77
pengaturan dibuat terpisah 3. Darmin Nasution
OJK adalah untuk mencari efesiensi di sektor perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan. Sebab suatu perekonomian yang kuat, stabil dan berdaya
saing membutuhkan dukungan dari sektor keuangan. 4. Deputi Gubernur BI Miliaman D Hadad:
Terdapat empat pilar sektor keuangan global yang menjadi agenda OJK. Pertama, kerangka kebijakan yang kuat untuk menanggulangi krisis. Kedua,
persiapan resolusi terhadap lembaga-lembaga keuangan yang ditengarai bisa berdampak sistemik. Ketiga lembaga keuangan membuat surat wasiat jika
terjadi kebangkrutan sewaktu-waktu dan keempat transparansi yang harus dijaga.
B. Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Lembaga Yang Independen
Makna independen tidak sama dengan pengertian netral. Independen bukan berarti netral, demikian pula netral bukanlah sifat dari independen. Kedua
kata ini sesungguhnya berbeda satu sama lainnya namun di samping itu terdapat persamaannya yakni dalam hal arti sama-sama menyatakan sifat. Sifat
independensi harus berpihak kepada kepentingan rakyat. Sedangkan sifat netral tidak memihak sama sekali. Mengapa independensi harus berpihak kepada
kepentingan rakyat? Pertanyaan ini akan mengarahkan pemikiran terhadap teori konstitusi dan teori negara hukum versi negara kesejahteraan walfare state yang
digunakan pada umumnya di negara-negara yang sedang berkembang, khususnya
Universitas Sumatera Utara
78
negara yang menganut sistem demokrasi.
75
Independen dapat berarti ‘bebas’, ‘merdeka’, atau ‘berdiri sendiri. Pengertian independensi dapat dijelaskan sebagai berikut. Independensi adalah
suatu keadaan atau posisi dimana kita tidak terkait dengan pihak manapun. Artinya keberadaan kita adalah mandiri, tidak mengusung kepentingan pihak-
pihak tertentu atau organisasi tertentu.
76
Lembaga independen
adalah lembaga yang bersifat mandiri, bebas dari
kekuasaan lainnya dan tidak memiliki hubungan organik ataupun hubungan secara hirarki dengan lembaga negarainstansi pemerintah lainnya. Suatu lembaga atau
badan dikatakan independen jika memenuhi kriteria diantaranya kewenangan yang dimiliki bukan merupakan derivasi dari kekuasaan lain atau dapat dikatakan
kewenangan bersifat atributif. Selain itu bukan merupakan bawahan dari suatu lembaga lain yang lebih tinggi.
77
Adapun beberapa undang-undang yang mengamanatkan independen kepada lembaga-lembaga pengawas seperti:
1. Independensi Bank Indonesia.
78
2. Independensi Otoritas Jasa Keuangan.
79
3. Independensi Lembaga Penjamin Simpanan.
80
75
Bisdan Sigalingging, Op.cit.,hal. 38
76
https:id.wikipedia.orgwikiIndependen diakses tgl 3 Oktober 2014
77
http:www.nttonlinenow.comindex.phpberita-nttdaratan-timor3403-lembaga- hukum-harus-bebas-dari-intervensi-politik diakses tgl 5 Oktober 2014
78
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah melalui UU No.3 Tahun 2004 kemudian diubah melalui UU No.6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia . Pasal 4 ayat 2
79
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan .Pasal 1 ayat 1
80
Ibid, Pasal 2 ayat 3
Universitas Sumatera Utara
79
4. Independensi Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi.
81
5. Independensi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
82
dan lain- lain.
Karakteristik pengaturan lembaga independen dapat dilihat dari berbagai undang-undang yang ada UU BI, UU OJK, UU LPS, UU KPK, UU PPTPPU,
karakteristik itu diantaranya:
83
1. Pengaturan lembaga independen dibatasi oleh negara yang berarti tidak
bersifat independen murni sebagaimana pada konsep negara penjaga malam. 2.
