KADAR MEDROKSIPROGESTERON ASETAT
(MPA) DALAM PLASMA SECARA IN VITRO DENGAN
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT).
Disetujui oleh:
Pembimbing I
Azrifitria, M.Si., Apt. NIP. 197211272005012004
Pembimbing II
Supandi, M.Si., Apt.
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Drs. M. Yanis Musdja M.Sc., Apt.
(3)
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul
PENETAPAN KADAR MEDROKSIPROGESTERON ASETAT (MPA) DALAM PLASMA SECARA IN VITRO DENGAN KROMATOGRAFI
CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahakan dihadapan tim penguji oleh
Indira Irma Anggraeni NIM: 106102003409
Menyetujui,
Pembimbing:
1. Pembimbing I Azrifitria, M.Si., Apt. ...
2. Pembimbing II Supandi, M.Si., Apt. ...
Penguji:
1. Ketua Penguji Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. ...
2. Anggota Penguji I Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. ...
3. Anggota Penguji II Farida Sulistiawati, M.Si., Apt. ...
4. Anggota Penguji III Zilhadia, M.Si., Apt. ...
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And
(4)
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN
Jakarta, September 2010
Indira Irma Anggraeni 106102003409
(5)
ABSTRAK
Judul : Penetapan Kadar Medroksiprogesteron Asetat (MPA) dalam Plasma secara in vitro dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Medroksiprogesteron Asetat (MPA) merupakan derivat sintetik dari progesteron, dan merupakan hasil modifikasi struktur testosteron tanpa atom C19 atau derivat 19-nortestosteron. Salah satu uji produk obat yang dapat menggambarkan keefektivitasan dari sediaan obat adalah uji bioavailabilitas yang merupakan ukuran kecepatan dan jumlah obat yang diabsorpsi oleh tubuh, dan salah satu parameternya ialah penetapan kadar obat dalam plasma. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode
analisis medroksiprogesteron asetat dalam plasma (in vitro) yang
optimum dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi serta dilakukan pula validasi metode bioanalisis. Ekstrak dipisahkan dengan menggunakan pelarut organik pentana.
Diperoleh kondisi optimum untuk penetapan kadar
medroksiprogesteron asetat yaitu menggunakan kolom C18 Eurospher® (150 x 4,6 mm x 5 µm), detektor ultraviolet-visibel,
fase gerak asetonitril – air (pH=4) (60:40 v/v), kecepatan alir 1,2
mL/menit. Residu dari hasil ekstraksi tersebut ditambahkan dengan fase gerak dan dianalisis pada panjang gelombang 241 nm. Hasil dari penelitian ini menunjukkan liniearitas pada rentang konsentrasi 1-5 µg/mL dengan nilai koefisien korelasi (r) 0,99888, dengan batas kuantitasi 0,864 µg/mL, dan batas deteksi 0,259
µg/mL. Akurasi intra-hari dan inter-hari (% diff) berkisar antara
96,03-100,79%, dan koefisien variasi berkisar antara 0,27-0,52%. Hasil validasi metode telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk suatu metode bioanalisis.
(6)
ABSTRACT
Title : Quantitative Determination of Medroxyprogesterone Acetate (MPA) in plasma (in vitro) by High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
Medroxyprogesterone Acetate (MPA) is a synthetic derivative of
progesterone, and the result of modification of testosterone without the atomic structure of C19 or derivative 19-nortestosterone. One of drug product test that can describe the effectiveness of drug form is the bioavailability test which is a measure of the speed and amount of drug absorbed, and one of its parameters is determination of drug levels in plasma. This study
aimed to obtain the optimum analytical method of
medroxyprogesterone acetate in plasma (in vitro) using High
Performance Liquid Chromatography and a bioanalytical method validation was performed. Extracts were separated by organic solvents pentane. The conditions for determination of medroxyprogesterone acetate were Eurospher® column C18 (150 x 4,6 mm x 5 µm), with ultraviolet-visible detector, mobile phase acetonitrile-water (pH=4) (60:40 v/v), flow rate 1,2 mL/min. Residue of extraction was added with the eluent and was analyzed at wavelength 241 nm. Result of this study indicates that the linear
range was from 1 – 5 µg/mL (r = 0,99888), with a limit of
quantitation of 0,864 µg/mL, and the limit of detection was found
to be 0,259 µg/mL. The intra and interday accuracy (% diff)
ranged from 96,03-100,79% and the coefficient of variation
ranged from 0,27-0,52%.The validation result has met the
requirements set for a bioanalytical methods.
(7)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Penetapan Kadar
Medroksiprogesteron Asetat (MPA) dalam Plasma secara in vitro dengan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada program studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp.And. Selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. selaku ketua Program Studi
Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Azrifitria, M.Si, Apt. selaku pembimbing I yang telah banyak meluangkan
waktu dan tenaga, serta memberikan bimbingan, saran, dan dukungan selama penelitian.
4. Bapak Supandi, M.Si, Apt. selaku pembimbing II yang telah banyak
memberikan arahan, saran dan dukungan serta meluangkan waktu selama penelitian.
(8)
5. Kedua orang tua tercinta (Bapak dan Mama) yang selalu memberikan kasih sayang yang tak terhingga, doa, serta dukungan baik moril maupun materil sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar.
6. Kakak (Mbak Yeyen dan Kakak Andri) dan adik (Arif) tersayang yang telah
memberikan semangat dan dukungan selama penelitian.
7. Spesial untuk Kakak Rico, S. Far. yang selalu setia menemani dalam hari-hari
yang penuh kasih dan kebahagiaan, membantu dalam mencari semua yang diperlukan untuk penelitian, dan memberikan semangat agar tetap sabar dalam menjalankan penelitian.
8. Teman seperjuangan (Landung Hari Sutrisno) yang telah sabar dan ikhlas
membantu selama penelitian ini.
9. Para dosen yang telah membantu penulis selama mengikuti pendidikan di
Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10.Kakak Pia yang selalu membantu dalam hal akademik, surat-menyurat, dan
sebagainya.
11.Kakak Nurul yang telah membagi ilmunya, membantu, dan memberikan saran
serta dukungan selama penelitian.
12.Kakak Eris dan kakak Prita yang telah membantu penulis selama penelitian.
13.Teman-temanku tujuh bersaudara (Fika Fauziah, Mustikaning Ayu Hapsari
Putri, Nadia Kristina, Nurul Gustiari, Silma Awalia, dan Via Rifkia) yang selalu berbagi baik suka maupun duka selama empat tahun kebersamaan di kampus tercinta.
14.Teman-teman 11 pejuang (Tiwi, Yayah, Lisna, Hilda, Sheila, Amalia, K’Rico,
(9)
keadilan nilai serta berjuang untuk mendaftarkan diri sebagai peserta wisuda Oktober 2010.
15.Teman-teman farmasi angkatan ke-3 (2006) yang selama ini telah menjalin
persaudaraan dan penulis harap akan selamanya terjalin.
16.Mas topik dan Mas toni yang telah membantu selama penelitian ini berjalan.
17.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu tetapi memberikan
kontribusinya dalam penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga hasil penilitiaan ini dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.
Jakarta, September 2010
(10)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Hipotesis ... 4
D. Tujuan Penelitian... 4
E. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A. Medroksiprogesteron Asetat (MPA) ... 6
B. Cairan Biologis ... 7
C. Ikatan Obat Protein ... 10
D. Analisis Obat dalam Plasma ... 12
E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 15
1. Cara Kerja KCKT ... 16
2. Wadah Fase Gerak pada KCKT ... 17
3. Fase Gerak pada KCKT ... 18
4. Pompa pada KCKT ... 18
5. Penyuntikan Sampel pada KCKT ... 18
6. Kolom pada KCKT ... 19
7. Fase Diam Pada KCKT ... 20
8. Detektor KCKT ... 20
9. Penggunaan KCKT Dalam Analisis Farmasi ... 21
10. Keuntungan KCKT ... 21
F. Validasi Metode Analisis ... 22
1. Ketepatan (Akurasi) ... 26
2. Presisi... 27
3. Batas Deteksi ... 28
4. Batas Kuantifikasi... 29
5. Linieritas ... 30
(11)
BAB III KERANGKA KONSEP ... 32
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN... 33
A. Lokasi dan Waktu Penelitian... 33
B. Bahan dan Alat ... 33
C. Cara Kerja ... 34
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39
A. Hasil Percobaan ... 39
1. Penentuan Metode Analisis dalam Plasma ... 39
a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ... 39
b. Penetapan Komposisi Fase Gerak ... 39
c. Uji Kesesuaian Sistem ... 40
d. Penetapan Metode Ekstraksi ... 41
2. Validasi Metode Analisis dalam Plasma secara in vitro ... 41
a. Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Liniearitas ... 41
b. Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi dalam Plasma... 42
c. Uji Selektifitas ... 43
d. Uji Akurasi ... 43
e. Uji Presisi ... 44
B. Pembahasan ... 45
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 50
A. Kesimpulan... 50
B. Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
(12)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur kimia medroksiprogesteron asetat ... 6
2. Diagram alir alat KCKT ... 17
3. Kurva kalibrasi medroksiprogesteron asetat dalam plasma ... 42
4. Spektrum panjang gelombang maksimum medroksiprogesteron
asetat dalam asetonitril-air (pH=4) (60:40 v/v) ... 54
5. Alat kromatografi cair kinerja tinggi Knauer Seri Smartline ... 55
6. Kromatogram medroksiprogesteron asetat murni pada konsentrasi
100 µg/mL ... 56
7. Kromatogram medroksiprogesteron asetat murni pada konsentrasi
10 µg/mL ... 57
8. Kromatogram plasma kosong (blanko) dengan komposisi fase
gerak asetonitril-air (pH=4) (60:40 v/v) ... 58
9. Kromatogram medroksiprogesteron asetat dalam plasma pada
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Penetapan fase gerak asetonitril – air (pH = 4) pada konsentrasi
10 µg/mL ... 40
2. Hasil uji rata-rata kesesuaian sistem sampel medroksi- progesteron asetat pada konsentrasi 10 g/mL ... 40
3. Hasil penetapan pelarut pengendap protein plasma ... 41
4. Hasil uji batas deteksi, batas kuantitasi dan koefisien fungsi ... 42
5. Hasil uji rata-rata selektivitas ... 43
6. Hasil uji rata-rata akurasi ... 44
7. Hasil uji rata-rata presisi ... 44
8. Uji kesesuaian sistem medroksiprogesteron asetat pada konsentrasi 10 g/mL ... 57
9. Data hasil uji liniearitas ... 58
10. Data hasil uji batas deteksi dan batas kuantitasi ... 59
11. Data hasil uji selektivitas ... 60
12. Data hasil uji akurasi ... 61
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Penetapan Panjang Gelombang Serapan Maksimum ... 51
2. Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 52
3. Kromatogram Hasil Analisa ... 53
4. Uji Kesesuaian Sistem ... 57
5. Uji Liniearitas dan Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 58
6. Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 59
7. Uji Selektivitas ... 60
8. Uji Akurasi ... 61
9. Uji Presisi ... 62
10. Cara Memperoleh Regresi Linear dari Persamaan Garis ... 63
11. Cara Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 64
12. Cara Perhitungan Simpangan Baku, Koefisien Variasi, % diff, dan Uji Perolehan Kembali... 65
(15)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Medroksiprogesteron Asetat (MPA) merupakan derivat sintetik dari progesteron, dan merupakan hasil modifikasi struktur testosteron tanpa atom C19 atau derivat 19-nortestosteron. Medroksiprogesteron asetat (MPA) memiliki aktivitas dan kegunaan yang sama dengan progesteron, yaitu digunakan dalam pengobatan pendarahan rahim fungsional dan amenorrhea sekunder. Pada umumnya, medroksiprogesteron asetat digunakan sebagai kontrasepsi. Medroksiprogesteron asetat aktif ketika diberikan secara oral dan dapat juga diberikan secara intramuskular yaitu sediaan suspensi dalam air atau minyak, yang ditujukan agar memiliki aktivitas yang diperlambat
(sediaan lepas lambat) (Suherman, 2008; Reynolds et al., 1982).
