8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kinerja Karyawan
a. Pengertian Kinerja
Seseorang akan selalu mendambakan penghargaan terhadap hasil pekerjaannya dan mengharapkan imbalan yang adil. Penilaian kinerja perlu
dilakukan secara obyektif karena akan memotivasi karyawan dalam melakukan kegiatannya. Di samping itu pula penilaian kinerja dapat
memberikan informasi untuk kepentingan pemberian gaji, promosi dan melihat perilaku karyawan.
Menurut Mangkunegara 2001:67; kinerja dapat didefinisikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh
karyawan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Cascio 1995:275 dalam Koesmono 2005: 171
mengatakan bahwa kinerja merupakan prestasi karyawan dari tugas- tugasnya yang telah ditetapkan. Soeprihantono 2001:7; mengatakan
bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya
standard, target sasaran kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
Menurut Roger Belows dalam Achmad 2002:12 berpendapat bahwa kinerja adalah suatu penilaian periodic atas nilai seorang individu
karyawan bagi organisasinya, dilakukan oleh atasannya atau seorang yang berada dalam posisi untuk mengamati menilai prestasi kerjanya.
Menurut Siagian 2008:78, kinerja atau performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam
suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan
secara legal, dan sesuai dengan moral maupun etika. Kinerja merupakan hasil dari suatu proses atau aktivitas pada
fungsi tertentu yang dilaksanakan oleh seseorang, baik sebagai individu maupun sebagai anggota dari suatu kelompok atau organisasi bisnis pada
periode tertentu yang hasilnya dapat dinikmati sendiri maupun kelompoknya atau organisasinya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Bernardin dan Russel 1997 dalam Wijaya 2007:36 bahwa kinerja adalah catatan hasil out come yang dicapai dari fungsi suatu pekerjaan
atau kegiatan tertentu selama periode tertentu the record of outcome produced on a specified job function or activity during specified time
period. Ditambahkannya pula bahwa kinerja karyawan tergantung pada kemampuan, usaha kerja dan kesempatan kerja.
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil atau apa yang keluar dari sebuah pekerjaan dan
kontribusi mereka pada organisasi.
b. Pengukuran Kinerja
Menurut Mangkuprawira 2003:26, pendekatan penilaian kinerja hendaknya mengidentifikasi standar kinerja yang terkait, mengukur
kriteria dan kemudian memberikan umpan balik pada karyawan dan Departemen Sumber Daya Manusia. Jika standar kinerja atau perhitungan
tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, evaluasi dapat mengarah pada ketidak akuratan atau hasil yang tidak jelas, meregangkan hubungan
manajer dengan karyawan, dan memperkecil kesempatan kerja yang sama. Departemen sumber daya manusia biasanya merancang dan
mengelola sistem penilaian kinerja. Sentralisasi menjamin terjadinya keseragaman. Meskipun departemen sumber daya manusia dapat
mengembangkan pendekatan yang berbeda untuk para manajer, profesional, pekerja, dan kelompok lain. Namun keseragaman dalam tiap
kelompok dibutuhkan untuk menjamin hasil yang dapat dibandingkan. Dalam penelitian ini pendekatan untuk mengukur sejauh mana
kinerja karyawan secara individual menurut Bernadin 1993 dalam Wijaya 2007:37, dengan menggunakan 6 kriteria, yaitu:
1 Kualitas
Tingkat dimana hasil aktivitas yang dilakukan mendekati sempurna dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktivitas
ataupun memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas.
2 Kuantitas
Jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah- istilah seperti dolar, jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
3 Ketepatan waktu
Tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan
waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. 4
Efektivitas Tingkat penggunaan sumber daya organisasi dimaksimalkan dengan
maksud menaikkan keuntungan atau mengurangi kerugian dari setiap unit atau instansi dalam penggunaan sumber daya.
