29
mereka menempuh ”bedol desa”. Jadi, dalam pembentukan FSA, 500 orang dari securities exchange-nya, 500 dari bank sentralnya dibawa pindah ke situ. Di
Indonesia, kita tidak bisa jamin hal itu bisa dilakukan. Kalau ada pegawai BI ditanya mau pindah atau tidak, dia akan memilih yang dia rasa aman. Tentunya
dia akan merasa lebih aman kalau di BI. Sedangkan kalau human resources-nya tidak ikut pindah ke OJK, maka untuk menciptakan menjadi andal akan
membutuhkan waktu yang lama. Soal inilah yang menjadi inti masalah menjelang pembentukan OJK. Dibandingkan dengan tiga prasyarat tadi. Jadi
diperlukan waktu beberapa tahun bagi kita menyiapkannya sebaik mungkin supaya kita dapat memperoleh hasil yang semaksimal mungkin.
28
Aspek-aspek tersebut perlu diperhatikan sebelum OJK terbentuk. Semua itu dilakukan sebagai upaya untuk menyehatkan sektor keuangan nasional dan
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan.
B. Dasar Hukum Otoritas Jasa Keuangan
Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia telah diatur dalam sebuah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan yang diundangkan pada tanggal 22 November 2011. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa definisi dari Otoritas Jasa Keuangan
adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas
diatur dalam UU OJK ini.
28
Ibid
Universitas Sumatera Utara
30
Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia ditetapkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan akan dibentuk paling lambat tahun
2010. Namun sebelum diamandemen Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank
Indonesia bunyi ketentuannya adalah “Lembaga Pengawas Jasa KeuanganLPJK yang kemudian menjadi Otoritas Jasa Keuangan paling lambat sudah harus
dibentuk pada akhir Desember 2002” Pasal 34 Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia
merupakan respon dari krisis yang terjadi di Asia pada tahun 1997-1998 yang sangat berpengaruh terhadap Indonesia, khususnya pada sektor perbankan. Krisis
pada tahun 1997-1998 yang melanda Indonesia mengakibatkan banyaknya bank- bank yang mengalami koleps sehingga banyak yang mempertanyakan
pengawasan Bank Indonesia terhadap bank-bank. Kelemahan kelembagaan dan pengaturan yang tidak mendukung diharapkan dapat diperbaiki sehingga tercipta
kerangka sistem keuangan yang lebih tangguh. Lembaga Otoritas Jasa Keuangan OJK ini akan mengambil alih kewenangan pengawasan perbankan yang selama
ini dipegang oleh Bank Indonesia BI.
29
Dalam UU Nomor 21 Tahun 2011 disebutkan, lembaga-lembaga yang akan berada di bawah pengawasan OJK adalah perbankan, pasar modal,
perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan atau multifinance, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Lembaga jasa keuangan ini mencakup pergadaian PT
Pegadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia,
29
Ibid., hal. 132.
Universitas Sumatera Utara
31
lembaga pembiayaan sekunder perumahan dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, yaitu penyelenggaraan program
jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan. Akan tetapi OKJ sebagai lembaga baru tentunya tidak luput dari sejumlah
pro dan kontra. Sebagian kalangan melihat OJK masih memiliki banyak kelemahan yang sangat berpotensi menimbulkan konflik. Hal ini terutama
ditunjukkan dalam sumber pembiayaan dan susunan dewan komisioner OJK. Dalam aturan penjelasan OJK, disebutkan bahwa sumber pembiayaan OJK
berasal dari APBN dan pungutan. OJK berhak mengambil pungutan dari lembaga perbankan yang diawasi. Hal ini tentunya sangat berpotensi menimbulkan
masalah. Ketika lembaga pengawasan menerima pembiayaan dari bank-bank yang diawasi maka tidak akan menutup kemungkinan materi pengawasan akan sesuai
dengan ‘order’ dari lembaga atau bank yang diawasi. Pengawasan akan lebih bersifat tebang pilih tergantung dari jumlah pungutan yang diterima.
Selanjutnya, masih terkait dengan pendanaan, aturan OJK menyebutkan bahwa kelebihan dana yang diperoleh OJK akan diserahakan kepada pemerintah.
Hal ini akan membuka peluang yang sangat besar bagi pemerintah untuk menempatkan OJK sebagai sumber pendapatan. Dengan adanya keganjilan dalam
hal pendanaan ini mengakibatkan independensi OJK yang akan semakin dipertanyakan.