Suatu produk obat harus diyakini keefektivitasannya secara farmakologi. Ada beberapa uji produk yang dapat menggambarkan keefektivitasan dari sediaan obat, salah satunya yaitu uji bioavailabilitas yang merupakan ukuran kecepatan dan jumlah obat yang diabsorpsi oleh tubuh. Penentuan kadar obat dalam plasma merupakan salah satu parameter yang berguna dalam uji bioavailabilitas suatu obat. Karena bila obat bebas atau aktif dalam cairan biologis dapat ditentukan dengan tepat, maka dapat memberikan informasi yang paling obyektif tentang bioavailabilitas (Shargel & Andrew, 1985).
(16)
Validasi metode analisis menurut United States Pharmacopeia (USP)
dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis dan menjamin bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan penggunanya. Beberapa parameter validasi metode yaitu meliputi akurasi, presisi, linearitas, perolehan kembali, stabilitas, limit deteksi, dan limit kuantitasi serta
selektivitas (Gandjar & Rohman, 2007; Shah et al., 2007).
Penetapan kadar zat aktif dalam plasma membutuhkan metode analisis yang mempunyai selektivitas dan sensitifitas tinggi, dikarenakan banyaknya komponen lain yang terdapat dalam plasma, sehingga dalam penelitian ini digunakan metode analisis dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) karena dapat menganalisis komponen dalam sampel dengan
kadar yang sangat kecil yaitu dalam jumlah nanogram (10-9 g) bila
menggunakan detektor serapan UV, bahkan hingga dalam jumlah pikogram
(10-12 g) bila dengan detektor fluoresensi dan elektrokimia (Johnson &
Stevenson, 1991).
Pada analisis ini digunakan metode ekstraksi cair-cair untuk menarik senyawa aktif (MPA) dalam plasma. Metode ekstraksi ini menggunakan pelarut organik yang memiliki sifat fisikokimia yang hampir sama dengan MPA sehingga mampu menarik MPA secara optimal. Prinsip dari ekstraksi ini adalah dengan mengendapkan protein plasma yaitu ketika menambahkan
(17)
pelarut organik, protein akan mengendap sehingga obat akan terbebas dari ikatan protein dan tertarik ke dalam pelarut.
Penetapan kadar MPA dalam plasma manusia telah dilakukan beberapa peneliti sebelumnya menggunakan Kromatografi Cair dengan detektor Spektrometri Massa (LC-MS) yang dilakukan oleh Seong-Mo Kim dan Dong-Hyun Kim pada tahun 2001 dengan menggunakan pentana sebagai
pelarut organik untuk menarik MPA, penelitian ini memiliki LLOQ (Lower
Limit of Quantification) sebesar 0,05 g/mL serta dengan koefisien variasi dan akurasi yang keduanya sebesar < 20%. Penelitian lainnya yaitu dengan Kromatografi Gas dengan detektor Spektrometri Massa (GC-MS) yang dilakukan oleh C. Williard, A. Rajasekaran, J. Settlage, dan P. Taylor, pada penelitian ini digunakan metode ekstraksi fase padat dengan hasil limit kuantitasi sebesar 5-2500 pg/mL dan hasil validasinya memenuhi persyaratan. Analisis MPA dalam plasma juga pernah dilakukan oleh W. Zheng, B.J. Hidy, dan R.G. Jenkins dengan LC-MS, menggunakan ekstraksi cair-cair dengan pelarut ekstraksi gabungan n-heksana dan etil asetat, hasil perolehan kembali sebesar 92% dan memiliki koefisien korelasi sebesar 0,9995.
Meskipun data tentang analisis MPA dalam plasma telah banyak dilaporkan, namun penelitian ini masih terus dilakukan dan dikembangkan dengan metode lain yang lebih baik lagi, guna mendapatkan metode yang memiliki sensitifitas terhadap kadar MPA yang relatif rendah dalam plasma. Penggunaan instrumen yang berbeda dan pengembangan metode dari metode yang sudah ada dapat memberikan hasil yang berbeda pula, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan metode dan instrumen KCKT
(18)
yang digunakan dalam penentuan kadar MPA secara in vitro dalam plasma manusia.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah efektifitas metode ekstraksi pelarut untuk
Medroksiprogesteron Asetat dalam plasma manusia?
2. Apakah penetapan kadar Medroksiprogesteron Asetat dalam plasma in
vitro secara kromatografi cair kinerja tinggi memiliki nilai validitas yang sesuai dengan persyaratan untuk suatu metode bioanalisis?
C. Hipotesis
Metode ekstraksi dan penetapan kadar Medroksiprogesteron Asetat
dalam plasma in vitro secara kromatografi cair kinerja tinggi memiliki nilai
validitas yang sesuai dengan persyaratan untuk suatu metode bioanalisis.
D. Tujuan Penelitian
1. Menentukan efektifitas metode ekstraksi dengan pelarut untuk menarik
Medroksiprogesteron Asetat dalam plasma manusia.
2. Memperoleh validitas metode analisis untuk penetapan kadar
Medroksiprogesteron Asetat dalam plasma manusia secara in vitro dengan
(19)
E. Manfaat Penelitian
Mengetahui metode ekstraksi MPA dalam plasma manusia dan
mengetahui metode analisa kadar MPA di dalam plasma in vitro secara
kromatografi cair kinerja tinggi. Memberikan informasi metode ekstraksi
MPA dalam plasma manusia dan metode analisa kadar MPA menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi.
(20)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Medroksiprogesteron Asetat (MPA)
Struktur MPA:
Gambar 1. Struktur kimia medroksiprogesteron asetat
Nama kimia μ (6α)-17-Hidroksi-6 metil pregn-4-ene-3, 20-dione asetat
Rumus Molekul : C24H34O4
Bobot Molekul : 386,5
Pemerian : berbentuk kristal, putih, dan sedikit berbau
Titik lebur : 2040C
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, larut dalam 800 bagian
alkohol, 50 bagian aseton, 10 bagian kloroform dan 60 bagian dioxan, sedikit larut dalam alkohol dan eter.
Nilai log P : 3,8
Penyimpanan : dalam wadah kedap udara dan terlindung dari cahaya.
(21)
Medroksiprogesteron asetat (MPA) adalah derivat dari progesteron yang merupakan hormon steroid endogen yang diproduksi oleh ovarium, korteks adrenal, testis dan plasenta pada masa kehamilan. MPA berbentuk serbuk hablur berwarna putih, tidak berbau. Secara farmakologi, MPA digunakan untuk kontrasepsi dan terapi paliatif karsinoma endometrium yang telah bermetastasis (Suherman, 2008).
MPA dapat dijadikan sebagai kontrasepsi pria dengan mekanisme melalui umpan balik negatif ke hipotalamus, hormon ini dapat menekan sekresi gonatropin hipofisis sehingga akan menekan spermatogenesis (Yunardi
et al, 2008).
MPA diabsorpsi secara cepat di saluran GI dan konsentrasi maksimum dihasilkan diantara 2-4 jam setelah pemberian per oral. Pemberian MPA dengan makanan dapat meningkatkan BA dari MPA. Dosis MPA 10 mg, yang
diberikan sebelum atau sesudah makan, meningkatkan Cmax (50-70 %) dan
AUC (18-33 %) dari MPA. Waktu paruh tidak berubah walaupun diberikan bersama makanan. Distribusi MPA ± 90 % terikat protein terutama di albumin. Berdasarkan dosis oral, MPA dimetabolisme di hati. MPA diekskresi
melalui urin menjadi konjugat glukoronida (Williams et al., 2007).
