Gambar 2.11 HiDAM
2.7 Teori Metallic Yielding Damper Umum
Sistem terbaru dalam disain struktur pemikul beban gempa pada saat ini difokuskan pada disipasi energi dengan menggunakan berbagai macam cara. Sistem
pendisipasi energi ini terdiri dari tiga kategori yaitu base isolation system, active and semi- active system dan passive system. Di antara sistem disipasi energi tersebut, sistem
energi pasif cukup banyak digunakan. Sistem redaman pasif yang paling banyak diteliti dan diaplikasikan adalah metallic yielding damper karena memiliki beberapa keunggulan
yaitu pembuatan dan proses pemasangan ke struktur yang mudah serta memiliki histeresis yang stabil. Metallic yielding damper berperan sebagai penambah kekakuan dan redaman
pada struktur sehingga bisa meningkatkan seismic performance struktur. Dengan memasang metallic damper ke struktur bisa mencegah kerusakan pada komponen utama
struktur karena sebagian besar energi gempa akan diserap oleh damper peredam.
30
Universitas Sumatera Utara
2.8 Tinjauan Peredam Lelah Baja 2.8.1 Dasar Pemilihan Damper Bentuk X
Untuk memahami perilaku sistem peredam leleh baja yielding damper dalam meyerap energi gempa melalui mekanisme pelelehan material akibat lentur,
maka terlebih dahulu dijelaskan penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya.
Penelitian peredam leleh baja oleh Stiemer 1980,1981 adalah menggunakan pelat baja berbentuk pelat meruncing tapered sebagai penyokong sistem
pemipaan. Peredam ini dianggap terjepit pada bagian atas dan pada bagian bawah sebagai sendi. Dengan kondisi seperti ini diharapkan peredam ini akan melentur
dengan kurvatur tunggal. Hasil tes menunjukkan peredam ini efektif mereduksi respons dinamik dari sistem. Selanjutnya percobaan pada shaking table pada
jaringan pemipaan dengan peredam leleh baja berbentuk X pada struktur baja 3 tingkat akibat pembebanan sinusoidal dan berbagai percepatan gempa. Hasil tes
menunjukkan tegangan pada pipa dengan tumpuan dari peredam leleh baja dapat direduksi. Namun, untuk mendapatkan hasil reduksi tegangan maksimal pada
pipa, maka kekuatan dari peredam leleh baja harus direncanakan dengan seksama.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Bergman dan Goel 1987 pada peredam leleh baja berbentuk X dan V yang dipasang dengan bracing bentuk chevron yang
mengalami pembebanan siklik. Hasil percobaan menunjukkan bahwa spesimen tersebut mampu mempertahankan kurva histeresis yang stabil dan gemuk tanpa
31
Universitas Sumatera Utara
terjadinya pinching dan slip. Namun, pada spesimen bentuk V memperlihatkan adanya pinching dan slip pada kurva histeresis khususnya pada percobaan
kelelahan pada amplitudo besar karena adanya kerusakan pada bagian bawah sambungan. Pengaruh pinching dan slip menyebabkan kurang efektifnya
kapasitas dissipasi energi. Percobaan lainnya dilakukan oleh Whittaker dkk.1989, 1991 pada peredam
leleh baja yang terdiri dari 4, 6 dan 7 spesimen berbentuk X dipasang sejajar. Percobaan dilakukan dengan beban siklik sinusoidal. Hasil tes menunjukkan
bahwa perilaku peredam leleh baja ini dipengaruhi parameter kekakuan elastis, kekuatan leleh dan perpindahan lelehnya. Disamping itu tes menunjukkan bahwa
spesimen mampu menahan beban siklik lebih dari 100 kali pada deformasi 3 kali perpindahan lelehnya tanpa menunjukkan penurunan kekakuan dan
kekuatan. Percobaan juga menunjukkan pentingnya kondisi kedua ujung sambungan dari spesimen peredam terhadap keberhasilan kinerjanya dalam
menyerap energi. Kobori 1992 melakukan penelitian damper bentuk gabungan X yang
dinamakan sebagai Honeycomb damper. Damper ini dibuat dari pelat baja serta dipasang dalam arah sumbu kuatnya dalam memikul gaya geser yang bekerja.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa kurva histeresis cukup gemuk dan stabil serta memiliki kekakuan elastik yang cukup besar bila dibandingkan dengan
damper bentuk X yang dibuat Whittaker dkk. Penelitian lebih lanjut dilakukan Li Gang dan Li Hong Nan 2008 terhadap 5
32
Universitas Sumatera Utara
bentuk geometri peredam leleh baja dengan fungsi ganda DFMD, karena tidak hanya menyediakan redaman tetapi juga kekakuan. Berbeda dengan peredam
