Belajar Sebagai Ibadah dan Proses Pembinaan Diri

2 Kelas XII SMASMK

A. Belajar Sebagai Ibadah dan Proses Pembinaan Diri

Belajar merupakan panggilan kemanusiaan. Sadar atau tidak, bahwa manusia tidak bisa menghindar dari kegiatan belajar. Untuk hal-hal tertentu mungkin saja orang menghindar untuk belajar, karena memang tidak berminat untuk memiliki kemampuan tersebut. Tetapi, dapatkah orang menghindar atau menolak untuk belajar menjadi manusia? Ilustrasi dari kata ‘pelajar’ atau ‘siswa’ kiranya dapat lebih memberikan penjelasan tentang apa makna dari ’belajar’ tersebut. Dalam bahasa Zhong Wen, pelajar atau siswa adalah: Xue Sheng 学生. Xue Sheng dibangun dari Pendekatan Belajar Banyak-banyaklah Belajar Pandai-pandailah bertanya Hati-hatilah memikirkannya Jelas-jelaslah menguraikannya Sungguh-sungguhlah melaksanakannya Belajar Belajar Sebagai Ibadah dan Proses Pembinaan Diri Belajar Sepanjang Hidup Belajar Berarti Praktik Peta Konsep 3 Pendidikan Agama Khonghucu dan Budi Pekerti dua radikal huruf, yaitu: Xue 学 artinya belajar, dan Sheng 生 artinya hidup. Dengan demikian, siswa atau pelajar xue sheng itu dapat diartikan: “Belajar untuk hidup”. Dari pemaknaan tersebut dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah: belajar untuk hidup. Maka, jelaslah bahwa belajar bukanlah sekedar mencari dan mendapatkan pengetahuan semata, tetapi pengetahuan tersebut selanjutnya haruslah berguna bagi pembinaan diri dan pengembangan hidup. Belajar terjadi dalam interaksi dengan lingkungan, dalam bergaul dengan orang, dan dalam menghadapi peristiwa manusia belajar. Jadi, disadari atau tidak, kita melakukan banyak hal sepanjang hidup kita yang sebenarnya adalah proses belajar. Belajar adalah sebuah proses menciptakan kemampuan tertentu. Tidak ada suatu kemampuan yang diperoleh tanpa melalui proses belajar, meski hal yang sangat sederhana sekali pun. Kita menggunakan pakaian, makan dengan menggunakan alat-alat makan, kita berkomunikasi dalam bahasa Indonesia atau bahasa yang lain, kita bertindakberperilaku sopan-santun, kita menghormati orang yang lebih tua, kita mengendalikan kendaraan dan lain sebagainya. Gejala-gejala belajar semacam itu terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu. Semua kemampuan itu mula-mula tidak ada. Proses perubahan dari tidak adatidak mampu ke arah mampu selama jangka waktu tertentu serta ditandai dengan adanya perubahan dalam perilaku, inilah yang menandakan telah terjadi belajar. Makin banyak kemampuan yang diperoleh sampai menjadi milik pribadi, makin banyak pula perubahan yang akan dialami. Namun demikian, belajar bukan sekadar sebuah proses dari tidak tahu menjadi tahu. Proses dari tidak tahu menjadi tahu hanyalah gejala belajar untuk mendapat tambahan pengetahuan. Setelah terjadi proses dari tidak tahu menjadi tahu berpengetahuan, selanjutnya pengetahuan itu haruslah memberikan kontribusi sumbangan yang bermanfaat bagi diri kita dan orang- orang di sekeliling kita. Jadi pada hakikatnya, belajar memiliki dua tujuan. Pertama, untuk mengasah otak dan menambah wawasan pengetahuan. Kedua, untuk membuat seseorang dapat memberikan kontribusi sumbangan yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain masyarakat. Semua yang kita pelajari pada dasarnya adalah untuk mengembangkan kemampuan dalam membina diri dan menggenapi kodrat kemanusiaan kita. Oleh karena itu, belajar merupakan kegiatan dalam rangka ‘memuliakan’ 4 Kelas XII SMASMK hubungan kita dengan Yang Mahakuasa Tuhan. Demikianlah belajar menjadi sebuah ibadah dan proses pembinaan diri. Belajar seharusnya membantu kita meningkatkan pengetahuan dan pengembangan citra diri serta membantu kita dalam membina diri. Tetapi sayangnya, beberapa orang cenderung menjadi sombong hanya karena mereka mengetahui sesuatu yang orang lain tidak mengetahuinya. Nabi Kongzi bersabda: “Orang zaman dahulu belajar untuk membina diri. Sekarang orang belajar bertujuan untuk memperlihatkan diri kepada orang lain”. Sabda Suci. XIV: 24. Hal ini mungkin suatu perbedaan yang sangat mencolok tentang tujuan dari belajar. Mestinya, kita tidak boleh melupakan bahwa belajar adalah untuk pembinaan diri, dan sama sekali bukan untuk menunjukkan diri. Nabi Kongzi bersabda: “Orang yang sejak lahir sudah bijaksana inilah orang tingkat teratas, yang dengan belajar lalu bijaksana inilah orang tingkat kedua, orang setelah menanggung sengsara lalu insyaf dan mau belajar inilah orang tingkat ketiga, dan orang yang sekali pun sudah menanggung sengsara tetapi tidak mau insyaf untuk belajar ialah orang paling rendah di antara rakyat”. Sabda Suci. XVI: 9 Mungkin ada orang yang sejak lahir sudah bijaksana, mengerti mana yang benar dan mana yang salah. Tetapi, mungkin itu hanya pada orang-orang tertentu, para nabi, dan orang-orang suci yang memang diberi kemampuan lebih karena mengemban misi membawakan ajaran agama. Di luar orang-orang terpilih itu, haruslah melalui proses belajar untuk dapat menjadi bijaksana.

B. Belajar Sepanjang Hidup