B. Cairan Biologis
Darah pada tubuh manusia mengandung 55% plasma darah (cairan darah) dan 45% sel-sel darah (darah padat). Jumlah darah yang ada pada tubuh kita yaitu sekitar sepertigabelas berat tubuh orang dewasa atau sekitar 4 atau 5 liter.
(22)
Darah cair atau plasma darah adalah cairan darah berbentuk butiran-butiran darah. Di dalamnya terkandung benang-benang fibrin atau fibrinogen yang berguna untuk menutup luka yang terbuka (Godam, 2008).
Plasma terdiri dari 90% air, 7-8% protein, dan di dalam plasma terkandung pula beberapa komponen lain seperti garam-garam, karbohidrat, lipid, dan asam amino. Karena dinding kapiler permiabel bagi air dan elektrolit maka plasma darah selalu ada dalam pertukaran zat dengan cairan interstisial. Dalam waktu 1 menit sekitar 70% cairan plasma bertukaran dengan cairan interstisial. Protein dalam plasma memiliki konsentrasi sekitar 1 mmol/L (Otetatsuya, 2009).
Jika darah diambil dari vena, kemudian darah tersebut ditampung dalam suatu tabung yang bersih dan kering, setelah beberapa waktu, misalkan satu jam, dibiarkan dalam suhu ruang, darah tersebut akan terpisah menjadi 2 bagian utama. Kedua bagian tersebut dapat dilihat langsung dengan mata. Untuk lebih jelas lagi, tabung tersebut dipusing dengan bantuan alat sentrifuse setelah pengeraman selama 1 jam tadi. Akan tampak gumpalan darah yang bentuknya tidak beraturan dan bila penggumpalan berlangsung sempurna, gumpalan darah tersebut akan terlepas atau dengan mudah dapat dilepaskan dari dinding tabung. Selain itu, akan tampak pula bagian cair dari darah. Bagian ini, karena sudah terpisah dari gumpalan darah, tidak lagi berwarna merah keruh, akan tetapi berwarna kuning jernih. Gumpalan darah terdiri atas seluruh unsur figuratif darah yang telah mengalami proses penggumpalan atau koagulasi spontan, sehingga terpisah dari unsur larutan yang berwarna kuning
(23)
jernih. Unsur larutan yang diperoleh dengan membiarkan penggumpalan
spontan dari unsur figuratif dinamai serum.
Penggumpalan unsur figuratif dalam tabung dapat dicegah dengan senyawa tertentu, yang secara umum dinamai antikoagulan. Dalam hal ini, untuk memisahkan unsur figuratif dari bagian larutan dapat dilakukan dengan 2 cara. Cara pertama ialah dengan membiarkan terjadinya pengendapan berbagai macam sel yang membentuk unsur figuratif semata-mata dengan bantuan gaya berat. Cara ini memerlukan waktu yang lama dan pemisahan yang diperoleh tidak sempurna. Pemisahan akan diperoleh jauh lebih cepat dan sempurna bila tabung yang berisi darah tersebut langsung dipusing saja dengan alat sentrifuse. Hasilnya juga akan diperoleh 2 bagian besar, yaitu endapan sel-sel yang membentuk unsur figuratif, serta cairan jernih yang juga
berwarna kuning jernih dan dinamai sebagai plasma.
Antara plasma dengan serum, walaupun keduanya merupakan cairan darah yang bebas dari sel dan sama-sama berwarna kuning jernih, terdapat perbedaan yang jelas. Oleh karena plasma diperoleh dengan mencegah proses penggumpalan darah dan serum didapat dengan membiarkan proses tersebut, plasma niscaya mengandung senyawa yang seharusnya dapat menggumpalkan darah. Senyawa tersebut mestinya sudah tidak ada lagi dalam serum. Senyawa tersebut adalah fibrinogen, suatu protein darah yang berubah menjadi jaring dari serat-serat fibrin pada peristiwa penggumpalan. Dengan demikian, di dalam serum tidak ada lagi fibrinogen, karena protein sudah berubah menjadi jaring fibrin dan menggumpal bersama unsur figuratif yang berupa sel.
(24)
Sebaliknya di dalam plasma masih tetap terdapat fibrinogen, yang tidak dapat berubah menjadi fibrin karena adanya antikoagulan yang ditambahkan.
Sel-sel yang menyusun unsur figuratif dari darah berada dalam keadaan berbeda setelah pemisahan dengan kedua cara tersebut. Dalam pembuatan serum, sel-sel darah menggumpal secara baur dan terjebak dalam suatu anyaman yang luas dan kontraktif dari jaring serat-serat fibrin. Sel-sel ini tidak dapat lagi dilihat secara terpisah-pisah melalui mikroskop. Sebaliknya, dalam penyiapan plasma, sel-sel darah terendapkan dengan jelas di dasar tabung, seperti pengendapan suspensi partikel lain. Bahkan dengan jelas sekali pengendapan sel-sel darah pada pembuatan plasma tersebut menghasilkan pemisahan sel berdasarkan massa jenis menjadi 2 bagian. Sel-sel darah dengan cara ini akan terpisah menjadi lapisan eritrosit atau Sel-sel darah merah yang merupakan lapisan tebal yang dapat mencapai hampir separuh volume darah. Selain itu, adapula lapisan yang tipis dan putih di atas lapisan eritrosit (buffy coat), yang terdiri atas sel-sel leukosit dan sejumlah trombosit atau keping darah (platelet) (Sadikin, 2001).
C. Ikatan Obat Protein
Banyak obat berinteraksi dengan protein plasma, jaringan atau makromolekul lain seperti melanin dan DNA membentuk suatu kompleks
obat-makromolekul. Pembentukan kompleks ini sering disebut ikatan obat
protein. Ikatan obat protein dapat merupakan proses reversibel atau irreversibel. Ikatan obat protein yang reversibel umumnya merupakan hasil aktivasi kimia obat yang kemudian berikatan kuat dengan protein atau
(25)
makromolekul dengan ikatan kimia kovalen. Ikatan obat protein yang irreversibel terdapat pada jenis tertentu dari toksisitas obat yang dapat terjadi dalam jangka waktu panjang, seperti dalam kasus karsinogenik-kimia, atau dalam jangka waktu relatif pendek, seperti dalam kasus obat-obat yang membentuk produk antar kimia yang reaktif. Sebagai contoh, hepatotoksisitas dari asetaminofen dosis tinggi disebabkan oleh pembentukan metabolit-antara yang reaktif yang berinteraksi dengan protein hati.
Sebagian obat berikatan atau membentuk komplek dengan protein dengan proses reversibel. Ikatan obat protein yang reversibel ini menunjukkan bahwa obat mengikat protein dengan ikatan kimia yang lebih lemah, seperti ikatan hidrogen atau gaya van der waals. Asam-asam amino yang menyusun rantai protein mempunyai gugus hidroksil, karboksil, atau gugus lain yang tersedia untuk berinteraksi dengan obat secara reversibel.
Komponen utama protein plasma yang bertanggung jawab terhadap ikatan obat adalah albumin. Protein lain seperti globulin yang dapat berikatan dengan obat-obat hanya merupakan bagian terkecil dari keseluruhan ikatan protein plasma.
Ikatan obat protein yang reversibel merupakan hal yang sangat menarik dalam farmakokinetik. Obat yang terikat protein merupakan suatu kompleks sangat besar yang tidak dapat melewati membran sel dengan mudah, oleh karena itu mempunyai distribusi yang terbatas.
Ikatan obat protein dipengaruhi oleh sejumlah faktor penting yang meliputi hal berikut:
(26)
1. Obat
a. Sifat fisikokimia obat
b. Konsentrasi total obat dalam tubuh
2. Protein
a. Jumlah protein yang tersedia untuk ikatan obat protein
b. Kualitas atau sifat fisikokimia protein yang disintesis
3. Afinitas antara obat dan protein meliputi besarnya tetapan asosiasi
4. Interaksi obat
a. Kompetisi obat dengan zat lain pada tempat ikatan protein
b. Perubahan protein oleh substansi yang memodifikasi afinitas obat
terhadap protein, sebagai contoh aspirin mengasetilasi residu lisin dari albumin.
5. Kondisi patofisiologik dari penderita, sebagai contoh ikatan obat protein
dapat menurun pada penderita uremia dan penderita dengan penyakit hepatik.
(Shargel & Andrew, 1985)
D. Analisis Obat dalam Plasma
Plasma merupakan komponen cair dari darah dimana sel-sel darah tersuspensi. Plasma adalah suatu cairan kompleks berwarna kuning pucat yang berfungsi sebagai medium transportasi untuk zat-zat yang diangkut dalam darah. Plasma mengandung 90% air, 8% protein, 0,9% ion inorganik, dan 1,1% molekul organik. Semua konstituen plasma dapat berdifusi bebas menembus dinding kapiler kecuali protein plasma, yang tetap berada di dalam
(27)
plasma dan melakukan berbagai fungsi. Volume total plasma pada orang dewasa normal sekitar 2,5 - 3 liter atau mencapai 55 - 58% volume darah. Plasma mengandung suatu senyawa pembeku dan akan membeku bila terpapar oleh udara. Namun untuk mencegah pembekuan plasma dapat ditambahkan suatu antikoagulan seperti sitrat atau heparin (Sherwood, 1996).
