Independensi Otoritas Jasa Keuangn OJK Menjalankan Peran Sebagai

86 secara mutlak. Ketika misalnya sistem itu berurusan dengan penyehatan perbankan seperti persoalan ekonomi makro sebagaimana ditentukan dalam Pasal 39 UU OJK. Kaitannya dengan Pasal 2 ayat 2 UU OJK ketika misalnya bank berdampak sistemik, maka dapat dicegah dan ditangani melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan FKSSK, sebab kondisi ini.

C. Independensi Otoritas Jasa Keuangn OJK Menjalankan Peran Sebagai

Regulator dan Pengawas Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal Dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan telah melahirkan suatu lembaga yang independen yaitu Otoritas Jasa Keuangan OJK yang merupakan hasil dari suatu proses penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan di industri jasa keuangan yang mencakup bidang perbankan, pasar modal, dan industri jasa keuangan non bank. Penataan tersebut dilakukan dalam kerangka peraturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang terintegrasi dan komprehensif. Penataan tersebut sejalan dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan. Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa tugas pengawasan terhadap bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. Berdasarkan ketentuan tersebut, telah jelas bahwa pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan independen harus dibentuk. Dan bahkan pada ketentuan selanjutnya dinyatakan bahwa pembentukkan lembaga pengawasan akan dilaksanakan selambatnya 31 Desember Universitas Sumatera Utara 87 2002. Dan hal tersebutlah, yang dijadikan landasan dasar bagi pembentukkan suatu lembaga independen untuk mengawasi sektor jasa keuangan. Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia mengamanatkan bahwa tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. Pembentukan lembaga pengawasan, akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Akan tetapi dalam prosesnya pada tahun 2010, perintah untuk pembentukkan OJK, masih belum terealisasi. Tetapi akhirnya pada tanggal 22 November 2011 disahkanlah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan UU OJK, lembaga yang nantinya melakukan pengawasan di sektor jasa keuangan menggantikan fungsi pengawasan Bank Indonesia BI dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Bapepam LK agar menjadi terintegrasi dan komprehensif. Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan dan terganggunya stabilitas sistem keuangan juga menjadi alasan terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan ini. Meski secara normatif disebutkan bahwa OJK adalah lembaga independen, tetapi timbul keraguan akan independensi OJK tersebut. Sebagai sebuah lembaga pengawas yang mengawasi seluruh lembaga jasa keuangan di Indonesia, sudah sepatutnya jika Otoritas Jasa Keuangan OJK menjadi lembaga yang independen tanpa intervensi pihak lain. Universitas Sumatera Utara 88 Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 jo Pasal 2 ayat 1 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan UU OJK, OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam UU OJK. Lebih jauh dalam penjelasan umum UU OJK disebutkan bahwa OJK dalam menjalankan tugas dan kedudukannya berada di luar pemerintah. Meski secara normatif disebutkan bahwa OJK adalah lembaga independen, tetapi timbul keraguan akan independensi OJK tersebut. Dalam pelaksanaannya, OJK dipimpin oleh Dewan Komisioner yang terdiri dari 9 orang anggota sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat 1 UU OJK. Komposisi Dewan Komisioner DK yang akan ditempati oleh mantan pegawai lembaga keuangan tertentu, menjadi dasar adanya keraguan bahwa OJK akan benar-benar independen. 94 Seperti diketahui, susunan anggota DK OJK terdiri atas: 1. Seorang Ketua merangkap anggota. 2. Seorang Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota. 3. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota. 4. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota. 5. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota. 94 Jimly Asshiddiqie, “Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945”, makalah disampaikan dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII dengan tema Penegakan Hukum dalam Era Pembangunan Berkelanjutan, diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denpasar, 14-18 Juli 2003, hal. 22-23. Universitas Sumatera Utara 89 6. Seorang Ketua Dewan Audit merangkap anggota. 7. Seorang anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan Konsumen. 8. Seorang anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia. dan 9. Seorang anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan. Adanya unsur ex officio dalam Dewan Komisaris OJK itulah yang kemudian dikhawatirkan akan mempengaruhi pelaksanaan independensi OJK. Secara kelembagaan, OJK berada di luar pemerintah, yang dimaknai bahwa OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan pemerintah. OJK merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lainnya, yakni otoritas moneter dan otoritas fiskal. Oleh karena itu, lembaga ini memberikan tempat bagi perwakilan kedua otoritas tersebut secara ex-officio. Satu orang anggota dari Bank Indonesia dan seorang lagi dari Kementerian Keuangan. Dua orang ini mengisi sembilan anggota Dewan Komisioner OJK. Keberadaan ex-officio ini dalam rangka koordinasi, kerjasama, dan harmonisasi kebijakan di bidang moneter dan fiscal. Meskipun ada unsur pemerintah dalam Dewan Komisioner OJK, OJK adalah lembaga independen. Independensi OJK juga terlihat dari kepemimpinan OJK secara perorangan. Pimpinan OJK memiliki kepastian masa jabatan dan tidak dapat diberhentikan, kecuali memenuhi alasan yang secara tegas diatur dalam UU OJK. Keidependensian OJK akan sepenuhnya efektif, apabila terdapat Good Universitas Sumatera Utara 90 Corporate Governance dalam dunia keuangan dan perbankan. Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good Corporate Governance, yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Fungsi pengawasan itu bukan terletak dari dibentuknya lembaga baru atau tidak. Tapi dari ada atau tidaknya penerapan good corporate governance. Persoalan lainnya yang mempengaruhi idependensi OJK adalah pembiayaan di OJK yang bersumber dari APBN danatau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Penetapan besaran pungutan itu dilakukan dengan tetap memperhatikan kemampuan pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Pungutan atau iuran akan mengurangi independensi OJK sehingga akan lebih baik jika pendanaan OJK berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara APBN. Akan tetapi demi perkembangan industri jasa keuangan di Indonesia, pungutan atau iuran dapat saja dilakukan oleh OJK, namun untuk 5 tahun pertama tentu saja pembiayaan berasal dari dana APBN. Selain itu, pungutan atau iuran juga dapat dilakukan jika pembiayaan terhadap OJK terlalu membebani APBN. Namun di satu sisi, apabila OJK ini memiliki program yang baik untuk pengembangan jasa keuangan di Indonesia, pungutan atau iuran ini nantinya tidak akan ditolak oleh industri jasa keuangan apabila sudah merasakan manfaat dari Universitas Sumatera Utara 91 lembaga pengawas dan pengaturan jasa keuangan ini. Selanjutnya terkait dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat 2 UU OJK bahwa OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini. Adanya pengecualian terhadap independensi OJK berlaku pula bagi ketentuan Bank Indonesia. Meskipun Bank Indonesia dan OJK adalah lembaga yang independen tetapi keindependensiannya tidak berlaku secara absolut mutlak. Begitu juga dengan lembaga OJK tidak mutlak sebagai lembaga yang independen. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 sebagaimana diubah melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia selanjutnya disingkat UU BI menegaskan di Pasal 4 ayat 2 UU BI tidak berlaku keindependensian Bank Indonesia secara murni sebab pasal ini merupakan pasal pengecualian. Ketentuan pengecualian itu ditentukan, jika diatur secara tegas dalam UU BI. UU OJK juga mengatur ketentuan pengecualian di Pasal 1 angka 1 jo Pasal 2 ayat 2 terdapat pengecualian jika diatur secara tegas menurut UU OJK. Independensi bagi BI dan OJK tidak diserahkan kepada kedua lembaga ini secara mutlak. Ketika misalnya sistem itu berurusan dengan penyehatan perbankan seperti persoalan ekonomi makro sebagaimana ditentukan dalam Pasal 39 UU OJK. Kaitannya dengan Pasal 2 ayat 2 UU OJK ketika misalnya bank berdampak sistemik vide Pasal 39 huruf e, maka dapat dicegah dan ditangani melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan FKSSK, sebab kondisi Universitas Sumatera Utara 92 ini dikategorikan tidak normal sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 45 ayat 2 UU OJK. Sehingga independensi dalam mengatur dan mengawasi kegiatan perbankan dilakukan pendekatan melalui koordinasi yang baik dalam hal mengeluarkan pengaturan dan melakukan pengawasan yang melekat pada suatu lembaga yang independen. Pelaksanaan penyidikan Pasar Modal, berdasarkan pasal 68 UU OJK: “Sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, pemeriksaan danatau penyidikan yang sedang dilakukan oleh Bank Indonesia, Kementerian Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, penyelesaiannya dilanjutkan oleh OJK”. Dalam hal melakukan pemerikasaan dan penyidikan atas terjadinya pelanggaran UUPM, kekuasaan OJK merupakan polisi yang menegakkan hukum sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil. 95 Pendelegasian kekuasaan Bapepam kepada OJK juga diperluas yaitu mempunyai kekuasaan untuk mengenakan sanksi administrasi yang jumlahnya cukup banyak dalam pelaksanaan kekuasaannya. Termasuk dalam kekuasaan pengenaan sanksi adalah untuk mengenakan denda, pembatasan dan pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha serta pembatalan persetujuan pendaftaran. 96 95 Pasal 101 ayat 2 UUPM: Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Bapepam diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Pasar Modal berdasarkan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. 96 Lihat Pasal 102 UUPM Universitas Sumatera Utara 93 Sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS, OJK mempunyai kewenangan seperti layaknya Polisi dalam melakukan pemeriksaan dan penyidikan. 97 Dalam rangka pelaksanaan kewenangan sebagai penyidik, OJK dapat dibantu oleh aparat penegak hukum lainnya, juga dapat melalukan perintah penangkapan 98 sebagaimana kewenangan yang dimiliki oleh pendahulunya yaitu Bapepam. Terkait dengan perlindungan konsumen maka ada tiga pasal dalam UU OJK yang menegaskan tugas OJK dalam melindungi nasabah lembaga jasa keuangan, yaitu pasal 28 tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat, pasal 30 pembelaan hukum, dan pasal 29 pelayanan pengaduan konsumen. Mengenai pencegahan kerugian masyarakat, pasal 28 UU OJK mengungkapkan bahwa OJK memiliki kewenangan sebagai berikut Pertama, memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya preventif. Kedua, meminta lembaga jasa keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat. Ketiga, tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. 97 Lihat Pasal 100 dan 101 UUPM. Mengenai kewenangan polisionil Bapepam yang didelegasikan oleh OJK sebagai PPNS diatur dalam Peraturan Pemerintah No.461995 Tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur masalah- masalah mengenai tujuan pemeriksaan, norma dan pedoman umum pemeriksaan serta bagaimana pemeriksaan dilakukan oleh PPNS 98 Lihat Pasal 101 ayat 6 UUPM dan penjelasannya Universitas Sumatera Utara 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN