Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Efusi pleura merupakan suatu keadaan yang cukup sering dijumpai. Angka kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta populasi tiap tahun. Di Amerika, dijumpai 1,5 juta kasus efusi pleura setiap tahunnya. 1,2 Sedangkan di Indonesia sendiri, Berdasarkan catatan medik Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang, prevalensi penderita efusi pleura semakin bertambah setiap tahunnya yaitu terdapat 133 penderita pada tahun 2001. 3 Tobing EMS. dalam penelitiannya tahun 2011 mendapati kasus efusi pleura dalam setahun di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik berjumlah 136 dimana laki-laki lebih banyak dari perempuan 65,4 vs 34,6, sedangkan etiologi tersering adalah tuberkulosis 44,2 diikuti tumor paru 29,4. 4 Ada lebih dari 55 penyebab efusi pleura yang telah dicatat. Sedangkan insidensi berdasarkan penyebabnya sendiri bervariasi bergantung dari area demografik serta geografisnya. 1,2 Menilai jenis efusi pleura, apakah transudat atau eksudat merupakan langkah awal yang penting dalam menentukan etiologi efusi pleura itu sendiri. 5,6 Meskipun pemeriksaan klinis dan radiologis dapat memberikan petunjuk tentang etiologi efusi pleura, namun kebanyakan kasus perlu dievaluasi dengan torasentesis. 7 Suatu keadaan efusi pleura yang tidak memungkinkan dilakukan torasentesis adalah jika efusi yang didapati jumlahnya terlalu sedikit untuk Universitas Sumatera Utara diaspirasi [ketebalannya 10 mm pada pemeriksaan USG ultrasonografi atau pemeriksaan foto toraks lateral dekubitus] atau jika efusi pleura yang disebabkan oleh gagal jantung kongestif terutama jika efusi bilateral dan mengalami perbaikan dengan diuresis, riwayat pembedahan abdominal dan riwayat post partum. Namun begitupun, torasentesis dapat juga diindikasikan pada keadaan- keadaan diatas jika pasien mengalami perburukan. 7 Setelah sampel cairan pleura diambil, maka harus ditentukan apakah cairan tersebut merupakan cairan transudatif akibat peningkatan tekanan hidrostatis ataukah eksudatif akibat peningkatan permeabilitas pleura dan pembuluh darah. Jika ternyata hasilnya adalah transudat, maka kemungkinan penyebabnya relatif lebih sedikit, oleh karenanya tidak perlu dilakukan prosedur diagnostik yang lebih jauh lagi terhadap cairan pleura tersebut. Namun jika hasilnya adalah eksudat, ada banyak kemungkinan penyebab yang mendasarinya sehingga pemeriksaan diagnostik selanjutnya perlu dilakukan. 7 Studi-studi yang mula-mula dilakukan mencoba menguji nilai diagnostik adalah dari berat jenis serta protein dari cairan pleura untuk menentukan jenis efusi eksudatif. 5 Studi berikutnya oleh Light dkk. 1972 melaporkan bahwa cairan pleura eksudatif setidaknya memenuhi salah satu dari kriteria berikut yakni, rasio protein pada cairan pleura dibanding serum 0,5, rasio laktat dehidrogenase LDH cairan pleura dibanding serum 0,6 dan kadar LDH cairan pleura 23 batas atas LDH serum. 5,8 Parameter ini disebut sebagai kriteria Light et al. Studi ini memperlihatkan sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi yakni berturut- turut 99 dan 98. 8 Namun ternyata peneliti lain mendapati kriteria Light hanya Universitas Sumatera Utara memiliki spesifisitas antara 70-86. Selain itu peneliti lain juga menemukan bahwa 25 cairan pleura transudat teridentifikasi sebagai cairan eksudat berdasarkan kriteria Light. Hal ini terjadi pada kasus efusi pleura yang disebabkan oleh gagal jantung yang telah mendapat terapi diuretik sebelumnya, dimana ternyata pada keadaan ini kadar protein di cairan pleura dapat meningkat. 8 Valdes L dkk. 1991 dalam penelitiannya mendapatkan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan kolesterol pleura untuk membedakan eksudat dan transudat yakni berturut-turut sebesar 91 dan 100, dengan positive predictive value PPV 100. Sedangkan rasio kolesterol pleura dan serum memiliki sensitivitas dan spesifisitas sebesar 92,5 dan 87,6. Kedua pemeriksaan diatas memiliki tingat kesalahan yang lebih sedikit dibanding parameter Light. Baik dalam penelitian ini maupun penelitian lainnya menemukan bahwa sensitivitas dan spesifisitas kriteria Light tidak sebaik yang dilaporkan oleh Light dkk. 9 Kolesterol merupakan parameter yang paling terakhir muncul dalam penilaian cairan pleura. Kolesterol cairan pleura kemungkinan berasal dari sel-sel yang mengalami degenerasi serta kebocoran vaskular sebagai akibat peningkatan permeabilitas. Meskipun saat ini belum diketahui dengan pasti bagaimana kolesterol cairan pleura eksudatif bisa meningkat, namun ada