Untuk kepentingan analisis obat, sampel plasma merupakan sampel yang paling umum digunakan karena ada hubungan yang baik antara konsentrasi obat dalam plasma dengan efek terapetik yang ditimbulkan (Kelly, 1990). Dalam beberapa kasus, konsentrasi obat dalam plasma yang diukur mencapai level mikrogram sampai nanogram atau pikogram. Untuk itu, dapat digunakan metode KCKT karena salah satu keuntungan dari KCKT adalah dapat menghitung sampel dengan kadar yang sangat rendah (Johnson, 1991). Namun matriks biologis seperti halnya plasma mengandung sejumlah besar komponen endogen yang dapat mengganggu analisis. Oleh karena itu, sampel
plasma perlu diberi perlakuan sebelum diinjeksikan (pre treatment) untuk
memisahkan analit yang akan dianalisis dari komponen endogen plasma yang dapat mengganggu analisis. Hal tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan pengendapan protein plasma, ultrafiltrasi, ekstraksi
cair-cair, ekstraksi fase padat (SPE), dan supercritical fluid extraction (SFE)
(Kelly, 1990; Schulman, 2002).
Konsentrasi obat dalam plasma umumnya rendah pada dosis terapi, oleh karena itu diperlukan persiapan sampel khusus untuk analisis obat dalam plasma. Dalam plasma, obat terikat pada permukaan protein sehingga harus dibebaskan terlebih dahulu, medroksiprogesteron asetat dalam plasma
(28)
berikatan dengan protein plasma sebesar ± 90%, sehingga diperlukan perlakuan tertentu untuk membebaskannya sebelum dianalisis.
Beberapa metode analisis medroksiprogesteron asetat dalam plasma yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu yaitu:
1. Penetuan kadar medroksiprogesteron asetat dalam plasma dengan
menggunakan LC-MS elektrospray ionisasi.
Kondisi: metode analisis menggunakan kromatografi cair-spektrometri massa dengan kolom Capcell Pak phenyl UG120 (1,5 x 150 mm, 5 m). Penyiapan sampel dengan cara ekstraksi cair-cair, dengan pelarut pentana dan menggunakan buffer kalium fosfat (pH = 7, 100 mM). Fase gerak pada kromatografi cair adalah komposisi larutan ammonium format dan asetonitril (48:52 v/v). Kecepatan alir yang digunakan adalah 0,15 mL/menit. Analisis ini menggunakan internal standar (baku dalam) yaitu
nomegestrol asetat. Kisaran konsentrasi yang digunakan adalah 0,05 – 6
ng/mL. Dari penelitian ini, didapatkan hasil waktu retensi 5,7 dan 6,8 menit untuk baku dalam dan medroksiprogesteron asetat, kurva kalibrasi memiliki koefisien korelasi sebesar 0,998, akurasi dan koefisien variasi di bawah 20%. (Kim dan D.H. Kim, 1990)
2. Penentuan kadar medroksiprogesteron asetat dalam plasma menggunakan
GC-MS.
Kondisi: metode analisis menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa dengan metode ekstraksi fase padat (SPE). Penyiapan sampel dan baku dalam diekstraksi dengan cara SPE menggunakan larutan elusi etil
(29)
asetat. Pemisahan dilakukan dengan kromatografi gas dengan kolom kapiler dan hidrogen sebagai gas pembawanya. Hasil kromatogramnya muncul di bawah 5 menit, kisaran konsentrasi yang digunakan adalah 5-2500 pg/mL. Hasil validasinya memenuhi persyaratan yang ada pada
petunjuk (guidelines) FDA untuk validasi metode bioanalisis. (Williard et
al.)
3. Penentuan kadar medroksiprogesteron asetat dalam plasma manusia
menggunakan LC/MS/MS.
Kondisi: metode analisis menggunakan kromatografi cair-spektrometri massa dengan ekstraksi cair-cair. Analit dan baku dalam diekstraksi dengan campuran larutan n-heksana dan etil asetat. Kisaran konsentrasi yang digunakan adalah 0,01-10 ng/mL. Hasil dari penelitian ini adalah linearitas dengan koefisien korelasi sebesar 0,9995, presisi sebesar 8,6%, akurasi sebesar 6,9%, dan perolehan kembali dari medroksiprogesteron
asetat sebesar 92% sedangkan baku dalam sebesar 82%. (Zheng et al.)
E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (High Performance Liquid
Chromatography)
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia. KCKT termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fase gerak cairan dan fase diam cairan atau padat (Putra, 2004).
(30)
Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut
dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan
pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel.
Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian (impurities); analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non-volatil);
penentuan molekul-molekul netral, ionik, maupun zwitter ion; isolasi dan
pemurnian senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir
sama; pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace elements),
dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif.
1. Cara Kerja KCKT
Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair secara sukses terhadap suatu masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel.
(31)
Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok, yaitu: wadah fase gerak, sistem penghantaran fase gerak, alat untuk memasukkan sampel, kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak, tabung penghubung, dan suatu komputer atau integrator atau perekam.
Pemroses data Pompa
Kolom
Gambar 2. Diagram Alir Alat KCKT
2. Wadah Fase Gerak pada KCKT
Wadah fase gerak harus bersih dan lembab (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2
liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing
(penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis.
Pelarut
Injektor Detektor
Limbah pelarut
(32)
3. Fase Gerak pada KCKT
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sample. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut.
4. Pompa pada KCKT
Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus
inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 ml/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 ml/menit.
5. Penyuntikan Sampel pada KCKT
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan
(33)
katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal.
Pada saat pengisian sampel sampel digelontor melewati keluk sampel dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuang. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel dan menggelontor sampel ke kolom. Presisi penyuntikan dengan keluk sampel ini dapat mencapai nilai RSD 0,1%. Penyuntik ini mudah
digunakan untuk otomatisasi dan sering digunakan untuk autosampler
pada KCKT.
6. Kolom pada KCKT
Ada 2 jenis kolom pada KCKT yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor. Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibandingkan dengan kolom konvensional, yakni:
a. Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil
dibanding dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10-100 µl/menit).
b. Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor
lebih ideal jika digabung dengan spektrometer massa.
c. Sensitifitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat,
karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.
Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan kolom konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin.
(34)
7. Fase Diam Pada KCKT
Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silica yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinilbenzen. Permukaan silica adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH).
Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain. Hasil reaksi yang diperoleh disebut dengan silika fase terikat yang stabil terhadap hidrolisis karena terbentuk ikatan-ikatan siloksan (Si-O-O-Si). Silika yang dimodifikasi ini mempunyai karakteristik kromatografik dan selektifitas yang berbeda jika dibandingkan dengan silika yang tidak dimodifikasi.
8. Detektor KCKT
Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia.
Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
(35)
2. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat kecil
3. Stabil dalam pengoperasiannya
4. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan
pelebaran pita. Untuk kolom konvensional, selnya bervolume 8 µl atau lebih kecil, sementara kolom mikrobor selnya bervolume 1 µl atau lebih kecil lagi
5. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solute
pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier)
6. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak
9. Penggunaan KCKT Dalam Analisis Farmasi
Metode KCKT merupakan metode yang sangat populer untuk menetapkan kadar senyawa obat baik dalam bentuk sediaan maupun dalam sampel hayati. Hal ini disebabkan KCKT merupakan metode yang memberikan sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi.
(Gandjar & Rohman, 2007).
10. Keuntungan KCKT
KCKT mempunyai banyak keuntungan jika dibandingkan dengan KC (Kromatografi Cair) tradisional, yaitu: (Johnson & Stevenson, 1987)
a. cepat
b. daya pisahnya baik
(36)
d. kolom dapat dipakai kembali
e. ideal untuk molekul besar dan ion
f. mudah memperoleh kembali cuplikan
F. Validasi Metode Analisis
Validasi merupakan suatu proses yang terdiri atas paling tidak 4
langkah nyata, yaitu: (1) validasi perangkat lunak (software validation), (2)
validasi perangkat keras/instrument (instrument/hardware validation), (3)
validasi metode, dan (4) kesesuaian sistem (system suitability).
Validasi metode analisis menurut United States Pharmacopeia (USP)
dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis.
Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis, karenanya suatu metode harus divalidasi, ketika:
a. Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu.
b. Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau
karena munculnya suatu problem yang mengarahkan bahwa metode baku tersebut harus direvisi.
c. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah
berubah seiring dengan berjalannya waktu.
d. Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh
(37)
e. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar 2 metode, seperti antara metode baru dan metode baku.
(Gandjar & Rohman, 2007).
Metode yang selektif dan sensitif untuk evaluasi kuantitatif obat dan metabolitnya sangat penting untuk keberhasilan praklinis dan/atau biofarmasetika dan studi farmakologi klinis. Validasi metode bioanalisis mencakup semua prosedur yang menunjukkan bahwa metode tertentu yang digunakan untuk pengukuran kuantitatif analit dalam matriks biologis yang diberikan, seperti seperti darah, plasma, serum, atau urin, dapat diandalkan dan reprodusibel untuk penggunaan yang dimaksudkan. Parameter
fundamental untuk validasi ini meliputi (1)ketepatan, (2)presisi,
(3)selektivitas, (4)sensitivitas, (5)reprodusibilitas, dan (6)stabilitas. Data analisis langsung disesuaikan dengan kriteria yang digunakan untuk memvalidasi metode.
Selama program pengembangan obat terus dilakukan, metode bioanalisis pasti mengalami banyak modifikasi. Perubahan dilakukan untuk mendukung studi tertentu dan berbagai tingkat validasi juga dilakukan untuk menunjukkan keabsahan suatu metode. Berbagai jenis dan tingkat validasi didefinisikan sebagai berikut:
a. Validasi Penuh
Validasi penuh penting dilakukan ketika mengembangkan dan menerapkan metode bioanalisis untuk pertama kalinya, juga penting bagi pengujian sediaan obat baru. Validasi penuh pada perbaikan metode
(38)
pengujian penting juga dilakukan jika metabolit ditambahkan pada pengujian yang ada untuk kepentingan kuantifikasi.
b. Validasi Sebagian
Validasi sebagian dilakukan ketika melakukan modifikasi metode bioanalisis yang sudah divalidasi. Validasi sebagian dapat berkisar mulai dari satu akurasi intrahari dan penentuan presisi untuk mendekati validasi penuh. Perubahan metode bioanalisis termasuk dalam kategori ini, namun tidak terbatas pada:
1) Metode bioanalisis yang dilakukan pada laboratorium yang berbeda
atau dikerjakan oleh analis yang berbeda.
