4 Flow mm
Min 3 Min 3
3.3 3.45
5 Marshall Quotient
kgmm Min 250
Min 250 360
367 6
VMA Min 15
Min 15 16.45
15.68 7
VFB Min 65
Min 65 68.2
69.1 8
VIM 3.5
– 5.5 3.5
– 5.5 5.24
4.85 9
VIM at PRD Min 2.5
Min 2.5 3.12
3 10
Kadar Aspal Efektif -
Min 4.3 -
4.79 11
Retained Marshall Min 75
Min 90 79.7
92.1
IV.2 Analisis Data Pengujian Agregat
Hasil dari pengujian sifat-sifat fisik atau karakteristik agregat kasar, agregat halus yang digunakan dalam campuran seperti yang terlihat pada Tabel IV.1 dan IV.2, menunjukkan bahwa
agregat yang digunakan memenuhi spesifikasi umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010.
IV.2.1 Pengujian Agregat Kasar
1. Kekekalan bentuk terhadap larutan Natrium Sulfat NaSO
4
Hasil pengujian yang dilakukan adalah 7.9 dan memenuhi syarat yang ditetapkan Spesifikasi Umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010 yaitu maksimum 12. Dari hasil ini
menunjukkan bahwa agregat yang digunakan tahan dan tidak mudah hancur akibat pengaruh cuaca.
2. Kekerasan
Kekerasan dari agregat kasar diukur dengan uji abrasi menggunakan mesin Los Angeles, nilai yang diperoleh dari pengujian tersebut adalah 29.96 dapat memenuhi dari
spesifikasi Umum Bina Marga tahun 2006 yang membatasi maksimum 40 dan 2010
Universitas Sumatera Utara
gradasi kasar yang menetapkan persyaratan maksimun sebesar 30. Dari pengujian ini dapat disimpulkan bahwa agregat yang digunakan memiliki nilai keausan yang cukup
sehingga tidak akan mudah pecah selama pemadatan maupun akibat pengaruh beban lalu lintas.
3. Kelekatan agregat terhadap aspal
Hasil uji kelekatan agregat terhadap aspal lebih besar dari 95. Hasil ini memenuhi spesifikasi Umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010 yang menetapkan batasan minimum
95. Ini menunjukkan agregat yang diuji memiliki sifat kelekatan terhadap aspal yang tinggi sehingga sifat ketahanan terhadap pemisahan aspal film-stripping juga tinggi.
4. Material Lolos Ayakan No. 200 agregat kasar Persentase yang diperoleh dari pengujian adalah 0.012 untuk agregat kasar. Hal ini
memenuhi batasan dari spesifikasi umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010, yang menetapakn batasan maksimum 1 untuk agregat kasar.
5. Partikel Pipih dan Lonjong Adapun hasil yang didapat dari pengujian adalah 8.8 yang mana hasil ini lebih kecil
dari batasan spesifikasi yaitu 10. Hal ini menunjukkan partikel pipih dan lonjong yang terdapat cukup sedikit pada total agregat kasar.
6. Angularitas Agregat Kasar
Pada Pengujian di dapat bidang pecah pada agreagat kasar memenuhi syarat spesifikasi yaitu lebih besar dari 9590. 9590 menunjukkan bahwa 95 agregat kasar mempunyai
muka bidang pecah satu atau lebih dan 90 agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
Universitas Sumatera Utara
IV.2.2 Pengujian Agregat Halus
1. Nilai Setara Pasir Pada pengujian di peroleh nilai setara pasir 70.35, hal ini memenuhi batasan yng
diberikan spesifikasi yaitu 70. 2.
Material Lolos Ayakan No. 200 agregat kasar Persentase yang diperoleh dari pengujian adalah 7.2 untuk agregat halus. Hal ini
memenuhi batasan dari spesifikasi umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010, yang menetapakn batasan maksimum 8 untuk agregat halus.
3. Angularitas Agregat Halus Dari pengujian didapat nilai angularitas 70.17, hal ini memenuhi batasan spesifikasi
yang menetapkan batasan 45.
IV.3. Analisis Data Pengujian Aspal
Hasil pengujian terhadap sifat-sifat fisik aspal Pen 6070 diperlihatkan pada Tabel IV.3. hasil pengujian menunjukkan bahwa aspal yang dugunakan memenuhi spesifikasi yang
disyaratkan Spesifikasi Umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010 1. Berat Jenis
Dari penelitian berat jenis aspal pen 6070 dihasilkan berat jenis 1,02. Memenuhi batasan yang di berikan baik pada spesifikasi 2006 mauun 2010 yang memberikan batasan
minimum 1. 2. Uji Kehilangan Berat setelah TFOT
Pengujian Thin Film Oven Test TFOT Pen 6070 di peroleh hasil pengujian 0.076. Spesifikasi Umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010 membatasi untuk aspal Pen 6070
adalah maks. 0,8 .
