E. ALKALI FOSFATASE
Alkali fosfatase merupakan enzim yang berperan dalam mempercepat hidrolisis fosfat organik dengan melepaskan fosfat anorganik. Enzim ini terdapat
dalam banyak jaringan, terutama di hati, tulang, mukosa usus, dan plasenta. Peningkatan ALP terjadi akibat adanya kolestasis, dan pada obstruksi intra maupun
ekstrabiliar enzim ini akan meningkat 3-10 kali dari nilai normal sebelum timbul ikterus. Berdasarkan penelitian, pemberian 10 ml CCl
4
kgBB menunjukkan bahwa kemampuan hati dalam mensintesis enzim ALP sudah sangat terganggu akibat
terjadinya kerusakan sel hati yang luas dan berat Ruqiah, dkk., 2007. Berdasarkan penelitian Janakat dan Merie 2002 dan penelitian Garri 2013 dosis yang
digunakan pada penelitian ini yaitu 2 mlkg BB, yang mana pada dosis ini sudah mampu menimbulkan efek hepatotoksik. Adapun pada dosis rendah karbon
tetraklorida hanya menyebabkan kerusakan ringan berupa perlemakan hati Timbrell, 2008.
Kerusakan yang terjadi pada lobus hati menyebabkan enzim plasma seperti ALP meningkat dalam plasma Murray,dkk., 2009. Peningkatan ALP serum terjadi
karena kerusakan dinding kanalikulus biliaris yang tersusun dari hepatosit yang rusak tempat ALP berada akibat dari ikatan kovalen antara lipid dengan radikal bebas.
Sehingga terjadi kebocoran dan menyebabkan serum ALP banyak terdapat di plasma darah. Pada tikus ditunjukkan nilai normal dari serum ALP adalah 164 ± 7,5 UL
Kiran, Vijaya, Ganga, 2012. Peningkatan kadar enzim ini dapat digunakan untuk cerminan adanya kerusakan hati Baron, 1995.
Kelainan pada hati dapat dilihat dari meningkatnya aktivitas transaminase serum yaitu alanin transaminase ALT, aspartate aminotransferase AST, bilirubin,
GGT γ-Glutamyl transpeptidase, alkalin phosfatase dan protein Ganong dan McPhee, 2011; North-Lewis, 2008.
F. EKSTRAKSI MASERASI
Ekstrak merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan cara mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005. Metode maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi digunakan untuk
menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari tidak mengandung benzoin, stiraks dan lilin Sudarmaji, Haryono, dan
Suhardi, 1989.
G. LANDASAN TEORI