Gambaran Kepuasan Kerja Guru Sekolah Luar Biasa (SLB) di kota Medan
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
Risky Aditya
061301031
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GANJIL, 2010/2011
(2)
Kepuasan kerja guru merupakan sejauh mana penerimaan dan nilai-nilai yang dimiliki terhadap aspek-aspek yang ada dalam pekerjaannya sebagai guru. Kepuasan kerja guru perlu diperhatikan karena berpengaruh terhadap peningkatan prestasi dan kemampuan anak didiknya dan juga dapat mempengaruhi sistem pendidikan yang ada di sekolah, seperti di Sekolah Luar Biasa (SLB). Guru SLB merupakan salah satu komponen pendidikan yang secara langsung mempengaruhi tingkat keberhasilan anak berkebutuhan khusus dalam menempuh perkembangannya. Guru SLB dituntut untuk memiliki kesabaran yang tinggi, kesehatan fisik dan mental yang baik dalam bekerja. Namun pada kenyataannya, khususnya di kota Medan banyak pihak SLB yang belum memperhatikan faktor tersebut. Beberapa dari guru SLB merasa bahwa keberadaan mereka kurang diperhatikan, padahal mereka mempunyai tugas yang lebih berat dibandingkan guru sekolah biasa.
Penelitian ini merupakan penelitian dekriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran Kepuasan Kerja Guru SLB di kota Medan. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 84 orang. Subjek diperoleh dengan teknik non probability secara
quota sampling. Alat ukur yang digunakan berupa skala kepuasan kerja guru yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek kepuasan kerja guru yang dikemukakan oleh Lester dan Bishop (dalam Ritz, 2009). Skala yang dibuat dalam penelitian ini terdiri dari 60 aitem. Uji daya beda item dilakukan dengan menggunakan koefisien kolerasi Pearson Product Moment dan untuk mengetahui reabilitas alat ukur menggunakan teknik koefisien Alpha dari Conbrach. Berdasarkan hasil estimasi daya beda aitem dan reabilitas terhadap daya uji coba maka diperoleh koefisien alpha keseluruhan aitem 0,941.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja guru SLB di kota Medan yang tergolongkan rendah sebanyak 14 (16,7%) orang, kepuasan kerja guru SLB yang tergolong sedang 59 (70,2%) orang dan kepuasan kerja guru SLB yang tergolong tinggi sebanyak 11 (13,1%) orang. Maka berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa mayoritas kepuasan kerja guru SLB di kota Medan berada pada kategori sedang, artinya individu menilai bahwa pekerjaan sebagai guru merupakan suatu pengabdian tetapi tidak memberikan prospek yang baik untuk masa depan dan individu menilai bahwa pekerjaan sebagai guru memberikan kesempatan untuk memperoleh kenaikan jabatan tetapi individu merasa sulit untuk memperoleh kenaikan jabatan di tempat individu bekerja
(3)
ABSTRACT
Teacher job satisfaction is the level of acceptance and values held against the existing aspects in his work as a teacher. Teacher job satisfaction need to be considered because it affect on improving their students' achievements and abilities and may also affect the existing education system in schools, such as the Special School (SLB). Teacher of children with special needs is one component that directly affects the success rate of children with special needs while traveling on its development. Teacher of children with special needs are required to have a high patience, physical and mental health both at work. But in reality, especially in the city of Medan many special schools have not seen these factors. Some of them felt that the attention of their presence is less, even though they have more heavy duty than regular school teachers.
Using descriptive research which aimed to investigate how the description of Job Satisfaction of Teacher of Children with Special Needs in Medan. The number of samples in this research are 84 people. Sampling technique which is used in this research is non probability technique with quota sampling. Using Teacher Job Satisfaction scale which is constructed by researcher based on theory proposed by Lester and Bishop (in Ritz, 2009) The power of fittest for items performed by using Pearson Product Moment coefficient correlation to determine reliability and measuring instruments using the technique of Alpha Conbrach coefficient. Based on estimates of the power of fittest of the items and the reliability of the power test of the overall alpha coefficient is 0.941.
The data which is processed in this research are the minimum score, maximum score, means and standard deviations. The results of this study indicate job satisfaction of teacher of children with special needs in Medan, which is categorized of low 14 (16,7%) persons, job satisfaction of teacher of children with special needs who is categorized of middle 59 (70,2%) persons and job satisfaction of teacher of children with special needs who is categorized of high 11 (13,1%)persons. So Based on these results, it is known that the majority of Teacher of Children with Special Needs is on the middle category.
(4)
anugerah dan penyertaan, kesehatan, kesabaran, ilmu, kemampuan dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orangtua yang selalu mengisi hidupku yaitu Papa Oeky Basuki dan Ibu Maya Mariani Barus yang selalu memberikan perhatian, dukungan, doa dan kasih sayang yang tidak ada hentinya kepada penulis. Semangat yang kalian berikan membuat penulis menjadi lebih kuat dan yakin untuk bisa menghadapi segala hal. Penulis berharap agar dapat selalu memberikan yang terbaik untuk kalian. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Rr. Lita Hadiati W, S.Psi., psikolog selaku dosen pembimbing saya. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan atas bimbingan, saran, kritik, semangat serta waktu yang telah ibu berikan kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Dra. Irna Minauli, M.Si, Psi selaku dosen pembimbing akademik penulis. Terimakasih atas bimbingan akademik yang telah ibu berikan kepada penulis.
(5)
5. Kepada kakak penulis, Dini Citra Pratiwi, terima kasih atas bimbingan, pengalaman, doa dan semangat yang telah kakak berikan.
6. Sahabat-sahabat terbaik penulis, yang selalu dikenal dengan ”Miracle 9th (Herty Siahaan, Rina Guletta, Corry Sagala, Priska Silitonga, Yosephin PRS, Gokma Nafita, Sondang PS dan Corry JS.)”. Terima kasih sudah selalu bersama dan berbagi, baik senang maupun sedih. Semoga kita bisa selalu menjadi sahabat yang kuat dan tetap menjadi apa adanya. Terima kasih kepada Coiq, Pipin, Herty dan Omet yang tetap memberikan masukan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini meskipun kalian sudah lulus .
7. Terkhusus untuk Sondang PS, terima kasih atas semua pengorbanan dan kesediaanmu yang tulus menemani penulis untuk mengambil data dan membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.
8. Kepada teman-teman yang telah membantu penulis dalam pengerjaan skripsi ini, Rina Gulleta dan Yayik Novitriami, terima kasih karena kalian selalu berbagi informasi, semangat, pengalaman, dan nasihat yang menjadi pemacu untuk menyelesaikan skripsi ini
9. Seluruh teman yang ada di departemen pendidikan dan teman-teman yang ada di Fakultas Psikologi USU khususnya stambuk 2006 yang
(6)
semangat dan kritikan yang sangat berarti bagi penulis.
11. Seluruh pihak-pihak sekolah dan guru-guru SLB yang telah membantu penulis untuk melakukan pengambilan data, terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis mengahrapkan adanya saran dan masukan yang membangun dari semua pihak guna menyempurnakan penelitian ini agar menjadi lebih baik lagi. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, Desember 2010
(7)
Halaman ABSTRAK
KATA PENGANTAR ……… i
DAFTAR ISI ………... iv
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GRAFIK ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Pertanyaan Penelitian ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
1. Manfaat Teoritis ... 10
2. Manfaat Praktis ... 11
E. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II LANDASAN TEORI ... 13
A. Kepuasan kerja Guru ... 13
1. Definisi Kepuasan Kerja ... 13
(8)
Guru... 21
B. Guru ... 24
1. Definisi Guru ... 24
2. Definisi Guru Sekolah Luar Biasa ... 25
3. Tugas Guru ... 25
4. Kompetensi Guru Sekolah Luar Biasa ... 27
C. Gambaran Kepuasan Kerja Guru Sekolah Luar Biasa ... 30
BAB III METODE PENELITIAN ... 34
A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 35
B. Definisi Operasional ... 35
C. Sampel dan Metode Pengambilan Sampel ... 37
1. Populasi dan Sampel ... 37
2. Metode Pengambilan Sampel ... 38
D. Alat Ukur yang Digunakan ... 40
E. Uji Coba Alat Ukur ... 43
1. Validitas Alat Ukur ... 43
2. Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Alat Ukur ... 43
F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 45
(9)
H. Metode Analisa Data ……….. 53
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ………. 54
A. Analisa Data ……… 54
1. Gambaran subjek penelitian ……….. 54
a. Gambaran subjek berdasarkan usia ……… 54
b. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin ………. 56
c. Gambaran subjek berdasarkan tingkat pendidikan ……… 57
d. Gambaran subjek berdasarkan latar belakang bidang pendidikan ……….. 58
e. Gambaran subjek berdasarkan masa kerja ………. 59
f. Gambaran subjek berdasarkan status sekolah tempat bekerja ……… 60
2. Hasil utama penelitian ………. 61
a. Gambaran umum kepuasan kerja guru SLB ... 61
b. Gambaran aspek-aspek kepuasan kerja guru SLB ... 63
3. Hasil tambahan penelitian ……….. 68
a. Gambaran kepuasan kerja guru SLB berdasarkan usia subjek penelitian ……… 68
(10)
belakang tingkat pendidikan subjek penelitian………….. 71
d. Gambaran kepuasan kerja guru SLB berdasarkan masa kerja subjek penelitian ………... 72
e. Gambaran kepuasan kerja guru SLB berdasarkan status sekolah tempat bekerja subjek penelitian ……… 73
B. Pembahasan ………... 74
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 82
A. Kesimpulan ………... 82
B. Saran ……….. 83
1. Saran motodologis ………... 83
2. Saran praktis ………. 84
DAFTAR PUSTAKA ... 85
(11)
Tabel 2. Blue Print Skala Kepuasan Kerja Guru sebelum uji coba ... 42
Tabel 3. Blue print skala kepuasan kerja guru sebelum uji coba……….. 47
Tabel 4. Perubahan nomor skala kepuasan kerja guru setelah uji coba ... 48
Tabel 5. Blue print skala kepuasan kerja guru yang digunakan dalam penelitian ... 49
Tabel 6. Penyebaran subjek berdasarkan jenis usia …...………... 55
Tabel 7. Penyebaran subjek berdasarkan jenis kelamin ………... 56
Tabel 8. Penyebaran subjek berdasarkan tingkat pendidikan ………... 57
Tabel 9. Penyebaran subjek berdasarkan latar belakang bidang pendidikan ... 58
Tabel 10. Penyebaran subjek berdasarkan masa kerja ………..……. 59
Tabel 11. Penyebaran subjek berdasarkan status sekolah tempat bekerja ………... ………. 60
Tabel 12. Gambaran, skor minimum, skor maksimum, mean, dan standar deviasi kepuasan kerja guru SLB ... 61
Tabel 13. Kategorisasi norma nilai kepuasan kerja guru ………... 62
Tabel 14. Penggolongan kepuasan kerja guru SLB berdasarkan skor skala kepuasan kerja guru ……… 62
Tabel 15. Kategorisasi kepuasan kerja guru SLB berdasarkan aspek-aspeknya ………. 64
(12)
Tabel 18. Gambaran kepuasan kerja guru SLB berdasarkan jenis kelamin ….. 70
Tabel 19. Gambaran kepuasan kerja guru SLB berdasarkan latar belakang tingkat pendidikan ……….. 71
Tabel 20. Gambaran kepuasan kerja guru SLB berdasarkan masa kerja …….. 72
Tabel 21. Gambaran kepuasan kerja guru SLB berdasarkan status sekolah
(13)
Grafik 1.