Universitas Sumatera Utara
3. Penetrasi
Pengujian penetrasi dilakukan sebelum dan sesudah Thin Film Oven Test TFOT terhadap kedua jenis aspal. Dari pengujian penetrasi standar suhu 25ºC didapat nilai
penetrasi aspal sebelum TFOT untuk aspal Pen 6070 adalah 64.9, hasil ini memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga 2006 yaitu untuk penetrasi aspal Pen 6070 pada
temperatur 25ºC, 100 gr, 5 detik harus berada dalam rentang nilai 60 – 79, sedangkan
untuk Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 harus berada dalam rentang 60 – 70.
Dari hasil pengujian, aspal Pen 6070 memiliki nilai penetrasi pada temperatur 25ºC setelah TFOT yaitu sebesar 55.8. mm mengalami penurunan menjadi 86 dari penetrasi
asli. Hasil ini memenuhi syarat spesifikasi Umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010 yang menyaratkan nilai penetrasi minimal 54 dari penetrasi asli.
4. Titik Lembek Nilai titik lembek sebelum TFOT menunjukkan aspal Pen 6070 48,5 ºC memenuhi
persyaratan Spesifikasi Umum Bina Marga 2006 48 ºC – 58 ºC dan persyaratan
Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 ≥ 48 ºC.
5. Titik Nyala Nilai titik nyala pada pengujian aspal Pen 6070 adalah 292 ºC, nilai ini memenuhi
persyaratan Spesifikasi Umum 2006 untuk aspal Pen 6070 min. 200 ºC dan Spesifikasi Umum 2010 untuk aspal Pen 6070 min. 232 ºC. Menunjukkan batasan yang lebih
tinggi pada Spesifikasi yang baru. 6. Kelarutan dalam Trichlor Ethylen, C2HCl3
Nilai pengujian kelarutan menunjukkan kemurnian aspal. Nilai kelarutan di dalam C2HCl3 untuk aspal Pen 6070 99,685 dari berat semula. Nilai ini memenuhi
Universitas Sumatera Utara
persyaratan Spesifikasi Umum Bina Marga 2006 dan 2010 yang mensyaratkan nilai kelarutan aspal Pen 6070 min. 99.
7. Uji Daktalitas Pengujian daktalitas aspal sesuai spesifikasi Umum Bina Marga 2006 dan 2010
mensyaratkan minimal 100 cm untuk aspal Pen 6070. Dari pengujian aspal pen 6070 didapatkan nilai lebih besar dari 100 cm. Pengujian daktalitas setelah TFOT, Spesifikasi
Umum 2006 mensyaratkan minimal 50 dari pengujian didapatkan hasil lebih dari 50. Spesifikasi Umum 2010 mensyaratkan
≥100 cm, dan didapat nilai lebih dari 100cm. 8. Viscositas
Pada pengujian viscositas didapat hasil temperatur pencampuran 150°C, temperatur pemadatan 140°C dan temperatur pemanasan pada 385cSt adalah 135°C.
I.V.4 Analisis Komposisi Gradasi Agregat Gabungan
Hasil Komposisi Gradasi agregat gabungan di perlihatkan pada Gambar IV.1, IV.2 dan IV.3. Adapaun analisis yang dilakuakan yaitu bentuk gradasi spesifikasi 2006 terhadap gradasi
kasar dan halus spesifikasi 2010.
1. Bentuk Gradasi gabungan spesifikasi 2006 merupakan gradasi yang di sarankan pada spesifikasi 2006, yaitu gradasi bergerak dari bawah kurva fuller terus naik ke atas
kurva fuller dengan memotong diantara saringan no.4 dan 8. 2. Pada gradasi kasar spesifikasi 2010, batasan maksimum dan minimum gradasi kasar
berada di bawah kurva fuller spesifikasi 2006. Sehingga bentuk dan hasil yang terdapat pada gradasi 2010 menyerupai bentuk gradasi yang disarankan spesifikasi
Universitas Sumatera Utara
2006. Pada penelitian ini didapat hasil gradasi kasar yang cukup baik. Hasil menunjukkan gradasi berada di dalam batas maksimum dan minimum yang
mempunyai jarak. 3. Pada gradasi halus spesifikasi 2010, batasan maksimum dan minimum gradasi kasar
berada di atas kurva fuller spesifikasi 2006. Gradasi halus spesifikasi 2010 memiliki kecendrungan bentuk dan batasan yang berbeda dengan bentuk gradasi yang
disarankan spesifikasi 2006 . Pada penelitian ini didapat gradasi halus yang kurang baik, dimana hasil gradasi cenderung berhimpit dan cenderung keluar batas minimum
maupun maksimum. Hal ini terjadi akibat setinggan ataupun pola yang digunakan di pemecah batu quarry masih mengikuti pola gradasi yang disarankan spesifikasi
2006. Adapun hasil perhitungan yang menunjukkan hasil gradasi halus yang baik yaitu berada diantara batasan minimum dan maksimum, di tunjukkan pada hasil
analisa saringan agregat kasar CA, agregat sedang MA, agregat halus FA, dan pasir NS. Hasil tersebut ditunjukkan pada gambar IV. 8, IV.9, IV.10 dan IV.11.
