prinsip tersebut, dibutuhkan kemauan yang keras pada diri guru dalam menjalani pekerjaannya Herawaty Budiharto, 2008. Hal ini juga berlaku
bagi mereka yang berlatar belakang pendidikan non-plb.
C. Siswa Tunarungu Siswa SLB-B
1. Pengertian Tunarungu
Jika dalam proses mendengar, terdapat satu atau lebih organ telinga yang mengalami gangguan atau kerusakan sehingga tidak bisa
menjalankan fungsinya dengan baik maka keadaan tersebut dikenal dengan berkelainan pendengaran atau tunarungu. Kerusakan pada organ
telinga tersebut bisa disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau sebab lain yang tidak diketahui Efendi, 2006.
Menurut Slavin 2003, anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran dan percakapan dengan derajat
pendengaran yang berfariasi antara 27dB –40 dB dikatakan sangat ringan
41 dB – 55 dB dikatakan ringan, 56 dB – 70 dB dikatakan sedang, 71 dB –
90 dB dikatakan berat, dan 91 ke atas dikatakan tuli. Sudjadi dalam Ismayasari, 2005, menyatakan bahwa tunarungu
adalah individu yang memiliki kelainan fungsi pendengaran yang terjadi sebelum atau setelah individu tersebut dilahirkan, bisa bersifat ringan
maupun berat sehingga perkembangan bahasanya terlambat dan memerlukan pembinaan, bimbingan, pelayanan secara khusus untuk
mencapai suatu kehidupan yang layak
Berdasarkan batasan yang dikemukakan oleh beberapa pakar diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ketunarunguan adalah suatu
kondisi atau derajat kehilangan pendengaran yang meliputi tingkatan ringan, sedang dan sangat berat yang dalam hal ini walaupun telah
diberikan alat bantu mendengar tetap memerlukan pelayanan, bimbingan dan pendidikan khsusus.
2. Klasifikasi Anak Tunarungu
Menurut kriteria International Standard Organization ISO klasifikasi ketunarunguan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. seseorang dikatakan tuli deaf apabila kehilangan kemampuan
mendengar pada tingkat 70 dB Iso atau lebih, sehingga ia tidak dapat
mengerti pembicaraan
orang lain
melalui pendengarannya baik dengan ataupun tanpa alat bantu
mendengar. b.
seseorang dikatakan kurang dengar hard of hearing bila kehilangan pendengaran pada 35 dB Iso sehingga ia mengalami
kesulitan untuk memahami pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik tanpa maupun dengan alat bantu
mendengar Kirk dan Moores, dalam Effendi, 2006. Ditinjau dari lokasi terjadinya ketunarunguan, Efendi 2006
mengklasifikasikan anak tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
a. Tunarungu konduktif
Ketunarunguan tipe ini terjadi karena beberapa organ yang berfungsi sebagai penghantar suara di telinga begian luar,
seperti liang telinga, selaput gendang, serta ketiga tulang pendengaran malleus, incus, dan stapes yang terdapat di
telinga bagian dalam dan dinding-dinding labirin mengalami gangguan.
b. Tunarungu perseptif
Ketunarunguan tipe perseptif disebabkan terganggunya organ-organ pendengaran yang terdapat di belahan telingan
bagian dalam. Sebagaimana diketahui organ telinga di bagian dalam memiliki fungsi sebagai alat persepsi dari getaran suara
yang dihantarkan oleh organ-organ pendengaran di belahan telinga bagian luar dan tengah.
c. Tunarungu campuran
Ketunarunguan tipe campuran ini sebenarnya untuk menjelaskan bahwa pada telinga yang sama rangkaian organ-
organ telinga yang berfungsi sebagai penghantar dan menerima ransangan suara mengalami gangguan, jadi yang nampak pada
telinga tersbut adalah campuran antara ketunarunguan konduktif dan ketunarunguan perseptif.
3. Anak Tunarungu sebagai Siswa Sekolah Luar Biasa