Permasalahan selanjutnya terkait struktur susunan dewan komisioner OJK. Dewan komisioner OJK berjumlah 9 orang yang dipimpin oleh satu orang
anggota. Adapun susunannya adalah seorang Ketua merangkap anggota, seorang
Universitas Sumatera Utara
32
Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota, seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota, seorang Kepala Eksekutif
Pengawas Pasar Modal merangkap anggota, seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya merangkap anggota, seorang Ketua Dewan Audit merangkap anggota, seorang anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan Konsumen, seorang
anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan seorang anggota Ex-officio dari Kementerian
Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan. Permasalahannya adalah ketika anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia
dan Pejabat Kementrian Keuangan terlibat secara langsung dalam struktur OJK. Sistem ini tentunya akan mempengaruhi independensi OJK yang tadinya
diharapkan akan mampu bebas dari segala bentuk intervensi. Aturan hukum yang menjadi acuan OJK sendiri juga masih menjadi bahan perdebatan. Walaupun telah
memiliki sistem pengawasan yang terintgrasi akan tetapi landasan hukum belum sepenunya mendukung sistem tersebut. Akibatnya hal ini akan memunculkan
kesalahan interpretasi yang memungkinkan perbedaan tafsiran atas aturan hukum. Tidak akan menutup kemungkinan beberapa pihak akan memanfaatkan kondisi
tersebut untuk memperoleh keuntungan pribadi. Sebagai lembaga baru, tentunya OJK tidak luput dari beberapa kelemahan.
Untuk itu penting untuk meninjau kembali OJK, baik dalam aturan hukum maupun implementasi tugas dan fungsinya. Adanya pengalihan tugas pengawasan
perbankan dari Bank Indonesia ke OJK diharapkan menjadi dorongan bagi kedua
Universitas Sumatera Utara
33
lembaga untuk dapat bekerja dengan optimal dan professional.
30
OJK bertugas untuk mengatur dan mengawasi semua kegiatann yang berhubungan dengan jasa
keuangan di sektor berbankan. Diharapkan dengan adanya pengawasan yang serius dari OJK tersebut, tidak ada lagi penyelewengan pada jasa keuangan di
sektor perbankan. Selain bertugas untuk mengawasi jasa keuangan di sektor perbankan, tugas lain yang tidak kalah penting yang harus diemban oleh OJK
adalah melakukan pengawasan pada kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal. Pengawasan lain yang juga merupakan tanggung jawab dari OJK adalah
pengawasan pada lembaga peransuransian, lembaga pembiayaan, lembaga dana pensiun, dan jasa keuangan lain.
31
Dalam melaksanakan kewenangan pengawasannya, OJK bertanggung jawab kepada publik melalui DPR sebagai
reprentatif atau perwakilan publik. Berdasarkan UU 21 tahun 2011, OJK dibekali kewenangan pemeriksaan dan penyidikan, baik secara rutin maupun insidentil,
onside maupun offside.
32
. C. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Ketatanegaraan Indonesia
Secara historis, ide untuk membentuk lembaga khusus untuk melakukan pengawasan perbankan telah dimunculkan semenjak diundangkannya UU
No.231999 tentang Bank Indonesia. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa tugas pengawasan terhadap bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa
keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. Dengan melihat
30
http:cwts.ugm.ac.id201304implikasi-pembentukan-otoritas-jasa-keuangan-terhadap- pengaturan-dan-pengawasan-perbankan-indonesia diakses tgl 3 Oktober 2014
31
http:azarasidi.blogspot.com201310peran-ojk-dalam-pengaturan-keuangan.html diakses tgl 3 Oktober 2014
32
http:www.pulausumbawanews.comdaerahojk-berwenang-ciptakan-investasi-yang- kondusif diakses tgl 3 Oktober 2014
Universitas Sumatera Utara
34
ketentuan tersebut, maka telah jelas tentang pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan independen harus dibentuk. Bahkan pada ketentuan
selanjutnya dinyatakan bahwa pembentukan lembaga pengawasan akan dilaksanakan selambatnya 31 Desember 2002. Dan hal tersebutlah, yang dijadikan
landasan dasar bagi pembentukkan suatu lembaga independen untuk mengawasi sektor jasa keuangan.