2) Perubahan dalam metodologi analisis (misalnya, perubahan sistem
deteksi).
3) Perubahan pada zat antikoagulan untuk mengambil cairan biologis.
4) Perubahan matriks spesies (misalnya, plasma manusia ke urin
manusia).
5) Perubahan dalam prosedur perlakuan sampel.
6) Perubahan yang relevan dalam rentang konsentrasi.
7) Perubahan instrumen dan/atau perangkat lunak.
8) Volume sampel yang terbatas (misalnya, studi pediatrik).
9) Matriks yang langka.
c. Validasi Silang
Validasi silang adalah perbandingan parameter validasi ketika dua atau lebih metode bioanalisis digunakan untuk menghasilkan data dalam studi yang sama atau di studi yang berbeda. Validasi silang akan menjadi
(39)
situasi dimana metode bioanalisis asli divalidasi dan berfungsi sebagai referensi sedangkan metode bioanalisis yang mengalami perbaikan dibandingkan dengan metode tersebut.
Ketika sampel dianalisis dalam studi tunggal yang dilakukan pada lebih dari satu laboratorium, validasi silang harus dilakukan dengan membandingkan hasil pada tiap laboratorium untuk menetapkan keandalan antar laboratorium. Validasi silang juga harus dipertimbangkan ketika data yang dihasilkan menggunakan teknik analisis yang berbeda (misalnya, LC-MS-MS dengan ELISA) dalam studi yang berbeda termasuk dalam pengajuan regulasi.
Semua modifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat validasi yang direkomendasikan. Analisis yang dilakukan pada laboratorium farmakologi atau toksikologi dan studi praklinis lainnya dihubungkan untuk pengajuan peraturan yang harus mematuhi FDA (Good Laboratory Practices). Laboratorium analitis harus memiliki satu set tertulis standar prosedur operasi (SOP) untuk memastikan sistem pengendalian kualitas dan jaminan lengkap. SOP harus mencakup semua aspek analisis dari saat sampel dikumpulkan sampai hasil analisis tersebut dilaporkan. SOP tersebut juga harus mencakup pencatatan, keamanan dan rantai sampel (sistem akuntabilitas yang memastikan integritas artikel uji), persiapan sampel, dan alat-alat analisis seperti metode, reagen, peralatan, instrumentasi, dan prosedur untuk pengendalian kualitas dan verifikasi hasil.
(40)
Proses dimana metode bioanalisis tertentu dikembangkan, divalidasi, dan digunakan secara rutin untuk analisis sampel dapat dibagi menjadi: (1)acuan penyusunan standar, (2)pengembangan metode bioanalisis dan pembentukan prosedur pengujian, dan (3)aplikasi validasi
untuk metode bioanalisis pada analisis obat secara rutin. (Guidance for
Industry FDA, 2001)
1. Ketepatan (akurasi)
Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit
yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran dengan melakukan spiking
pada suatu sampel. Untuk pengujian senyawa obat, akurasi diperoleh dengan membandingkan hasil pengukuran dengan bahan rujukan standar (standard reference material, SRM). Suatu metode dikatakan tepat jika ia menghasilkan hasil yang sama dalam sederet penentuan ulangan (Gandjar & Rohman, 2007; Johnson & Stevenson, 1987).
Akurasi minimal dihitung pada 5 konsentrasi. Hasil akurasi untuk metode bioanalisis tidak boleh lebih besar dari 15%, kecuali untuk
konsentrasi rendah tidak boleh lebih besar dari 20%. (Guidance for
(41)
2. Presisi
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik. Sesuai dengan ICH (International Conference on Harmanization), presisi harus dilakukan
pada 3 tingkatan yang berbeda yaitu: keterulangan (repeatibility), presisi
antara (intermediate precision) dan ketertiruan (reproducibility).
a. Keterulangan yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang
sama (berulang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
b. Presisi antara yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang
berbeda, baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
c. Ketertiruan merujuk pada hasil-hasil dari laboratorium yang lain.
Dokumentasi presisi seharusnya mencakup: simpangan baku, simpangan baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV), dan kisaran kepercayaan.
Pengujian presisi pada saat awal validasi metode seringkali hanya menggunakan 2 parameter yang pertama, yaitu: keterulangan dan presisi antara. Reprodusibilitas biasanya dilakukan ketika akan melakukan uji banding antar laboratorium. Presisi seringkali diekspresikan dengan SD atau standar deviasi relatif (RSD) dari serangkaian data.
Data untuk menguji presisi seringkali dikumpulkan sebagai bagian kajian-kajian lain yang berkaitan dengan presisi seperti linearitas atau akurasi. Biasanya replikasi 6-15 dilakukan pada sampel tunggal untuk
(42)
tiap-tiap konsentrasi. Pada pengujian dengan KCKT, nilai RSD antara 1-2% biasanya dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak; sedangkan untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit, RSD berkisar antara 5-15%.
3. Batas Deteksi (limit of detection, LOD)
Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LOD merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu. Definisi batas deteksi yang paling umum digunakan dalam kimia analisis adalah bahwa batas deteksi merupakan kadar analit yang memberikan respon sebesar respon
blangko (yb) ditambah dengan 3 simpangan baku blangko (3Sb).
LOD seringkali diekspresikan sebagai suatu konsentrasi pada rasio
signal terhadap derau (signal to noise ratio) yang biasanya rasionya 2 atau
3 dibanding 1. ICH mengenalkan suatu konversi metode signal to noise
ratio ini, meskipun demikian ICH juga menggunakan 2 metode pilihan lain untuk menentukan LOD yakni: metode non instrumental visual dan dengan metode perhitungan. Metode non instrumental visual digunakan pada teknik kromatografi lapis tipis dan pada metode titrimetri. LOD juga dapat dihitung berdasarkan pada standar deviasi (SD) respon dan
kemiringan (slope, S) kurva baku pada level yang mendekati LOD sesuai
(43)
berdasarkan pada standar deviasi blanko, pada standar deviasi residual dari garis regresi, atau standar deviasi intersep y pada garis regresi.
4. Batas Kuantifikasi (limit of quantification, LOQ)
Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan. Sebagaimana LOD, LOQ juga diekspresikan sebagai konsentrasi (dengan akurasi dan
presisi juga dilaporkan). Kadang-kadang rasio signal to noise 10:1
digunakan untuk menentukan LOQ. Perhitungan LOQ dengan rasio signal
to noise 10:1 merupakan aturan umum, meskipun demikian perlu diingat bahwa LOQ merupakan suatu kompromi antara konsentrasi dengan presisi dan akurasi yang dipersyaratkan. Jadi, jika konsentrasi LOQ menurun maka presisi juga menurun. Jika presisi tinggi dipersyaratkan, maka konsentrasi LOQ yang lebih tinggi harus dilaporkan.
ICH mengenalkan metode rasio signal to noise ini, meskipun
demikian sebagaimana dalam perhitungan LOD, ICH juga menggunakan 2 metode pilihan lain untuk menentukan LOQ yaitu: (1) metode non instrumental visual dan (2) metode perhitungan. Sekali lagi, metode
perhitungan didasarkan pada standar deviasi respon (SD) dan slope (S)
kurva baku sesuai rumus: LOQ = 10 (SD/S). Standar deviasi respon dapat ditentukan berdasarkan standar deviasi blanko pada standar deviasi residual garis regresi linier atau dengan standar deviasi intersep-y pada garis regresi.
(44)
5. Liniearitas
Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x). Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil, untuk
selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan
koefisien korelasinya.
6. Uji Kesesuaian Sistem
Seorang analis harus memastikan bahwa sistem dan prosedur yang digunakan harus mampu memberikan data yang dapat diterima. Hal ini dapat dilakukan dengan percobaan kesesuaian sistem yang didefinisikan sebagai serangkaian uji untuk menjamin bahwa metode tersebut dapat menghasilkan akurasi dan presisi yang dapat diterima. Persyaratan-persyaratan kesesuaian sistem biasanya dilakukan setelah dilakukan pengembangan metode dan validasi metode.
United States Pharmacopeia (USP) menentukan parameter yang dapat digunakan untuk menetapkan kesesuaian sistem sebelum analisis. Parameter-parameter yang digunakan meliputi: bilangan lempeng teori
(N), faktor tailing, kapasitas (k’ atau α) dan nilai standar deviasi relatif
(45)
umumnya, paling tidak ada 2 kriteria yang biasanya dipersyaratkan untuk menunjukkan kesesuaian sistem suatu metode. Nilai RSD tinggi puncak atau luas puncak dari 5 kali injeksi larutan baku pada dasarnya dapat diterima sebagai salah satu kriteria baku untuk pengujian komponen yang
jumlahnya banyak (komponen mayor) jika nilai RSD ≤ 1% untuk 5 kali
injeksi. Sementara untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit, nilai RSD dapat diterima jika antara 5-15% (Gandjar & Rohman, 2007).
