Evaluasi terhadap efusi eksudatif

hasil terbaik dari kriteria Light yakni 99 dan 98 sedangkan dalam penelitian ini didapati bahwa spesifisitas kriteria Light hanya 82 saja. Namun dalam penelitian ini cut off LDH yang digunakan untuk eksudat adalah 200 IU. Sementara Heffner dkk 1996 melaporkan bahwa cut off LDH 0,45 dari batas atas nilai LDH serum normal lebih baik berdasarkan kurva ROC daripada cut off sebelumnya yakni LDH 200 IU ataupun LDH 23 0,6 dari batas atas nilai LDH serum normal. Dalam laporan Costa M dkk, disebutkan pula bahwa spesifisitas pemeriksaan kolesterol cairan pleura dalam membedakan transudat dan eksudat adalah sebesar 100. Penelitian oleh Hamal dkk. 2012 melaporkan pemeriksaan kolesterol cairan pleura memiliki sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif PPV dan nilai prediksi negatif NPV berturut-turut 97,7 ; 100 ; 100 dan 95 dalam membedakan eksudat dan transudat. Sementara itu, pemeriksaan LDH cairan pleura LDH-P memiliki nilai berdasarkan urutan sebelumnya yakni sebesar 100 ; 57,8 ; 84,3 ; serta 100. Kedua pemeriksaan ini LDH-P dan K-P memiliki kelebihan yakni tidak perlu pengambilan darah dan cairan pleura secara simultan. Terdapat pula parameter- parameter lain yang dapat digunakan dalam penilaian efusi pleura seperti rasio albumin pleuraserum, rasio kolesterol pleuraserum serta rasio bilirubin pleuraserum, namun parameter-parameter yang disebutkan terakhir tidak memberi hasil yang lebih memuaskan. 5,8,10,21

2.6.3. Evaluasi terhadap efusi eksudatif

Penjajakan lebih lanjut diperlukan pada efusi pleura eksudatif bergantung pada keadaan klinisnya. Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan antara lain : Universitas Sumatera Utara hitung jumlah dan jenis sel, pengecatan dan pembiakan kuman, pemeriksaan kadar gula dan kadar LDH, analisa sitologi, serta uji diagnostik tuberkulosis pada cairan pleura. 20 Jika pada pemeriksaan hitung jumlah dan jenis sel pada cairan pleura ditemukan predominasi sel netrofil 50 dari seluruh sel maka kemungkinan sedang terjadi proses akut pada pleura. Hal ini dapat terjadi pada keadaan : efusi parapneumonia, emboli paru serta pankreatitis. Namun hal yang sama tidak ditemukan pada efusi maligna dan efusi akibat tuberkulosis. Sementara jika sel didominasi oleh jenis mononuklear, maka hal tersebut menandakan adanya proses kronis. Jika dijumpai sel limfosit 85 dalam jumlah yang besar maka keganasan atau tuberkulosis mungkin saja menjadi penyebab. Namun hal ini dapat terjadi juga pada efusi pleura paska pembedahan pintas jantung. Jika dominasinya selnya adalah eosinofil pleural fluid eosinophiliaPFE 10 maka kemungkinannya terdapat darah atau udara dalam rongga pleura. Namun dapat pula berkaitan dengan reaksi terhadap obat, infeksi parasit, jamur, kriptokokus atau efusi akibat keganasan dan tuberkulosis yang mengalami torasentesis berulang. Jika ditemukan mesotelioma 5 dari seluruh sel berinti, maka kemungkinan tuberkulosis menjadi semakin kecil. Dan Jika jumlah sel mesotelial sangat banyak dijumpai maka kemungkinannya adalah emboli paru. 14,20 Pengecatan Gram dan kultur cairan pleura terhadap bakteri aerob dan anaerob akan memberikan hasil identifikasi kuman terhadap efusi pleura akibat infeksi. Secara umum tingkat keberhasilan kultur kuman dari cairan pleura adalah sebesar 60. Hasil ini akan lebih sedikit lagi dijumpai pada infeksi kuman Universitas Sumatera Utara anaerob. Untuk meningkatkan keberhasilan kultur, khususnya patogen anaerob, maka inokulasi dilakukan sesegera mungkin sesaat setelah sampel diambil pada media agar darah. Pemeriksaan lain yang spesifik untuk evaluasi terhadap efusi pleura eksudatif dapat dilihat pada gambar 2.3. 14,19,20 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3. Berbagai uji diagnostik cairan pleura. Dikutip dari: Porcel JM, Light RW. 2006. Diagnostic approach to pleural effusion in adults. American family physician, vol 73, no 7.

2.7. Penatalaksanaan