Penyebaran subjek berdasarkan usia ………... 55Grafik 2.
Penyebaran subjek berdasarkan jenis kelamin ……… 56Grafik 3.
Penyebaran subjek berdasarkan tingkat pendidikan ……… 57Grafik 4.
Penyebaran subjek berdasarkan latar belakang bidang pendidikan……….. 58
Grafik 5.
Penyebaran subjek berdasarkan masa kerja ... 59Grafik 6.
Penyebaran subjek berdasarkan status sekolah tempat bekerja …... 60Grafik 7.
Penggolongan kepuasan kerja guru SLB berdasarkan skor skala(14)
Lampiran 2. Hasil pengolahan data
(15)
Kepuasan kerja guru merupakan sejauh mana penerimaan dan nilai-nilai yang dimiliki terhadap aspek-aspek yang ada dalam pekerjaannya sebagai guru. Kepuasan kerja guru perlu diperhatikan karena berpengaruh terhadap peningkatan prestasi dan kemampuan anak didiknya dan juga dapat mempengaruhi sistem pendidikan yang ada di sekolah, seperti di Sekolah Luar Biasa (SLB). Guru SLB merupakan salah satu komponen pendidikan yang secara langsung mempengaruhi tingkat keberhasilan anak berkebutuhan khusus dalam menempuh perkembangannya. Guru SLB dituntut untuk memiliki kesabaran yang tinggi, kesehatan fisik dan mental yang baik dalam bekerja. Namun pada kenyataannya, khususnya di kota Medan banyak pihak SLB yang belum memperhatikan faktor tersebut. Beberapa dari guru SLB merasa bahwa keberadaan mereka kurang diperhatikan, padahal mereka mempunyai tugas yang lebih berat dibandingkan guru sekolah biasa.
Penelitian ini merupakan penelitian dekriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran Kepuasan Kerja Guru SLB di kota Medan. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 84 orang. Subjek diperoleh dengan teknik non probability secara
quota sampling. Alat ukur yang digunakan berupa skala kepuasan kerja guru yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek kepuasan kerja guru yang dikemukakan oleh Lester dan Bishop (dalam Ritz, 2009). Skala yang dibuat dalam penelitian ini terdiri dari 60 aitem. Uji daya beda item dilakukan dengan menggunakan koefisien kolerasi Pearson Product Moment dan untuk mengetahui reabilitas alat ukur menggunakan teknik koefisien Alpha dari Conbrach. Berdasarkan hasil estimasi daya beda aitem dan reabilitas terhadap daya uji coba maka diperoleh koefisien alpha keseluruhan aitem 0,941.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja guru SLB di kota Medan yang tergolongkan rendah sebanyak 14 (16,7%) orang, kepuasan kerja guru SLB yang tergolong sedang 59 (70,2%) orang dan kepuasan kerja guru SLB yang tergolong tinggi sebanyak 11 (13,1%) orang. Maka berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa mayoritas kepuasan kerja guru SLB di kota Medan berada pada kategori sedang, artinya individu menilai bahwa pekerjaan sebagai guru merupakan suatu pengabdian tetapi tidak memberikan prospek yang baik untuk masa depan dan individu menilai bahwa pekerjaan sebagai guru memberikan kesempatan untuk memperoleh kenaikan jabatan tetapi individu merasa sulit untuk memperoleh kenaikan jabatan di tempat individu bekerja
(16)
ABSTRACT
Teacher job satisfaction is the level of acceptance and values held against the existing aspects in his work as a teacher. Teacher job satisfaction need to be considered because it affect on improving their students' achievements and abilities and may also affect the existing education system in schools, such as the Special School (SLB). Teacher of children with special needs is one component that directly affects the success rate of children with special needs while traveling on its development. Teacher of children with special needs are required to have a high patience, physical and mental health both at work. But in reality, especially in the city of Medan many special schools have not seen these factors. Some of them felt that the attention of their presence is less, even though they have more heavy duty than regular school teachers.
Using descriptive research which aimed to investigate how the description of Job Satisfaction of Teacher of Children with Special Needs in Medan. The number of samples in this research are 84 people. Sampling technique which is used in this research is non probability technique with quota sampling. Using Teacher Job Satisfaction scale which is constructed by researcher based on theory proposed by Lester and Bishop (in Ritz, 2009) The power of fittest for items performed by using Pearson Product Moment coefficient correlation to determine reliability and measuring instruments using the technique of Alpha Conbrach coefficient. Based on estimates of the power of fittest of the items and the reliability of the power test of the overall alpha coefficient is 0.941.
The data which is processed in this research are the minimum score, maximum score, means and standard deviations. The results of this study indicate job satisfaction of teacher of children with special needs in Medan, which is categorized of low 14 (16,7%) persons, job satisfaction of teacher of children with special needs who is categorized of middle 59 (70,2%) persons and job satisfaction of teacher of children with special needs who is categorized of high 11 (13,1%)persons. So Based on these results, it is known that the majority of Teacher of Children with Special Needs is on the middle category.
(17)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Pendidikan tidak hanya bertindak sebagai alat yang dapat meningkatkan kapasitas kemampuan seorang anak, tetapi juga menjadi alat untuk memenuhi kebutuhan manusia (Kumar, 2007). Menurut Encyclopedia Americana (dalam Kartono, 1997), pendidikan adalah segala perbuatan etis, kreatif, sistematis, dan intensional, dibantu oleh metode dan teknik ilmiah, diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tertentu. Selain itu, pendidikan juga merupakan seni mengajar, karena dengan mengajarkan ilmu, keterampilan dan pengalaman tertentu, orang melakukan perbuatan yang kreatif mirip karya seni (Kartono, 1992).
Menurut pasal 15 dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, pendidikan terdiri dari beberapa jenis, yaitu pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. Pendidikan Khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003). Selain itu, pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa adalah bagian terpadu dari sistem pendidikan masional yang secara khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang
(18)
menyandang kelainan fisik dan/atau mental dan/atau kelainan perilaku. Pada umumnya pendidikan luar biasa diselanggarakan di Sekolah Luar Biasa (Mangunsong, 1998).
Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sekolah khusus bagi anak usia sekolah yang memiliki ”kebutuhan khusus” (Supriadi 2003). Menurut Petunjuk Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1993, Lembaga pendidikan SLB adalah lembaga pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental, perilaku dan sosial agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan. Satuan SLB disebut juga sistem segregasi yaitu sekolah yang dikelola berdasarkan jenis ketunaan namun terdiri dari beberapa jenjang.
Adapun satuan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus terdiri dari jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB, SMLB (Mangunsong, 1998). Jenis pendidikan Luar Biasa tersebut meliputi: SLB-A bagi peserta didik Tunanetra, SLB-B bagi peserta didik Tunarungu, SLB-C bagi peserta didik Tunagrahita, SLB-D bagi peserta didik Tunadaksa, SLB-E bagi peserta didik Tuna Laras, dan SLB-G bagi peserta didik Tuna Ganda. Disamping itu, pada saat ini telah berkembang pula sekolah untuk anak autis (Supriadi, 2003).
Suatu sistem pendidikan dapat berjalan dengan baik bergantung pada beberapa faktor, seperti guru, murid, kurikulum dan fasilitas. Berdasarkan hal
(19)
tersebut, guru merupakan hal yang paling penting dan merupakan poros utama dari seluruh struktur pendidikan (Rao, 2003). Menurut Kabir (dalam Kumar, 2007) tanpa guru yang baik, sistem yang baik sekalipun akan gagal dan dengan guru yang baik, sistem yang paling buruk sekalipun akan dapat membaik. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengemukakan bahwa: “Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Menurut Uno (2008), guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik.
Tanggung jawab pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah terletak ditangan pendidik, yaitu guru SLB. Guru Pendidikan Luar Biasa merupakan salah satu komponen pendidikan yang secara langsung mempengaruhi tingkat keberhasilan anak berkebutuhan khusus dalam menempuh perkembangannya (Ineupuspita, 2008). Guru SLB dituntut untuk memiliki kesabaran yang tinggi, kesehatan fisik dan mental yang baik dalam bekerja karena mereka melakukan tugas fungsional yaitu mengajar satu per satu sisiwanya dengan penuh kesabaran, melakukan tugas administrasi seperti membuat rapor, dan tugas struktural dalam organisasi sekolah (Hariyanti, 2004).
Seorang Guru SLB dalam meningkatkan kinerjanya perlu memahami dan memiliki kompetensi dasar sehingga tujuan pendidikan yang diharapkan dapat dicapai sekolah (Ineupuspita, 2008). Menurut McAshan (dalam Saudagar & Idrus,
(20)
2009), kompetensi dapat diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehinga seseorang dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru pendidikan khusus didasari oleh tiga kemampuan, yaitu; (1) kemampuan umum (general ability), (2) kemampuan dasar (basic ability), dan (3) kemampuan khusus (specific ability). Kemampuan umum adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik pada umumnya (anak normal), kemampuan dasar adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik berkebutuhan khusus, sedangkan kemampuan khusus adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik berkebutuhan khusus jenis tertentu (Ineupuspita, 2008).
Untuk menciptakan suatu pendidikan yang berkualitas tinggi perlu diperhatikan faktor-faktor seperti kepuasan kerja dari pengajar (Perie, 1997). Kepuasan kerja merupakan komponen utama dari iklim organisasi dan elemen penting dalam hubungan antara pihak menejemen dan pekerja. Kepuasan kerja adalah tingkatan emosi positif yang diukur ketika pekerjaan seseorang tampak memenuhi tugas penting yang sesuai dengan kebutuhan seseorang (Kumar, 2007). Nobile (2005) mengatakan bahwa kepuasan kerja dijelaskan sebagai hal yang luas yang mana seorang pekerja memiliki perasaan yang positif atau sesuatu yang disukai dari pekerjaan atau lingkungan pekerjaan mereka. Kepuasan kerja juga merupakan suatu reaksi perasaan pada situasi kerja seseorang. Ini dapat dijelaskan
(21)
sebagai keseluruhan perasaan tentang pekerjaan atau karir seseorang dan dapat dihubungkan dengan hasil yang spesifik seperti produktivitas (Perie, 1997).