Masuknya unsur pemerintah ke dalam forum lembaga independen. 3.
Pengaturan lembaga pelaporan dan akuntabilitas dari lembaga independen dalam UU BI, UU OJK, UU LPS, UU KPK, UU PPTPPU, berbeda-beda
dilaksanakan laporan lembaga independen tersebut, ada yang diatur bertanggung jawab kepada Presiden, kepada BPK, kepada DPR, dan kepada
masyarakat luas. Menurut Jimly Asshiddiqie welfare state dalam perundang-undangan
untuk pertama kalinya dikenal dengan istilah “negara pengurus”. Negara pengurus dalam konsep negara kesejahteraan berarti terdapat tanggung jawab negara untuk
mengembangkan kebijakan negara di berbagai bidang kesejahteraan sebagai wujud dalam pelaksanaan fungsi pelayanan umum publik servicemelalui
penyediaan intervensi-intervensi pemerintah. Karakter negara kesejahteraan menempatkan lembaga yang bertugas mewujudkan kesejahteraan rakyat.
81
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 3
82
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 1 angka 2
83
Bisdan Sigalingging, Op.cit.
Universitas Sumatera Utara
80
Kedudukan unsur pemerintah tidak harus selalu dipandang bertentangan secara diametral dengan kedudukan rakyat seperti didalam negara hukum liberal dan
negara hukum formal. Adapun pandangan negara kesejahteraan terhadap pemerintah jauh lebih bersahabat daripada negara hukum formal. Pemerintah
tidak dianggap sebagai lawan melainkan sebagai rekan kerja dalam mencapai tujuan kesejahteraan umum.
84
Namun kewenangan bertindak lembaga-lembaga pemerintah atas inisiatif sendiri dalam negara kesejahteraan menunjukkan suatu proses perubahan pola
pikir tujuan negara hukum negara kesejahteraan, dimana tujuan utama negarahukum kesejahteraan adalah kemanfaatan sedangkan tujuan negara hukum
formal adalah kepastian hukum yang berdasarkan asas legalitas.
85
Uraian diatas menunjukkan hakikat independensi yang sesungguhnya yang merupakan abstraksi dari nilai-nilai yang digali dari perkembangan nilai yang ada
didalam masyarakat suatu bangsa. Nilai-nilai tersebut adalah kedaulatan rakyat dalam pembentukan kebijaksanaan dan kebijakan bukan semata-mata karena
kehendak penguasa atau pemerintah.
86
Tetapi, pengaturan lembaga independen di Indonesia tidak menunjukkan hakikat independensi yang sesungguhnya sebab lembaga independen yang diatur
dalam undang-undang tertentu dikenakan teori yang digunakan di negara Indonesia adalah negara hukum materil atau negara hukum berdimensi pelayanan
politik. Sehingga, dalam melayani rakyatnya, pemerintah turut serta dalam menentukan kebijaksanaan wisdom dan kebijakan policy yang berorientasi
84
Ibid.,hal. 45
85
Ibid.
86
Ibid., hal. 48.
Universitas Sumatera Utara
81
pada kepentingan pemerintah dalam berbagai bidang khususnya dalam kegiatan ekonomi yang tidak diserahkan sepenuhnya kepada rakyat, melainkan
dilibatkannya partisipasi pemerintah. Seperti yang ada didalam pengaturan lembaga independen didalam UU OJK yang melibatkan peran serta Kemenkeu
Koordinator FKSSK sebagai wakilnya Pemerintah Republik Indonesia.
87
Ketika masih dalam proses RUU, Bismar Nasution dalam artikelnya di Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, mengatakan:
Amanat Pasal 34 UU BI bila dilaksanakan akan mengakibatkan tidak efektifnya Bank Indonesia dalam menciptakan stabilitas nilai rupiah
sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 7 UU BI. Tujuan BI sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 7 tersebut, hanya dapat
dilaksanakan secara efektif apabila Bank Indonesia berwenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 8 UU BI.
