1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehadiran globalisasi pada era sekarang sudah tidak bisa terelakkan lagi. Globalisasi merupakan proses bersatunya kegiatan bangsa-bangsa di dunia dalam
sistem yang mendunia Sri Nugroho, Arif Julianto, dkk, 2007: 113. Globalisasi tidak mengenal adanya batas-batas wilayah, bahkan tidak mengenal aturan lokal,
regional, dan kebijakan negara yang dapat mengurangi ruang gerak masuknya nilai, ide, pikiran, atau gagasan yang dianggap sudah merupakan kemauan
masyarakat dunia Sunarso, dkk, 2006: 221. Akibat dari arus globalisasi yang demikian serta perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi saat ini, maka dampak yang ditimbulkan tentunya sangat besar. Hal tersebut berimbas bagi seluruh penduduk dunia, tidak terkecuali
bangsa Indonesia sendiri. Teknologi informasi dan komunikasi yang saat ini sedang berkembang pesat telah menyebabkan penurunan akhlak, moral, dan sikap
dari bangsa Indonesia. Melalui media cetak maupun elektronik, masyarakat mampu mengakses informasi dari belahan dunia manapun tanpa menyaringnya
terlebih dahulu, mana yang sesuai dengan budaya Indonesia dan mana yang tidak. Salah satu filter untuk menahan masuknya pengaruh kebudayaan asing tersebut
adalah melalui penanaman sikap nasionalisme. Perwujudan dari sikap nasionalisme antara lain berupa perilaku cinta terhadap tanah air, menjunjung
tinggi persatuan dan kesatuan, memiliki sikap rela berkorban, dan pantang menyerah Risa Mesiana, 2012.
2 Perasaan cinta tanah air tidak cukup hanya dituliskan dalam bentuk kata-
kata saja, tetapi harus ditunjukkan melalui perilaku kita sehari-hari. Khususnya bagi anak usia sekolah dasar, perilaku tersebut dapat dilakukan dengan cara
belajar dengan tekun, bersungguh-sungguh, serta menunjukkan sikap yang positif seperti menghindari perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri
maupun orang lain. Menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dapat dilakukan dengan tidak
memilih-milih teman untuk belajar maupun bermain, mampu mencegah perilaku yang mengarah pada perkelahian, adu domba, memfitnah, membuat keonaran, dan
melanggar peraturan. Selain itu, perilaku menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dapat ditunjukkan dengan cara menghargai keanekaragaman bangsa
Indonesia, seperti suku bangsa, bahasa, maupun adat istiadat di berbagai daerah. Hal itu dikarenakan pada dasarnya keanekaragaman budaya Indonesia, termasuk
diantaranya tarian, lagu daerah, maupun bahasa di setiap daerah yang berbeda- beda merupakan kekayaan bangsa yang tidak ternilai harganya.
Sikap rela berkorban dan pantang menyerah dapat ditunjukkan dengan cara bekerja keras dan mau berusaha dalam mengejar prestasi. Baik itu dengan
cara mengharumkan nama sekolah di tingkat daerah maupun nama bangsa Indonesia di tingkat dunia. Selain itu, tidak melakukan tindakan yang dapat
mencoreng nama baik Indonesia. Hal tersebut dapat dilakukan oleh siswa sekolah dasar pada khususnya untuk menunjukkan usaha dan kerelaannya terhadap
sekolah. Misalnya, dengan ikut berpartisipasi dalam perlombaan-perlombaan
3 sebagai wakil dari sekolah. Pada lingkungan masyarakat, misalnya dengan cara
mau mengikuti kegiatan kerja bakti di lingkungan tempat tinggalnya. Berbagai hal yang telah disebutkan di atas, dapat dijadikan sebagai
pegangan hidup siswa dalam menghadapi masalah ataupun hambatan yang terjadi dalam kehidupannya. Hal itu juga dapat dijadikan pedoman untuk menghadapi
tantangan proses globalisasi yang saat ini sedang membelenggu. Kenyataan yang terjadi saat ini, akibat pengaruh kebudayaan asing yang
masuk ke Indonesia berimbas pada penurunan semangat kebangsaan Indonesia. Hal itu ditandai dengan turunnya akhlak, moral, dan sikap bangsa Indonesia akan
kebanggaan dan kecintaannya terhadap tanah air terutama bagi generasi penerus bangsa, termasuk di dalamnya adalah siswa sekolah dasar. Penurunan tersebut
dapat dilihat dari sikap siswa ketika berkomunikasi dengan gurunya. Siswa sudah tidak lagi menunjukkan unggah-ungguh dalam pemakaian bahasa. Siswa tidak
memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar maupun memakai bahasa daerahnya dengan sopan. Kecenderungan anak untuk berperilaku individualis juga
semakin terbentuk karena ketatnya persaingan antar individu. Contohnya, banyak anak-anak jaman sekarang tidak mengenal tetangganya sendiri karena kurangnya
sosialisasi dengan masyarakat di sekitarnya. Pengaruh dari banjirnya barang-barang produksi luar negeri seperti
pakaian yang saat ini banyak dikenakan oleh anak-anak Indonesia juga merupakan imbas dari penurunan sikap akan kebanggaan dan kecintaannya terhadap tanah air.
Banyak anak yang lebih memilih memakai pakaian mewah produksi luar negeri dibandingkan dengan pakaian batik dari Indonesia. Anak menganggap pakaian
4 batik adalah pakaiannya orang tua, sehingga anak enggan memakai pakaian batik
yang sebenarnya merupakan ciri khas dan jati diri bangsa Indonesia. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kesadaran masyarakat Indonesia untuk lebih memperkuat
jati diri bangsa Indonesia dan menumbuhkan kebanggaan serta kecintaannya terhadap tanah air.
Hal yang sama juga disebutkan oleh Bahar Bausan 2012: 7 bahwa perbedaan nasionalisme sebelum masa kemerdekaan dan nasionalisme pada era
dewasa ini lebih didominasi oleh faktor perubahan tatanan sosial, politik, dan ekonomi. Hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh globalisasi yang secara
perlahan telah melunturkan nasionalisme yang melekat pada diri masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, penanaman sikap nasionalisme merupakan sebuah
tantangan terbesar bagi bangsa Indonesia, termasuk melalui dunia pendidikan. Setiap warga negara dari suatu bangsa, sudah tentu memiliki ketertarikan
emosional dengan negara yang bersangkutan sebagai perwujudan rasa bangga dan memiliki bangsa dan negaranya Budiyanto, 2007: 30. Rasa tersebut akan
menghasilkan sikap ketertarikan dan kecintaan kepada tanah air yang disebut dengan sikap nasionalisme. Jika sikap nasionalisme tidak terbentuk, maka akan
menimbulkan perpecahan yang sangat merugikan persatuan dan kesatuan bangsa. Sikap nasionalisme dapat ditanamkan dan dibentuk dalam diri generasi penerus
bangsa, termasuk diantaranya pelajar Indonesia. Baik itu pada lingkungan keluarga, masyarakat, maupun sekolah.
Di dalam kaitannya dengan mata pelajaran IPS, sikap nasionalisme dapat ditanamkan dalam diri peserta didik karena pada dasarnya IPS bertujuan untuk
5 membina anak didik menjadi warganegara yang baik, memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan negara Nursid Sumaatmadja, dkk, 1997: 1.8. Jadi, untuk
merealisasikan tujuan tersebut, pada proses belajar mengajar IPS tidak hanya terbatas pada aspek kognitif pengetahuan dan psikomotor keterampilan saja.
Akan tetapi, aspek afektif sikap juga harus ditanamkan ketika proses belajar mengajar IPS. Di samping itu, semua perilaku yang ditunjukkan guru ketika
proses belajar mengajar IPS juga mempengaruhi upaya penanaman sikap nasionalisme kepada peserta didik. Hal tersebut berarti guru dapat memberikan
contoh bagi peserta didik untuk berperilaku sebagai seorang nasionalis agar dapat menanamkan sikap nasionalisme kepada siswanya.
Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti terdorong untuk mengungkapkan cara penanaman sikap nasionalisme yang dilakukan guru kelas IV kepada siswa
SD Negeri 2 Sumampir secara mendetail, terutama melalui mata pelajaran IPS. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian dengan judul
“Penanaman Sikap Nasionalisme melalui Mata Pelajaran IPS pada Siswa Kelas IV SD Negeri 2
Sumampir”.
B. Fokus Penelitian