bentuk X dan V yang umumnya memikul gaya geser gempa pada arah sumbu lemahnya, maka peredam leleh baja DFMD ini akan memikul gaya geser akibat
gempa dalam arah sumbu kuatnya. Itu sebabnya sistem ini akan memiliki kekakuan yang lebih besar dari peredam pada umumnya. Dari hasil percobaan
menunjukkan hanya dua bentuk dari lima jenis spesimen ini yang layak digunakan sebagai peredam leleh baja karena tiga spesimen lainya mengalami
kegagalan seperti adanya pinching pada kurva histeresis, terjadinya retak sepanjang arah horizontal ditengahnya dan terjadinya tekuk pada awal
pembebanan sehingga mereduksi kapasitas penyerapan energinya. Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya seperti dijelaskan di atas
bahwa peredam leleh baja X akan efektif menyerap energi gempa bila kurva histeresis gemuk dan stabil serta mengalami pelelehan secara bersamaan. Untuk peredam leleh
dengan kedua ujungnya disambung secara kaku sehingga akibat gaya geser akan melentur dengan kurvatur ganda dengan bidang momen berbentuk linier dengan maksimum
pada kedua ujungnya dan bernilai nol ditengahnya. Sedangkan gaya geser akan konstan sepanjang tinggi peredam. Oleh sebab itu bentuk X banyak digunakan
karena diagram kapasitas momen leleh penampang sama dengan bentuk momen yang terjadi yaitu sama-sama linier. Kekurangan sistem ini adalah kekakuannya lebih
kecil sehingga untuk mendapatkan kekakuan yang besar jumlahnya dibuat lebih banyak. Untuk mengatasi kelemahan ini, maka peredam leleh baja dapat dipasang
33
Universitas Sumatera Utara
dengan pengaku bracing dalam arah sumbu kuatnya seperti pada honeycomb damper.
33
Universitas Sumatera Utara
2.8.2 Propertis Mekanik Peredam Lelah Baja
Tsai et al 1993 membuktikan bahwa peredam leleh baja ADAS berperilaku nonlinear ketika dibebani dengan beban percepatan tanah. Perilaku
nonlinear ini bisa dimodelkan dengan model trilinear.
Gambar 2.12 Model Trilinear Peredam Leleh Baja.
Dimana ∆y adalah perpindahan leleh pertama kali, ∆p1 adalah
perpindahan plastis 1 dan ∆p2 adalah perpindahan maksimum plastis 2. Gaya-gaya
yang bersesuaian dengan perpindahan adalah Fy adalah gaya yang menyebabkan kelelehan pertama kali, Fh1 adalah gaya plastis yang berkoresponden dengan ∆p1
dan Fh2 adalah gaya plastis yang berkoresponden dengan ∆p2. Besaran mekanik lain dari peredam leleh baja adalah daktilitas µ yang didefinisikan sebagai rasio
perpindahan maksimum terhadap peprindahan leleh atau ditulis dengan persamaan: 2.5
Universitas Sumatera Utara
Kekakuan eleastis peredam leleh baja didefinisikan sebagai rasio gaya leleh terhadap perpindahan leleh
2.6
Kekakuan plastis 1 K
p1
didefinisikan sebagai Rasio dari selisih F
p1
– F
y
terhadap selisih ∆
p1
- ∆
y.
2.7
Kekakuan plastis 2 K
p2
didefinisikan sebagai rasio dari selisih F
p2
– F
p2
terhadap selisih ∆
p2
- ∆
p2.
2.8
2.8.3 Penentuan Dimensi Peredam Baja Tipe X
Pada penentuan Dimensi peredam baja tipe X dilakukan berdasarkan perilaku peredam tersebut ketika menerima gaya. Peredam leleh baja dipasang ke
struktur seperti pada Gambar 1.2. Berdasarkan gambar tersebut dapat diasumsikan bahwa peredam tersebut memiliki tumpuan jepit-jepit dengan salah
satu ujung jepitnya bisa bergeser sehingga distribusi gaya yang terjadi adalah seperti pada Gambar 2.13
Universitas Sumatera Utara
Plat X Bentuk Terdeformasi
Distribusi Momen Gaya Lintang
Gambar 2.13 Distribusi gaya pada peredam baja tipe X Karena titik balik deformasi berada ditengah bentang, untuk menurunkan
persamaan yang digunakan untuk menentukan lebar peredam bisa dilakukan dengan meninjau setengah tinggi peredam 12 H dengan mempertimbangkan efek geser
dan lentur yang terjadi. Misalkan gaya yang bekerja pada damper adalah p, maka gaya leleh
yang dibutuhkan untuk terjadinya kelelehan akibat tegangan geser pada damper adalah:
2.9
Dimana adalah lebar tengah, adalah ketebalan pelat dan
adalah tegangan leleh. Dari teri mekanika bahan diketahui hubungan gaya geser leleh
dengan tegangan utama dalam hal ini tegangan utama berdnilai sama dengan nilai tegangan leleh adalah :
2.10
Universitas Sumatera Utara
Sehingga 2.11
Momen lentur terhadap titik balik 12H adalah : 2.12
Subtitusikan persamaan 2.7 ke dalam persamaan 2.8 maka diperoleh : 2.13
dan 2.14
Sehingga diperoleh :
2.15
2.9 Karakteristik Struktur Bangunan