Kepuasan mengajar sebagai suatu pekerjaan merupakan masalah yang penting sebab hal ini berhubungan dengan keefektifan guru yang secara pasti mempengaruhi prestasi siswa. Kepuasan kerja guru juga berdampak pada prestasi kerja, disiplin, kualitas kerja dari guru itu sendiri (Perie, 1997). Menurut Virginita (2009), terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan prestasi kerja. Sementara itu, Gibson (dalam Virginita, 2009) menggambarkan hubungan timbal balik antara kepuasan kerja dan kinerja. Di satu sisi dikatakan kepuasan kerja menyebabkan peningkatan kinerja sehingga pekerja yang puas akan lebih produktif. Di sisi lain terjadi kepuasan kerja disebabkan oleh adanya kinerja atau prestasi kerja sehingga pekerja yang lebih produktif akan mendapatkan kepuasan. Menurut Perie (1997), guru yang merasa tidak puas dengan beberapa aspek pekerjaannya akan cenderung meninggalkan profesinya sebagai guru.
Kepuasan kerja guru merupakan sejauh mana penerimaan dan nilai-nilai seorang guru terhadap faktor-faktor seperti evaluasi, hubungan rekan kerja, tanggung jawab, dan pengakuan (dalam Hughes, 2006). Seorang guru akan bekerja lebih efektif hanya ketika mereka puas dengan pekerjaannya. Kepuasan kerja guru merupakan faktor yang paling penting dalam membuat pekerjaan sebagai guru menjadi lebih berguna dalam suatu negara (Kumar, 2007). Menurut Lester dan Bishop (dalam Ritz, 2009), ada sembilan aspek yang dapat mengukur kepuasan kerja seorang guru, yaitu pengawas (Supervision), rekan kerja (Colleagues), kondisi kerja (Work Conditions), imbalan (Pay), tanggung jawab
(22)
(Responsibility), pekerjaan (Work itself), kenaikan Jabatan (Advancement), keamanan (Security), penghargaan (Recognition).
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja guru, yaitu pengawasan (supervision), kelompok kerja, isi dari suatu pekerjaan (job content), tingkatan pekerjaan (occupational level), spesialisasi (specialization), usia, ras dan jenis kelamin, tingkatan pendidikan (Kumar, 2007). Selain itu Perie (1997) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja guru yaitu faktor inrinsik dan faktor ekstrinsik. Bagi guru, faktor intrinsik dapat diperoleh dari aktivitas kelas. Karakteristik dan persepsi siswa, kendali guru atas lingkungan kelas juga merupakan faktor intrinsik yang mempengaruhi kepuasan. Sedangkan faktor ekstrinsik seperti gaji, adanya dukungan dari administrator, keamanan sekolah dan ketersediaan sumber daya sekolah
Pada saat ini, ada tiga permasalahan umum yang dihadapi oleh guru dalam implementasi wajib belajar 9 tahun yang juga diberlakukan bagi anak berkebutuhan khusus, yaitu masalah ketidaksesuaian jumlah kualifikasi serta penyebaran tenaga guru yang dapat sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan; masalah belum terkoordinasinya pengadaan, penempatan, dan pembinaan tenaga guru; masih rendahnya mutu guru baik dari segi kemampuan maupun motivasi untuk bekerja secara maksimal (Ineupuspita, 2008). Selain itu, permasalahan pendidikan luar biasa yang ada di Sumatera Utara terdiri dari gedung sekolah yang rusak, kurangnya sarana dan prasarana sekolah, kurangnya jumlah guru yang
(23)
tersedia, dan kurang sesuainya kompetensi lulusan terhadap kebutuhan dunia kerja (Dinas Pendidikan Prov. Sumatera Utara, 2007).
Seperti yang telah disebutkan oleh Perie (1997), ketersediaan sumber daya sekolah termasuk guru dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Selain itu, sering kali kepuasan kerja bagi guru lebih dimaknai dengan kesesuaian antara harapan seseorang dengan imbalan yang disediakan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya aksi unjuk rasa yang dilakukan guru untuk menuntut kenaikan gaji. Tidak hanya gaji guru PNS, tetapi juga guru swasta. Nasib guru swasta dan guru sekolah luar biasa (SLB), di Kota Medan pun masih memprihatinkan. Rendahnya gaji guru swasta membuat banyak guru terpaksa mengajar di beberapa sekolah dan memberi kursus. Akibatnya, kualitas mengajar para guru terus menurun (Suara Pembaruan, 2008).
Berbeda dengan guru di sekolah biasa, menjadi guru SLB merupakan ”panggilan hati” karena tugasnya berat dan menuntut komitmen penuh. Guru SLB dituntut untuk mengabdikan seluruh kemampuan, kreativitas, keterampilan, dan pikirannya untuk membidik anak-anak luar biasa.anak-anak penyandang kelainan biasanya tidak responsif, menutup diri, bahkan menghindar dari orang lain, dihantui rasa malu dan frustasi akibat kelainan yang disandangnya. Tanpa memiliki dedikasi yang disertai kesabaran dan kreativitas dalam mengembangkan pendekatan pendidikan yang menarik dan mengundang, maka guru SLB akan gagal dalam menjalankan tugasnya. Mengembangkan kemampuan anak-anak berkebutuhan khusus yang umumnya tertutup memerlukan kiat-kiat yang lebih bervariasi agar keinginan dan kebutuhan mereka dapat diketahui dan dipenuhi
(24)
secara tepat. Secara umum, tuntutan untuk menjadi guru SLB lebih berat daripada menjadi guru sekolah biasa. Keadaan ini ditambah lagi dengan kurangnya minat calon guru untuk memasuki pendidikan guru luar biasa akibat beratnya tuntutan tugas yang mesti mereka laksanakan setelah lulus, sementara peluang karier dan insentif yang mereka terima tidak berbeda dengan guru-guru lainnya (Supriadi, 2003).
Kepuasan kerja yang diperoleh para guru SLB dengan mengajar anak-anak yang memiliki perbedaan dengan anak normal. Tidak perlu banyak imbalan, hanya dengan keberhasilan setitik dari para muridnya itu sudah menjadi kebanggan. Bisa berinteraksi dengan mereka menjadi suatu hal yang tidak bisa dilakukan banyak orang dan kepuasan-kepuasan tersebut yang membuat mereka bertahan untuk menjalani profesinya (Rohma, 2009). Hal ini didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan kepada salah satu guru TK di SLB-A swasta di kota Medan:
”...Gaji guru disini yah..bisa dibilang rendah..sangat jauh sekali dengan gaji saya waktu kerja di sebuah perusahaan swasta. Saya merupakan tamatan S1 akutansi Pada awalnya saya merasa tidak sanggup mengajar disini karena tidak mempunyai latar belakang dari pendidikan anak berkebutuhun khusus. Beban stress di sini juga lebih besar dibandingkan sekolah biasa, apalagi yang anak-anak yang saya ajar tidak hanya tuna rungu, ada juga yang memiliki gangguan seperti hiperaktif, sedangkan gaji yang didapat mungkin jauh lebih kecil..fasilitas disini pun tidak memadai, seperti ini..saya cuma sendirian mengajar 7 orang anak yang memiliki kebutuhan khusus dan tidak ada alat bantu yang membantu saya mengajar anak-anak disini, jadi semuanya harus saya lakukan secara manual saja, misalnya menyentuh mereka, memberikan alat-alat belajar seadanya. Tapi saya merasa senang bila bersama anak-anak ini, apalagi jika melihat perkembangan dari mereka. Kalau sekolah sedang libur, guru-guru disini sering mengeluh, rasanya tidak ingin lama-lama dirumah, ingin cepat ketemu sama anak-anak..”
(25)
Selain itu, berikut hasil wawancara yang dilakukan pada Ratna (bukan nama sebenarnya), seorang Guru matematika di SMPLB-A swasta kota Medan:
”...saya senang-senang aja menjadi guru di SLB. Saya akui memang gaji kecil, ga cukup buat sehari-hari..apalagi kerjanya lebih berat daripada guru biasa, namun bagi saya pekerjaan ini punya suatu arti tersendiri. Saya anggap pekerjaan saya ini ya sebagai tugas sosial, ada tantangan yang berbeda untuk bekerja disini..jadi saya berusaha untuk menikmati pekerjaan ini..nah, kalau ditanya puas atau tidak, tergantung dari apanya dulu..”
(Komunikasi Personal, 12 Febuari 2010).
Dari hasil wawancara yang diperoleh di atas, beberapa guru SLB merasakan kesulitan dalam menjalankan pekerjaannya. Masih banyak hal yang menjadi beban dalam pekerjaan mereka, seperti pekerjaan yang berat, perolehan gaji yang lebih kecil daripada guru sekolah biasa, fasilitas di di beberapa SLB juga masih kurang mendukung untuk proses belajar mengajar. juga dapat mempengaruhi kepuasan mereka dalam mengajar. Selain itu, dari hasil observasi yang dilakukan di beberapa SLB yang ada di kota Medan, peran guru masih tumpang tindih, karena ada beberapa guru yang sekaligus mengajar di SDLB, SMPLB bahkan sampai SMALB, hal ini dapat dilihat dari SLB Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) dimana jumlah guru yang mengajar di TK sampai SMP hanya berjumlah 20 orang, SLB Markus hanya terdiri dari 9 orang guru dan di SLB-A Karya Murni yang terdiri dari TK sampai SMP hanya terdiri dari 12 orang guru.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melihat gambaran Kepuasan Kerja Guru di Sekolah Luar Biasa Kota Medan.
(26)
B. Pertanyaan Penelitian
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian, yaitu:
1. Bagaimanakah gambaran kepuasan kerja guru SLB di Kota Medan secara umum?
2. Aspek kepuasan kerja manakah yang paling tinggi yang dimiliki oleh guru SLB di kota medan?
3. Aspek kepuasan kerja manakah yang paling rendah yang dimiliki oleh guru SLB di kota medan?
4. Bagaimanakah gambaran kepuasan kerja guru SLB ditinjau dari setiap aspek?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kepuasan kerja guru SLB di Kota Medan.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis
Dapat memberi sumbangan informasi dan pemikiran untuk mengembangkan ilmu psikologi pendidikan khususnya yang berhubungan dengan kepuasan kerja guru di SLB.
