Evaluasi Kriteria Penerimaan Campuran Beraspal Lapis Permukaan Menurut Spesifikasi Jalan Bina Marga Versi Desember 2006

(1)

1

EVALUASI KRITERIA PENERIMAAN CAMPURAN BERASPAL

LAPIS PERMUKAAN MENURUT SPESIFIKASI JALAN BINA

MARGA VERSI DESEMBER 2006

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

RINI ADELINA SEMBIRING

05 0404 034

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah “Evaluasi Kriteria Penerimaan

Campuran Beraspal Lapis Permukaan Menurut Spesifikasi Jalan Bina Marga Versi Desember 2006”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan pendidikan Strata I (S1) di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih atas segala jerih payah, motivasi dan doa yang diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, terutama kepada :

1. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc, selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran untuk membantu, membimbing dan mengarahkan penulis hingga selesainya tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(3)

3 4. Bapak Ir. Joni Harianto, Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, Bapak Medis S.

Surbakti, ST.MT, selaku Dosen Pembanding/Penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan yang membangun dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Bapak/Ibu Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan hingga selesainya tugas akhir ini.

6. Bapak/Ibu Staf Tata Usaha Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam menyelesaikan dan menyukseskan tugas akhir ini.

7. Pak Kasdi, selaku Kepala Laboratorium Mekanika Tanah, dan Kepala Laboratorium sementara Pengendalian Mutu Jalan dan Jembatan tertanggal 13 Desember 2010, yang telah membantu menjelaskan prosedur pengendalian mutu pekerjaan jalan menurut spesifikasi jalan Bina Marga Versi Desember 2006 di Dinas Bina Marga, Jl. Sakti Lubis No.7 Medan.

8. Ibunda Hj. Rosdinar Bangun dan ayahanda T. Anwar Sembiring (Alm) tercinta yang selalu mendukung, membimbing, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

9. Kepada ketiga abangku Rahmad Dhani (sukses buat sekolah kapten pelayarannya), Zulhaydi Barika, SE dan Adekin Rimansyah. terima kasih buat semua dukungan, motivasi dan rasa sayangnya buat penulis.

10. Teman – temanku : Rio Damuri yang telah banyak membantu dalam akomodasi, motivasi, dan dukungan dalam pengerjaan tugas akhir ini.


(4)

4 Anisa Ridha, dan Andreas Pandia yang ikut serta menemani ke Dinas Bina Marga dalam hal keperluan tugas akhir ini. Ida, Nisa, Enny, dan Afrijal, terima kasih atas dukungan, motivasi dan rasa semangatnya kepada penulis.

11. Teman-teman seperjuangan angkatan ’05, terima kasih atas bantuan dalam bentuk apapun selama kita bersama-sama menjalani masa kuliah dan pengerjaan tugas akhir ini, kebersamaan yang telah kita lewati sangat berarti bagiku dan pantas untuk dikenang, “Hidup CIV05”. Abang-abang & Kakak-kakak angkatan ’02 ’04 dan Adik-adik angkatan ’06 ’08, terima kasih atas bantuan dan dukungannya baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini, sehingga tugas akhir ini dapat selesai dengan baik.

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua, dan atas dukungan yang telah diberikan, penulis mengucapkan terima kasih. Akhirnya, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2011 Hormat Saya, Penulis

Rini Adelina Sembiring NIM : 05 0404 034


(5)

5

ABSTRAK

Kondisi jalan di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara masih banyak mengalami kerusakan dini. Salah satu penyebabnya adalah perkerasan jalan dengan bahan konstruksinya campuran beraspal yang tidak memenuhi spesifikasi disebabkan oleh pekerjaan konstruksi jalan tidak sesuai dengan spesifikasi. Maka, dilakukan evaluasi kriteria penerimaan campuran beraspal lapis permukaan pada pekerjaan konstruksi jalan dengan mengontrol kualitasnya.

Kontrol kualitas merupakan parameter evaluasi dengan pemeriksaan kembali yang bertujuan mengetahui kriteria penerimaan campuran beraspal dengan indikator teknis, yaitu tingkat kepadatan dalam persen, yang merupakan perbandingan antara kepadatan lapangan dan kepadatan laboratorium dengan menggunakan metode statistik pada kriteria penerimaan spesifikasi. Agar spesifikasi yang telah menjadi standarisasi teknis dalam pekerjaan jalan dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.

Metode statistik yang digunakan pada pengujian kriteria penerimaan kepadatan adalah distribusi normal dan distribusi t. Kedua metode tersebut dipilih karena adanya perbedaan konsep/parameter perencanaan dalam menentukan pengujian hipotesis terhadap rata – rata dan pengujian terhadap sampel minimum.

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode statistik, terlihat jelas bahwa pengujian hipotesis terhadap rata – rata kepadatan dengan n = 6 adalah

= ≤µ0

µ 97.33%≤ 98%. Jika pekerjaan konstruksi jalan harus memenuhi spesifikasi sesuai dengan kriteria penerimaan Rc = ( x - ks ) ≥ L, maka seharusnya

% 98 ≥ = ≥ L x

x atau L≤98%. Karena spesifikasi AASHTO menerapkan batas kontrol kualitas rata – rata kepadatan adalah 90 % lebih kecil dari 98 % rata – rata kepadatan spesifikasi jalan Bina Marga Versi Desember 2006. Untuk pengujian kepadatan terhadap sampel minimum, hasil perhitungan metode distribusi t, LCL=92.27%, UCL=101.8%, diperoleh 92.27%≤x≤101.8%. Karena n≤30, maka digunakan metode t sebagai penerimaan sampel, sehingga nilai x untuk 3 – 4 sampel perpengujian harus di atas 92.27% atau 95% dapat diterima sebagai sampel minimum. Semakin besar nilai rata – rata batas spesifikasi, semakin besar pula nilai sampel minimum jika diambil perpengujian atau per lot.


(6)

6

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR NOTASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1. Umum ... 1

I.2. Permasalahan ... 2

I.3 Maksud dan Tujuan ... 3

I.4. Pembatasan Masalah ... 4

I.5. Metodologi ... 4

I.6. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II KONTROL KUALITAS (QUALITY CONTROL ) DALAM PEKERJAAN JALAN ……… .. 9

II.1. Umum ... 9

II.2. Struktur Perkerasan Lentur ... 9

II.2.1. Campuran beraspal ... 10

II.2.1.1. Agregat ... 11

II.2.1.2. Aspal ... 12

II.3. Kontrol Kualitas (Quality Control) ... 14


(7)

7 II.3.2. Proses kontrol kualitas

(quality control processes) ... 16

II.3.2.1. Kontrol agregat ... 17

II.3.2.2. Kontrol aspal ... 22

II.3.2.3. Kontrol campuran beraspal... 26

II.3.3. Penerimaan kontrol kualitas (quality control acceptance) ... 31

II.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Kualitas ... ..33

II.4.1. Pemilihan Sampel ... 33

II.4.1.1. Pemilihan Lot ... 34

II.4.1.2. Teknik Sampling ... 35

II.4.2. Metode Statistik ... 36

II.4.2.1. Distribusi Normal ... 36

II.4.2.2. Distribusi t ... 39

II.4.3. Risiko ... 41

II.4.4. Kriteria Penerimaan ... 43

II.4.5. Persen Kesalahan ... 44

II.4.6. Grafik kontrol dan Kurva OC ... 45

BAB III PENGENDALIAN MUTU (QUALITY CONTROL) MENURUT BINAMARGA 2006 ... 49

III.1. Standar perkerasan lentur ... 49

III.2. Perkerasan beraspal ... 51

III.3. Pengendalian proses ... 53


(8)

8

III.3.2. Agregat ... 54

III.3.3. Bahan pengisi (filler) ... 57

III.3.4. Gradasi agregat gabungan ... 57

III.3.5. Bahan aspal ... 59

III.3.6. Campuran beraspal ... 61

III.3.6.1. Prosedur DMF ... 62

III.3.6.2. Prosedur JMF ... 66

III.3.6.3. Peralatan lapangan dan laboratorium ... 68

III.3.6.4. Pelaksanaan perkerasan beraspal ... 69

III.4. Pengendalian mutu ... 75

III.4.1. Persyaratan tebal ... 76

III.4.2. Persyaratan kepadatan lapangan ... 76

BAB IV STUDI PERBANDINGAN KONTROL KUALITAS (QUALITY CONTROL) ... 82

IV.1. Pengendalian Mutu (Quality Control) Menurut Binamarga versi Desember 2006 ... 82

IV.1.1. Pengukuran Tebal Lapisan ... 82

IV.1.2. Perhitungan Berat ... 83

IV.1.3. Perhitungan Kepadatan Relatif ... 84

IV.2. Kontrol Kualitas (Quality Control) Pekerjaan Jalan ... 85

IV.2.1. Pengujian Terhadap Rata – Rata ... 87

IV.2.2. Pengujian Terhadap Sampel ... 91


(9)

9 V.1. Kesimpulan ... 99

V.2. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

10

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Flowchart Pengerjaan Tugas Akhir ... 6

Gambar 2.1. Struktur perkerasan lentur ... 10

Gambar 2.2. Mesin abrasi los angeles ... 20

Gambar 2.3. Alat uji kepipihan agregat ... 21

Gambar 2.4. Pengujian titik nyala dengan cleveland open cup. ... 24

Gambar 2.5. Pengujian penetrasi ... 24

Gambar 2.6. Pengujian titik lembek aspal ... 25

Gambar 2.7. Pengujian daktalitas... 25

Gambar 2.8. Tabung viskometer untuk pengujian viskositas ... 26

Gambar 2.9. Tempat pengujian atau tempat sekelompok sampel yang akan diuji disebut lot ... 34

Gambar 2.10. Kurva distribusi normal ... 39

Gambar 2.11. Kurva distribusi t ... 41

Gambar 2.12. Grafik kontrol ... 46

Gambar 2.13. Distribusi normal dan miring dengan jumlah sampel berbeda ... 48

Gambar 2.14. Batas spesifikasi, satu batas maupun dua batas... 48

Gambar 2.15. Distribusi rata – rata, kemungkinan penerimaan dengan Kontrol rerata ... 48

Gambar 4.1. Sampel yang telah dicore dari permukaan perkerasan pada pekerjaan jalan ... 82

Gambar 4.2.Perhitungan berat dengan menggunakan timbangan neraca digital ... 84


(11)

11

Gambar 4.3. Data terdistribusi normal ... 89

Gambar 4.4. Grafik kontrol ... 92

Gambar 4.5. Distribusi normal pengujian terhadap rata – rata ... 93

Gambar 4.6. Sampel terdistribusi normal ... 95


(12)

12

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Ukuran saringan ... 18

Tabel 2.2. Jumlah contoh yang dipilih secara acak ... 23

Tabel 2.3. Perbandingan penerimaan rata – rata kepadatan secara statistik antara beberapa spesifikasi ... 33

Tabel 2.4. Nilai rekomendasi untuk risiko produsen (α ) ... 42

Tabel 2.5. Pengambilan Keputusan dengan uji Hipotesis ... 44

Tabel 2.6. Nilai persen kesalahan ... 44

Tabel 2.7. Rekomendasi jumlah sampel per lot (n) ... 45

Tabel 3.1. Tebal nominal minimum lapisan beraspal dan toleransinya ... 54

Tabel 3.2.Sifat-sifat fisik agregat kasar sebagai bahan susun campuran beraspal ... 56

Tabel 3.3. Sifat-sifat fisik agregat halus sebagai bahan susun campuran beraspal ... 57

Tabel 3.4. Gradasi agregat gabungan untuk campuran beraspal ... 58

Tabel 3.5. Sifat-sifat fisik aspal keras penetrasi 60/70... 59

Tabel 3.6 Sifat-sifat fisik aspal polimer ... 60

Tabel 3.7. Persyaratan Aspal Dimodifikasi Dengan Aspal Alam ... 60

Tabel 3.8. Sifat-sifat fisik aspal multigrade ... 61

Tabel 3.9. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Latasir (untuk Lalu-lintas < 0,5 juta ESA/tahun) ... 64

Tabel 3.10. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Lataston (untuk Lalu-lintas < 1 juta ESA/tahun) ... 64


(13)

13 Tabel 3.12. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston

Dimodifikasi (AC Modified) ... 65

Tabel 3.13. Toleransi Komposisi Campuran ... 67

Tabel 3.14. Ketentuan tingkat kepadatan lapangan perkerasan beraspal ... 77

Tabel 3.15. Ketentuan frekuensi pengambilan benda uji untuk pengendalian mutu... 79

Tabel 4.1. Data pengendalian mutu kepadatan campuran beraspal ... 85

Tabel 4.2. Persyaratan ketentuan kepadatan campuran aspal menurut spesifikasi Ditjen Bina Marga versi Desember 2006 ... 87

Tabel 4.3. Distribusi frekuensi terhadap rata – rata ... 88

Tabel 4.4. Satu batas-Uji Sampel dengan Uji Kolmogorov-Smirnov ... 89

Tabel 4.5. Distribusi frekuensi terhadap sampel ... 93

Tabel 4.6. Satu batas-Uji Sampel dengan Uji Kolmogorov-Smirnov terhadap sampel ... 94


(14)

14

DAFTAR NOTASI

NOTASI KETERANGAN

N Jumlah titik uji (lot atau sampel)

X Dapat berupa satuan panjang, lebar, luas,

volume, atau waktu

x Data bilangan

n Jumlah sampel

x Rata – rata data

s Deviasi standar

µ Rata – rata populasi

σ Deviasi standar populasi

π Nilai konstan =3,14

e Bilangan konstan = 2,7183

a Nilai Penerimaan

α

K Nilai ketetapan variabel yang dapat

dilihat di tabel

LCL Batas kontrol kualitas bawah

UCL Batas kontrol kualitas atas

Rc Nilai karakteristik kepadatan

(Perbandingan antara kepadatan lapangan dengan kepadatan laboratorium)


(15)

15

Z Distribusi normal

t Distribusi t

0

µ Rata – rata standar (spesifikasi)

L = µ0 Batas (Limit) kontrol (spesifikasi)

α Risiko produsen

β Risiko konsumen

p

k Nilai tabel untuk menentukan persentase

kesalahan (p)

p Persentase kesalahan diperoleh dari nilai

p

k pada tabel distribusi normal

β

k Nilai tabel distribusi normal untuk risiko

produsen α

1


(16)

5

ABSTRAK

Kondisi jalan di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara masih banyak mengalami kerusakan dini. Salah satu penyebabnya adalah perkerasan jalan dengan bahan konstruksinya campuran beraspal yang tidak memenuhi spesifikasi disebabkan oleh pekerjaan konstruksi jalan tidak sesuai dengan spesifikasi. Maka, dilakukan evaluasi kriteria penerimaan campuran beraspal lapis permukaan pada pekerjaan konstruksi jalan dengan mengontrol kualitasnya.

Kontrol kualitas merupakan parameter evaluasi dengan pemeriksaan kembali yang bertujuan mengetahui kriteria penerimaan campuran beraspal dengan indikator teknis, yaitu tingkat kepadatan dalam persen, yang merupakan perbandingan antara kepadatan lapangan dan kepadatan laboratorium dengan menggunakan metode statistik pada kriteria penerimaan spesifikasi. Agar spesifikasi yang telah menjadi standarisasi teknis dalam pekerjaan jalan dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.

Metode statistik yang digunakan pada pengujian kriteria penerimaan kepadatan adalah distribusi normal dan distribusi t. Kedua metode tersebut dipilih karena adanya perbedaan konsep/parameter perencanaan dalam menentukan pengujian hipotesis terhadap rata – rata dan pengujian terhadap sampel minimum.

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode statistik, terlihat jelas bahwa pengujian hipotesis terhadap rata – rata kepadatan dengan n = 6 adalah

= ≤µ0

µ 97.33%≤ 98%. Jika pekerjaan konstruksi jalan harus memenuhi spesifikasi sesuai dengan kriteria penerimaan Rc = ( x - ks ) ≥ L, maka seharusnya

% 98 ≥ = ≥ L x

x atau L≤98%. Karena spesifikasi AASHTO menerapkan batas kontrol kualitas rata – rata kepadatan adalah 90 % lebih kecil dari 98 % rata – rata kepadatan spesifikasi jalan Bina Marga Versi Desember 2006. Untuk pengujian kepadatan terhadap sampel minimum, hasil perhitungan metode distribusi t, LCL=92.27%, UCL=101.8%, diperoleh 92.27%≤x≤101.8%. Karena n≤30, maka digunakan metode t sebagai penerimaan sampel, sehingga nilai x untuk 3 – 4 sampel perpengujian harus di atas 92.27% atau 95% dapat diterima sebagai sampel minimum. Semakin besar nilai rata – rata batas spesifikasi, semakin besar pula nilai sampel minimum jika diambil perpengujian atau per lot.


(17)

16

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 UMUM

Jalan merupakan prasarana transportasi yang mempunyai peranan penting dalam aktivitas perekonomian di bidang transportasi. Sebab dapat menjamin kelancaran arus barang dan manusia.[8] Permukaan jalan dilapisi dengan perkerasan

jalan, yaitu perkerasan lentur (flexibel pavement), dan perkerasan kaku (rigid

pavement).[19] Sehingga jalan harus memiliki kondisi yang sesuai dengan umur

rencana serta memenuhi spesifikasi.

Kondisi jalan di Indonesia terlihat mengalami kerusakan dimana – mana, khususnya di Propinsi Sumatera Utara. Sepanjang 365,24 kilometer jalan propinsi di Sumatera Utara dalam kondisi rusak dari total 2.752,41 kilometer jalan propinsi tersebut. Jika dipersentasekan mencapai 47,06% (jalan nasional), 22,57% (jalan propinsi), dan 57,04% (jalan kabupaten).[8]

Salah satu kerusakan yang terjadi disebabkan oleh tingginya frekuensi kendaraan yang lewat di atas permukaan jalan, sehingga menyebabkan turunnya tingkat pelayanan jalan. Hal ini juga dipengaruhi oleh perkerasan jalan yang telah direncanakan tidak sesuai dengan spesifikasi. Adanya retak – retak (cracking), pengelupasan (ravelling) dan berlubang (potholes) pada permukaan jalan merupakan bukti penurunan tingkat pelayanan jalan atau kondisi jalan mengalami kerusakan.[17]

Kerusakan tersebut ditanggulangi dengan upaya perbaikan konstruksi jalan berupa serangkaian kegiatan yang diarahkan untuk menjaga agar struktur jalan dapat berfungsi dengan senyaman mungkin. Usaha melakukan perbaikan – perbaikan yang bertujuan memperpanjang umur rencana disebut dengan pekerjaan pemeliharaan


(18)

17 jalan. Pemeliharaan jalan terdiri atas peningkatan jalan, overlay, atau pemeliharaan rutin (penambalan saja).

Pada pemeliharaan jalan terdapat prosedur pekerjaan konstruksi jalan, yaitu jenis perkerasan jalan harus dihampar dan dipadatkan. Proses pemadatan dalam perencanaan harus sesuai dengan spesifikasi. Akan tetapi, dalam kondisi tertentu setelah diaplikasikan di lapangan dan telah mengalami pemadatan, tidak mencerminkan dan sesuai dengan spesifikasi, sehingga kerusakan terjadi kembali dan tidak mencapai umur rencana.

Oleh karena itu, dilakukan evaluasi dengan mengontrol kualitas (quality control) perkerjaan konstruksi jalan di lapangan dengan mengambil benda uji core menggunakan core drill dan dibandingkan dengan perencanaan di laboratorium yang menggunakan percobaan Marshal. Kemudian ditentukan tingkat persentase penerimaan perkerasan tersebut terhadap perbandingan di lapangan dan di laboratorium.

I.2 PERMASALAHAN

Sebagian kondisi jalan di Sumatera Utara berada dalam kondisi rusak, sehingga upaya untuk meningkatkan kondisi jalan tersebut menjadi lebih baik memerlukan biaya yang cukup besar. Hal ini terjadi, karena pekerjaan konstruksi jalan tidak sesuai dengan spesifikasi. Maka, dilakukan evaluasi kriteria penerimaan spesifikasi terhadap perkerasan pada pekerjaan konstruksi jalan.

Tujuan evaluasi tersebut adalah mengetahui tingkat kualitas dalam perkerasan jalan dengan mengontrol kualitas bahan perkerasan, agar komposisi struktur perkerasan sesuai dengan kriteria penerimaan spesifikasi, karena spesifikasi


(19)

18 merupakan standard untuk melakukan proses pekerjaan konstruksi jalan, peningkatan serta pemeliharaan jalan.

Jenis perkerasan yang dibahas adalah perkerasan lentur (flexible pavement) yang memiliki susunan lapisan sebagai berikut:

1. Lapisan tanah dasar (sub grade),

2. Lapisan pondasi bawah (subbase course), 3. Lapisan pondasi atas (base course), dan

4. Lapisan pondasi permukaan/penutup (surface course) terdiri atas dua lapis, yaitu lapis aus (wearing course), dan lapis pengikat.

Pada tugas akhir ini akan dibahas lapisan permukaan/penutup (surface course) sebagai faktor kerusakan jalan disebut dengan campuran beraspal.[4]

Permasalahan yang dibahas pada tugas akhir ini tidak meliputi kondisi jalan yang rusak, tetapi hanya pada campuran beraspal lapis permukaan yang seharusnya memenuhi spesifikasi. Untuk itu, dilakukan evaluasi kriteria penerimaan terhadap campuran beraspal dengan mengontrol kualitasnya (quality control) menggunakan metode statistik dengan acuan spesifikasi jalan Bina Marga versi Desember 2006.

I.3 MAKSUD DAN TUJUAN

Penulisan Tugas Akhir ini dikerjakan dengan maksud mendapatkan gambaran hasil pengujian yang sesuai dengan spesifikasi apabila dilakukan evaluasi menggunakan metode statistik dalam memeriksa kembali kriteria penerimaan campuran beraspal pada pekerjaan konstruksi jalan.

Kemudian tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah mengetahui kriteria penerimaan campuran beraspal menurut spesifikasi jalan Bina Marga versi Desember


(20)

19 2006. Hasil akhir yang diperoleh diharapkan dapat menjadi pembelajaran untuk digunakan sesuai dengan kondisi lapangan.

I.4 PEMBATASAN MASALAH

Pada penulisan Tugas Akhir ini, penulis membatasi masalah pada campuran beraspal lapis permukaan dengan mengontrol kualitasnya. Kontrol kualitas merupakan parameter evaluasi dengan pemeriksaan kembali yang bertujuan mengetahui kriteria penerimaan campuran beraspal dengan indikator teknis, yaitu tingkat kepadatan dalam persen, yang merupakan perbandingan antara kepadatan lapangan dan kepadatan laboratorium. Metode statistik digunakan untuk mengetahui kriteria penerimaan tingkat kepadatan tersebut dengan menggunakan rumus – rumus dan grafik kontrol (control chart).

Adapun metode statistik yang digunakan adalah :

 Distribusi Normal

 Distribusi t

Karena yang paling umum dipergunakan di Sumatera Utara ialah perkerasan lentur, maka pada tulisan ini hanya akan dibahas lapis permukaan seperti campuran beraspal (AC - WC).

I.5 METODOLOGI

Metode pembahasan yang dilakukan pada penulisan Tugas Akhir ini adalah studi literatur dengan mencari dan mengumpulkan data-data dari buku ajar (text book), standar perencanaan yang relevan, jurnal maupun buku-buku petunjuk teknis yang sesuai dengan pembahasan ”Evaluasi Kriteria Penerimaan Campuran

Beraspal Lapis Permukaan Menurut Spesifikasi Jalan Bina Marga Versi Desember 2006”. Serta masukan dari dosen pembimbing. Kemudian menganalisa,


(21)

20 membandingkan dan menulis kembali dalam bentuk yang lebih terperinci dan praktis.

Adapun permasalahan yang dianalisa dan dibandingkan meliputi :

• Menganalisa kriteria penerimaan spesifikasi pada pengukuran kualitas campuran beraspal lapis permukaan dengan indikator teknis pada kontrol kualitas (quality control), yaitu tingkat kepadatan perkerasan jalan (JSD). Metode Statistik digunakan untuk mengetahui kriteria penerimaan tersebut. • Membandingkan kontrol kualias (quality control) dalam pekerjaan jalan dan

kontrol kualitas (quality control) menurut spesifikasi jalan Bina Marga versi Desember 2006.

Tahapan – tahapan penulisannya adalah :

1. Mempelajari dan mengkaji pustaka mengenai kontrol kualitas (quality control) dalam pekerjaan jalan dan menurut spesifikasi jalan Bina Marga versi Desember 2006.

2. Pengambilan data – data :

• Data tingkat kepadatan di lapangan

• Data tingkat kepadatan perencanaan di laboratorium

3. Perhitungan jumlah kumulatif data sekunder dengan metode statistik dengan menggunakan kriteria penerimaan sebagai analisis data, yaitu :

Rc = ( x - ks ) ≥ L

4. Menganalisa hasil perhitungan dengan menggunakan grafik dan kurva kontrol.


(22)

21 PERMASALAHAN

Perlunya kontrol kualitas sebagai parameter evaluasi kriteria penerimaan campuran beraspal lapis permukaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, karena metoda yang digunakan mempengaruhi penerimaan spesifikasi

Gambar 1.1. Flowchart Pengerjaan Tugas Akhir MAKSUD

Untuk mendapatkan gambaran hasil pengujian apabila dilakukan evaluasi menggunakan metode statistik dalam memeriksa kembali kriteria

penerimaan campuran beraspal pada pekerjaan konstruksi jalan

TUJUAN

Untuk mengetahui kriteria penerimaan campuran beraspal menurut spesifikasi jalan Bina Marga versi Desember 2006.

Kontrol Kualitas Dalam Pekerjaan Jalan

Penerimaan Kontrol Kualitas Proses Kontrol Kualitas

Studi Perbandingan Kontrol Kualitas

KESIMPULAN

Faktor Faktor Yang

Mempengaruhi Kontrol Kualitas:

Parameter yang digunakan :

Pemilihan Sampel

Metode Statistik

Risiko

Kriteria Penerimaan

Pengendalian Mutu Menurut Spesifikasi Jalan Bina Marga Versi Desember 2006

Pengendalian Proses Pengendalian


(23)

22

I.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memperjelas tahapan yang dilakukan dalam studi ini, di dalam penulisan tugas akhir ini dikelompokkan ke dalam 5 (lima) bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan meliputi uraian umum, permasalahan, maksud dan tujuan penulisan, pembatasan masalah, metodologi pembahasan, dan sistematika penulisan yang dipakai dalam tulisan ini.

BABII KONTROL KUALITAS (QUALITY CONTROL) DALAM PEKERJAAN JALAN

Merupakan kajian berbagai literatur serta hasil studi yang relevan dengan pembahasan ini. Dalam hal ini diuraikan kontrol kualitas (quality control) dalam pekerjaan jalan, apa yang akan dikontrol dengan menggunakan metode statistik.

BAB III PENGENDALIAN MUTU (QUALITY CONTROL) MENURUT BINA MARGA 2006

Bab ini berisikan tentang kontrol kualitas yang disyaratkan oleh Ditjen Bina Marga pada spesifikasi versi desember 2006.

BAB IV STUDI PERBANDINGAN KONTROL KUALITAS (QUALITY CONTROL)

Berisikan pembahasan dan perbandingan mengenai data – data yang telah ada, sehingga dapat diperoleh kesimpulan.


(24)

23 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan penutup yang berisikan kesimpulan yang telah diperoleh dari pembahasan pada bab sebelumnya, dan saran mengenai hasil penulisan yang dapat dijadikan masukan.


