BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beras merupakan suatu komoditi yang sangat penting mengingat beras adalah makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia dimana 90 dari penduduk
Indonesia mengkonsumsi beras dan menyumbang lebih 50 dari kebutuhan kalori dan hampir 50 dari kebutuhan protein Rosegrant,1987. Persoalan yang penting
yang menjadi menu utama dalam perberasan nasional adalah masalah faktor-faktor produksi seperti supply beras dalam negeri tidak berlangsung sepanjang tahun, harga
pupuk, pestisida, dan harga hasil produksi berupa gabah atau beras menjadi sangat tidak menentu disaat panen raya, belum lagi persoalan yang berada di luar kendali
seperti faktor musim atau cuaca, banjir, kekeringan, dan masih banyak lagi. Hal ini merupakan salah satu penyumbang penting terhadap fluktuasi harga beras di Kota
Medan khususnya dan Indonesia pada umumnya. Kota Medan merupakan kota terbesar di Sumatera Utara dan juga merupakan
ibu kota provinsi Sumatera Utara, Medan juga termasuk kedalam kota Metropolitan, dimana memiliki pertumbuhan penduduk yang cukup pesat. Seiring dengan itu maka
besar pulalah kebutuhan pangan terutama beras yang dikenal sebagai bahan makanan pokok.
Meningkatnya kebutuhan beras di kota Medan, menyebabkan permintaan dan penawaran terhadap beras juga meningkat. Adapun harga beras yang ditetapkan
adalah sesuai dengan mutu beras tersebut. Pada umumnya, penduduk yang mempunyai perekonomian yang baik menginginkan beras yang berkualitas baik
sedangkan penduduk yang mempunyai perekonomian standar mengkonsumsi beras yang bermutu sedang atau standar dan penduduk yang mempunyai perekonomian
lemah hanya mampu mengkonsumsi beras yang bermutu di bawah standar rendah. Beragamnya jenis permintaan akan beras ini disebutkan, disebabkan beragamnya
tingkat perekonomian di kota Medan, sehingga penawaran akan beras juga beraneka ragam. Sejalan dengan itu pemerintah berupaya untuk mengusahakan bagaimana
harga beras dapat terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dengan mutu yang baik. Dalam kebijakan pangan nasional, kebijakan harga merupakan instrumen
yang sangat penting. Falsafah kebijakan harga yang mewarnai kebijakan pangan selama ini adalah menjaga harga dasar yang cukup tinggi untuk merangsang
produksi, memberi perlindungan harga batas tertinggi yang menjamin harga yang wajar bagi konsumen, mengusahakan adanya perbedaan yang layak antara harga
dasar dan harga batas tertinggi untuk memberikan keuntungan yang wajar bagi swata untuk penyimpanan, dan menjaga hubungan harga yang wajar antar daerah maupun
terhadap harga internasional, selain itu kebijakan pangan juga berkaitan dengan kebijakan distribusi dan kelembagaan yang tetap konsisten dengan kebijakan harga.
Komoditas beras memiliki peran yang sangat strategis dalam memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi, dan stabilitas politik di Indonesia. Hal ini
ditunjukan dari usaha pemerintah yang selalu berusaha menjaga stok beras dalam negeri agar tetap mengalami surplus. Dengan terjaganya stok beras maka harga
dipasaran akan lebih stabil. Terjadinya praktek penimbunan beras menyebabkan harga naik yang tentunya
akan sangat memberatkan masyarakat. Khususnya untuk kalangan masyarakat ekonomi menengah kebawah. Kurang tegasnya kebijakan pemerintah dalam
menindak pelaku penimbunan beras menyebabkan mereka tidak jera untuk melakukannya lagi. Demikian permintaan beras yang terus meningkat akan membuat
harga semakin naik, namunpun demikian mau tidak mau masyarakat akan tetap membeli untuk kebutuhan hidup. Hal ini merupakan salah satu alasan pemerintah
berupaya bagaimana menstabilkan harga agar tetap dapat di konsumsi masyarakat. Sebelum tahun 1999 permasalahan impor beras belum menjadi isu yang
cukup popular ditelinga semua masyarakat Indonesia, karena saat itu impor beras belum menimbulkan permasalahan yang cukup kompleks. Namun sejak tahun 1999
dimana volume impor beras Indonesia membengkak yakni sebesar 4,8 juta ton, permasalahan impor beras ini begitu mendapat sorotan dari berbagai kalangan
masyarakat. Hal itu terjadi dikarenakan ini merupakan suatu rekor impor yang cukup mengkhawatirkan, terutama pada saat negara berada dalam keadaan kering devisa.