(27)
2. Manfaat praktis
a. Kepada pihak sekolah, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan suatu gambaran tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja para guru SLB dan dengan demikian pihak sekolah dapat membuat perencanaan yang tepat terhadap peningkatan kepuasan kerja guru yang berpengaruh terhadap kinerja guru.
b. Kepada pihak dinas pendidikan, diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang kepuasan kerja guru SLB, sehingga pemerintah dapat melakukan intervensi yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh pihak SLB, terutama dalam peningkatan kesejahteraan guru SLB.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah : Bab I : Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teori
Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori- teori yang dinyatakan adalah teori-teori yang berhubungan dengan media pembelajarannya. Dalam bab ini juga diuraikan mengenai penggunaan internet dalam bidang pendidikan serta teori sikap.
(28)
Bab III : Metode Penelitian
Pada bab ini dijelaskan mengenai rumusan pertanyaan penelitian, identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji daya beda butir pernyataan dan reliabilitas, serta metode analisis data. Bab IV : Analisa Data
Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, interpretasi data dan pembahasan.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
(29)
BAB II
LANDASAN TEORI
A. KEPUASAN KERJA
1. Definisi Kepuasan Kerja
Menurut Blum & Naylor (dalam Rao, 2003), kepuasan kerja merupakan hasil dari sikap seseorang terhadap hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaannya dan faktor. Taylor (dalam Houtte, 2006) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja sering dihubungkan dengan penghargaan ekstrinsik dan intrinsik dalam bekerja. Selain itu Perie (1997) menyatakan bahawa kepuasan kerja merupakan reaksi afektif terhadap situasi pekerjaan seseorang. Ini dapat dijelaskan sebagai keseluruhan dari perasaan seseorang mengenai pekerjaannya dalam aspek yang spesifik pada suatu pekerjaan.
Dari beberapa pengertian diatas, kepuasan kerja dapat diartikan sebagai perilaku dan perasaan seseorang terhadap aspek yang spesifik dari suatu pekerjaan.
2. Definisi Kepuasan Kerja Guru
Menurut Kumar (2007), kepuasan kerja guru merupakan gejala kompleks yang memiliki berbagai faktor yang berhubungan, yaitu personal, sosial, budaya dan ekonomi. Kepuasan kerja guru juga merupakan hasil dari berbagai sikap seorang guru terhadap pekerjaannya dan terhadap faktor-faktor yang berhubungan
(30)
dengan pekerjaannya. Kepuasan kerja guru adalah perasaan guru tentang menyenangkan atau tidak mengenai pekerjaan berdasarkan atas harapan guru dengan imbalan yang diberikan oleh sekolah. Kepuasan kerja guru ditunjukkan oleh sikapnya dalam bekerja atau mengajar. Jika guru puas akan keadaan yang mempengaruhi dia, maka dia akan bekerja atau mengajar dengan baik (Suwar ,2008). Menurut Lester (dalam Hughes, 2006) kepuasan kerja guru adalah sejauh mana penerimaan dan nilai-nilai seorang guru terhadap aspek-aspek yang ada dalam suatu pekerjaan seperti evaluasi, hubungan rekan kerja, tanggung jawab, dan pengakuan.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja guru adalah perasaan guru tentang menyenangkan atau tidak mengenai pekerjaannya dan sejauh mana penerimaan dan nilai-nilai seorang guru terhadap aspek-aspek yang ada dalam suatu pekerjaan seperti evaluasi, hubungan rekan kerja, tanggung jawab, dan pengakuan.
3. Teori Psikologi Yang Mendasari Kepuasan Kerja
Teori-teori kepuasan kerja yang ada dan saling melengkapi dan berhubungan dengan teori psikologi yang mempelajari need dan value adalah:
a. Teori Maslow
Hasibuan menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang berkeinginan. Keinginan ini terjadi secara terus-menerus dan hanya akan berhenti bila akhir hayatnya tiba. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivator bagi pelakunya, hanya kebutuhan yang belum
(31)
terpenuhi yang akan menjadi motivator (dalam Prabu, 2005). Maslow membagi kebutuhan manusia berdasarkan tingkatan hierarki yang diawali dengan kebutuhan manusia yang paling dasar. Berikut merupakan susunan hierarki kebutuhan Maslow (Schultz, 1994):
1) Kebutuhan fisiologis (Physiological needs)
Maslow berpendapat bahwa orang yang kelaparan akan memikirkan, memimpikan dan mendambakan hanya makanan saja. Tapi yang paling penting adalah pemenuhannya. Kebutuhan fisiologis menjadi lebih penting sebagai kekuatan motivasi dalam budaya di mana kelangsungan hidup dasar sehari-hari lebih diperhatikan.
2) Kebutuhan rasa aman (Sefety needs)
Maslow yakin bahwa kebutuhan akan rasa aman sangat penting pada masa bayi dan pada orang dewasa yang neurotis. Kesehatan emosional orang dewasa dipenuhi/dipuaskan oleh kebutuhan rasa aman. Kepuasan tersebut membutuhkan stabilitas, keamanan dan kebebasan dari rasa takut dan cemas.
3) Kebutuhan cinta (Love needs)
Kebutuhan ini dapat ditunjukkan dengan berbagai cara seperti melalui suatu hubungan dekat dengan sahabat, orang yang dicintai atau pasangan; ataupun melalui hubungan sosial yang dibentuk dalam kelompok yang sudah dipilih. Kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan ini adalah dasar penyebab emotional maladjustment.
(32)
4) Kebutuhan akan harga diri (Self-esteem needs)
Setelah kita merasa dicintai dan memiliki sense of belonging, kemudian kita mengembangkan kebutuhan untuk harga diri. Pemenuhan dari kebutuhan ini mengarahkan kita kepada rasa kepercayaan terhadap kekuatan, keberhargaan dan kelengkapan.
5) Aktualisasi diri (Self-actualization)
Aktualisasi diri merupakan realisasi dan pemenuhan dari potensial dan kemampuan kita. Maslow barpendapat bahwa kita termotivasi untuk menjadi apa yang kita harapkan di masa mendatang.
b. Teori Herzberg
Teori Herzberg dikenal dengan teori dua faktor. Herzberg mengembangkan teori hierarki kebutuhan Maslow menjadi teori dua faktor tentang motivasi (dalam suwar, 2008). Dua faktor itu dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor pemelihara (maintenance factor) yang disebut dengan disatisfier atau extrinsic motivation.
1) Faktor motivasi (Motivation factor)
Faktor pemuas yang disebut juga motivator yang merupakan fakor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang tersebut (kondisi intrinsik) antara lain: prestasi yang diraih (achievement), pengakuan orang lain (recognition), tanggungjawab (responsibility), peluang untuk maju (advancement), kepuasan kerja itu
(33)
sendiri (the work it self), kemungkinan pengembangan karir (the possibility of growth).
2) Faktor hygiene (Hygiene factor)
Merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan. Faktor ini juga disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang merupakan tempat pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke dalam faktor ekstrinsik, meliputi kompensasi, keamanan dan persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah dengan motivasi kerja dan kepuasan kerja keselamatan kerja, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, mutu dari supervisi teknis dari hubungan interpersonal di antara teman, sejawat, dengan atasan, dan dengan bawahan.
Kesimpulannya dalam teori dua faktor bahwa terdapat faktor pendorong yang berkaitan dengan perasaan positif terhadap pekerjaan sehingga membawa kepuasan kerja, dan yang kedua faktor yang dapat mengakibatkan ketidak puasan kerja. Kepuasan kerja adalah motivator primer yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri, sebaliknya ketidakpuasan pada dasarnya berkaitan dengan memuaskan anggota organisasi dan menjaga mereka tetap dalam organisasi dan itu berkaitan dengan lingkungan (Suwar, 2008).
(34)
4. Konsekuensi Dari Kepuasan Kerja
Kumar (2007) menyatakan ada beberapa konsekuensi yang diperoleh dari kepuasan kerja, yaitu:
1. Ketidakhadiran (absenteeism)
Ada hubungan antara kepuasan kerja dan frekuensi dari ketidakhadiran dari seorang pekerja. Tingkat ketidakhadiran seorang pekerja biasany berhubungan terbalik dengan kepuasan kerja. Ketidakpuasan dalam bekerja akan menghasilkan ketidakinginan untuk bekerja dan hal ini memaksa pekerja untuk menjauh dari pekerjaannya.
2. Pemberhentian kerja (turn over)
Penelitian menemukan bahwa pekerja yang puas dengan pekerjaannya cenderung untuk bertahan dengan pekerjaannya dan pekerja yang tidak puasn dengan pekerjaannya akan berhenti dari pekerjaan tersebut. Ini menjadi alasan yang kuat bagi seorang pekerja yang tidak puas dengan pekerjaannya untuk pergi dan mencari kepuasan dari tempat lain.
3. Pemberitaan negatif (negative publicity)
Konsekuensi lainnya dari ketidakpuasan kerja adalah pemberitaan yang negatif tentang organisasi tersebut. Pekerja memberitahukan hal-hal yang membuatnya tidak puas dan akhirnya membuat nama baik organisasi tersebut menjadi tercemar. Publikasi yang negatif dapat menimbulkan kesulitan dalam perekrutan karyawan baru.
(35)
5. Aspek-Aspek Kepuasan Kerja Guru
Menurut Lester (dalam Ritz, 2009), ada sembilan faktor kepuasan kerja guru, yaitu :
a. Pengawasan (Supervision)
Merupakan gaya pengawasan, baik task-oriented ataupun person-oriented. Menurut Ahuja (dalam Rao, 2004), ketidakpuasan seorang guru meningkat ketika seseorang bekerja dibawah ketidakmampuan, ketidakefisienan dan ketidakacuhan dari seorang kepala sekolah.
b. Rekan kerja (Colleagues)
Terdiri dari pengajaran, kelompok kerja dan aspek sosial dalam seting sekolah. Menurut Neeraja (dalam Ramatulasamma, 2007), teman, rekan kerja, anggota keluarga dan tetangga dapat mempengaruhi kpeuasan kerja seseorang. Sementara itu, Ramakrishnaiah (dalam Ramatulasamma, 2007) menemukan bahwa 93% guru yang puas dengan pekerjaan mereka memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja mereka.
c. Kondisi kerja (work condition)
Merupakan kondisi fisik dari lingkungan kerja. Rohila (dalam Ramatulasamma, 2007), ketika seseorang bekrja di dalam lingkungan yang tidak sehat, maka akan dapat menghasilkan rasa tidak nyaman ketika bekerja dan ketika seseorang bekerja dalam kondisi yang tidak baik dalam waktu yang lama dapat menghasilkan ketidakpuasan dalam bekerja. Menurut Englhardt (dalam Rao, 2004), kepuasan kerja dari seorang guru menurun ketika ukuran dari suatu kelas semakin besar.