(25)

24

BAB II

Kontrol Kualitas (Quality Control) dalam Pekerjaan Jalan

II.1. Umum

Perkerasan merupakan struktur lapisan yang terletak di atas tanah dasar, yang bersifat konstruktif sehingga memiliki nilai struktural dan fungsional. Nilai struktural berkaitan dengan daya dukung perkerasan untuk mendukung repetisi beban lalu lintas kendaraan dan kemampuannya untuk tetap stabil, mantap dan aman terhadap pengaruh infiltrasi air permukaan dan perubahan cuaca. Nilai fungsional berkaitan dengan performansi permukaan jalan dalam melayani lalu lintas kendaraan dengan aman dan nyaman yang meliputi aspek – aspek teknis, antara lain: kerataan, kekesatan dan kemiringan permukaan.[12]

Menurut Yoder, E. J dan Witczak (1975), pada umumnya jenis konstruksi perkerasan jalan ada 2 jenis :

 Perkerasan Lentur (Flexible Pavement), yaitu pekerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat.

 Perkerasan Kaku (Rigid Pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat.[19]

Perkerasan jalan yang dibahas adalah perkerasan lentur.

II.2. Struktur Perkerasan Lentur

Perkerasan lentur merupakan perkerasan yang dibangun di atas tanah dasar (subgrade). Susunan struktur lapisan perkerasan lentur jalan dari bagian atas ke bawah seperti gambar 2.1 di bawah ini : [4]


(26)

25

Gambar 2.1.Struktur Perkerasan Lentur 1. Lapis permukaan/penutup (surface course)

2. Lapis pondasi (base course);

3. Lapis pondasi bawah (subbase course);

4. Lapisan tanah dasar (subgrade)

Perkerasan lentur di atas didukung dengan bahan – bahan konstruksi sebagai kekuatan struktur perkerasan. Bahan konstruksi dicampur di unit pencampuran aspal, agar kualitas dapat diperoleh sesuai harapan dan disebut campuran beraspal.

II.2.1. Campuran beraspal

Campuran beraspal merupakan campuran yang terdiri dari kombinasi agregat yang dicampur dengan aspal. Pencampuran dilakukan sedemikian rupa sehingga permukaan agregat terselimuti aspal dengan seragam. Campuran beraspal terdiri dari dua keadaan : panas (hotmix) dan dingin (coldmix). Namun, campuran beraspal yang sering digunakan yaitu dalam keadaan panas (hotmix) atau disebut sebagai campuran beraspal panas.[6]

Campuran beraspal yang umum digunakan di Indonesia, antara lain : [12]

- AC (Asphalt Concrete) atau laston (lapis beton aspal)

- HRS (Hot Rolled Sheet) atau lataston (lapis tipis beton aspal) - HRSS (Hot Rolled Sand Sheet) atau latasir (lapis tipis aspal


(27)

26 Pada campuran beraspal diperoleh sifat-sifat mekanis yang disebut sifat friksi dan kohesi dari bahan-bahan pembentuknya. Sifat friksi terdapat pada agregat yang diperoleh dari ikatan antar butir agregat (interlocking), dan kekuatannya tergantung pada gradasi, tekstur permukaan, bentuk butiran dan ukuran agregat maksimum yang digunakan. Sedangkan sifat kohesinya diperoleh dari aspal yang digunakan.

II.2.1.1. Agregat

Agregat adalah sekumpulan batu – batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya baik berupa hasil alam maupun hasil buatan. Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90 – 95 % agregat berdasarkan persentase berat atau 75 – 85 % agregat berdasarkan persentase volume. Dengan daya dukung, keawetan dan kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran dengan material lain.

Secara umum agregat yang digunakan dalam campuran beraspal dibagi atas 2 (dua) fraksi, yaitu :

a. Agregat Kasar b. Agregat Halus

a. Agregat Kasar

Agregat Kasar adalah agregat yang tertahan saringan pada ayakan nomor 8 (diameter 2,36 mm). Agregat kasar terdiri dari batu pecah atau kerikil pecah yang bersih, kering, kuat dan awet dan bebas dari bahan lain yang mengganggu. Bahan yang pecah bila berulang-ulang dibasahi dan dikeringkan tidak boleh digunakan. Agregat kasar cukup berperan penting dalam menentukan stabilitas campuran perkerasan. Pada umumnya semakin bertambahnya kandungan agregat kasar maka


(28)

27 semakin tinggi pula stabilitas dari perkerasannya. Akan tetapi hal tersebut juga dapat memperbesar void yang terjadi pada perkerasan beraspal.

b. Agregat halus

Agregat Halus adalah agregat yang lolos saringan ayakan nomor 8 (diameter 2,36 mm). Agregat halus terdiri dari pasir alam dan pasir buatan atau gabungan antara dari bahan – bahan tersebut. Agregat halus juga dapat berasal dari batu kapur pecah yang hanya boleh digunakan apabila dicampur dengan pasir alam dalam perbandingan yang sama. Agregat halus harus bersih, kering, kuat, dan bebas dari gumpalan – gumpalan lempung serta bahan – bahan lain yang mengganggu serta terdiri dari butiran – butiran yang bersudut tajam dan mempunyai permukaan kasar.[6]

II.2.1.2. Aspal

Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan masa pelayanannya. Pada dasarnya aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang disebut bitumen. Oleh sebab itu, aspal sering disebut material berbituminous.

Umumnya aspal dihasilkan dari penyulingan minyak bumi, sehingga disebut aspal keras. Tingkat pengontrolan yang dilakukan pada tahapan proses penyulingan akan menghasilkan aspal dengan sifat-sifat yang khusus yang cocok untuk pemakaian yang khusus pula, seperti untuk pembuatan campuran beraspal, pelindung atap dan penggunaan khusus lainnya.


(29)

28 Aspal terdiri dari : Asphaltenes, Malthenes, dan Oils. Asphaltenes adalah komponen utama dari aspal sekitar 80 %, Malthenes terdiri dari zat – zat yang memberikan stabilitas pada Asphaltenes yang mempengaruhi viskositas dan kelelehan (berfungsi sebagai flux). Dan Oils memberi sifat adhesif dan pemuluran (daktalitas).

Fungsi aspal pada perkerasan jalan adalah :

• Sebagai bahan pengikat antara agregat maupun antara aspal itu sendiri.

• Sebagai bahan pengisi, mengisi rongga antara butir – butir agregat dan pori – pori yang ada dari agregat itu sendiri.

Jenis aspal terdiri dari aspal keras, aspal cair, aspal emulsi, dan aspal alam, yaitu :

a. Aspal keras

Aspal keras merupakan aspal hasil destilasi yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya.

b. Aspal cair

Aspal cair merupakan aspal hasil dari pelarutan aspal keras dengan bahan pelarut berbasis minyak.

c. Aspal emulsi

Aspal emulsi dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal keras. Pada proses ini partikel-partikel aspal padat dipisahkan dan didispersikan dalam air.


(30)

29 Aspal yang secara alamiah terjadi di alam. Berdasarkan depositnya aspal alam dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu aspal danau dan aspal batu.[6]

Campuran beraspal di atas harus memenuhi spesifikasi yang telah dibuat sebagai standar pekerjaan jalan. Namun, tidak jarang perkerasan jalan di atas mengalami tingkat penurunan pelayanan jalan yang disebabkan terjadinya kerusakan dini perkerasan di awal umur pelayanan. Akibatnya tingkat keamanan dan kenyamanan berkendaraan berkurang karena kondisi bentuk dari hasil pemeliharaan rutin maupun peningkatan jalan tidak memenuhi spesifikasi yang disyaratkan. Oleh sebab itu, dilakukan evaluasi dengan cara mengontrol kualitas perkerasan kontruksi pada spesifikasi yang ditetapkan pada pekerjaan jalan.

Kontrol kualitas perkerjaan jalan telah dipelajari di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Belanda, Australia, Spanyol, Prancis, dan negara lainnya selama beberapa tahun dengan menggunakan penerapan teknik statistik kontrol kualitas. Meskipun terkadang ada kesulitan, namun manfaat dari pendekatan statistik sepenuhnya dapat meningkatkan perekonomian.[15]

II.3. Kontrol kualitas (quality control)

Kontrol dapat didefenisikan sebagai usaha dalam melakukan uji evaluasi, dan pengawasan untuk menjaga produk. Kualitas dapat didefenisikan sebagai karakteristik yang dibutuhkan untuk tingkat keunggulan yang diinginkan dan disesuaikan pada spesifikasi. Maka, kontrol kualitas (quality control) adalah usaha – usaha yang dilakukan dengan teknik dan kegiatan operasional untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan tingkat spesifikasi yang ditetapkan.


(31)

30 Teknik dan kegiatan operasional meliputi pemeriksaan hasil perencanaan, pengujian yang dilakukan selama konstruksi, pengujian bahan, kalibrasi mesin dan peralatan pengujian. Dalam hal ini, kontrol kualitas diperlukan untuk menghasilkan indikator pada berbagai tahap proyek untuk memperlihatkan bahwa persyaratan dan spesifikasi dipenuhi. Ini berguna sebagai pendeteksi dini dari kerusakan atau ketidaksesuaian yang membutuhkan perhatian atau perbaikan akibat berkurangnya kualitas produk.

Kualitas produk sering dianggap sebagai alat pemeriksaan akhir. Namun, pendapat demikian dapat menimbulkan biaya pengerjaan kembali yang cukup tinggi. Karena kontrol kualitas (quality control) seharusnya dilaksanakan mulai dari proses pengolahan pada titik – titik kritis kualitas, dimana sering terjadi penyimpangan kualitas. Oleh karena itu, dibutuhkan data dalam proses kontrol kualitas tersebut. Untuk memperoleh data tersebut, diperlukan metode yang cukup agar analisa yang dilakukan mendekati yang sebenarnya. Metode yang digunakan adalah metode statistik.[7]

Penerapan metode statistik pada kontrol kualitas (quality control) disebut kontrol kualitas statistik (quality control statistic). Kontrol kualitas statistik berperan penting dalam memenuhi spesifikasi, yaitu :

− Sebagai konsep, merupakan batas statistik yang dapat membuat peningkatan keseragaman kualitas,

− Sebagai teknik untuk mencapai kualitas, dan − Sebagai pengambilan keputusan.[20]


(32)

31

II.3.1. Tujuan kontrol kualitas

Tujuan kontrol kualitas adalah memperoleh jaminan kualitas (quality Assurance) sebagai parameter dan pengukuran pembayaran yang dapat dilakukan dengan penerimaan kontrol kualitas (quality control acceptance) dan menjaga konsistensi kualitas.