5 Kemandirian
Tingkat dimana seorang karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa meminta bantuan bimbingan dari pengawas atau meminta turut
campurnya pengawas guna menghindari hasil yang merugikan. 6
Hubungan interpersonal Tingkat dimana karyawankaryawati mengemukakan perasaan harga
diri, jasa baik, dan kerja sama antara rekan kerja dalam unit kerjanya.
c. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja sangat penting bagi organisasi untuk menilai prestasi kerja karyawannya. Pentingnya penilaian kinerja karyawan
memiliki dua kepentingan, yaitu untuk kepentingan karyawan yang bersangkutan dan untuk kepentingan organisasi.
Penilaian kinerja terdiri dari tiga langkah, yaitu mendefinisikan pekerjaan, menilai kinerja, dan memberikan umpan balik. Mendefinisikan
pekerjaan berarti memastikan bahwa pimpinan organisasi dan karyawan sepakat tentang tugas- tugasnya dan standar jabatan. Menilai kinerja
berarti membandingkan kinerja actual karyawan dengan standar yang telah ditetapkan.
Gomes 2003:213 menyatakan diperlukan dua syarat utama untuk melakukan penilaian performansi yang efektif, yaitu:
1 Adanya kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif
2 Adanya objektivitas dalam proses evaluasi.
Dalam hal ini terdapat tiga tipe kriteria penilaian kinerja yang saling berbeda, yaitu :
a Result based performance evaluation penilaian kinerja berdasarkan
hasil; b
Behavior-based performance evaluation penilaian kinerja berdasarkan perilaku;
c Judgment-based performance evaluation penilaian kinerja
berdasarkan judgment. Penilaian kinerja berdasarkan hasil yaitu merumuskan kinerja
berdasarkan pencapaian tujuan organisasi atau mengukur hasil-hasil akhir end results. Sasaran kinerja biasa ditetapkan oleh manajemen atau
kelompok kerja. Penilaian kinerja berdasarkan perilaku, yaitu mengukur cara means pencapaian sasaran goals dan bukan hasil akhir end
results, sedangkan penilaian kinerja berdasarkan judgment, menilai dan atau mengevaluasi kinerja berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik,
misalnya kualitas kerja, kerja sama, inisiatif, kepribadian, loyalitas kejujuran dan lain lain.
Menurut Maier dalam As’ad 2001:63 ada beberapa criteria untuk mengukur kinerja yang umum, antara lain: kualitas, kuantitas, waktu yang
dipakai, jabatan yang dipegang, absensi, serta keselamatan dalam menjalankan tugas dan pekerjaan.
Untuk penilaian kinerja untuk Pegawai Negeri Sipil PNS selama ini menggunakan DP3 Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang di
dalamnya terdapat 8 delapan unsur penilaian yaitu kejujuran, kesetiaan, ketaatan, prestasi kerja, tanggung jawab, kerjasama, kepemimpinan dan
prakarsa http:prasasto.blogspot.com200811manajemen-sdm-penilaian -kinerja-pns.html.
Gary dessler 2003:108 menyebutkan beberapa faktor yaitu: 1
Kualitas mutu pekerjaan Kualitas pekerjaan diukur melalui kesesuaian, kelengkapan, ketelitian
serta kerapaian setiap karyawan dalam melaksanakan tugas dan pekerjannya.
2 Kuantitas pekerjaan
Jumlah pekerjaan yang dikerjakan oleh setiap karyawan dengan banyaknya waktu yang digunakan dalam menyelesaikan tugas dan
pekerjaan oleh setiap karyawan. 3
Ketahanan dalam bekerja Menunjukkan ketangguhan setiap karyawan dalam menyelesaikan
situasi ekerjaan yang menekan. 4
Kehandalan dalam bekerja Kemampuan karyawan dalam menguasai atau menunjukkan performa
serta hasil yang memuaskan. 5
Kemampuan dalam bekerja Kemampuan setiap karyawan dalam bekerja dengan berbagai tugas
yang diberikan atasan 6
Kemandirian Kemampuan setiap karyawan dalam menjalankan atau melaksanakan
tugas dalam pekerjaannya secara individu. Beberapa penyebab umum yang sering menimbulkan kegagalan
dalam melakukan penilaian antara lain Ruky, 2002:38: 1
Tidak adanya standar Tanpa adanya standar berarti tidak terjadi penilaian prestasi yang
obyektif. Yang ada hanyalah penilaian subjektif yang mengandalkan perkiraan dan perasaan.