(36)
d. Imbalan (Pay)
Pendapatan tahunan yang dapat berfungsi sebagai indikator dan pengakuan atas prestasi atau kegagalan. Anjaneyulu (dalam Rao, 2004) menemukan bahwa pendapatan yang tidak memadai sering menjadi faktor penyebab ketidakpuasan kerja guru. Sementara itu Ramakrishnaiah (dalam Rao, 2004) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kepuasan kerja diantara kelompok yang pendapatannya berbeda-beda.
e. Tanggung jawab (Responsibility)
Keinginan untuk bertanggung jawab atas pekerjaan mereka untuk membantu siswa belajar dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik atau membuat keputusan.
f. Pekerjaan itu sendiri (Work itself)
Yaitu pekerjaan mengajar itu sendiri atau tugas yang berhubungan dengan pekerjaan.
g. Kenaikan Jabatan (Advancement)
Yaitu perubahan dalam status atau posisi, yang mana termasuk peningkatan pendapatan. Herzberg (dalam Rao, 2004) menyatakan bahwa kenaikan jabatan sangat kondusif dalam memenuhi kebutuhan psikologis seorang pekerja.
h. Keamanan (Security)
Yaitu keamanan kerja; kebijakan sekolah tentang masa jabatan, senioritas, pemecatan jabatan dan pensiun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
(37)
pada beberapa pekerja, keamanan untuk masa tua merupakan salah satu dari lima faktor penting berhubungan dengan kepuasan kerja.
i. Penghargaan (Recognition)
Yaitu perhatian, penghargaan, prestise dan penghargaan dari supervisor, rekan kerja, siswa dan orangtua. Penghargaan merupakan faktor yang paling signifikan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja guru (Ramatulasamma, 2007).
Aspek-aspek kepuasan kerja guru ini merupakan indikator yang digunakan dalam Teacher Job Satisfaction Questioner (TJSQ). Lester mengembangkan TJSQ didasarkan pada teori Dua-Faktor Herzberg untuk mengukur tingkat kepuasan atau ketidakpuasan terhadap pekerjaan seorang guru. Lester juga mengembangkan TJSQ khusus untuk ruang lingkup pendidikan (Hughes, 2006).
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja guru
Menurut Perie (1997), ada beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja guru adalah:
a. Faktor intrinsik (Intrinsic factors).
Bagi guru, kepuasan intrinsik dapat berasal dari aktivitas di dalam kelas. Interaksi sehari-hari dengan siswa membentuk perasaan guru tentang ada tidaknya hasil belajar dari siswa. Menurut Lee (dalam Perie, 1997), karakteristik siswa dan persepsi guru terhadap pengaturan lingkungan kelas juga merupakan faktor intrinsik yang mempengaruhi kepuasan guru.
(38)
Faktor intrinsik memainkan peranan yang penting dalam memotivasi individu untuk mengajar, dan kebanyakan guru memilih profesi itu karena mereka menikmati proses mengajar siswa dan ingin bekerja dengan orang-orang muda.
b. Faktor ekstrinsik (Extrinsic factors)
Jenis-jenis faktor ekstrinsik yang dihubungkan dengan kepuasan kerja guru meliputi gaji, menerima dukungan dari pengurus sekolah, keamanan sekolah, dan ketersedian sumber daya sekolah.
Sementara itu, Kumar (2007) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu:
a. pengawasan (supervision)
Faktor pertama dan yang paling penting dalam kepuasan kerja adalah pengawasan dan gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin. Pada umumnya, gaya kepemimpinan employee-centered seperti berhati-hati, bersahabat dengan para pekrja, menghargai dan hangat kepada para pekerjanya dapat meningkatkan kepuasan kerja para pekerja.
b. kelompok kerja
Kelompok kerja juga merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan di tempat kerjanya.
c. isi pekerjaan (job content)
Job content merupakan faktor-faktor seperti penghargaan, tanggung jawab, kenaikan jabatan dan prestasi yang ada dalam performansi seorang karyawan.
(39)
d. tingkat pekerjaan
Suatu penelitian menyatakan bahwa orang yang memiliki tingkat pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi pula. Salah satu alasan dari hal ini adalah tingginya tingkat dari suatu pekerjaan akan memberikan reputasi dan harga diri yang dianggap penting bagi orang yang bekerja. Tingkat pekerjaan yang tinggi juga dapat memberikan kepuasan dengan alasan lain seperti, memberikan kesempatan yang berharga untuk menunjukkan kekuatan dan kekuasaan; dapat menurunkan ketatnya kondisi finansial dari seorang karywan; menyediakan tugas yang bervariasi dan pengayaan kerja.
e. kekhususan (specialization)
Hubungan antara kekhususan kerja dan kepuasan kerja sangat kompleks. Kekhususan kerja mengarahkan kepada efisiensi kerja, tetapi pada saat yang sama dapat menurunkan kepuasan kerja.
f. usia
Hubungan antara usia dari seorang karyawan dengan kepuasan kerja mereka sangatlah kompleks dan menarik. Peneliti menemukan bahwa karyawan yang memiliki usia yang lebih tua adalah karyawan yang puas dengan pekerjaanya.
g. ras dan jenis kelamin
Ras dan jenis kelamin juga mempengaruhi kepuasan kerja. Sebuah penelitiian menemukan bahwa kepuasan keja yang dimiliki warga minoritas dan warga kulit hitam lebih rendah dibandingkan warga kulit
(40)
putih di Amerika dan tidak ada perbedaan tingkat kepuasan kerja antara pria dan wanita dalam bekerja. Tetapi harrick (dalam kumar, 2007) menyatakan bahwa karyawan pria memiliki tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi dibandingkan wanita karena karyawan wanita memiliki kesempatan yang lebih kecil dalam pekerjaan dan mendapatkan pendapatan yang lebih kecil dibandingkan pria.
h. tingkat pendidikan
Ada hubungan yang negatif antara tingkat pendidikan dengan kepuasan kerja seorang karyawan. Salah satu penjelasan yang dapat diberikan adalah seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung untuk menetapkan ekspektasi yang lebih tinggi dalam pekerjaan mereka
B. GURU
1. Definisi guru
Guru adalah figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan (Djamarah, 2000). Guru merupakan kunci dalam peningkatan mutu pendidikan dan mereka berada di titik sentral dari setiap usaha reformasi pendidikan yang diarahkan pada perubahab-perubahan kualitatif (Saudagar dkk, 2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menjelaskan bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
(41)
Menurut Uno (2008), guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa guru adalah tenaga profesional yang memiliki tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, sampai pendidikan menengah.
2. Definisi guru SLB
Guru SLB adalah orang yang bertanggung jawab dalam pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah (Ineupuspita, 2008). Guru SLB berdasarkan PP RI No. 72 tahun 1991 adalah: “Tenaga kependidikan pada satuan pendidikan luar biasa merupakan tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi khusus sebagai guru pada satuan pendidikan luar biasa” (dalam Ineupuspita, 2008).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Guru SLB merupakan orang yang bertanggung jawab dan memiliki kualifikasi khusus sebagai guru pada satuan pendidikan luar biasa.
3. Tugas guru
Menurut Roestiyah (dalam Djamarah, 1997), bahwa guru dalam mendidik anak didik bertugas untuk :
a. Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan, dan pengalaman-pengalaman
(42)
b. Membentuk kepribadian anak yang harmonis, sesuai cita-cita dan dasar negara kita Pancasila
c. Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai Undang-Undang Pendidikan yang merupakan keputusan MPR No. 11 tahun 1983
d. Sebagai perantara dalam belajar, di dalam proses belajar guru hanya sebagai perantara/medium, anak harus berusaha sendiri mendapatkan suatu pengertian/insight, sehingga timbul perubahan dalam pengetahuan, tingkah laku dan sikap.
e. Guru adalah sebagai pembimbing, untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan, pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut sekehendaknya.
f. Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat
g. Sebagai penegak disiplin, guru menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat berjalan bila guru dapat menjalani lebih dulu
h. Guru sebagai administrator dan manajer, disamping mendidik, seorang guru harus dapat mengerjakan urusan tatat usaha seperti membuat buku kas, daftar induk, rapor, daftar gaji dan sebagainya, serta dapat mengkoordinasi segala pekerjaan di sekolah secara demokratis, sehingga suasana pekerjaan penuh dengan rasa kekeluargaan
i. Pekerjaan guru sebagai profesi
j. Guru sebagai perencana kurikulum, gurulah yang paling tahu kebutuhan anak-anak dan masyarakat sekitar.
(43)
k. Guru sebagai pemimpin, mempunyai kesempatan dan tanggung jawab dalam banyak situasi untuk membimbing anak ke pemecahan soal
l. Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak, harus turut aktif dalam segala aktifitas anak.
Pada dasarnya, seperangkat tugas guru yang harus dilaksanakan oleh guru berhubungan dengan profesinya sebagai pengajar. Tugas guru ini sangat berkaitan dengan kompetensi profesionalnya. Secara garis besar, tugas guru dapat ditinjau dari tugas-tugas yang langsung berhubungan dengan tugas utamanya, yaitu menjadi pengelola dalam proses pembelajaran dan tugas-tugas lain yang tidak secara langsung berhubungan dengan proses pembelajaran, tetapi akan menunjang keberhasilannya menjadi guru yang handal dan dapat diteladani (Uno, 2007).
4. Kompetensi Guru SLB
Menurut Dinas Pendidikan Nasional (2004), kompetensi Guru Pendidikan Khusus dilandasi oleh tiga kemampuan (ablity) utama, yaitu kemampuan umum (general ability), kemampuan dasar (basic ability), dan kemampuan khusus (specific ability).
a. Kemampuan umum (general ability)
1) Memiliki ciri warga negara yang religius dan berkepribadian.
2) Memiliki sikap dan kemampuan mengaktualisasikan diri sebagai warga negara.
3) Memiliki sikap dan kemampuan mengembangkan profesi sesuai dengan pandangan hidup bangsa.
(44)
4) Memahami konsep dasar kurikulum dan cara pengembangannya. 5) Memahami disain pembelajaran kelompok dan individual.
6) Mampu bekerjasama dengan profesi lain dalam melaksanakan dan mengembangkan profesinya.
b. Kemampuan dasar (basic ability)
1) Memahami dan mampu mengidentifikasi anak luar biasa.
2) Memahami konsep dan mampu mengembangkan alat asesmen serta melakukan asesmen anak berkelainan.
3) Mampu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran bagi anak berkelainan.
4) Mampu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi program bimbingan dan konseling anak berkelainan.
5) Mampu melaksanakan manajemen ke-PLB-an.
6) Mampu mengembangkan kurikulum PLB sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak berkelainan serta dinamika masyarakat.
7) Memiliki pengetahuan tentang aspek-aspek medis dan implikasinya terhadap penyelenggaraan PLB.
8) Memiliki pengetahuan tentang aspek-aspek psikologis dan implikasinya terhadap penyelenggaraan PLB.
9) Mampu melakukan penelitian dan pengembangan di bidang ke-PLB-an. 10)Memiliki sikap dan perilaku empati terhadap anak berkelainan.
