B. KARBON TETRAKLORIDA
Karbon tetraklorida merupakan suatu cairan jernih yang mudah menguap, tidak berwarna, dan dengan bau khas, BM 153,82 dan sangat sukar larut dalam air
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995. Karbon tetraklorida adalah senyawa yang mudah larut dalam lemak dan merupakan model hepatotoksik
yang dapat menimbulkan nekrosis sentrilobular hepatik dan perlemakan hati Wahyuni, 2005. Karbon tetraklorida CCl
4
merupakan senyawa kimia yang bersifat lebih ekstensif dalam merusak hepar jika dibandingkan dengan senyawa kimia
lainnya. Karbon tetraklorida merupakan senyawa yang bersifat toksik. Karbon
tetraklorida di dalam tubuh akan mengalami proses biotransformasi oleh enzim CYP2E1 membentuk radikal bebas yaitu radikal triklormetil ●CCl
3
. Radikal ini kemudian akan bereaksi dengan oksigen dan membentuk radikal triklorometil peroksi
●OOCCl
3
yang lebih reaktif Gambar 1. Hippeli and Elstner, 1999. Radikal triklorometil dapat menyebabkan terjadinya kerusakan sitokrom P-
450. Radikal triklorometil akan berikatan secara kovalen dengan lemak mikrosomal dan protein, dan akan bereaksi secara langsung dengan membran fosfolipid dan
kolesterol. Reaksi ini juga menghasilkan kloroform, yang merupakan salah satu metabolit dari karbon tetraklorida Gambar 1.. Selain itu pula radikal triklorometil
dapat menginisiasi terjadinya radikal lipid yang menyebabkan terbentuknya lipid hidroperoksidas
e LOOH dan radikal lipid alkoksil LO●. Melalui proses fragmentasi, radikal lipid alkoksi tersebut akan diubah menjadi malondialdehid
Greguz and Klaaseen, 2001. Senyawa aldehid inilah yang akan menyebabkan kerusakan pada membran plasma dan meningkatkan permeabilitas membran
Bruckner dan Warren, 2001.
Gambar 1. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida Timbrell, 2008
C. METODE PENGUJIAN
Evaluasi terjadinya kerusakan hepatik dapat dilakukan dengan beberapa uji penting di laboratorium. Evaluasi tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Tes enzim serum Mengevaluasi kerusakan hati dengan enzim serum didasarkan atas
spesifikasi dan sensitivitas berbagai tipe kerusakan hati. Berbagai parameter dapat diukur dalam plasma. Penentuan AST dan ALT enzim adalah cara pengukuran
parameter umum dalam plasma untuk mendeteksi kerusakan hati, enzim yang dihasilkan beberapa kali lipat dalam 24 jam pertama setelah kerusakan Timbrell,
2008. Ada beberapa enzim lain yang dapat digunakan sebagai penanda, yaitu Alkalin fosfatase dan gamma-glutamiltranspeptidase -GT. Kenaikan aktivitas kedua enzim
serum tersebut menunjukkan kerusakan kolestatik Plaa dan Charbonneau, 2001. 2. Tes ekskretori hepatik
Zat kimia yang terdapat di dalam sirkulasi sistemik dapat diekskresikan oleh hati dalam bentuk tidak berubah atau dirubah di dalam hepatosit. Bilirubin dan
xenobiotika merupakan contoh senyawa yang digunakan untuk mendeteksi kerusakan hepatik Plaa dan Charbonneau, 2001. Pada kerusakan hati, plasma bilirubin yang
mengalami peningkatan dan albumin plasma yang mengalami penurunan juga dapat diukur Timbrell, 2008.
3. Analisis histologik kerusakan hati Analisis potensi hepatotoksik zat kimia tidak lengkap apabila tidak dengan
adanya deskripsi histologi kerusakan yang dihasilkan. Ciri-ciri kerusakan hati ditentukan dengan melakukan pengamatan mikroskopik cahaya Plaa dan
Charbonneau, 2001.
4. Perubahan kandungan kimia hati Tingkat kerusakan hati yang terjadi dapat dideteksi dan ditetapkan melalui
perubahan struktural dan fungsional hepatik yang disebabkan oleh zat hepatotoksik. Perubahan efek farmakologis obat dapat digunakan untuk menentukan dan
mendeteksi disfungsi hati Plaa dan Charbonneau, 2001.
D. ALPUKAT