2 Standar yang tidak relevan dan bersifat subjektif
Standar seharusnya ditetapkan melalui proses analisa jabatan pekerjaan untuk menentukan hasil yang diharapkan dari pekerjaan
tersebut. 3
Standar yang tidak realistis Standar adalah sasaran-sasaran yang berpotensi merangsang
motivasi. Standar yang masuk akal dan menantang akan lebih berpotensi untuk merangsang motivasi.
4 Ukuran prestasi yang tidak tepat
Objektivitas dan perbandingan memerlukan bahwa kemajuan terhadap standar dan pencapaian standar dapat diukur dengan
mudah dan transparan. 5
Kesalahan penilaian Termasuk dalam kesalahan penilai adalah keberpihakan,
terpengaruh oleh yang dinilai, kecenderungan untuk memilih nilai tengah dan takut untuk menghadapi bawahan.
6 Pemberian umpan balik secara buruk
Pada awal proses management performance standar harus dikomunikasikan kepada karyawan yang dinilai untuk diketahui
dan disepakati. Demikian pula seluruh proses penilaian dan hasil penilaian.
7 Komunikasi yang negatif
Proses evaluasi ternyata terganggu oleh komunikasi yang didasari oleh sikap negatif seperti arogansi dan keakuan pada pihak penilai
dan sikap membela diri dan ketertutupan pada pihak yang dinilai. Agar program kinerja efektif hendaknya memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut Calcio dalam Ruki, 2002:39:
a Relevance
Hal- hal atau faktor- faktor yang diukur adalah relevan terkait dengan pekerjaanya, apakah itu outputnya, prosesnya atau inputnya.
b Sensitivity
Sistem yang digunakan harus cukup peka untuk membedakan antara karyawan yang berprestasi dan tidak berprestasi.
c Reliability
Sistem yang digunakan harus dapat diandalkan, dipercaya bahwa menggunakan tolak ukur yang objektif, sahih, akurat, konsisten dan
stabil. d
Acceptability Sistem yang digunakan harus dapat dimengerti dan diterima oleh
karyawan yang menjadi penilai ataupun yang dinilai dan memfasilitasi komunikasi aktif dan konstruktif antara keduanya.
e Practicality
Semua instrumen, misalnya formulir yang digunakan harus mudah digunakan oleh kedua pihak, tidak rumit, dan mengerikan serta
berbelit- belit. 2.
Budaya Organisasi a.
Pengertian Budaya Organisasi Dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak akan terlepas dari
lingkungannya. Kepribadian seseorang akan dibentuk pula oleh lingkungannya dan agar kepribadian tersebut mengarah kepada sikap dan
perilaku yang positif tentunya harus didukung oleh suatu norma yang diakui tentang kebenarannya dan dipatuhi sebagai pedoman dalam
bertindak. Pada dasarnya manusia atau seseorang yang berada dalam kehidupan organisasi berusaha untuk menentukan dan membentuk sesuatu
yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak, agar dalam menjalankan aktivitasnya tidak berbenturan dengan berbagai sikap dan
perilaku dari masing-masing individu. Sesuatu yang dimaksud tidak lain adalah budaya dimana individu berada, seperti nilai, keyakinan, anggapan,
harapan, dan sebagainya. Menurut Sharplin dalam Sutanto 2002:65 budaya organisasi
merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur formalnya untuk menghasilkan
norma- norma perilaku organisasi. Beraneka ragamnya bentuk organisasi atau perusahaan, tentunya
mempunyai budaya yang berbeda-beda hal ini wajar karena lingkungan
organisasinya berbeda-beda pula misalnya perusahaan jasa, manufaktur dan trading. Robbins 2001:289; budaya organisasi merupakan suatu
persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi dan merupakan suatu sistem makna bersama.