dua hal yang saat ini mungkin dapat menjelaskan peristiwa tersebut. Yang pertama, kolesterol disintesa oleh sel-sel pleura itu sendiri yang bertujuan untuk kebutuhan sel tersebut dalam jumlah yang disesuaikan dengan kebutuhan. Keseimbangannya dalam sirkulasi diatur secara dinamis oleh high density lipoprotein HDL dan low density lipoprotein LDL. Kolesterol dalam rongga pleura akan semakin meningkat jika Universitas Sumatera Utara di dalamnya terjadi degenerasi leukosit dan eritrosit. Yang kedua, kolesterol pleura berasal dari plasma, sehingga jika terjadi peningkatan permeabilitas kapiler pleura pada pasien dengan tipe cairan eksudat, maka kolesterol plasma dapat masuk dapat rongga pleura. 8 Pada tahun 1995, Costa M dkk. melaporkan bahwa pemeriksaan gabungan LDH dan kolesterol cairan pleura memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang sama dengan hasil terbaik dari kriteria Light yakni 99 dan 98 sedangkan dalam penelitian ini didapati bahwa spesifisitas kriteria Light hanya 82 saja. Namun dalam penelitian ini cut off LDH yang digunakan untuk eksudat adalah 200 IU atau 23 batas atas nilai normal LDH serum. Sementara Heffner dkk 1996 melaporkan bahwa cut off LDH 0,45 dari batas atas nilai LDH serum normal lebih baik berdasarkan kurva receiver operating characteristic ROC daripada cut off sebelumnya yakni LDH 200 IU ataupun LDH 23 0,6 dari batas atas nilai LDH serum normal. Dalam penelitiannya, Heffner juga melaporkan bahwa dari antara parameter pemeriksaan yang tidak memerlukan pengambilan sampel darah secara bersamaan, sensitivitas protein cairan pleura merupakan yang paling baik 91,5. Dalam laporan Costa M dkk, disebutkan pula bahwa spesifisitas pemeriksaan kolesterol cairan pleura dalam membedakan transudat dan eksudat adalah sebesar 100. 5,10 Dalam sebuah meta-analisis, Heffner dkk. 1997 mengidentifikasi bahwa cairan pleura jenis eksudat setidaknya memenuhi 1 dari kriteria dibawah ini : i Protein cairan pleura 2,9 gmdL ii Kolesterol caira pleura 45 mgdL 1,16 mmolL Universitas Sumatera Utara iii LDH cairan pleura 23 batas atas kadar LDH serum 8 Penelitian oleh Hamal AB dkk. 2012 menemukan bahwa sensitivitas, spesifisitas dan PPV pemeriksaan kolesterol cairan pleura lebih baik dalam membedakan transudat dan eksudat dibandingkan dengan parameter Light yakni berturut-turut 97,7, 100 dan 100. Dari penelitian ini didapati pula pemeriksaan LDH pleura memiliki sensitivitas dan negative predictive value NPV yang paling tinggi yakni berturut-turut 100 dan 100. Namun sayang spesifisitasnya hanya 57,8 dengan PPV 84,3. 8 Dari beberapa penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan akurasi terbaik dalam membedakan cairan efusi pleura ternyata memberikan hasil yang bervariasi dari satu penelitian terhadap yang lain, namun dapat dilihat bahwa dari seluruh parameter yang ada, terdapat 3 parameter yang memiliki keunggulan dalam hal pengambilan sampel dan nilai akurasi yakni : protein, laktat dehidrogenase dan kolesterol. Ketiga parameter ini tidak memerlukan pengambilan sampel darah secara bersamaan dengan pengambilan sampel cairan efusi pleura sehingga lebih efisien. Selain itu, tingkat akurasinya dalam berbagai penelitian juga lebih baik secara signifikan dibanding parameter yang menggunakan rasio cairan pleura dan serum. Menggunakan parameter tunggal dan kombinasi memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-masing. Parameter tunggal dapat meningkatkan sensitivitas sedangkan parameter kombinasi dapat meningkatkan spesifisitas namun dapat mengurangi sensitivitasnya. Heffner dkk 1996 dalam penelitiannya melaporkan bahwa tes berpasangan baik duplet ataupun triplet dari parameter sekaligus tidak lebih baik daripada parameter Universitas Sumatera Utara tunggal. Namun hingga saat ini belum ada penelitian yang mencoba membuat parameter gabungan dalam bentuk dua dari tiga kombinasi hasil pemeriksaan. Cara ini mungkin dapat minimalisasi kekurangan parameter tunggal dan parameter kombinasi tanpa mengurangi keunggulan dari masing-masing metode. 5,8,9,10,11,12 Saat ini, parameter Light masih merupakan standar baku dalam praktek klinis. 13 Bahkan pemeriksaan kolesterol pleura belum lazim dimasukkan dalam pemeriksaan analisa rutin cairan pleura. Penelitian untuk menguji tingkat sensitivitas dan spesifisitas ketiga parameter protein, LDH dan kolesterol cairan pleura baik secara tunggal maupun kombinasi untuk membedakan antara transudat dan eksudat belum banyak dilakukan. Di Indonesia sendiri penelitian seperti ini belum pernah dilakukan.

1.2. Rumusan Masalah