Bentuk gradasi agregat gabungan yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar IV.12
Gambar IV.8 Analisa saringan CA
0,0 10,0
20,0 30,0
40,0 50,0
60,0 70,0
80,0 90,0
100,0
0,01 0,10
1,00 10,00
Passin g
by w
e igh
t
Size mm AGGREGATE DISTRIBUTION CHART CA
Result Test
Universitas Sumatera Utara
Gambar IV.9 Analisa saringan MA
Gambar IV.10 Analisa saringan FA
Gambar IV.11 Analisa saringan NS
0,0 10,0
20,0 30,0
40,0 50,0
60,0 70,0
80,0 90,0
100,0
0,01 0,10
1,00 10,00
Passin g
by w
e igh
t
Size mm AGGREGATE DISTRIBUTION CHART MA
Result Test
0,0 10,0
20,0 30,0
40,0 50,0
60,0 70,0
80,0 90,0
100,0
0,01 0,10
1,00 10,00
Passin g
by w
e igh
t
Size mm AGGREGATE DISTRIBUTION CHART FA
Result Test
0,0 10,0
20,0 30,0
40,0 50,0
60,0 70,0
80,0 90,0
100,0
0,01 0,10
1,00 10,00
Passin g
by w
e igh
t
Size mm AGGREGATE DISTRIBUTION CHART
Result Test
Universitas Sumatera Utara
Gambar IV.12 Gradasi agregat gabungan yang diharapkan terhadap gradasi halus spesifikasi 2010
IV. 5 Analisis Data Pengujian Karakteristik Marshall IV.5. 1 Analisis Volumetrik Campuran
Volumetrik campuran sangat berpengaruh terhadap sifat campuran beraspal. Analisis volumetrik yang dilakukan meliputi Kepadatan, VIM, VMA, VFB, dan
���
�
. Parameter ���
�
merupakan parameter yang disyaratkan dalam spesifikasi Umum Bina Marga. Parameter-parameter tersebut sangat menentukan dalam penentuan Kadar Aspal Optimum.
Analisis terhadap karakteristik volumetrik campuran sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Kepadatan Berat Isi Density Kepadatan pada campuran meningkat seiring dengan meningkatnya kadar aspal,
hingga mencapai nilai maksimum dan setelah itu nilainya akan menurun, tetapi masing-masing jenis variasi aspal memberikan prilaku yang berbeda. Dari hasil
pengujian pada nilai KAO diperoleh hasil kepadatan: Tabel IV.7 Perbandingan tingkat kepadatan
NO Tipe Gradasi dan Penelitian
Hasil 1.
Spesifikasi Umum Bina Marga 2006 2.291
2. Spesifikasi Umum Bina Marga 2010
2.311
Gambar IV.13 Perbandingan Tingkat Kepadatan
2,28 2,29
2,3 2,31
2,32 density
spesifikasi 2006 spesifikasi 2010
Universitas Sumatera Utara
2. Rongga Dalam Campuran Void In Mixture Kandungan VIM menunjukkan persentase rongga udara antara butir agregat yang
terbungkus aspal. VIM pada pemadatan standar Marshall 2 x 75 tumbukan, akan berkurang nilainya
akibat pemadatan Refusal pemadatan dengan alat Marshall 2 x 400 tumbukan. Keterbatasan metode Marshall adalah ketergantungannya terhadap kepadatan setelah
dilalui kendaraan untuk mencapai rongga udara yang disyaratkan, maka untuk menambah kesempurnaan dalam prosedur perencanaan campuran ditentukan
pengujian tambahan yaitu pemadatan ultimit pada benda uji sampai mencapai kepadatan mutlak. Perubahan nilai VIM dari pemadatan standar ke pemadatan refusal
dapat dilihat pada Tabel IV.8
Tabel IV.8 Perbandingan VIM Marshall dan PRD
NO Tipe Gradasi dan Penelitian
Hasil VIM Marshall
Hasil VIM PRD
1. Spesifikasi Umum Bina Marga 2006
5.24 3.12