Pada saat itu pemerintah mulai diserang dengan berbagai kritik dan saran tentang pengambilan keputusan mengenai kebijakan impor beras. Dan salah satu isu yang
paling sering diangkat adalah untuk memperhatikan nasib para petani Indonesia yang menggantungkan hidupnya dari bertani. Memang sudah seharusnya pemerintah
mempertimbangkan hal itu sebelum mengambil kebijakan mengimpor beras, karena jika kebijakan impor beras yang dikeluarkan pemerintah tidak tepat, maka para
petanilah yang menanggung akibatnya. Namun kebijakan impor yang diambil pemerintah memang sudah melalui proses pertimbangan-pertimbangan sebelumnya,
dimana menurut pemerintah kebijakan impor beras adalah merupakan kebijakan yang efektif dan efisien.
Dari sisi produksi, supply beras dalam negeri tidak berlangsung sepanjang tahun. 60 dari produksi terjadi pada bulan Januari-April, 30 sisanya terjadi pada
bulan Mei-Agustus dan 10 lagi terjadi pada bulan September-Desember. Akibatnya harga beras pun berfluktuasi mengikuti pola panen yang ada. Disamping itu ada
permasalahan lain yaitu luas pemilikan lahan yang relatif semakin kecil. Sementara itu Indonesia juga tidak dapat sepenuhnya mengandalkan supply luar negeri. Volume
beras yang diperdagangkan di pasaran dunia hanya meliputi 4 total produksi. Di samping itu perdagangan beras merupakan perdagangan yang paling regulated di
bandingkan dengan komoditi lainnya, yakni sebagian besar dilakukan berdasarkan G to G agreement. Bedasarkan situasi tersebut di atas maka pemerintah perlu untuk
melakukan intervensi dalam tataniaga beras. Secara teoritik intervensi yang dilakukan pemerintah di pasar bebas
disebabkan adanya “market failure”. Peter Timer 1978 mendefenisikan market failure adalah “Where markets do not provide goods to an extent that socially
adequate or where the markets do not perform efficiently that give agriculture its public dimension”. Market failure ini disebabkan antara lain adanya monopoli,
terbatasnya akses informasi dan sebagainya. Latar belakang pengendalian pangan oleh pemerintah yakni intervensi pemerintah dalam tataniaga beras juga didasarkan
pada adanya market failure tersebut, dimana adanya monopoli, terjadi pula pada komoditi beras Amang, 1994:2.
Akurasi estimasi dan perencanaan pengadaan beras baik untuk stok nasional maupun untuk operasi pasar mempunyai kepentingan dalam ketepatan stok beras
nasional maupun daerah. Dalam menjamin akurasi estimasi dan perencanaan pengadaan beras dipandang perlu untuk mengadakan analisis permintaan dan
produksi beras, yang dilaksanakan untuk mempelajari sejauh mana kemampuan produksi nasional dapat memenuhi kebutuhan domestik, dan diharapkan hasil dari
analisis ini digunakan sebagai basis informasi bagi berbagai pemangku kepentingan dalam menentukan langkah-langkah yang akan diambil. Salah satu pemangku
kepentingan tersebut dalam hal ini adalah “BULOG”. Dengan mengetahui akurasi estimasi dan perencanaan pengadaan beras maka dapat membantu BULOG dalam
“buffer” pengadaan beras. Peraturan Pemerintah no.7 tahun 2003 tanggal 20 Januari 2003 tentang
Pendirian Perum BULOG dengan visi menjadi lembaga pangan yang handal untuk memantapkan ketahanan pangan nasional dan misi menyelenggarakan tugas
pelayanan publik untuk keberhasilan pelaksanaan kebijakan pangan nasional serta fungsi komersial menjalankan usaha dalam bidang komoditi pangan guna mendukung
program pengembangan hasil pertanian khususnya pangan dan bidang usaha lainnya dengan upaya memaksimalkan produktifitas, efisiensi dan kemampuan untuk
menghasilkan keuntungan. Menyelenggarakan kegiatan ekonomi di bidang pangan secara berkelanjutan, serta memberikan manfaat kepada perekonomian nasional.
Perum BULOG mempunyai peran yang cukup penting dalam upaya untuk mewujudkan dan menetapkan ketahanan pangan, baik dalam skala rumah tangga
maupun nasional. Perum BULOG berupaya memberikan pelayanan sebaik mungkin yakni masyarakat agar memperoleh harga yang terjangkau oleh semua lapisan dan
petani agar memperoleh harga yang wajar sesuai peraturan pemerintah. Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba menganalisis sejauh mana peran
BULOG dalam rangka stabilisasi harga beras, khususnya di kota Medan. Untuk itu
penulis mengambil judul “Analisis Peranan BULOG Terhadap Harga Beras di Kota Medan”.
1.2 Perumusan Masalah