88
Sama halnya dengan pendapat dari Ec. Abdul Mongid pada saat sebelum
UU OJK diundangkan mengatakan: Rencana pengalihan kewenangan dalam pengawasan bank menunjukan
adanya upaya mengurangi kewenangan BI sehingga BI hanya berfungsi dari aspek moneter. Masalahnya adalah kalau kewenangan dalam
mengawasi bank dicabut, maka secara otomatis kemampuan BI dalam menjalankan tugas moneternya terganggu karena bank merupakan
lembaga keuangan yang sangat dominan dalam transmisi kebijakan moneter.
89
Menyikapi kedua pandangan diatas, salah satu masalah dalam
kekhawatiran ini dapat ditinjau dari sisi penentuan status suatu lembaga. Status BI pada Pasal 4 ayat 2 UU BI menentukan lembaga ini independen, bebas dari
campur tangan pemerintah dan pihak lainnya. Sementara status OJK yang
87
Ibid.
88
Bismar Nasution, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 8, Nomor 3, September 2010, hal. 15
89
Ibid., hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
82
ditentukan didalam Pasal 1 angka 1 jo Pasal 2 ayat 2, UU OJK hanya menentukan independen, bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas
dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UU OJK. UU OJK tidak menentukan bebas dari
campur tangan pemerintah, melainkan hanya menentukan bebas dari campur tangan pihak lain seperti yang dijelaskan diatas.
90
Selanjutnya, didalam Penjelasan Umum antara lain dikemukakan bahwa independensi Otoritas Jasa Keuangan diwujudkan dalam 2 hal, yaitu: secara
kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan tidak berada di sistem pemerintah RI dan Pimpinan Otoritas Jasa Keuangan memiliki kepastian atas jabatannya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, independensi OJK tampaknya sulit untuk diwujudkan karena:
91
1. Proses pengisian anggota Dewan Komisioner sebagaimana diatur dalam Pasal
10 UU OJK menentukan bahwa 2 dari 9 anggota diisi secara ex officio, yaitu 1 dari Bank Indonesia, 1 dari Kementrian Keuangan. Karena ex officio maka
masalah jabatan Dewan Komisioner tersebut tergantung kepada masa jabatan pada instansi asalnya.
2. Pada instansi asalnya tidak ada kesetaraan dalam proses rekrutmen, karena ada
yang perlu mendapat konfirmasi DPR, ada yang diusulkan melalui Mentri Keuangan kepada Presiden dan ada yang langsung kepada Presiden Pasal 11
dan Pasal 13.
90
Ibid.
91
Nova Asmirawati, Catatan Singkat Terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legisasi Indonesia Vol. 9 No.3,
2012 hal. 139
Universitas Sumatera Utara
83
Pengaturan mengenai pengisian formasi Dewan Komisioner ini tampaknya perlu dipertimbangkan ulang, agar makna independen dari lembaga ini tidak
terkesan menjadi sempit. Keindependensian OJK akan sepenuhnya efektif, jika terdapat Good
Corporate Governance didalam dunia keuangan dan perbankan. Karena penerapan sistem Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat
meningkatkan kualitas dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai
fundamental perusahaan. Fungsi pengawasan itu bukan terletak dari dibentuknya lembaga baru atau tidak, tapi dari ada atau tidaknya penerapan good corporate
governance.
92
Persoalan lain yang mempengaruhi independensi OJK adalah pembiayaan di OJK yang bersumber dari APBN danatau pungutan dari pihak yang melakukan
kegiatan pada sektor jasa keuangan. Penetapan besaran pungutan itu dilakukan dengan tetap memperhatikan kemampuan pihak yang melakukan kegiatan di
sektor jasa keuangan.