Mengingat budaya organisasi merupakan suatu kesepakatan bersama para anggota dalam suatu organisasi atau perusahaan sehingga
mempermudah lahirnya kesepakatan yang lebih luas untuk kepentingan perorangan. Keutamaan budaya organisasi merupakan pengendali dan arah
dalam membentuk sikap dan perilaku manusia yang melibatkan diri dalam suatu kegiatan organisasi. Secara individu maupun kelompok seseorang
tidak akan terlepas dengan budaya organisasi dan pada umumnya mereka akan dipengaruhi oleh keaneka ragaman sumber-sumber daya yang ada
sebagai stimulus seseorang bertindak. Menurut Kartono 1994:138 dalam Koesmono 2005: 168
mengatakan bahwa bentuk kebudayaan yang muncul pada kelompok- kelompok kerja di perusahaan- perusahaan berasal dari macam-macam
sumber, antara lain: dari stratifikasi kelas sosial asal buruh- buruhkaryawan, dari sumber-sumber teknis dan jenis pekerjaan, iklim
psikologis perusahaan sendiri yang diciptakan oleh majikan, para direktur, dan manajer-manajer yang melatarbelakangi iklim kultur buruh- buruh
dalam kelompok kecil- kecil yang informal. Definisi lain menyebutkan bahwa budaya organisasi merupakan
nilai- nilai dominan yang disebar luaskan di dalam organisasi dan diacu
sebagai filosofi kerja karyawan Djokosantoso, 2003: 17-18. Menurut Susanto 1997:3 dalam Soedjono 2005:24, budaya organisasi
merupakan nilai- nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke
dalam perusahaan sehingga masing- masing anggota organisasi harus memahami nilai- nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak
atau berperilaku. Manfaat yang dapat diperoleh apabila budaya organisasi itu dipahami dapat dilihat dari dua sisi, bagi sumber daya manusia dan
bagi organisasi. Bagi sumber daya manusia berfungsi untuk memberikan arah atau pedoman berperilaku di dalam organisasi, menyamakan langkah
dan visi dalam melakukan tugas dan tanggung jawab, dan mendorong sumber daya manusia selalu mencapai kinerja atau produktivitas yang
lebih baik. Sedangkan bagi organisasi dapat berfungsi sebagai pedoman di dalam menentukan kebijakan yang berkenaan dalam ruang lingkup
kegiatan internal organisasi, untuk menunjukkan kepada pihak eksternal tentang keberadaan organisasi dari ciri khas yang dimiliki, sebagai acuan
dalam penyusunan perencanaan organisasi, dan dapat membuat program- program pengembangan usaha dan pengembangan sumber daya manusia
dengan dukungan penuh dari seluruh jajaran sumber daya manusia yang ada. Kontribusi budaya organisasi dalam sistem pengendalian organisasi.
Budaya organisasi membawa rasa identitas dan sarana membangun komitmen merupakan hal yang serupa dengan penciptaan keselarasan
sasaran antara organisasi dan keanggotaannya dalam sistem organisasi.
Berdasarkan definisi- definisi di atas, dapat disimpulkan budaya organisasi adalah seperangkat nilai- nilai atau norma- norma yang ada
dalam suatu organisasi yang dijadikan patokan oleh karyawan untuk bersikap dan perilaku sesuai norma- norma tersebut.
b. Karakteristik Budaya Organisasi
Budaya organisasi berfungsi sebagai sarana untuk mempersatukan kegiatan para anggota organisasi, yang terdiri atas sekumpulan individu
dengan latar belakang kebudayaan yang khas. Menurut Robbins 2001: 87, fungsi budaya organisasi antara lain
sebagai berikut: 1
Menentukan peran yang membedakan perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain
2 Menentukan tujuan bersama yang lebih besar dari sekedar
kepentingan individu 3
Menjaga stabilitas sosial organisasi 4
Meningkatkan identitas bagi anggota organisasi 5
Memberikan pengertian dan mekanisme control yang memberi pedoman bagi sikap dan perilaku
Robbins 2001:249 memberikan karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:
1 Inovasi dan keberanian mengambil resiko, adalah sejauh mana
organisasi mendorong karyawan untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko. Selain itu, bagaimana organisasi menghargai
tindakan pengambilan resiko oleh karyawan dan membangkitkan ide karyawan.
2 Perhatian terhadap detail, adalah sejauh mana organisasi mengharapkan
karyawan memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian kepada rincian.
3 Berorientasi pada hasil, adalah sejauh mana manajemen memusatkan
perhatian pada hasil dibandingkan perhatian pada teknik dan proses yang dgunakan untuk meraih hasil tersebut.
4 Berorientasi kepada manusia, adalah sejauh mana keputusan
manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi.
5 Berorientasi tim, adalah sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan
sekitar tim-tim tidak hanya pada individu-individu untuk mendukung kerjasama.
6 Agresivitas adalah sejauh mana orang-orang dalam organisasi itu
agresif dan kompetitif untuk menjalankan budaya organisasi sebaik- baiknya.
7 Stabilitas, adalah sejauh mana kegiatan organisasi menekankan status
quo sebagai kontras dari pertumbuhan. Menurut Hofstede 1993 seperti dikutip dari Mas’ud 2004,
budaya organisasi dapat diukur melalui: 1
Profesionalisme Individu yang bekerja sesuai dengan standar moral dan etika yang
ditentukan oleh pekerjaan tersebut. 2
Jarak dari manajemen Batasan antar manajemen dalam suatu organisasi. Jarak seorang atasan
terhadap bawahan dalam melaksanakan tugas. 3
Kepercayaan terhadap rekan sekerja Kepercayaan terhadap rekan kerja harus terjalin dengan baik sehingga
timbula rasa nyaman dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
4 Keteraturan
Setiap anggota organisasi hendaknya disiplin dalam melaksanakan tugas dari pekerjaannya.
5 Permusuhan
Perselisihan antar anggota dalam suatu organisasi yang dapat menyebabkan perpecahan dalam suatu organisasi.
6 Integrasi
Penyesuaian antara unsur- unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan kehidupan masyarakat yang
memiliki keserasian fungsi.
]]]’
3. Kepuasan Kerja
a. Pengertian Kepuasan Kerja
Pada dasarnya bahwa seseorang dalam bekerja akan merasa nyaman dan tinggi kesetiannya pada perusahaan apabila dalam bekerjanya
memperoleh kepuasan kerja sesuai dengan apa yang diinginkan. Menyadari betapa pentingnya arti kepuasan kerja bagi seseorang, maka
hendaknya sedapat mungkin perusahaan memberikan kesempatan seluas- luasnya kepada karyawannya untuk memperoleh kepuasan kerja. Dalam
hal kepuasan kerja ini As’ad 2001:63 memberi batasan sebagai berikut: kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaan. Atas dasar
pendapat- pendapat tersebut diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap positif dari individu terhadap
pekerjaannya yang menyangkut segi sosial ekonomi, sosial psikologis, maupun kondisi lingkungan serta pekerjaan itu sendiri.
Kepuasan kerja berasal dari dua kata yaitu kepuasan dan kerja. Kepuasan adalah sesuatu perasaan yang dialami oleh seseorang, dimana
apa yang diharapkan telah terpenuhi atau bahkan apa yang diterima melebihi apa yang diharapkan, sedangkan kerja merupakan usaha
seseorang untuk mencapai tujuan dengan memperoleh pendapatan atau
kompensasi dari kontribusinya kepada tempat pekerjaannya Koesmono, 2005:169-170.
Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang
pekerjaannya Handoko, 2001:193. Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap
positif pekerja terhadap pekerjaan yang dihadapi dan lingkungannya. Sebaliknya, karyawan yang tidak puas akan bersikap negatif terhadap
pekerjaan dan bentuk yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. b.