(46)
BAB III
KERANGKA KONSEP
Alur Penelitian
MPA digunakan secara luas sebagai kontrasepsi dan produk obat yang beredar harus diyakini keefektivitasannya secara farmakologi
Dilakukan uji bioavailabilitas, yaitu penetapan kadar MPA secara in vitro
dalam plasma serta perlu dikembangkan metode yang baik
Metode ekstraksi MPA dalam plasma
Pembuatan larutan induk MPA
Pengukuran maksimum MPA dengan spektrofotometer UV-Visibel
Penetapan metode ekstraksi
Penetapan kadar MPA dengan instrument KCKT
Validasi metode
Akurasi
Presisi Liniearitas
Limit deteksi dan limit kuantitasi
(47)
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2010 hingga Agustus 2010, bertempat di Laboratorium Farmasetika Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
B. Bahan dan Alat
Bahan : Medroksiprogesteron Asetat (BPOM), Asetonitril (Merck), Metanol (Merck), Pentana, plasma darah (Palang Merah Indonesia), Aquabidest (Ikapharmindo Putramas).
Alat : Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Knauer) yang terdiri dari; pompa, kolom C18 Eurospher®, injektor, detektor UV-Visibel, integrator, program komputer PC Chromgate® versi 3.1. Spektrofotometer ultraviolet-visibel (Lambda 25 Perkin Elmer), vorteks, sentrifugator dengan tabung sentrifugasi (Hettich Zentrifugen), timbangan analitik (Precisa XT 220 A), alat-alat gelas, transfer pipet (eppendorf), lemari pendingin.
(48)
C. Cara Kerja
1. Pembuatan Larutan Induk MPA
Ditimbang sebanyak 5 mg Medroksiprogesteron Asetat. Dilarutkan ke dalam asetonitril hingga volume akhir 50 mL. Diperoleh konsentrasi sebesar 100 µg/mL. Dilakukan pengenceran untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi tertentu.
2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Untuk Analisis
Dibuat spektrum serapan ultraviolet larutan Medroksiprogesteron Asetat (MPA) dengan konsentrasi 100 µg/mL dalam asetonitril pada panjang gelombang 200-400 nm, ditentukan panjang gelombang maksimumnya.
3. Penetapan Fase Gerak
Larutan standar Medroksiprogesteron Asetat pada konsentrasi lebih kurang 10 g/mL diinjeksikan sebanyak 20 L ke dalam kolom dengan
kondisi awal fase gerak asetonitril – air yang diasamkan dengan asam
fosfat (pH = 4) dengan perbandingan (60:40 v/v) dan kecepatan alir 1,2 mL/menit dan dideteksi pada panjang gelombang terpilih, kemudian dicatat waktu retensi, luas puncak, dihitung jumlah lempeng teoritis,
HETP (Height Equivalent Theoritical Plate), faktor kapasitas, asimetris,
(49)
4. Uji Kesesuaian Sistem
Larutan Medroksiprogesteron Asetat pada konsentrasi lebih kurang 10 g/mL diinjeksikan sebanyak 20 L ke alat KCKT dengan fase gerak terpilih, diulangi sebanyak enam kali. Kemudian dihitung jumlah lempeng
teoritis, HETP (Height Equivalent Theoritical Plate), faktor kapasitas,
asimetris, dan koefisien variasi (≤ 2%).
5. Penetapan Metode Ekstraksi (penentuan zat pengendap protein plasma)
Ke dalam tabung sentrifus dimasukkan 0,5 mL plasma yang sudah mengandung Medroksiprogesteron Asetat pada konsentrasi 5 g/mL, lalu ditambahkan dengan volume yang sama buffer potassium fosfat (pH 7). Kemudian ditambahkan sebanyak 0,5 mL pentana, lalu dikocok dengan vorteks selama 1 menit dan disentrifugasi pada 2000 rpm selama 20 menit. Diambil cairan supernatan kemudian diuapkan hingga diperoleh residu. Ditambahkan fase gerak sebanyak 300 L. Hasil ekstraksi diinjeksikan sebanyak 20 L ke alat KCKT kemudian dicatat waktu retensi dan luas puncaknya.
6. Validasi Metode Analisis Medroksiprogesteron Asetat Dalam Plasma
a. Pembuatan kurva kalibrasi dan uji linearitas dalam plasma in vitro
Dibuat larutan blangko dan larutan Medroksiprogesteron Asetat
dalam plasma dengan konsentrasi 1 – 5 g/mL, kemudian diekstraksi
(50)
disuntikkan ke alat KCKT pada kondisi terpilih. Setelah itu dianalisis
regresi perbandingan luas puncak terhadap konsentrasi
Medroksiprogesteron Asetat dalam plasma dari masing-masing konsentrasi dan dibuat kurva kalibrasi dengan persamaan garis regresi linier (y = a + bx). Dihitung koefisien korelasi (r) dari kurva tersebut.
b. Limit deteksi (LOD) dan limit kuantitasi (LOQ)
Larutan Medroksiprogesteron Asetat dalam plasma dengan
konsentrasi 1 – 5 g/mL diekstraksi sesuai prosedur. Kemudian
supernatan sebanyak 20 L dari masing-masing larutan tersebut
disuntikkan ke alat KCKT pada kondisi terpilih. Setelah itu dianalisis
regresi perbandingan luas puncak terhadap konsentrasi
Medroksiprogesteron Asetat dalam plasma dari masing-masing konsentrasi dan dibuat kurva kalibrasinya.
LOQ dihitung melalui persamaan garis regresi linier dari kurva kalibrasi, dengan rumus :
LOQ = 10 (Sy/x) b
sedangkan nilai batas deteksi (LOD) diperoleh dengan rumus : LOD = 3 (Sy/x)
b
Dimana (Sy/x) adalah simpangan baku residual, b adalah slope dari persamaan regresi.
(51)
c. Uji selektivitas
Sebanyak 20 L sampel plasma yang telah diekstraksi dan
mengandung medroksiprogesteron asetat pada konsentrasi 1 g/mL
disuntikkan ke dalam instrumen KCKT dengan kondisi fase gerak dan kecepatan alir terpilih, diulang sebanyak 6 kali. Kemudian dihitung
nilai koefisien variasinya (KV) dengan nilai ≤ 20% dan akurasinya (%
diff) dengan nilai ≤ 20%.
d. Uji akurasi
Dibuat larutan Medroksiprogesteron Asetat dalam plasma dengan konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi. Setelah itu diekstraksi sesuai
prosedur. Supernatan sebanyak 20 L disuntikkan ke alat KCKT
dengan kondisi fase gerak dan kecepatan alir terpilih, diulangi
sebanyak tiga kali. Kemudian dihitung persentase akurasi (% diff) dan
perolehan kembali (% recovery) dari masing-masing konsentrasi
larutan tersebut. Nilai rata-rata % diff disyaratkan ≤ 15% dan ≤ 20%
untuk konsentrasi rendah. Sedangkan nilai perolehan kembali dihitung dengan cara membandingkan konsentrasi medroksiprogesteron asetat dalam plasma yang diperoleh dari hasil ekstraksi dengan konsentrasi medroksiprogesteron asetat yang sebenarnya dikalikan dengan 100%.
Perolehan kembali disyaratkan pada rentang 98–102% untuk sediaan
farmasi dan jika dalam sampel biologis menjadi ± 10% dari persyaratan tersebut.
(52)
e. Uji presisi
Dibuat larutan Medroksiprogesteron Asetat dalam plasma dengan konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi. Setelah itu diekstraksi sesuai
prosedur. Supernatan sebanyak 20 L disuntikkan ke alat KCKT
dengan kondisi fase gerak dan kecepatan alir terpilih, diulangi sebanyak tiga kali. Dilakukan pengukuran intra-hari dan inter-hari (selama 2 hari berturut-turut), kemudian dihitung nilai simpangan baku relatif atau koefisien variasi (KV) dari masing-masing konsentrasi
(53)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Percobaan
1. Penentuan Metode Analisis Dalam Plasma a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet-visibel, diperoleh hasil yaitu Medroksiprogesteron Asetat (MPA) memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 241 nm dengan fase gerak yang digunakan. Spektrum serapan MPA dapat dilihat pada lampiran 1 gambar 4.
b. Penetapan Komposisi Fase Gerak
Penetapan kadar Medroksiprogesteron Asetat dalam plasma in
vitro dilakukan pada kondisi optimum dengan kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan kolom C18 Eurospher®, kecepatan alir 1,2 mL/menit, volume injeksi 20 µL, dengan detektor uv-vis pada
panjang gelombang 241 nm, dan komposisi fase gerak asetonitril – air
yang diasamkan pada pH = 4 (60:40 v/v). Dengan komposisi fase gerak ini, didapatkan waktu retensi sekitar 9,3 menit dengan plat
teoritis, HETP (Height Equivalent Theoritical Plate), faktor kapasitas
(54)
mengenai penetapan komposisi fase gerak untuk analisa tercantum pada tabel 1.
Tabel 1. Penetapan fase gerak asetonitril – air (pH = 4) pada konsentrasi 10
µg/mL, kecepatan alir 1,2 mL/menit, panjang gelombang 241 nm, dan
volume penyuntikan 20 L.
Keterangan:
TR = Time Retention (waktu retensi)
N = Plat Teoritis
HETP = Height Equivalent Theoritical Plate
c. Uji Kesesuaian Sistem
Pada uji kesesuaian sistem terdapat parameter-parameter untuk menetapkan kesesuaian sistem sebelum analisis, yaitu meliputi plat
teoritis (N), faktor kapasitas (k atau α), dan nilai koefisien variasi dari
luas area dari serangkaian injeksi (minimal 5 kali injeksi). Syarat
utama adalah koefisien variasi dari luas area, yaitu ≤ 1%. Uji
kesesuaian sistem yang dilakukan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Data mengenai uji kesesuaian sistem terdapat pada tabel 2 dan data selengkapnya tercantum dalam lampiran 4 tabel 8.