Adapun keuntungan menggunakan kontrol kualitas, antara lain:  Untuk mempertinggi kualitas atau mengurangi biaya.  Menjaga kualitas lebih seragam (uniform).

 Penggunaan alat produksi lebih efisien.

Mengurangi pekerjaan kembali (rework) dan pembuangan.  Inspeksi yang lebih baik.

 Memperbaiki hubungan produsen-konsumen.  Spesifikasi lebih baik.

Menerapkan kontrol kualitas juga dimaksudkan untuk menggunakan metode pengawasan dalam dua tahapan kontrol kualitas (quality control) dalam pekerjaan jalan, yaitu pada :

1. Proses kontrol kualitas (quality control processes), dan 2. Penerimaan kontrol kualitas (quality control acceptance).[18]

II.3.2. Proses Kontrol Kualitas (quaility control processes)

Proses kontrol kualitas (quality control processes) dalam pekerjaan jalan didefenisikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan mengontrol pekerjaan jalan melalui semua tahapan proses perencanaan pekerjaan jalan dengan cara memeriksa kualitasnya. Metode kontrol kualitas digunakan dalam mengontrol batas – batas yang harus sesuai dengan spesifikasi.[18]


(33)

32 Proses kontrol kualitas (quality control processes) dalam pekerjaan jalan dilakukan dengan pemeriksaan sebagai berikut :

II.3.2.1. Kontrol agregat

Agregat berperan penting dalam stabilitas campuran bergradasi menerus. Salah satu penyebab utama masalah teknis yang terjadi dengan aspal adalah perbedaan antara perencanaan di lapangan dengan perencanaan di laboratorium. Untuk itulah pentingnya kontrol kualitas terhadap agregat saat proses pemilihan material itu sendiri, hingga proses pencampuran dengan aspal untuk memastikan keseragaman dari campuran yang diproduksi. Adapun yang perlu diperhatikan pada kontrol kualitas agregat, meliputi :

1. Pengujian agregat.

Pengujian diperlukan untuk mengetahui karakteristik fisik dan mekanik agregat sebelum digunakan sebagai bahan campuran beraspal.

2. Metode pengambilan contoh (sampling)

 Standar pengambilan contoh, yaitu berdasarkan standar pekerjaan jalan.  Segregasi agregat, yaitu fraksi agregat yang terpisah akibat dari selama

proses pemecahan, proses penyimpanan bahan (stockpiles), pengangkutan, penghamparan, atau hal lainnya.

 Pengambilan contoh agregat dari sumbernya.

3. Pengujian analisa ukuran butir (gradasi)

Gradasi agregat adalah pembagian ukuran butiran yang dinyatakan dalam persen dari berat total dan ditentukan dengan penyaringan bahan menggunakan ayakan nomor terkecil hingga terbesar lalu ditimbang, agar diperoleh konstruksi campuran yang bermutu tinggi.


(34)

33

Tabel 2.1. Ukuran saringan No. Saringan Lubang saringan

inch mm

1 ½ in. 1.50 38.1

1 in. 1.00 25.4

¾ in. 0.75 19.0

½ in. 0.50 12.7

3/8 in. 0.375 9.51

No.4 0.187 4.76

No.8 0.0937 2.38

No.16 0.0469 1.19

No.30 0.0234 0.595

No.50 0.0117 0.297

No.100 0.0059 0.149

No.200 0.0029 0.074

Sumber : Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas (2005). Hal.54. [6]

Gradasi agregat juga harus dianalisa ukuran butirannya dengan analisa saringan. Analisa saringan ada 2 jenis yaitu :

 Analisa saringan kering digunakan pada agregat normal untuk pekerjaan rutin.

 Analisa saringan dicuci (analisa saringan basah) dilakukan bila agregat tersebut mengandung abu yang sangat halus atau mengandung lempung.

4. Berat Jenis (specific gravity) dan penyerapan (absorpsi)

- Berat Jenis (specific gravity) adalah perbandingan berat dari suatu satuan volume bahan terhadap berat air dengan volume yang sama pada temperatur 200 – 250C (680 - 770F). Dikenal beberapa macam Berat Jenis

agregat, yaitu :

a. Berat jenis semu (apparent specific gravity),

(

s i

)

γw

s

v v

w Gsa

+ =


(35)

34 b. Berat Jenis bulk (bulk specific gravity),

(

)

w

s s i p s v w v v v w Gbs xγ γ = + + =

c. Berat Jenis efektif (effective specific gravity),

(

s c

)

γw

s v v w Gse + = Dengan pengertian :

Ws = Berat agregat kering

γw = Berat Isi air= 1 g/cm3

Vp = volume pori yang meresap air

Vi = volume pori yang tidak meresap air

Vs = volume agregat padat

Vc = volume pori meresap air yang tidak meresap aspal (volume total)

- Penyerapan (absorpsi) adalah agregat yang seharusnya sedikit berpori agar dapat menyerap aspal. Karena jika agregat berpori banyak, maka akan menyerap aspal besar sehingga tidak ekonomis dan tidak dapat digunakan sebagai bahan campuran beraspal.

5. Pemeriksaan keausan dengan mesin abrasi.

Pada pekerjaan jalan, agregat akan mengalami proses tambahan seperti pemecahan, pengikisan akibat cuaca, pengausan akibat lalu lintas. Agregat


(36)

35 dengan nilai keausan yang besar mudah pecah selama pemadatan atau akibat pengaruh beban lalu-lintas atau hal lainnya tidak diijinkan karena beberapa sebab :

a. Gradasi akan berubah karena agregat yang kasar akan menjadi butiran yang halus dan tidak memadai.

b. Agregat yang lemah tidak akan menghasilkan lapisan yang kuat karena bidang pengunci yang bersudut mudah pecah.

Pengujian keausan agregat dilakukan dengan mesin abrasi Los Angeles. Seperti terlihat pada gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2. Mesin abrasi Los Angeles 6. Pengujian setara pasir (sand equivalent)

Pengujian dilakukan untuk menentukan perbandingan relatif dari bagian yang dapat merugikan (seperti butiran lunak dan lempung) terhadap bagian agregat yang lolos saringan No.4.

7. Pemeriksaan gumpalan lempung dan butiran yang mudah pecah dalam agregat

Agregat yang tertahan saringan 1,18 mm diperiksa dan dipisahkan dengan diremas jari guna melihat agregat tersebut mudah pecah atau tidak. Sehingga menjadi beberapa fraksi, lalu direndam sekitar 24 jam. Butiran halus yang terjadi disaring dan ditimbang.


(37)

36

8. Pemeriksaan daya lekat agregat terhadap aspal (affinity)

Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara menguji kelekatan agregat terhadap aspal.

9. Angularitas

Merupakan suatu pengukuran penentuan jumlah agregat berbidang pecah. Pengujian angularitas agregat terbagi 2, yaitu :

a. Angularitas agregat kasar adalah persentase dari berat partikel agregat lebih besar dari 4,75 mm (No.4) dengan satu atau lebih bidang pecah. b. Angularitas agregat halus adalah persentase rongga udara yang terdapat

pada agregat padat lepas dan lolos pada saringan 2,36 mm (No.8). Makin besar nilai rongga udara berarti makin besar bidang pecah yang terdapat pada agregat halus.

10. Pemeriksaan kepipihan agregat

Bentuk butir (particle shape) agregat salah satunya adalah berbentuk pipih dan akan mudah patah apabila mendapat beban lalulintas. Untuk itu diuji dengan alat uji kepipihan seperti terlihat pada gambar 2.3. Kepipihan dinyatakan dalam persentase berat contoh agregat sebanyak minimum 200 butir agregat.


(38)

37

11. Pengujian partikel ringan dalam agregat

Partikel ringan pada agregat berjumlah besar yang digunakan sebagai campuran aspal panas akan mengganggu stabilitas campuran. Partikel ringan yang dimaksud adalah partikel yang mengapung di atas larutan yang berat jenisnya 2.

Pengujian dilakukan untuk agregat halus yang lolos saringan No. 4 (4,75 mm) dan tertahan di atas saringan No.50 (0,30 mm) serta agregat kasar yang lolos saringan 3” (76,20 mm) dan tertahan di atas saringan No.4 (4,75 mm). Bahan yang digunakan untuk memisahkan partikel ringan adalah larutan seng khlorida (ZnCl2) berat jenis 2.[6]

II.3.2.2. Kontrol aspal

Pada umumnya aspal diperoleh dari sumber yang telah diuji dan diterima oleh direksi pekerjaan jalan. Sangat sedikit uji pengawasan untuk aspal, namun telah dilakukan oleh orang yang terlibat pada kontrol kualitas secara manual. Masalah yang sering terjadi pada aspal adalah mencari masalah yang berkaitan dengan lapisan aspal. Sehingga pentingnya dilakukan uji kontrol kualitas sebelum memasukkan ke dalam campuran aspal, meliputi :

1. Pengambilan contoh bahan aspal

Pengambilan contoh aspal untuk pengujian harus diwakili dan dijaga agar tidak terkontaminasi oleh bahan lain sebelum pengujian. Pemeriksaan meliputi :

a. Ukuran contoh,

b. Pengambilan contoh dari mobil tangki, truk penyemprot aspal atau tangki penyimpanan aspal yang dilengkapi alat sirkulasi,


(39)

38 c. Pengambilan contoh dari tangker atau tongkang,

d. Pengambilan contoh dari pipa selama pemuatan dan pembongkaran, e. Pengambilan contoh dari drum terpilih secara random seperti Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Jumlah contoh yang dipilih secara acak Dalam pengiriman Yang diambil

2 – 8 2

9 – 27 3

28 – 64 4

65 – 125 5

126 – 216 6

217 – 343 7

344 – 512 8

513 – 729 9

730 – 1000 10

1001 – 1331 11

Sumber : Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas (2005). Hal.67. [6]

f. Pengambilan contoh bahan semi padat atau bahan padat yang belum dipecah diambil dengan akar tiga dari jumlah kemasan dilokasi,

g. Pengambilan contoh bahan hasil pemecahan atau berbentuk tepung, h. Pengambilan contoh di tempat tujuan pengiriman.

2. Titik nyala dengan Cleveland Open Cup

Penentuan titik nyala dilakukan untuk memastikan bahwa aspal cukup aman untuk pelaksanaan. Jika rendah, maka adanya minyak ringan dalam aspal seperti terlihat pada gambar 2.4.


(40)

39

Gambar 2.4. Pengujian titik nyala dengan Cleveland Open Cup 3. Penetrasi bahan bitumen

Pengujian ini dimaksudkan untuk menetapkan nilai kekerasan aspal. Kekerasan aspal diukur dengan jarum penetrasi standar yang masuk kedalam permukaan bitumen pada temperatur 25 0C, beban 100 gram dan waktu 5

detik. Alat pengujian ditunjukkan pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Pengujian penetrasi 4. Titik lembek

Konsistensi bitumen ditunjukkan oleh temperatur dimana aspal berubah bentuk karena perubahan tegangan. Hasilnya digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari aspal. Alat pengujian ditunjukkan pada gambar 2.6.


(41)

40

Gambar 2.6. Pengujian titik lembek aspal 5. Daktilitas bahan bitumen

Daktilitas ditunjukkan oleh panjangnya benang aspal yang ditarik hingga putus. Pengujian dilakukan dengan alat yang terdiri atas cetakan, bak air dan alat penarik contoh. Alat pengujian ditunjukkan pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. Pengujian daktalitas

6. Pengujian temperatur pencampuran dan pemadatan dengan alat viskometer

Cara ini dimaksudkan untuk menentukan temperatur campuran dan pemadatan campuran beraspal panas, mencakup pengujian kekentalan aspal secara empiris pada temperatur antara 1200 – 200 0C. Gambar peralatan


(42)

41

Gambar 2.8. Tabung viskometer untuk pengujian viskositas II.3.2.3. Kontrol campuran beraspal

Dalam tahap pencampuran agregat dan aspal, harus diperiksa dan dikontrol saat dilakukan proses pencampuran, meliputi :

1. Laboratorium

Semua peralatan yang akan digunakan untuk pengujian harus diperiksa kesesuaiannya dengan persyaratan yang dipakai, dan prosedur – prosedur pengujian yang digunakan dalam spesifikasi harus tersedia di laboratorium dan diaplikasikan secara benar, hal lain yang perlu diperhatikan adalah kalibrasi peralatan secara berkala. Dalam pengujian yang perlu diamati adalah metode pengujian contoh, jumlah contoh, frekuensi dan harus sesuai dengan spesifikasi.

2. Stock Pile

Suatu penanganan agregat di tempat penyimpanan (stock pile) yang kurang baik akan sangat mempengaruhi perbedaan volumetrik campuran antara JMF dengan pelaksanaan.

Pada saat proses penumpukan dan pemindahan agregat di Stock Pile sering terjadi segregasi dan terkontaminasinya agregat dengan tanah/lumpur. Sehingga akan


(43)

42 menyulitkan atau bahkan tidak mungkin operator AMP dapat mengadakan penyesuaian gradasi dalam waktu yang sangat terbatas. Untuk itu di perlukan pengetahuan dan keahlian yang cukup pada operator di saat pengujian dengan memeriksa data yang diperlukan di Stock Pile, meliputi :

- Proses kebersihan agregat di Stock Pile, terutama kebersihan pasir. - Agregat tidak mengalami segregasi

- Agregat tidak tercampur satu sama lainnya dan tidak terkontaminasi dengan tanah/lempung atau bahan lainnya.

3. Unit pencampur aspal (AMP)

AMP merupakan satu unit alat yang memproduksi campuran beraspal panas. AMP yang paling sering digunakan adalah jenis Batch (penakaran). Komponen – komponen yang terdapat dalam AMP adalah :

a. Cold Bin

Cold Bin adalah tempat penyimpanan agregat kasar, agregat halus dan pasir. Material yang telah melalui Cold Bin sangat berpengaruh terhadap produksi campuran beraspal. Untuk itu perlunya kontrol kualitas yang ketat pada Cold Bin dengan melakukan pemeriksaan, meliputi :

− Gradasi agregat

Perubahan gradasi terjadi jika Quari atau supplier berbeda. Untuk itu setiap terjadi perubahan oleh quari atau supplier, dilakukan pembuatan JMF kembali.

− Kondisi dari tiap Cold Bin

Pencampuran agregat antara bin yang berdekatan dapat dicegah dengan cara membuat pemisah yang cukup dan pengisian tidak berlebih.


(44)

43 − Kalibrasi bukaan Cold Bin

− Bukaan Cold Bin

Bukaan Cold Bin kadang - kadang tersumbat jika agregat halus basah, agregat terkontaminasi tanah lempung atau penghalang lain yang tidak umum seperti batu dan kayu.

− Kecepatan Conveyor dan pengontrolan aliran agregat dan membuang material yang tidak perlu.

b. Dryer

Setelah dari Cold Bin agregat dibawa ke Dryer yang mempunyai fungsi : 1) Menghilangkan kandungan air pada agregat, dan

2) Memanaskan agregat sampai suhu yang disyaratkan. Pemeriksaan yang diperlukan meliputi :

− Alat pengukur suhu

− Pemeriksaan suhu pemanasan

− Pemeriksaan kadar air secara tepat, yaitu dengan menggunakan cermin dan spatula, (ambil contoh secukupmya dan lewatkan cermin tersebut lalu amati kadar air yang menggembur pada permukaan cermin atau spatula).

c. Hot Screen

Setelah agregat kering dan dipanaskan, agregat diangkut dengan pengangkut panas (hot elevator) untuk disaring dan dipisahkan dalam beberapa ukuran. Pada umumnya proses penyaringan terjadi pelimpahan agregat, misalnya yang seharusnya masuk ke Hot Bin I tetapi terbawa ke Hot bin II. Pelimpahan ini pada kondisi normal


(45)

44 terjadi kurang dari 5% dan cenderung konstan, sehingga tidak terlalu mempengaruhi kualitas produksi. Hal ini terjadi bila :

- Lubang saringan tertutup agregat.

- Kecepatan produksi ditambah sehingga agregat yang disaring bertambah sementara efisiensi operasi penyaringan tetap.

- Agregat halus basah, sehingga pada saat pengeringan dan pemanasan agregat tersebut akan menggumpal dan masuk ke Hot Bin yang tidak semestinya.

- Lubang saringan sudah ada yang rusak, pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan harian secara visual pada kebersihan dan kondisi saringan. d. Hot Bin

Jika agregat halus masih menyisakan kadar air (karena dryer kurang baik) setelah pemanasan, maka agregat yang sangat halus (debu) akan menempel dan menggumpal pada dinding Hot Bin dan akan jatuh setelah cukup berat. Hal tersebut dapat menyebabkan perubahan kecil pada gradasi agregat, yaitu penambahan material yang lolos saringan No. 200.

e. Weight Hopper

Pada bagian ini operator AMP sangat berperan. Jika keseimbangan waktu pencapaian berat Hot Bin sulit tercapai, maka operator harus membuang agregat tersebut dan melakukan pemeriksaan aliran material dari Cold Bin. Akan tetapi jika ketidakseimbangan waktu tersebut dipaksakan terus berjalan, maka dapat dipastikan terjadi penyimpangan gradasi akibat proporsi masing – masing Hot Bin karena tidak sesuai pemeriksaan yang dilakukan pada bagian :


(46)

45 - Kotak penimbang (Weight Box) tergantung bebas.

- Kontrol harian terhadap kinerja operator AMP. f. Pugmill

Pugmill merupakan alat yang mencampur agregat dengan aspal. Setelah agregat ditimbang sesuai dengan proporsinya, maka agregat dan aspal dicampur di pugmill. Dalam Pugmill terjadi dua jenis campuran yaitu :

1. Pencampuran kering

Lamanya pencampuran ini diusahakan sesingkatnya mungkin untuk meminimalkan degradasi agregat, umumnya 1 atau 2 detik.

2. Pencampuran basah

Pada pencampuran juga diusahakan seminimal mungkin untuk menghindari degradasi dan oksidasi. Jika agregat kasar telah terselimuti aspal maka pencampuran basah dihentikan, karena dapat dipastikan agregat halus juga terselimuti aspal. Umumnya waktu pencampuran kurang dari 30 detik. Pemeriksaan yang diperlukan meliputi :

- Temperatur aspal (pada tangki aspal). - Lamanya pencampuran.