33
Secara teoritis, terdapat dua aliran school of thought dalam hal pengawasan lembaga keuangan. Di satu pihak terdapat aliran yang mengatakan
bahwa pengawasan industri keuangan sebaiknya dilakukan oleh beberapa institusi. Di pihak lain ada aliran yang berpendapat pengawasan industri keuangan lebih
tepat apabila dilakukan oleh beberapa lembaga. Di Inggris misalnya industri keuangannya diawasai oleh Financial Supervisory Authority FSA, sedangkan di
Amerika Serikat industri keuangan diawasi oleh beberapa institusi. SEC misalnya mengawasi perusahaan sekuritas sedangkan industri perbankan diawasi oleh bank
sentral the Fed, FDIC dan OCC. Alasan dasar yang melatarbelakangi kedua aliran ini adalah kesesuaian dengan sistem perbankan yang dianut oleh negara
tersebut. Juga, seberapa dalam konvergensi diantara lembagalembaga keuangan. Dari sudut sistem, terdapat dua sistem perbankan yang berlaku yaitu commercial
banking system dan universal banking system. Commercial banking, seperti yang berlaku di negara kita dan di Amerika Serikat, melarang bank melakukan kegiatan
usaha keuangan non bank seperti asuransi. Hal ini berbeda dengan universal banking, dianut oleh antara lain negara-negara Eropa dan Jepang, yang
33
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
35
membolehkan bank melakukan kegiatan usaha keuangan non bank seperti investmen banking dan asuransi.
34
Secara empiris, survey yang dilakukan oleh Central Banking Publication Tahun 1999 menunjukkan bahwa dari 123 negara yang diteliti, tiga perempatnya
memberikan kewenangan pengawasan industri perbankan kepada bank sentral. Hal ini lebih menonjol di negara-negara sedang berkembang. Khusus untuk
negara berkembang alasannya adalah masalah sumber daya resources. Bank sentral dianggap memadai dalam hal sumber daya. Dari kaca mata politik,
dicabutnya kewenangan pengawasan dari bank sentral sejalan dengan munculnya kecenderungan pemberian independensi kepada bank sentral. Ada kekhawatiran
bahwa dengan independennya bank sentral maka apabila bank sentral juga berwenang mengawasi bank maka bank sentral akan memiliki kewenanagan yang
sedemikian besar. Bank of England misalnya, pada tahun 1997 mendapatkan keindependenennya dan dua minggu kemudian kewenangan pengawasan bank
diambil alih dari bank sentral tersebut.
35
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,
mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, yang
diwujudkan melalui adanya sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK melaksanakan
34
Sofyan Syafri Harahap, “Pengawasan Bank: Selamat Datang OJK”, dalam http:sofyan.syafri.comindex.phpmy-articles4-economics12-pengawasan-bank-selamat-datang-
ojk.html, diakses pada 10 September 2014.
35
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
36
tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pension, lembaga pembiayaan dan
lembaga jasa keuangan lainnya, antara lain melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa
Keuangan, pelaku, danatau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, termasuk
kewenangan perizinan kepada Lembaga Jasa Keuangan. OJK memiliki fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan
terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen, dan akuntabel. Fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan itu meliputi
kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan, OJK mempunyai wewenang:
36
1. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi :
a. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,
rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank.
b. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa. c.
Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
36
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
37
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap
simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit
credit testing; dan standar akuntansi bank. d.
Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah
dan anti pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan pemeriksaan bank.
2. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank dan Non-Bank yang meliputi :
a. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK; b. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
c. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK
d. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis
terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu; e.
Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
f. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan g.
Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Universitas Sumatera Utara
38
3. Terkait Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Bank dan Non-Bank yang meliputi :
a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
b. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan
Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, danatau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; d.
Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan danatau pihak tertentu;
e. Melakukan penunjukan pengelola statuter;
f. Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
g. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan; dan h. Memberikan danatau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan,
efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan
pembubaran dan penetapan lain. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan
jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil,
Universitas Sumatera Utara
39
transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat. Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya
saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan
kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-
prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran fairness.
Pasal 6 Undang -Undang nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan tugas pengaturan dan pengawasan OJK. Pengaturan dan
pengawasan OJK berlaku terhadap : 1. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
2. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan 3. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
37
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya OJK merupakan lembaga yang independen seperti yang telah di jelaskan pada Pasal 2 ayat 2 Undang-
Undang nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan bahwa OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas
dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur
37
Zainal Arifin Mochtar dan Iwan Satriawan, Op.Cit, hal. 69.