93
Pungutan ataupun iuran akan mengurangi independensi OJK sehingga akan lebih baik apabila pendanaan OJK berasal dari Anggaran Pendapatan
Belanja Negara APBN. Tetapi demi perkembangan industri jasa keuangan di Indonesia, pungutan atau iuran dapat saja dilakukan oleh OJK, namun untuk 5
92
Wiwin Rahyani, Independensi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perspektif Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legisasi Indonesia Vol. 9
No. 3, 2013 hal. 369
93
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 34 ayat 2
Universitas Sumatera Utara
84
tahun pertama, tentu saja pembiayaan berasal dari dana APBN. Selain itu, pungutan atau iuran juga dapat dilakukan jika pembiayaan terhadap OJK terlalu
membebani APBN. Namun pada sisi lain, apabila OJK ini memiliki program yang baik untuk pengembangan jasa keuangan di Indonesia, pungutan atau iuran ini
nantinya tidak akan ditolak oleh industri jasa keuangan apabila sudah merasakan manfaat dari lembaga pengawas dan pengaturan jasa keuangan ini.
Jika dilihat dari UU OJK, didalam Pasal 1 angka 1 diuraikan bahwa: “Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini.” Didalam Pasal 2 juga ditegaskan kembali bahwa: “OJK adalah lembaga
yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam
Undang-Undang ini. Independensi OJK tercermin didalam kepemimpinan OJK itu sendiri.
Secara perseorangan, pimpinan OJK memiliki kepastian masa jabatan dan tidak dapat diberhentikan, kecuali memenuhi alasan seara tegas diatur dalam Undang-
Undang ini. Disamping itu, dalam mendapatkan pimpinan OJK yang tepat, Undang-Undang ini mengatur mekanisme seleksi yang transparan, akuntabel dan
melibatkan partisipasi publik melalui suatu pantia seleksi yang unsur-unsurnya terdiri atas pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat sektor jasa keuangan.
Universitas Sumatera Utara
85
Selanjutnya, terkait dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat 2 UU OJK bahwa OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-undang ini. Adanya pengecualian terhadap
independensi OJK berlaku pula bagi ketentuan Bank Indonesia. Meskipun Bank Indonesia dan OJK adalah lembaga yang independen, tetapi keindependensiannya
tidak berlaku secara absolut ataupun mutlak. Begitu juga dengan lembaga OJK tidak mutlak sebagai lembaga yang independen. Didalam Undang-undang Nomor
23 Tahun 1999 sebagaimana diubah melalui Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 sebagaimana diubah melaui Undang-undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang
Bank Indonesia selanjutnya disingkat UU BI menegaskan di Pasal 4 yat 2 UU BI tidak berlaku keindependensian Bank Indonesia secaramurni sebab Pasal ini
merupakan Pasal pengecualian. Ketentuan pengecualian ini ditentukan, apabila diatur dengan tegas didalam UU BI. UU OJK juga mengatur ketentuan
pengecualian di Pasal 1 angka 1 jo Pasal 2 ayat 2 yang terdapat pengecualian juga diatur secara tegas menurut UU OJK.
Independensi bagi BI dan juga OJK tidak diserahkan kepada kedua lembaga ini secara mutlak. Ketika misalnya sistem itu berurusan dengan
penyehatan perbankan seperti persoalan ekonomi makro sebagaimana ditentukan dalam Pasal 39 UU OJK. Kaitannya dengan Pasal 2 ayat 2 UU OJK ketika
misalnya bank berdampak sistemik, maka dapat dicegah dan ditangani melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan FKSSK, sebab kondisi ini
Independensi bagi BI dan juga OJK tidak diserahkan kepada kedua lembaga ini
Universitas Sumatera Utara
86
secara mutlak. Ketika misalnya sistem itu berurusan dengan penyehatan perbankan seperti persoalan ekonomi makro sebagaimana ditentukan dalam Pasal
39 UU OJK. Kaitannya dengan Pasal 2 ayat 2 UU OJK ketika misalnya bank berdampak sistemik, maka dapat dicegah dan ditangani melalui Forum Koordinasi
Stabilitas Sistem Keuangan FKSSK, sebab kondisi ini.
C. Independensi Otoritas Jasa Keuangn OJK Menjalankan Peran Sebagai