- Tampak Visual yang keluar dari Pugmill, apakah campuran merata, terselimuti aspal, aspal menggumpal atau pugmill bocor.

4. Pemeriksaan hasil campuran beraspal

Untuk mengetahui secara dini penyimpangan – penyimpangan yang terjadi, sehingga dapat diperbaiki dengan segera, maka pemeriksaan terhadap hasil produksi sangat diperlukan, pemeriksaan meliputi :


(47)

46 - Secara visual temperatur campuran dapat diamati di atas dump truck.

Bila berasap biru, berarti terlalu panas (over heating), dan jika menggumpal atau tidak seragam berarti kurang panas (under heating). - Pemeriksaan juga harus dengan alat terutama untuk pemeriksaan

temperatur campuran di atas dump truck.

- Pengambilan sampel untuk pengujian sifat – sifat (ekstraksi, analisa saringan, marshall, kepadatan, dan lain-lain) dengan frekuensi yang sesuai dengan spesifikasi.[3]

II.3.3. Penerimaan kontrol kualitas (quaility control acceptance)

Penerimaan kontrol kualitas (quality control acceptance) dinyatakan dengan hasil proses kontrol kualitas (quality control processes).[17] Penerimaan tersebut

dilakukan dengan menguji kualitas campuran beraspal yang telah selesai pada tahap pekerjaan jalan di lapangan, sehingga campuran beraspal harus sesuai dengan spesifikasi, meliputi : [6]

1. Pengambilan contoh dan pengujian (sampling and testing)

Pengambilan contoh dan pengujian dicatat sebagai data yang bertujuan untuk menilai kualitas produksi apakah memenuhi syarat atau tidak. Salah satu kesalahan yang besar dalam menguji material adalah kegagalan untuk mengambil contoh yang mewakili. Contoh pengujian pada kontrol kualitas di lapangan adalah :

1. Pengujian kadar aspal

2. Pengujian kepadatan campuran aspal 3. Pengujian gradasi agregat


(48)

47 Namun, pengujian yang sering dilakukan adalah pengujian kepadatan campuran aspal. Karena merupakan tolak ukur atau parameter dalam melakukan pembayaran proyek pekerjaan jalan.

2. Pengujian kepadatan di lapangan

Untuk pengujian kepadatan lapangan dilakukan dengan pengambilan contoh inti (core) padat dari core drill atau memotong permukaan perkerasan atau pengujian dengan nuclear density tester. Selanjutnya contoh inti padat diuji di laboratorium untuk mendapatkan kualitas kepadatan campuran beraspal.

Pengujian kepadatan dengan cara apapun, agar dilaksanakan berdasarkan pengujian secara acak (random), dengan jumlah minimum tertentu, umumnya setiap jarak 200 m. Nilai rata-rata kepadatan dan nilai tunggal yang didapat dari pengujian kepadatan harus masuk dalam kriteria yang disyaratkan oleh suatu proyek. Pengambilan contoh inti (core) dapat digunakan juga untuk mengukur ketebalan padat suatu hamparan campuran aspal panas. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian kepadatan dengan core drill :

- Contoh uji yang diambil dari lapangan pada umumnya basah karena pada saat pengambilan contoh dibantu dengan semprotan air.

- Penimbangan contoh uji untuk mencari berat kering tidak boleh dilakukan dengan tergesa-gesa.

- Penimbangan contoh uji harus dilakukan setelah beratnya konstan. Artinya penimbangan harus dilakukan setelah contoh uji benar-benar kering.


(49)

48

Tabel 2.3. Perbandingan penerimaan rata – rata kepadatan secara statistik antara beberapa spesifikasi

Spesifikasi Sampel Jenis ukuran sampel per lot

Penerimaan rata – rata kepadatan (JSD %)

WSDOT 3 - ∞ 5 95

FHWA 5 - ∞ 5 95

NAASRA 6 - ∞ 6 93

FAA 3 – 8 4 90

AASHTO 3 – 50 6 90

Sumber : Mahoney, J.P.’01.Hal.18.[10], Pavement Material ’89, hal.22.[13]

Dalam menentukan penerimaan proses kontrol kualitas (quality control processes) dan penerimaan kontrol kualitas (quality control acceptance), digunakan metode statistik dalam mengambil keputusan penyesuaian spesifikasi.[6]

II.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Kualitas

Kontrol kualitas (quality control) dalam pekerjaan jalan sering mengalami ketidaksesuaian dengan spesifikasi. Namun, dengan menggunakan metode statistik, kesalahan – kesalahan pekerjaan jalan dapat dibuktikan melalui pengontrolan terhadap spesifikasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi kontrol kualitas (quality control) pekerjaaan jalan dengan metode statistik agar sesuai dengan spesifikasi adalah :

II.4.1. Pemilihan sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi. Dimana populasi merupakan keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian kita, baik terhingga maupun tidak terhingga, dan disebut sebagai N. Sampel merupakan jumlah data


(50)

49 atribut dan data variabel yang memiliki karakteristik kualitas yang diklasifikasikan ke dalam suatu kriteria, dan disebut sebagai n.

- Data atribut adalah semua kerakteristik kualitas yang diklasifikasikan dalam kriteria baik atau jelek, bagus atau cacat, dan lain – lain. Data atribut biasanya dapat menyimpulkan informasi jumlah cacat atau persen cacat.

- Data variabel adalah semua karakteristik yang dapat diukur, seperti berat yang diukur dalam gram. Ukuran – ukuran data variabel ini memberikan informasi yang lebih berguna untuk proses kontrol kualitas. Data ini dipakai untuk menentukan rata – rata dan standar deviasi yang sering disebut dengan x .[7]

Sampel dipilih secara acak (random), berguna untuk mengetahui kualitas pekerjaan jalan yang telah memenuhi spesifikasi. Sampel diperoleh dengan menggunakan penomoran acak dan dipilih berdasarkan lot.

II.4.1.1. Pemilihan lot

Lot adalah sekelompok bahan atau item pekerjaan yang akan diuji dan merupakan tempat di mana sampel akan diambil sesuai dengan spesifikasi. Lot disebut sebagai titik uji atau populasi, yaitu merupakan tempat sekelompok sampel yang akan diuji.

Gambar 2.9. Tempat pengujian atau tempat sekelompok sampel yang akan diuji disebut lot


(51)

50 Dapat ditentukan dengan menganggap lot sebagai nilai populasi N. Untuk menentukan jumlah lot dan sampel (jumlah titik uji), dapat ditetapkan dengan rumus sebagai berikut :[5]

3

X

N= ……… …..(2.1).

II.4.1.2. Teknik Sampling

Dalam pengumpulan data, diperlukan sampel yang baik untuk diperkirakan. Penggunaan metode dalam pengumpulan data yang benar disebut teknik sampling. Dua hal yang dapat diterima dalam teknik sampling, yaitu : pertama, tidak dapat menjamin bahwa selalu mendapatkan sampel yang baik. Hal kedua adalah bahwa data harus diperoleh dalam kondisi yang terkendali. Ini termasuk persyaratan bahwa data harus homogen. Dalam sampling ada dua metode sampling :

1. Random Sampling merupakan teknik pengambilan sampel secara acak (variabel acak) yang hanya dapat dilaksanakan apabila elemen populasi bersifat homogen, maksudnya semua elemen tersebut memiliki kesempatan terpilih sama dalam populasi. Misalnya besar populasi adalah N, sedang unsur dalam sampel (sample size) adalah n, maka besarnya kesempatan bagi tiap satuan untuk terpilih dalam sampel adalah n/N.

Pengambilan sampel secara acak ditentukan dengan menggunakan tabel bilangan acak. Prosedur penggunaan tabel dilakukan dengan mengikuti langkah – langkah berikut : [5]

a. Disediakan dua tabung gelas, plastik, karet gelang dan kertas.

b. Disiapkan kertas sebanyak 110 lembar. Kelompok I, kertas diberi tulisan dari angka 0 sampai 9. Kelompok II, kertas diberi tulisan dari 1 sampai 100. c. Kertas digulung dan tulisan tidak boleh terlihat.


(52)

51 d. Masukkan kertas ke dalam masing – masing tabung gelas. Kemudian ditutup

dengan plastik dan karet gelang lalu diberi lubang.

e. Gelas dikocok selama kira – kira 10 detik dan keluarkan masing – masing 1 buah kertas kemudian dibaca dan dicatat seperti berikut :

i) Angka yang keluar dari kelompok I sebagai Nomor Kolom (misal : x) ii) Angka yang keluar dari kelompok II sebagai Nomor Baris (misal : y) Koordinat (x; y) ditentukan pada tabel bilangan acak sebagai bilangan tiga digit yang dicari.

2. Non-random sampling berbeda dengan random sampling dalam hal sampel dipilih bukan berdasarkan sistem acak. [20]

II.4.2. Metode Statistik

Metode statistik dapat mempengaruhi kontrol kualitas (quality control) dalam membuat keputusan. Karena dari metode ini dapat diambil kesimpulan bahwa sampel yang diuji sesuai dengan spesifikasi.

II.4.2.1. Distribusi Normal

Distribusi normal merupakan asumsi normal dari data variabel yang berkelanjutan. Distribusi normal :

• Berhubungan dengan nilai mean, median dan modus. • Kurva normal yang simetris dan disebut kurva lonceng.

• Persamaan linier yang berkelanjutan yang memiliki deviasi standar yang disebut sebagai σ . Semakin besar nilai σ , maka kurva akan semakin landai, dan semakin kecil nilai σ maka kurva akan semakin melancip menuju +∞ ke - ∞.