(45)
12)Mampu merancang dan melaksanakan program kampanye kepedulian PLB di masyarakat.
13)Mampu merancang program advokasi.
c. Kemampuan khusus (specific ability)
Kemampuan khusus merupakan kemampuan keahlian yang dipilih sesuai dengan minat masing tenaga kependidikan. Pada umumnya masing-masing guru memiliki satu kemampuan khusus (spesific ability). Kemampuan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Mampu melakukan modifikasi perilaku.
2) Menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan penglihatan.
3) Menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan pendengaran/komunikasi.
4) Menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan intelektual;
5) Menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan anggota tubuh dan gerakan;
6) Menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan perilaku dan sosial.
7) Menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami kesulitan belajar.
(46)
Kesimpulannya, kemampuan umum adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik pada umumnya (anak normal), sedangkan kemampuan dasar adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik luar biasa (anak berkelainan), kemudian kemampuan khusus adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik luar biasa jenis tertentu (spesialis).
C. Gambaran Kepuasan Kerja Guru Sekolah Luar Biasa Di Kota Medan Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Tanpa pendidikan, anak tidak akan dapat mencapai martabat kemanusiaan, tidak bisa menjadi pribadi utuh; juga tidak bisa menjadi insan sosial dan abdi Tuhan yang saleh. Sebab anak manusia itu dilahirkan dalam keadaan serba kurang lengkap, dengan naluri dan fungsi-fungsi jasmani-rohani yang belum berkembang (Kartono, 2007).
Salah satu jenis pendidikan yang ada di Indonesia adalah pendidikan anak berkebutuhan khusus. Lembaga Pendidikan Luar Biasa adalah lembaga pendidikan yang profesional, yang bertujuan membentuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan (dalam Ineupuspita, 2008).
(47)
Dalam proses pendidikan, guru merupakan salah satu perangkat penting. Guru merupakan orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan (Uno, 2008). Guru yang memiliki kualitas mengajar yang baik merupakan pusat dari keberhasilan suatu sistem pendidikan (Perie, 1997).
Pihak yang bertanggung jawab dalam di dalam Pendidikan Luar Biasa, adalah guru. Guru di SLB dituntut untuk mengabdikan seluruh kemampuan, kreativitas, keterampilan dan pikirannya untuk mendidik anak-anak luar biasa. Hal ini disebabkan karena anak-anak penyandang kelainan, biasanya tidak responsif, menutup diri, bahkan menghindar dari orang lain, dihantui rasa malu, dan frustasi akibat kelainan yang disandangnya. Tanpa memiliki dedikasi yang disertai kesabaran dan kreativitas dalam mengembangkan pendekatan pendidikan yang menarik dan mengundang, maka guru SLB akan gagal dalam menjalankan tugasnya (Supriadi, 2003).
Seorang Guru SLB dalam meningkatkan kinerjanya perlu memahami dan memiliki kompetensi dasar sehingga tujuan pendidikan yang diharapkan dapat dicapai sekolah (Ineupuspita, 2008). Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru pendidikan khusus didasari oleh tiga kemampuan, yaitu; (1) kemampuan umum (general ability), (2) kemampuan dasar (basic ability), dan (3) kemampuan khusus (specific ability). Kemampuan umum adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik pada umumnya (anak normal), kemampuan dasar adalah
(48)
kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik berkebutuhan khusus, sedangkan kemampuan khusus adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik berkebutuhan khusus jenis tertentu (spesialisasi) (Ineupuspita, 2008).
Salah satu cara untuk mengembangkan kualitas yang tinggi dari suatu sekolah adalah dengan memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan retensi dan kualitas mengajar. Salah satu dari faktor tersebut adalah kepuasan kerja (Perie, 1997). Kepuasan kerja merupakan sikap seseorang terhadap pekerjaannya tersebut mengambarkan pengalaman-pengalaman menyenangkan atau tidak menyenangkan dalam pekerjaan dan harapan-harapan mengenai pengalaman mendatang (Arum, 2008). Selain itu Kumar (2007) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah tingkatan emosi positif yang diukur ketika pekerjaan seseorang tampak memenuhi tugas penting yang sesuai dengan kebutuhan seseorang Kepuasan kerja guru merupakan perasaan guru tentang menyenangkan atau tidak mengenai pekerjaannya dan sejauh mana penerimaan dan nilai-nilai seorang guru terhadap faktor-faktor seperti evaluasi, hubungan rekan kerja, tanggung jawab, dan pengakuan.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja guru, seperti usia, jenis kelamin dan pendapatan (Bogler, 2005). Selain itu menurut Perie (1997), ada dua faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja guru, yaitu faktor inrinsik dan faktor ekstrinsik. Bagi guru, faktor intrinsik dapat diperoleh dari aktivitas kelas. Karakteristik dan persepsi siswa, kendali guru atas lingkungan kelas juga merupakan faktor intrinsik yang mempengaruhi kepuasan. Sedangkan
(49)
faktor ekstrinsik seperti gaji, adanya dukungan dari administrator, keamanan sekolah dan ketersediaan sumber daya sekolah.
Guru di SLB memiliki tantangan tersendiri di dalam pekerjaanya sebagai guru yang berbeda dengan guru-guru di sekolah biasa lainnya. Guru SLB dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti harus mengajar siswa yang memiliki kebutuhan khusus, kurangnya ketersediaan sumber daya guru SLB, rendahnya insentif yang mereka terima, kurangnya perhatian pemerintah terhadap Sekolah Luar Biasa (Supriadi, 2003). Hal ini juga didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada beberapa guru SLB yang ada di kota Medan, mereka menyatakan bahwa pekerjaan mereka lebih berat dibandingkan guru di sekolah biasa, tetapi fasilitas sekolah yang mendukung proses belajar, insentif dan perhatian dari pemerintah yang mereka dapatkan tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka sebagai guru pendidik di SLB.
Dari berbagai hal yang dikemukakan di atas, peneliti ingin melihat gambaran kepuasan kerja guru Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kota Medan.
(50)
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data, dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang bersifat deskriptif yang dimaksudkan untuk melihat bagaimana gambaran kepuasan kerja guru Sekolah Luar Biasa di Kota Medan.
Menurut Azwar (2000) metode deskriptif merupakan metode yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif, tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi.
Jenis penelitian ini mempersoalkan hubungan antar variabel dan tidak melakukan pengujian hipotesis. Hasil penelitiannya berupa deskripsi mengenai variabel-variabel tertentu dengan menyajikan frekuensi, angka rata-rata atau kualifikasi lainnya untuk setiap kategori di suatu variabel. Dalam pengolahan dan analisa data menggunakan pengolahan statistik yang bersifat deskriptif (Faisal, 1999).
Punch (1998) menyatakan bahwa ada dua kegunaan dilakukannya penelitian deskriptif. Pertama, untuk mengembangkan teori dan area penelitian
(51)
yang baru, dimana sebelum merencanakan atau melakukan penelitian yang lebih mendalam (exploratory studies) adalah lebih baik untuk terlebih dahulu memusatkan perhatian pada deskripsi yang sistematis terhadap objek penelitian. Kedua, deskripsi yang tepat mengenai proses-proses sosial yang kompleks dapat membantu kita untuk memahami faktor apa yang perlu diteliti lebih lanjut dalam penelitian berikutnya secara lebuh mendalam.
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah kepuasan kerja pada guru Sekolah Luar Biasa (SLB) di kota Medan.
B. Definisi Operasional
Kepuasan kerja guru adalah sejauh mana penerimaan dan nilai-nilai seorang guru terhadap faktor-faktor seperti evaluasi, hubungan rekan kerja, tanggung jawab, dan pengakuan yang terjadi di lingkungan kerja.
Kepuasan kerja guru diungkap melalui skala kepuasan kerja guru yang disusun oleh peneliti berdasarkan sembilan faktor kepuasan kerja guru. Sembilan faktor kepuasan kerja guru tersebut yaitu:
1. Pengawasan (Supervision)
Supervision menunjukkan penilaian guru terhadap gaya pengawasan, baik task-oriented ataupun person-oriented.
(52)
2. Rekan kerja (Colleagues)
Colleague menunjukkan penilaian guru terhadap kelompok kerja dan aspek sosial dalam lingkungan sekolah.
3. Kondisi kerja (Work Conditions)
Work Conditions menunjukkan penilaian guru terhadap kondisi fisik dan lingkungan kerja.
4. Imbalan (Pay)
Pay menunjukkan penilaian guru terhadap pendapatan tahunan yang diterima.
5. Tanggung jawab (Responsibility)
Responsibility menunjukkan penilaian guru terhadap tanggung jawab atas pekerjaan mereka untuk membantu siswa belajar dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sekolah atau membuat keputusan.
6. Pekerjaan itu sendiri (Work itself)
Work itself menunjukkan penilaian guru terhadap pekerjaan mengajar itu sendiri atau tugas yang berhubungan dengan pekerjaan.
7. Kenaikan jabatan (Advancement)
Advancement menunjukkan penilaian guru terhadap perubahan dalam status atau posisi kerja.
8. Keamanan (Security)
Security menunjukkan penilaian guru terhadap keselamatan kerja; kebijakan sekolah tentang masa jabatan, seniorita, pemecatan jabatan dan pensiun.
(53)
9. Penghargaan (Recognition)
Recognition menunjukkan penilaian guru terhadap perhatian, prestise dan penghargaan dari supervisor, rekan kerja, siswa dan orangtua.
Semakin tinggi skor yang diperoleh seseorang dalam Skala Kepuasan Kerja Guru yang diberikan, artinya semakin tinggi penerimaan dan penilaian guru terhadap faktor-faktor dari kepuasan kerja seperti, evaluasi, hubungan rekan kerja, tanggung jawab, dan pengakuan. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh seseorang dalam Skala Kepuasan Kerja Guru yang diberikan, artinya semakin rendah penerimaan dan penilaian guru terhadap faktor-faktor dari kepuasan kerja seperti, evaluasi, hubungan rekan kerja, tanggung jawab, dan pengakuan.
C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi dan sampel
Populasi adalah keseluruhan (totality) objek psikologis yang dibatasi oleh kriteria tertentu (Lubis, 2002). Hadi (2000) mengemukakan bahwa semua individu yang memiliki generalisasi keadaan atau kenyataan yang sama disebut dengan populasi, sedangkan individu yang diselidiki yang merupakan bagian dari populasi disebut sampel. Sehubungan dengan hal ini, yang perlu mendapat perhatian bahwa sampel harus mencerminkan keadaan populasinya, agar sampel dapat digeneralisasikan terhadap populasinya. Populasi dalam penelitian ini adalah Guru SLB di Kota Medan. Jumlah SLB yang ada di kota Medan adalah 9 sekolah, yang terdiri dari TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB/SMKLB (Nomor Pokok Sekolah Nasioanal, 2010). Selain itu, berdasarkan hasil observasi,
(54)
perkiraan jumlah guru SLB yang ada di kota Medan kurang lebih sebanyak 150 orang.