Indikator Kepuasan Kerja Menurut Muchinsky 1997:424 dalam Soedjono 2005:26,
variabel-variabel yang dapat dijadikan indikasi menurunnya kepuasan kerja adalah absenteeism, turnover, and job performance. Mengutip
pendapat tersebut, As’ad 1995: 103 dalam Soedjono 2005:26 menjelaskan bahwa variabel yang dapat dijadikan indikasi menurunnya
kepuasan kerja adalah tingginya tingkat absensi, tingginya keluar masuknya karyawan, menurunnya produktivitas kerja atau prestasi kerja
karyawan. Apabila indikasi menurunnya kepuasan kerja karyawan tersebut muncul ke permukaanm maka hendaknya harus segera ditangani supaya
tidak merugikan perusahaan. Menurut Handoko 2001:167, dampak kepuasan kerja perlu
dipantau dengan mengaitkan pada output yang dihasilkan, yaitu produktivitas kerja menurun, turnover meningkat dan efektivitas lainnya
seperti menurunnya kesehatan fisik mental, berkurangnya kemampuan mempelajari pekerjaan baru dan tingginya tingkat kecelakaan.
Winardi 2001:86 mengungkapkan pengaruh kepuasan kerja antara lain:
1 Peningkatan produk
2 Absensi berkurang
3 Kecelakaan kerja dapat diminimalisir
4 Intense turn over berkurang
Menurut Luthans 1997:431 dalam Soedjono 2005:27, ada lima indikator yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu:
1 Pembayaran seperti gaji dan upah. Karyawan menginginkan sistem
upah dan kebijakan promosi yang dipersepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapannya.
2 Pekerjaan itu sendiri. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-
pekerjaan yang memberi kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan keterampilannya, kebebasan serta umpan balik mengenai betapa
baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat pekerjaan lebih menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan
kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang juga dapat menciptakan frustasi dan perasaan gagal.
3 Rekan kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi
kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan
bila mempunyai rekan kerja yang ramah dan mendukung akan meningkatkan kepuasan kerja.
4 Promosi pekerjaan. Promosi pekerjaan terjadi pada saat seorang
karyawan berpindah dari satu pekerjaan ke posisi lainnya yang lebih tinggi, dengan tanggung jawab dan jenjang organisasionalnya.
5 Kepenyeliaan supervise. Supervise mempunyai peran yang penting
dalam manajemen. Supervise berhubungan dengan karyawan secara langsung dan mempengaruhi karyawan dalam melakukan
pekerjaannya. Umumnya karyawan lebih menyukai supervise yang adil, terbuka dan mau bekerjasama dengan bawahan.
Menurut Robbins 2001:48 ada lima faktor penting yang mendorong kepuasan kerja, yaitu:
a Pekerjaan yang secara mental menantang
Pekerjaan yang secara mental menantang cenderung lebih disukai karyawan, karena akan memberikan kepada mereka kesempatan untuk
menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik
mereka mengerjakan. b
Ganjaran yang pantas Ganjaran yang pantas merupakan keinginan karyawan akan sistem
upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak kembar arti, dan segaris dengan pengharapan mereka.
c Kondisi kerja yang mendukung
Kondisi kerja yang mendukung diartikan sebagai kepedulian karyawan akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi
maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas dengan baik, mereka cenderung lebih menyukai lingkungan fisik yang aman dan nyaman.
d Rekan kerja yang mendukung
Rekan sekerja yang mendukung mengandung pengertian bahwa orang-orang mendapatkan lebih dari pada sekedar uang atau prestasi
yang berwujud dari dalam kerja, tetapi kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial, sehingga sangat penting bagi mereka untuk
memiliki rekan kerja yang mendukung dan dapat bekerja sama dengan baik.
e Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan
Kesesuaian antara kepribadian dengan pekerjaan adalah satu unsur yang penting yang perlu ditambahkan, menurut Robbins karena unsur
tersebut merupakan unsur yang cukup berperan dalam menentukan kepuasan kerja, yaitu bahwa karyawan cenderung akan merasa puas
apabila ada kecocokan antara kepribadiannya dengan pekerjaannya.
B. Hasil Penelitian Sebelumnya