Universitas Sumatera Utara
40
dalam Undang-Undang ini. Pasal tersebut tersirat arti bahwa OJK merupakan lembaga non-pemerintahan atau independen. Berarti OJK dalam menjalankan
tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah. OJK dapat melakukan kerja sama dengan otoritas pengawas Lembaga Jasa
Keuangan di negara lain serta organisasi internasional dan lembaga internasional lainnya, antara lain pada bidang danatau kegiatan sebagai berikut:
1. Pengembangan kapasitas kelembagaan, antara lain pelatihan sumber daya manusia di bidang pengaturan dan pengawasan Lembaga Jasa Keuangan;
2. Pertukaran informasi; dan 3. Kerja sama dalam rangka pemeriksaan dan penyidikan serta pencegahan
kejahatan di sektor keuangan.
38
Dalam melaksanakan
tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan antara lain:
1. Kewajiban pemenuhan modal minimum bank; 2. Sistem informasi perbankan yang terpadu;
3. Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri;
4. Produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya; 5. Penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank;
dan 6. Data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi.
39
Terkait dengan Independensi antara Bank Indonesia dan OJK, secara
38
Ibid.
39
Ibid., hal. 71.
Universitas Sumatera Utara
41
hakikat independensi antara Bank Indonesia dengan OJK adalah sama sama. Kedua lembaga ini diamanatkan dalam undang-undang sebagai lembaga
independen yang bebas dari intervensi dalam melaksanakan tugas dan wewenag dari pihak lain atau pemerintah. Independensi Bank Indonesia disebutkan dalam
Pasal 4 ayat 2 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah dengan UU No.3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia. Dalam penjelasan Undang -Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan menjelaskan bahwa secara kelembagaan, Otoritas Jasa Keuangan berada di luar Pemerintah, yang dimaknai bahwa Otoritas Jasa
Keuangan tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan Pemerintah karena pada
hakikatnya Otoritas Jasa Keuangan merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini
otoritas fiskal dan moneter. Oleh karena itu, lembaga ini melibatkan keterwakilan unsur-unsur dari kedua otoritas tersebut secara Ex-officio. Keberadaan Ex-officio
ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa keuangan. Keberadaan Ex-officio juga
diperlukan guna memastikan terpeliharanya kepentingan nasional dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasional, kebutuhan koordinasi, dan
pertukaran informasi dalam rangka menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan.
Universitas Sumatera Utara
42
Singkatnya dalam ketatanegaraan Indonesia OJK mempunyai kedudukan sekunder dengan adanya dindepedensi institusional atau disebut juga sebagai
political atau goal indepedence karena dalam masalah kedudukan ini berarti status OJK sebagai lembaga secara mendasar terpisah dari eksekutif atau pemerintah,
bebas dari pengaruh legislatif atau parlemen, bebas untuk merumuskan tujuan atau saran dari kebijakannya tanpa pengaruh dari lembaga politik maupun pemerintah.
Lembaga pengawas sektor jasa keuangan dalam Undang-undang OJK yang memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola yang baik good
governance dari lembaga dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan, termasuk diantaranya perbankan,
pasar modal dan lembaga keuangan lainnya. Penerapan prinsip-prinsip tata kelola yang baik merupakan salah satu upaya yang cukup signifikan untuk melepaskan
diri dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Penerapan prinsip tata kelola yang baik dalam dunia usaha di Indonesia merupakan tuntutan zaman agar
perusahaan-perusahaan yang ada jangan sampai tertinggal oleh persaingan global. Akuntabilitas menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari
setiap kegiatan penyelenggaraan OJK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Pasal 38 UU OJK OJK bertanggung jawab kepada publik dan bentuk
pertanggungjawaban tersebut diberikan OJK kepada DPR. OJK hanya menyampaikan laporan kepadaDPR, jadi bukan bertanggung jawab kepada DPR,
karena tugas DPR-RI mengawasi, bukan mempengaruhi dalam memberikan keputusan. Sehingga OJK menjaga keterbukaan pasar modal secara penuh kepada
masyarakat investor dan melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat
Universitas Sumatera Utara
43
investor dari malpraktik dan kecurangan-kecurangan di pasar modal.
40
D. Peranan Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Regulator Kegiatan Jasa