2. Metode pengambilan sampel
Pengambilan sampel atau sampling adalah suatu proses yang dilakukan untuk memilih dan mengambil sampel secara benar dari suatu populasi, sehingga dapat digunakan sebagai wakil bagi populasi tersebut. Teknik sampling menurut Kerlinger (dalam Hasan, 2002) adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar benar-benar mewakili populasi.
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik probability sampling secara Quota Sampling, dimana jumlah subyek yang akan diselidiki harus ditetapkan terlebih dahulu. Siapa sampel yang akan diberikan skala, diserahkan sepenuhnya oleh tim yang akan mengumpulkan data. Setiap sampel yang akan diberikan skala harus memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu. Sampel yang sulit untuk dihubungi atau tidak bersedia untuk mengisi skala tidak akan diperhatikan. Ciri utama dari teknik quota sampling adalah bahwa jumlah subyek yang telah ditetapkan akan dipenuhi. Apakah subyek-subyek itu mewakili populasi atau sub-populasinya tidak menjadi faktor penentu dalam teknik quota sampling (Hadi, 2000). Pemilihan sampel dari populasi ini didasarkan pada faktor kesediaan dan kemudahan dijumpainya sampel yang sesuai dengan karakteristik tertentu. Selain itu, peneliti juga
(55)
mengalami kesulitan untuk mengetahui jumlah pasti dari keseluruhan guru SLB yang ada di kota Medan.
Adapun SLB di Kota Medan terdiri dari 25 sekolah , mulai dari TK sampai SMA/SMK dan terdiri dari berbagai jenis pendidikan mulai dari SLB-A sampai dengan SLB-E. Peneliti akan mengambil sampel sebanyak 100 orang secara acak dari 9 SLB yang ada di Kota medan. Alasan peneliti menggunakan sampel yang dimulai dari TK-LB sampai SMA-LB adalah terbatasnya jumlah guru yang ada. Pada beberapa SLB, ada guru kelas yang mencakup SD sampai dengan SMA, sehingga peneliti tidak dapat memisahkan sampel berdasarkan tingkatan sekolah, yaitu TK, SD, SMP dan SMA/SMK. Karakteristik sampel yang akan digunakan adalah:
a. Guru kelas yang mengajar di SLB.
Tanggung jawab pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah terletak ditangan pendidik, yaitu guru SLB. Guru SLB merupakan salah satu komponen pendidikan yang secara langsung mempengaruhi tingkat keberhasilan anak berkebutuhan khusus dalam menempuh perkembangannya (Ineupuspita, 2008).
b. Usia guru minimal 20 tahun. Menurut Kumar (2007), usia menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasa kerja. Selain itu, banyak penelitian yang kontradiktif yang menggambarkan hubungan antara usia dan kepuasan kerja.
(56)
D. Alat Ukur yang Digunakan
Metode pengumpulan data yang dijadikan alat ukur dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Metode skala digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2000).
Menurut Hadi (2000), skala psikologis merupakan suatu alat ukur dengan menggunakan daftar pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga responden hanya tinggal memilih salah satu dari pilihan yang tersedia. Skala dapat digunakan dalam penelitian berdasarkan asumsi sebagai berikut:
1. subyek adalah orang yang paling tahu siapa dirinya
2. bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada penyelidik adalah benar dan dapat dipercaya
3. interpretasi subyek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksud oleh penyelidik
Dalam penelitian ini, digunakan skala psikologi yang bertujuan untuk mengukur Kepuasan Kerja Guru, yang dibuat berdasarkan 9 aspek yang dikemukakan oleh Lester dan Bishop (dalam Ritz, 2009).
Sebelum digunakan, skala kepuasan kerja guru (Teacher Job Satisfaction) ini akan diuji-cobakan terlebih dahulu untuk mengetahui daya beda aitem dan reabilitasnya. Setelah dilakukan uji coba, skala kepuasan kerja baru dapat
(57)
digunakan dalam pengambilan data. Berdasarkan skor yang diperoleh, dilakukan kategorisasi berdasarkan norma nilai kepuasan kerja guru seperti Tabel 1:
Tabel 1 :
Kategorisasi norma nilai kepuasan kerja guru
Rentang Nilai Kategorisasi
X < (µ – 1, 0 σ) (µ – 1,0 σ) ≤ X< (µ + 1,0 σ)
(µ + 1,0 σ) ≤ X
Rendah Sedang Tinggi
Skala Kepuasan Kerja Guru
Dalam penelitian ini disusun berdasarkan 9 faktor kepuasan kerja guru, yaitu : Pengawasan (Supervision), Rekan kerja (Colleagues), Kondisi kerja (Work Conditions), Imbalan (Pay), Tanggung jawab (Responsibility), Pekerjaan (Work itself), Kenaikan Jabatan (Advancement), Keamanan (Security), dan Penghargaan (Recognition) yang dikemukakan oleh Lester dan Bishop (dalam Ritz, 2009).
Model skala yang digunakan dalam Skala Kepuasan Kerja Guru adalah model skala Likert yang menggunakan rating dan menggunakan penskalaan subjek sebagai dasar penentuan nilai skala. Pengisian Skala Kepuasan Kerja Guru dilakukan dengan cara meminta kepada subjek untuk menjawab pertanyaan dengan memilih salah satu dari 4 alternatif jawaban yang tersedia, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan yang mendukung (favorable) dan tidak mendukung (unfavorable). Nilai setiap pilihan bergerak dari 1-4. bobot penilaian
(58)
untuk pernyataan favorable yaitu: SS=4, S=3, TS=2, STS=1. sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan unfavorable yaitu SS=1, S=2, TS=3, STS=4.
Tabel 2:
Blue print skala kepuasan kerja guru sebelum uji coba Aitem No Aspek Fav Unfav Total 1. Pengawasan (Supervision)
1,19,37,55 10,28,46,64 8
2. Rekan Kerja
(colleagues)
2,20,38,56 11,29,47,65 8
4 Kondisi Kerja
(Work Conditions)
3,21,39,57 12,30,48,66 8
4. Imbalan (Pay)
4,22,40,58 13,31,49,67 8
5. Tanggung jawab
(Responsibility)
5,23,41,59 14,32,50,68 8
6. Pekerjaan (Work it self)
6,24,42,60 15,33,51,69 8
7. Kenaikan Jabatan (Advancement)
7,25,43,61 16,34,52,70 8
8. Keamanan (security)
8,26,44,62 17,35,53,71 8
9. Penghargaan (Recognition)
9,27,45,63 18,36,54,73 8
(59)
E. Uji Coba Alat Ukur 1. Validitas Alat Ukur
Untuk mengetahui apakah skala psikologi mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu pengujian validitas (Azwar, 2004). Dalam aplikasinya, validitas dinyatakan oleh koefisien validitas. Koefisien validitas yang tidak begitu tinggi, katakanlah berada di sekitar angka 0.50 akan lebih dapat diterima dan dianggap memuaskan daripada koefisien validitas itu kurang dari 0.275 yang biasanya dianggap tidak memuaskan. Di dalam penelitian ini akan diuji validitasnya berdasarkan validitas isi. Validitas isi tes ditentukan melalui pendapat professional (professional judgement) dalam proses telaah soal. Pendapat profesional diperoleh dengan cara berkonsultasi dengan dosen pembimbing.
2. Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Alat Ukur
Dalam praktek pengukuran, ada 2 syarat ilmiah yang harus dimiliki suatu alat ukur agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
a. Daya beda aitem
Daya beda aitem atau daya diskriminasi aitem merupakan parameter paling penting pada skala psikologi (Azwar, 2000). Daya beda aitem dapat membedakan antara individu atau kelompok yang memiliki atribut yang diukur dan yang tidak memiliki atribut yang tidak diukur. Indeks daya diskriminasi aitem merupakan indikator keselarasan atau konsistensi antara fungsi aitem dengan fungsi skala secara keseluruhan.
(60)
Pengujian daya diskriminasi aitem menghendaki dilakukannya komputasi korelasi antara distribusi skor aitem dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien (rix) yang dikenal dengan sebutan parameter daya beda aitem. Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem menggunakan batasan rix ≥ 0,3. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30, daya pembedanya dianggap memuaskan. Aitem yang memiliki harga rix < 0,30 dapat diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya diskriminasi rendah (Azwar, 2000).
Prinsip yang dijadikan dasar pemilihan aitem yang fungsi ukurnya sesuai dengan fungsi ukur skala seperti yang dikehendaki oleh peneliti. Pada penelitian ini teknik analisa daya beda aitem yang digunakan adalah dengan menggunakan korelasi product moment.
b. Reliabilitas
Menurut Hadi (2000), reliabilitas alat ukur menunjukkan keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda. Realibilitas alat ukur dapat dilihat dari koefisien reliabilitas yang merupakan indikator konsistensi aitem-aitem tes dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama, reliabilitas alat ukur ini mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).
Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal, yaitu suatu bentuk tes yang hanya memerlukan satu kali pengenaan tes kepada
(61)
sekelompok individu sebagai subjek penelitian. Teknik ini dipandang ekonomis dan praktis (Azwar, 2000). Teknik yang digunakan adalah teknik koefisien alpha Cronbach. Nantinya, pengujian reliabilitas ini akan menghasilkan reliabilitas dari Skala Kecerdasan Adversitas. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS versi 15 for Windows. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien realibilitas (rxx’) yang angkanya berada dalam rentang 0 sampai dengan 1. Koefisien reliabilitas yang semakin mendekati angka satu menandakan semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya, koefisien yang semakin mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitas yang dimiliki (Azwar, 2000).
F. Hasil Uji Coba Alat ukur
Sebelum melakukan pengambilan data yang sebenarnya, terlebih dahulu dilakukan uji coba alat ukur penelitian untuk mengetahui kualitas masing-masing aitem. Uji coba alat ukur penelitian ini dilakukan pada tanggal 27 Juli sampai 20 Agustus 2010. Uji coba dilakukan kepada guru-guru yang mengajar di sekolah biasa di kota medan yang dimulai dari tingkat TK sampai dengan SMA. Dari 145 eksemplar skala yang disebar, terdapat 123 eksemplar skala yang kembali. Dari 123 eksemplar skala yang diperoleh, 2 diantaranya dinyatakan gugur karena banyaknya aitem yang tidak dijawab oleh subjek. Dari hasil uji coba tersebut, hanya 121 eksemplar skala yang dinyatakan baik dan dapat diolah sebagai data uji coba penelitian. Data yang diperoleh dari seluruh skala uji coba yang dinyatakan baik diolah dengan bantuan SPSS versi 17 for windows.