Tabel 2. Hasil uji rata-rata kesesuaian sistem sampel medroksiprogesteron asetat
pada konsentrasi 10 g/mL dengan komposisi fase gerak asetonitril – air
(pH = 4) (60:40 v/v) pada kecepatan alir 1,2 mL/menit, panjang
gelombang 241 nm dan volume penyuntikan 20 L.
Parameter Uji Persyaratan Hasil Uji Rata-rata
Plat Teoritis >2500 2752,59
Asimetris <2,5 1,5
Faktor Kapasitas 2-8 5,54
Koefisien Variasi ≤2% 0,554%
Fase Gerak
(v/v)
TR (menit)
Luas Puncak
(µAU)
N HETP Faktor
Kapasitas
Asimetri
60:40 9,050 605031 3354,73 0,01189 5,72 1,20
(55)
d. Penetapan Metode Ekstraksi
Penetapan metode ekstraksi dilakukan dengan mengendapkan protein plasma sekaligus menarik Medroksiprogesteron Asetat dengan penambahan pelarut organik yang dapat memberikan perolehan kembali paling baik, dan dari hasil percobaan didapatkan bahwa pelarut ekstraksi yang digunakan adalah pentana yang memberikan luas puncak sekitar 52124 µAU untuk konsentrasi 1 µg/mL. Data mengenai penetapan pelarut pengendap protein plasma (pelarut ekstraksi) terdapat pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil penetapan pelarut pengendap protein plasma (pelarut ekstraksi)
Pengendap Protein Waktu Retensi (menit)
Luas Puncak (µAU)
Pentana 9,197 52124
2. Validasi Metode Analisis dalam Plasma secara In Vitro
a. Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linearitas dalam Plasma in vitro
Uji ini dilakukan pada seri larutan standar medroksiprogesteron
asetat dalam plasma dengan konsentrasi 1-5 g/mL, dari uji ini akan
didapat persamaan regresi linier dan koefisien korelasi (r). Hasil uji diperoleh persamaan garis Y = 37863,3 + 14398,5 X, dan koefisien korelasi (r) 0,99888246, kurva kalibrasi dari persamaan garis tersebut terdapat dalam gambar 4. Data hasil percobaan selengkapnya tercantum pada lampiran 5 dalam tabel 9.
(56)
Gambar 3. Kurva kalibrasi medroksiprogesteron asetat dalam plasma
b. Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi dalam Plasma in vitro Uji batas deteksi dan batas kuantitasi dilakukan untuk mengetahui batas deteksi dan batas kuantitasi terendah dari sampel yang masih dapat menghasilkan data dengan akurasi dan presisi yang baik. Batas deteksi yang diperoleh dari hasil pengujian sebesar 0,259 g/mL dan batas kuantitasi 0,864 g/mL. Data mengenai uji batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dilihat pada tabel 4 dan data hasil percobaan selengkapnya tercantum pada lampiran 6 dalam tabel 10.
Tabel 4. Hasil uji batas deteksi, batas kuantitasi dan koefisien fungsi
Parameter Nilai
Simpangan Baku Residual (S y/x) 1243,848
Standar Deviasi Fungsi (Sxo) 0,086
Koefisien Fungsi Regresi (Vxo) 2,88%
Limit Deteksi (LOD) 0,259 g/mL
Limit Kuantitasi (LOQ) 0,864 g/mL
y = 14398.5x + 37863 r = 0.99888246
0 20000 40000 60000 80000 100000 120000
0 1 2 3 4 5 6
L u a s P u n c a k ( µ A U ) Konsentrasi (µg/mL)
Kurva Standar MPA dalam Plasma
Luas Puncak Linear (Luas Puncak)
(57)
c. Uji Selektivitas
Uji selektivitas dilakukan terhadap sampel konsentrasi 1 g/mL dilakukan sebanyak 6 kali untuk mengetahui spesifitas metode tersebut. Syarat untuk uji selektivitas adalah koefisien variasinya (KV)
dengan nilai ≤ 20% dan akurasinya (% diff) dengan nilai ≤ 20%. Data hasil uji rata-rata terdapat pada tabel 5 dan Data hasil percobaan tercantum pada lampiran 7 dalam tabel 11.
Tabel 5. Hasil uji rata-rata selektivitas
C
(μg/mL) Rata-rata Luas Puncak
(µAU)
Rata-rata Perolehan Kembali
(%)
(SD) (%)
KV (%)
% diff
rata-rata
1 51554 95,08 0,41 0,41 -4,92
Keterangan:
C = Konsentrasi
SD = Simpangan Baku KV = Koefisien Variasi
d. Uji Akurasi
Uji akurasi dilakukan pada 3 konsentrasi sampel, yaitu pada 2
g/mL, 3 g/mL dan 4 g/mL dilakukan sebanyak 3 kali untuk
masing-masing konsentrasi. Syarat hasil uji akurasi adalah % diff
dengan nilai ≤ 15% dan ≤ 20% untuk konsentrasi rendah. Kemudian
dihitung pula nilai perolehan kembali (% recovery), nilai ini
disyaratkan pada 98-102% untuk sediaan farmasi dan jika dalam sediaan biologis menjadi ± 10% dari persyaratan tersebut. Hasil uji rata-rata dapat dilihat pada tabel 6 dan data hasil percobaan selengkapnya tercantum pada lampiran 8 dalam tabel 12.
(58)
Tabel 6. Hasil uji rata-rata akurasi
Keterangan:
C = Konsentrasi
SD = Simpangan Baku KV = Koefisien Variasi
e. Uji Presisi
Uji dilakukan pada 3 konsentrasi sampel, yaitu pada 2 g/mL, 3
g/mL dan 4 g/mL diulangi sebanyak 3 kali untuk masing-masing konsentrasi, dilakukan pada pengujian intra-hari (dalam 1 hari) dan inter-hari selama 2 hari berturut-turut. Syarat hasil uji presisi adalah simpangan baku relatif atau koefisien variasi (KV) dari masing-masing konsentrasi dengan nilai ≤ 15%, sedang untuk konsentrasi rendah ≤ 20%. Hasil uji rata-rata presisi dapat dilihat pada tabel 7 dan data hasil percobaan selengkapnya tercantum pada lampiran 9 dalam tabel 13. Tabel 7. Hasil uji rata-rata presisi
C
(μg/mL) Rata-rata Luas Puncak (µAU) SD (%) KV (%) % diff rata-rata
2 65621,00 0,52 0,52 -3,61
3 81411,34 0,27 0,27 0,81
4 95591,50 0,39 0,39 0,23
Keterangan:
C = Konsentrasi
SD = Simpangan Baku KV = Koefisien Variasi
C
(μg/mL) Rata-rata Luas Puncak (µAU) Rata-rata Perolehan Kembali (%) SD (%) KV (%) % diff rata-rata
2 65515,33 96,03 0,786 0,786 -3,97
3 81404,00 100,79 0,147 0,147 0,797
(59)
B. Pembahasan
Penetapan kadar medroksiprogesteron asetat (MPA) dalam plasma in
vitro dilakukan sebagai pengujian terhadap sediaan farmasi dari segi farmakokinetiknya, bagaimana ketersediaan hayati obat dalam tubuh sehingga keefektivitasannya terbukti. Optimasi dan validasi juga perlu dilakukan guna mendapatkan metode yang terbaik untuk analisa kadar medroksiprogesteron asetat dalam plasma. Penetapan kadar ini dilakukan dengan instrumen kromatografi cair kinerja tinggi dengan mempertimbangkan senyawa aktif yang dianalisa larut dalam fase cair, serta alat ini memiliki ketelitian yang tinggi dan spesifik.
Hal yang pertama kali dilakukan adalah penentuan panjang gelombang
maksimum dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet – visibel, dan
didapatkan hasil bahwa MPA memiliki serapan maksimum pada 241 nm. Pemilihan panjang gelombang analisis ini berguna untuk meningkatkan selektivitas dan sensitifitas analisis dari sampel yang digunakan.
Pada pemilihan fase gerak, dilakukan dengan menggunakan kolom C18 Eurospher® fase terbalik dengan panjang gelombang analisa 241 nm dan
kecepatan alir 1,2 mL/menit. Komposisi dari asetonitril – air yang diasamkan
dengan asam fosfat pada pH = 4 (60:40 v/v) menghasilkan luas area rata-rata sebesar 604008 untuk konsentrasi 10 µg/mL, plat teoritis sekitar 2752,59, HETP sekitar 0,0055, faktor kapasitas sebesar 5,54, asimetri sekitar 1,5 dengan waktu retensi sekitar 9,3 menit. Dari hasil ini, fase gerak yang ditetapkan telah memberikan hasil parameter yang memenuhi persyaratan.
(60)
Uji kesesuaian sistem dilakukan untuk memastikan kesesuaian dan keefektifan sistem yang digunakan agar diperoleh kondisi operasional dan kromatogram yang baik. Dari hasil percobaan diperoleh nilai rata-rata, yaitu jumlah plat teoritis 2752,59 (>2500), faktor kapasitas 5,54 (2-8), asimetris 1,5 (<2,5), dan koefisien variasi 0,554% (<2%). Hasil ini telah memenuhi persyaratan uji, yang menunjukan bahwa sistem alat yang digunakan telah memenuhi kesesuaian dan keefektifan sistem operasional.
Pada penetapan metode ekstraksi, dilakukan penarikan MPA dengan mengendapkan protein plasma. Pengendapan protein ini bertujuan untuk menghilangkan komponen-komponen yang ada dalam protein plasma yang dapat mengganggu analisis dan kromatogram. Protein plasma dapat diendapkan dengan berbagai pelarut; seperti pelarut organik, pelarut asam, dan pelarut basa. Pada penelitian ini dilakukan dengan pelarut organik yang akan mengendapkan protein sehingga obat akan lepas dari ikatan protein dan tertarik ke dalam pelarut organik. Hasil yang didapatkan pelarut organik yang digunakan adalah pentana yang memberikan luas puncak sebesar 52124 µAU untuk konsentrasi 1 µg/mL. Pemilihan pentana sebagai pengendap protein sekaligus pengekstraksi MPA karena pentana mampu memberikan perolehan kembali yang baik.