(62)
Pengolahan data uji coba dalam penelitian ini dilakukan sebanyak dua tahap. Berdasarkan hasil estimasi daya beda aitem dan reliabilitas terhadap data skala uji coba tahap pertama, maka diperoleh koefisien alpha keseluruhan butir aitem sebesar 0,939, sedangkan berdasarkan daya beda aitem yang telah ditentukan (rix < 0,30) ditemukan 10 aitem yang gugur. Dari hasil tersebut kemudian dilakukan tahap estimasi yang kedua, maka diperoleh koefisien alpha keseluruhan butir aitem sebesar 0,941 , sedangkan berdasarkan daya beda aitem yang telah ditentukan (rix < 0,30) masih ditemukan 2 aitem yang gugur. Distribusi aitem stelah uji coba dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini:
(63)
Tabel 3:
Blue print skala kepuasan kerja guru sebelum uji coba Aitem No Aspek Fav Unfav Total 1. Pengawasan (Supervision)
1,19,37,55 10,28,46,64 8
2. Rekan Kerja
(colleagues)
2,20,38,56 11,29,47,65 8
4 Kondisi Kerja
(Work Conditions)
3,21,39,57 12,30,48,66 8
4. Imbalan (Pay)
4,22,40,58 13,31,49,67 8
5. Tanggung jawab
(Responsibility)
5,23,41,59 14,32,50,68 8
6. Pekerjaan (Work it self)
6,24,42,60 15,33,51,69 8
7. Kenaikan Jabatan (Advancement)
7,25,43,61 16,34,52,70 8
8. Keamanan (security)
8,26,44,62 17,35,53,71 8
9. Penghargaan (Recognition)
9,27,45,63 18,36,54,73 8
Total 36 36 72
Keterangan :
Penebalan: aitem yang gugur
Setelah aitem-aitem yang gugur dibuang maka diperoleh koefisien alpha keseluruhan aitem sebesar 0,941 dengan indeks daya beda aitem bergerak dari batas rix = 0,307 hingga rix = 0,685 sehingga jumlah aitem yang dapat digunakan untuk pengambilan data yang sebenarnya adalah sebanyak 60 aitem.
(64)
Selanjutnya, dari 67 item yang diperoleh, dilakukan penyusunan kembali nomor-nomor aitem untuk kemudian digunakan dalam pengambilan data penelitian
Tabel 4:
Perubahan nomor skala kepuasan kerja guru setelah uji coba Nomor butir pernyataan skala
Favorable Unfavorable Aitem lama Aitem baru Aitem lama Aitem baru
3 1 12 10
4 17 13 31 6 39 15 2 8 11 16 28 9 45 17 20 19 6 28 32 21 53 29 3 22 19 30 46 23 56 31 40 24 22 32 13 25 29 33 55 26 47 34 18 27 4 35 48 37 41 36 23 38 30 46 27 39 33 47 34 40 54 48 49 41 12 49 5 42 36 50 43 43 57 51 15 44 21 53 16 45 42 54 24 55 26 64 35 56 52 65 38 57 14 66 8 59 59 67 50 60 37 68 44 62 60 69 25 63 7 70 51
(65)
Tabel 5:
Blue print skala kepuasan kerja guru yang digunakan dalam penelitian Aitem No Aspek Fav Unfav Total 1. Pengawasan (Supervision)
6,41,26 32,27,35 6
2. Rekan Kerja
(colleagues)
30,52 3,34,38 5
3 Kondisi Kerja
(Work Conditions)
1,53,33,14 10,46,49,8 8
4. Imbalan (Pay)
17,19,54, 31,40,5,50 7
5. Tanggung jawab
(Responsibility)
56,12,59 13,43,44 6
6. Pekerjaan (Work it self)
39,22,36,37 2,55,15,25 8
7. Kenaikan Jabatan (Advancement)
29,57 28,18,51 5
8. Keamanan (security)
11,47,21,60 20,48,16,9 8
9. Penghargaan (Recognition)
45,4,42,7 23,24,58 7
(66)
G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
1. Tahap persiapan penelitian Tahap ini terdiri dari: a. Pencarian referensi
Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan kerja guru di Sekolah Luar Biasa (SLB). Variabel kepuasan kerja yang digunakan dalam penelitian ini bukan merupakan kepuasan kerja yang secara umum digunakan dalam bidang industri organisasi melainkan yang secara khusus dilakukan dalam bidang pendidikan.
Peneliti mengalami kesuliatan dalam pencarian referensi karena di Indonesia tidak tersedia buku mengenai kepuasan kerja guru yang khusus dibahas dalam bidang pendidikan. Peneliti menggunakan beberapa referensi dari dua buah disertasi yang berjudul The Effects of a Time Management Seminar on Stress and Job Satisfaction of Beginning Agricultural Science Teachers dan Teacher Evaluation Practices And Teacher Job Satisfaction. Selain itu peneliti juga menggunakan tiga buah referensi yang dibeli dari India yang berjudul Job Satisfaction Of School Teachers, Job Satisfaction Of Teacher Educators dan Job Satisfaction Of Teachers. Ketiga buku ini merupakan buku mengenai penelitian terhadap kepuasan kerja guru di India.
b. Pembuatan alat ukur
Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa skala kepuasan kerja guru yang dirancang sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek dari teacher job
(1)
1. Lingkungan fisik sekolah tempat saya bekerja dapat mendukung proses belajar mengajar
2. Profesi saya sebagai guru membuat saya tidak memiliki kebebasan untuk menggali kreativitas saya
3. Hubungan saya dengan guru-guru di tempat saya bekerja kurang baik
4. Orang tua siswa turut memberikan apresiasi kepada saya untuk mengajar dengan lebih baik lagi
5. Pendapatan yang saya peroleh dari mengajar saat ini lebih kecil daripada yang seharusnya saya dapatkan
6. Atasan saya memberikan bantuan ketika saya mengalami kesulitan dalam pekerjaan
7. Atasan kerja saya memberikan penghargaan kepada guru yang bekerja dengan baik
8. Kondisi lingkungan sekolah membuat saya menjadi tidak bersemangat untuk mengajar
9. Menurut saya keselamatan kerja para guru kurang diperhatikan oleh pihak sekolah
10. Saya merasa tidak nyaman dengan kondisi sekolah tempat saya bekerja
11. Pekerjaan saya sebagai guru memberikan jaminan masa tua
(2)
12. Saya memiliki tanggung jawab untuk menentukan pelajaran apa yang akan saya berikan kepada anak didik saya
13. Saya tidak bertanggung jawab terhadap rendahnya prestasi siswa
14. Sistem administrasi di sekolah tempat saya bekerja sudah berjalan baik
15. Pekerjaan sebagai guru merupakan pekerjaan yang membosankan
16. Senioritas antara guru-guru disekolah tempat saya bekerja sangat kuat
17. Menurut saya profesi guru memberikan jaminan finansial
18. Sulit bagi saya untuk memperoleh kenaikan jabatan di sekolah tempat saya bekerja
19. Pendapatan yang saya peroleh dari mengajar dapat mencukupi kebutuhan keluarga saya
20. Pekerjaan saya sebagai guru tidak memberikan jaminan untuk masa tua
21. Saya merasa tidak ada persaingan antara guru-guru baru dengan guru-guru-guru-guru senior
22. Saya merasa profesi guru memberikan prospek yang baik untuk masa depan
23. Orang tua siswa terlalu memberikan tekanan kepada saya
(3)
24. Saya tidak pernah memperoleh penghargaan dari atasan saya
25. Saya lebih memilih untuk bekerja sebagai karyawan di suatu perusahaan dari pada menjadi seorang guru
26. Atasan saya berusaha untuk melengkapai fasilitas yang dibutuhkkan untuk mengajar
27. Atasan saya lebih memperhatikan hasil kerja saya dibandingkan kesejahteraan saya
28. Pekerjaan sebagai guru membatasi kesempatan saya untuk memperoleh kenaikan jabatan
29. Pekerjaan sebagai guru memberikan kesempatan untuk memperoleh kenaikan jabatan
30. Saya menyukai orang-orang yang bekerja dengan saya
31. Pendapatan yang saya peroleh dari mengajar tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga saya selama sebulan
32. Atasan saya membuat saya merasa tidak nyaman dalam bekerja
33. Kebijakan yang diatur oleh sekolah cukup memperhatikan kesejahteraan para guru
34. Saya tidak bisa bekerja sama dengan guru-guru lain
35. Saya merasa mendapatkan tekanan kerja yang berat dari atasan saya
(4)
36. Pekerjaan sebagai guru mendorong saya untuk lebih kreatif
37. Menurut saya mengajar bukanlah suatu pekerjaan biasa, melainkan suatu pengabdian
38. Guru-guru lain tampaknya tidak menyukai saya 39. Profesi guru merupakan pekerjaan yang menarik
bagi saya
40. Saya merasa pendapatan yang saya peroleh dari mengajar tidak sesuai dengan jerih payah saya 41. Atasan saya memperlakukan setiap guru dengan
adil
42. Rekan kerja saya mengatakan bahwa saya adalah seorang guru yang baik
43. Saya merasa tidak mampu untuk memotivasi anak didik saya untuk belajar dengan lebih baik lagi
44. Selain mengajar, saya tidak pernah mengikuti kegiatan-kegiatan lain yang diadakan oleh sekolah
45. Para siswa menghargai saya sebagai seorang guru 46. Lingkungan fisik sekolah tempat saya bekerja
kurang memadai untuk proses belajar mengajar 47. Keselamatan kerja saya sebagai guru dijamin
oleh pihak manajemen sekolah
48. Saya merasa bahwa masa jabatan yang diatur oleh pihak sekolah tidak cukup adil
(5)
49. Kebijakan yang diatur oleh pihak sekolah tidak memperhatikan kesejahteraan guru
50. Pengeluaran untuk kebutuhan saya lebih besar dibandingkan pendapatan yang saya peroleh dari mengajar
51. Meskipun jabatan saya naik, hal tersebut tidak dapat meningkatkan semangat kerja saya
52. Saya menjalin persabahatan dengan guru-guru lain
53. Saya merasa kondisi kerja di sekolah tempat saya bekerja cukup baik
54. Pendapatan yang saya peroleh sesuai dengan kebutuhan saya
55. Dengan mengajar saya menjadi tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan suatu metode bekerja yang baru
56. Profesi sebagai guru memberikan kesempatan kepada saya untuk membantu para siswa belajar lebih baik lagi
57. Saya yakin bahwa saya memiliki kesempatan untuk memperoleh kenaikan jabatan
58. Saya sering tidak dihargai sebagai seorang guru oleh anak didik saya
59. Saya mencoba untuk menjalankan kebijakan sekolah
(6)