Validasi metode penetapan kadar MPA dalam plasma in vitro
dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa metode tersebut akurat dan
dapat digunakan sebagai metode penetapan kadar secara in vivo. Validasi
metode yang dilakukan adalah validasi sebagian dengan mempertimbangkan bahwa metode yang dilakukan pada penelitian ini merupakan modifikasi dari
(61)
metode yang telah dilakukan sebelumnya. Parameter validasi yang dilakukan meliputi liniearitas, limit deteksi dan limit kuantitasi, selektivitas, akurasi, presisi, dan perolehan kembali.
Liniearitas merupakan kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Dari percobaan dibuat larutan standar MPA dalam plasma dengan rentang konsentrasi 1-5 µg/mL, dan didapat hasil persamaan garis regresi linier y = 37863,3 + 14398,5 x dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,99888246 dan koefisien fungsi regresi 2,88%. Untuk penetapan kadar dalam sediaan biologis disyaratkan bahwa koefisien fungsi regresi di bawah 5%, sehingga kurva kalibrasi yang diperoleh telah memenuhi persyaratan.
Langkah selanjutnya adalah penetapan batas deteksi dan batas kuantitasi dari sampel. Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibanding dengan blangko. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria akurat dan seksama. Hasil dari uji batas deteksi ini adalah 0,259 µg/mL dan batas kuantitasi sebesar 0,864 µg/mL.
Uji selektivitas dilakukan untuk mengetahui bahwa metode yang ditetapkan kemampuannya hanya untuk mengukur zat tertentu saja dengan cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Uji ini dilakukan terhadap sampel dengan konsentrasi 1 g/mL. Persyaratan untuk uji selektivitas ini adalah nilai koefisien variasinya
(62)
pengujian selektivitas pada sampel adalah koefisien variasi sebesar 0,41% dan
% diff sebesar -4,92%, hasil ini telah memenuhi persyaratan untuk uji selektivitas.
Uji akurasi dilakukan untuk mengetahui kedekatan hasil penetapan yang diperoleh dengan hasil sebenarnya. Akurasi diperiksa dengan
menghitung perbedaan nilai yang terukur dengan nilai sebenarnya (% diff) Uji
akurasi dilakukan dengan menetapkan kadar sampel pada 3 konsentrasi yaitu 2
µg/mL, 3 µg/mL, dan 4 µ g/mL. Persyaratan yang ditentukan adalah % diff≤
20% untuk konsentrasi rendah, dan ≤ 15% untuk konsentrasi sedang dan
tinggi. Pada konsentrasi 2 g/mL didapatkan hasil % diff ratarata sebesar
-3,97%, konsentrasi 3 g/mL didapatkan % diff rata-rata sebesar 0,797% dan
pada konsentrasi 4 g/mL didapatkan % diff rata-rata sebesar 0,64%.
Kemudian dihitung pula nilai perolehan kembalinya (% recovery) dengan cara
membandingkan konsentrasi medroksiprogesteron asetat dalam plasma yang diperoleh dari hasil ekstraksi dengan konsentrasi medroksiprogesteron asetat yang sebenarnya dikalikan dengan 100%. Perolehan kembali disyaratkan pada
rentang 98–102% untuk sediaan farmasi dan jika dalam sampel biologis
menjadi ± 10% dari persyaratan tersebut. Nilai uji perolehan kembali pada konsentrasi 2 g/mL berkisar 96,03%, konsentrasi 3 g/mL berkisar 100,79% dan pada konsentrasi 4 g/mL sekitar 100,64%. Pengujian perolehan kembali ini dilakukan pada tiga konsentrasi dengan tujuan untuk memberikan batas range bahwa konsentrasi analit yang terukur pada daerah tersebut masih terukur dengan baik oleh detektor. Hasil untuk uji akurasi dan perolehan kembali ini telah memenuhi persyaratan uji pada sediaan biologis.
(63)
Presisi adalah ukuran yang menunjukan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel. Uji presisi dilakukan intra-hari dan inter-intra-hari, pada konsentrasi rendah 2 g/mL didapat koefisien variasi sebesar 0,52%, pada konsentrasi sedang 3 g/mL diperoleh koefisien variasi sebesar 0,27% dan pada konsentrasi tinggi 4 g/mL didapat koefisien variasi sebesar 0,39%. Pengukuran inter-hari yang dilakukan selama 2 hari
berturut-turut didapat hasil koefisien variasi ≤ 20% untuk konsentrasi rendah dan tidak
≥ 15% untuk konsentrasi sedang dan tinggi. Pada uji presisi ini, hasil tersebut telah memenuhi syarat untuk uji presisi pada sediaan biologis. Uji dilakukan pada intra-hari dan inter-hari untuk memastikan bahwa setelah sediaan disimpan masih stabil dan tidak mengganggu hasil analisa.
Hasil dari parameter-parameter validasi metode analisis yang telah dilakukan secara keseluruhan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk pengujian pada sediaan biologis. Hal ini menunjukan bahwa metode
analisis medroksiprogesteron asetat dalam plasma in vitro valid dan dapat
(64)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Efektifitas metode ekstraksi yang paling optimum adalah dengan menggunakan pelarut organik pentana sebagai pelarut ekstraksi medroksiprogesteron asetat dari dalam plasma.
2. Kondisi optimum untuk penetapan kadar medroksiprogesteron asetat
dalam plasma in vitro menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi
adalah dengan menggunakan kolom C18 Eurospher® (150 x 4,6 mm x 5
µm), detektor ultraviolet – visible, fase gerak asetonitril – air (pH=4)
(60:40 v/v), kecepatan alir 1,2 mL/menit yang dianalisis pada panjang gelombang 241 nm.
3. Validasi metode dalam plasma in vitro yang dilakukan memberikan hasil
akurasi dengan nilai % diff sekitar -3,97–0,797%, koefisien variasi presisi
berkisar antara 0,27-0,52%, perolehan kembali 96,03-100,79%, dan liniearitas dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,99888246. Dari hasil ini menunjukkan bahwa metode yang ditetapkan telah memenuhi persyaratan untuk suatu metode bioanalisis.
B. Saran
Penelitian selanjutnya disarankan untuk dilakukan secara in vivo
supaya lebih dapat memastikan bahwa validasi metode yang ditetapkan benar-benar memberikan hasil yang valid.
(1)
Uji Akurasi
Tabel 12. Data hasil uji akurasi
Konsentrasi
(μg/mL) Puncak Luas (µAU) Uji Perolehan Kembali (%) Rata-rata Uji Perolehan Kembali (%)
% diff Simpangan
Baku (SD) Koefisien Variasi (%) %diff rata-rata
2 65692 96,64 96,03 -3,36 0,786 0,786 -3,97
64935 94,01 -5,99
65919 97,43 -2,57
3 81361 100,69 100,797 0,69 0,147 0,147 0,797
81539 101,11 1,11
81312 100,59 0,59
4 96357 101,56 100,64 1,56 0,539 0,539 0,64
95796 100,59 0,59
(2)
Uji Presisi
Tabel 13. Data hasil uji presisi
Konsentrasi
(μg/mL) Puncak Luas (µAU) Uji Perolehan Kembali (%) Rata-rata Uji Perolehan Kembali (%)
% diff Simpangan
Baku (SD) Koefisien Variasi (%) % diff rata-rata
2 Hari ke-1 65692 96,64 96,39 -3,36 0,52 0,52 -3,61
64935 94,01 -5,99
65919 97,43 -2,57
Hari ke-2 65614 96,37 -3,63
65924 97,44 -2,56
65642 96,46 -3,54
3 Hari ke-1 81361 100,69 100,81 0,69 0,27 0,27 0,81
81539 101,11 1,11
81312 100,59 0,59
Hari ke-2 81776 101,66 1,66
81343 100,66 0,66
81137 100,18 0,18
4 Hari ke-1 96357 101,56 100,23 1,56 0,39 0,39 0,23
95796 100,59 0,59
95325 99,77 -0,23
Hari ke-2 95615 100,27 0,27
95187 99,53 -0,47
(3)
Cara Memperoleh Regresi Linear dari Persamaan Garis
Y=a+bx
a dan b adalah bilangan normal, dihitung dengan metode kuadrat terkecil (least square)
a = (Σyi) (Σxi)2 - (Σxi) (Σyi) N (Σxi2) - (Σyi2)
b = N(Σxi.yi) - (Σxi) (Σyi) N (Σxi2) - (Σxi) 2
Linieritas dtentukan berdasarkan nilai koefisien (r)
r = N(Σxy) - (Σx) (Σy) [ (N (Σx2
(4)
Cara Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
S(y/x) = √ ∑ [Y-Y1]2 di mana y1 = a + bx n – 2
Sx0 = (Sy/x) Sx0 = standar deviasi dari fungsi b
Vx0 = Sx0 x 100% Vx0 = koefisien variasi dari fungsi x
LOD =
(5)
Cara Perhitungan Simpangan Baku, Koefisien Variasi, % diff, dan Uji Perolehan Kembali
a. Simpangan Baku (SD),
Hasil analisis adalah x1, x2, x3, x4,……….xn, maka simpangan bakunya adalah :
SD = √ ( ∑ (x – x )2 ) n – 1
b. Simpangan baku relatif atau koefisien variasi (KV) adalah : KV = SD x 100 %
x
c. Persen (%) diff = B-A x 100% A
d. Uji Perolehan Kembali = B x 100% A
Keterangan: A : Kadar sebenarnya B : Kadar terukur
(6)