(53)

52 n x ... x x x

x = 1+ 2 + 3 + n

atau

=

=

n 1 i i

x

n

1

x

……… (2.2)

Deviasi standar sampel ditunjuk dan dihitung sebagai:

1 n ) x (x s n 1 i 2 i − −

=

= ……… (2.3)

Pangkat dua dari deviasi standar disebut variasi.

1) n(n ) x ( x n s 2 i 2 i 2 − −

=

………. (2.4)

Deviasi standar populasi juga dapat ditentukan dengan adanya nilai populasi N.

N μ) (x σ n 1 i 2 i

=

= ……… (2.5)

Faktor koefisien juga digunakan dalam nilai statistik.

x100 x s CV       = ………..…(2.6)

Perhitungan Distribusi Normal

Distribusi normal dikatakan sebagai distribusi normal standar adalah dengan rata – rata µ= 0 dan deviasi standar σ= 1 yang memiliki fungsi densitas berbentuk :

2 2 2σ

μ) (x

e

2

π

σ

1

f(x)

=

− − ……….. (2.7)

Nilai x mempunyai batas - ∞< x < ∞, sehingga dapat dikatakan berdistribusi normal.

Probabilitas dari pengukuran jika lebih besar atau sama dengan nilai tertentu dapat ditentukan dengan mengintegrasikan persamaan :[19]


(54)

53

+∞ = = ≥ a

R(x a) f(x)dx α

P ……… (2.8)

Karena frekuensi luas di bawah kurva normal adalah sama dengan satu, probabilitas pengukuran yang kurang dari satu adalah

a) (x P 1 a) (x

PR < = − n ≥ ……… (2.9)

Standar data variabel ini disebut deviasi normal z, dan digunakan untuk mengubah setiap data variabel menjadi distribusi normal. Transformasi nilai x menjadi nilai z :

σ μ

x

z= − ….……….……… (2.10)

Penggunaan Tabel Distribusi Normal

Tabel distribusi normal untuk variabel acak sehingga mendapatkan nilai normal. Nilai tabel tersebut merupakan solusi untuk mengetahui nilai yang diinginkan dengan batas tertentu :[19]

+∞ = = ≥ Ka 2 z

R .e dz

2π 1 α Ka) (x P n ………. (2.11) σ μ a

Kα = − ……… (2.12)

Jika a < μ, maka

σ μ

a

Kα = − atau disebut nilai K mutlak positif. α α μ)/σ}] [{a μ)/σ] [{x P a) (x

PR ≥ = R − ≥ − =

α ) K (z P a) (x

PR ≥ = Rα = ……….. (2.13)

Sifat – sifat penting distribusi normal :

1. Grafiknya selalu ada di atas sumbu datar x 2. Bentuknya simetris terhadap x = µ


(55)

54 3. Grafiknya mendekati sumbu datar x dimulai dari x=μ+3σ ke kanan dan

3σ μ

x= − ke kiri.

Gambar 2.10. kurva distribusi normal

Distribusi normal juga berfungsi sebagai pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis adalah cara pengambilan keputusan atau kesimpulan, dimana perumusan sementara mengenai sesuatu yang dibuat untuk menjelaskannya dan untuk menuntun atau mengarahkan penelitian selanjutnya. Setiap hipotesis bisa benar atau tidak benar dan karenanya perlu diadakan penyelidikan. Kurva terdistribusi normal jika sampel

≥30.[16]

II.4.2.2. Distribusi t

Walaupun distribusi normal sangat penting dan banyak digunakan dalam menentukan keputusan, namun, tidak satu – satunya jenis distribusi yang digunakan atau berlaku untuk analisis hanya distribusi normal. Melainkan distribusi tersebut adalah distribusi t.

Distribusi t merupakan variabel acak tertentu yang terdistribusi secara normal. Namun, jika standar deviasi σ tidak diketahui, maka jika disubstitusi, standar deviasi sampel s digunakan ke variabel tersebut, tidak mengakibatkan


(56)

55 variabel acak sehingga tidak dapat terdistribusi normal, walaupun s merupakan σ. Biasanya sampel distribusi t 30. Distribusi t adalah :[19]

s n

μ)

x (

t= − ……….. (2.14)

Distribusi ini banyak digunakan dalam solusi masalah ketika deviasi standar populasi tidak diketahui. Nilai rata – rata yang diharapkan dari distribusi ini adalah nol dan seperti distribusi normal, juga memiliki jangkauan - ∞ ke +∞. Namun, tidak seperti distribusi normal, nilai persen dari distribusi t merupakan fungsi dari derajat kebebasan dk atau v .

α

) t (t

PRa;V = ……….. (2.15)

Nilai v tergantung pada data variabel, yaitu ditunjukkan dalam persamaan dk atau v = n – 1.

Penggunaan Tabel Distribusi

Nilai persentase distribusi dilihat pada nilai yang memiliki konsep umum dalam pemecahan nilai probabilitas. Terdapat nilai – nilai variabel v dan persen risiko α yang memungkinkan terjadinya signifikansi dalam penerimaan sampel.[18]


(57)

56

-t tabel 0 + t tabel

Gambar 2.11. kurva distribusi t II.4.3. Risiko

Pada spesifikasi, untuk pemilihan sampel yang berkualitas bisa mengalami kesalahan. Jika hasil kinerja pekerjaan tidak memuaskan, maka pekerjaan tersebut dapat ditolak dan menimbulkan kerugian, disebut risiko produsen. Sebaliknya, kesalahan yang menghasilkan penerimaan produk yang tidak memuaskan yang merugikan konsumen, disebut risiko konsumen. Agar kesalahan tidak terjadi, maka dalam perencanaan harus memiliki tingkat keyakinan (confidence level) penerimaan dalam bentuk persentase (1 hingga 100%). Sehingga dalam melaksanakan pekerjaan tersebut dapat dipercaya dan spesifikasi juga menjadi standarisasi yang akurat.[13]

Ada dua tipe risiko :

1. Risiko produsen adalah kesalahan yang terjadi pada saat nilai sampel berada di luar batas kontrol namun proses sebenarnya dalam kontrol (random effect) dengan nilai yang telah ditetapkan sebesar 5% atau 10%. Maksudnya adalah tingkat kepercayaan yang diterima, dimana rendahnya kemungkinan penolakan atau penerimaan sampel harus pada batas kontrol yang diterima (tingkat keyakinan kualitas minimum yang diterima biasanya 95% atau 90%). Risiko produsen disebut sebagai α.

Tabel 2.4. Nilai rekomendasi untuk risiko produsen (α ) Jenis Perencanaan Kontrol Kualitas Risiko Produsen (α )


(58)

57

Diterima / Ditolak 10 %

Ketetapan untuk Penerimaan 20 %

Sumber : Main Road Weastern Australia. (2008). Hal.4. [11]

2. Risiko konsumen adalah kesalahan yang terjadi pada saat nilai sampel berada di dalam batas kontrol namun proses sebenarnya tidak dalam kontrol (terjadi proses pergeseran) dan ditetapkan sebesar 10% atau 20%. Maksudnya adalah rendahnya kemungkinan penerimaan atau persentase ditolaknya sampel dengan tingkat kepercayaan yang telah ditetapkan. Risiko ditunjuk sebagai β. [13]

Tingkat keyakinan terhadap rata – rata : σ diketahui, dengan batas 1 arah.[19]

LCL= μ

n σ K

x α

          − ...(2.16) UCL= μ n σ K

x α

          + ...(2.17) • Tingkat keyakinan terhadap sampel: σ tidak diketahui dengan batas 2 arah.

LCL= ≤ ≤

         

− − x

n s t

x α/2;n 1 UCL=

          + − n s t

x α/2;n 1 ………(2.18)

II.4.4. Kriteria Penerimaan

Merupakan batas di mana sampel yang telah di uji secara statistik menghasilkan nilai penerimaan Rc ≥ L serta menggunakan pengujian hipotesis dalam pengambilan keputusan.[11]


(59)

58 Rc = ( x - ks ) ≥ L………(2.20) • Uji Hipotesis.[19]

0 μ μ : H = 1 n : α/2 1 n : α/2 α/2 α/2 t t t K z K − − ≤ ≤+ − + ≤ ≤ −

, H diterima

0 μ μ : H ≥ 1 n : α α t t K z − ≥ ≥

, H diterima

0 μ μ : H ≤ 1 n : α α t t K z − ≤ − ≤

, H diterima

 Rata – rata (satu populasi) :

( )

σ

n

μ

x

z= − 0

………..(2.21)

( )

s n μ x t= − 0

………..(2.22)  Rata – rata (dua populasi) :

(

)

(

1 1

) (

2 x2

)

2 x x 2 x 2 1 n / n / x x z σ σ + − = ………..…(2.23)

(

)

(

1 1

) (

2 x2

)

2 x x 2 x 2 1 n / n / x x t s s + − = ………...….(2.24)

Tabel 2.5. Pengambilan Keputusan dengan uji Hipotesis Hipotesis (H) Benar Hipotesis (H) Salah Terima H Keputusan Benar Risiko konsumen (β)

Tolak H Risiko produsen (α ) Keputusan Benar


(60)

59

II.4.5. Persen kesalahan

Untuk mengontrol perkerasan jalan, tingkat kualitas yang terbaik didefinisikan dalam persen kesalahan yang bertujuan :

• Mengetahui sampel yang tidak dapat diterima,

• Dapat menyesuaikan dengan spesifikasi, sehingga mengetahui kesuksesan pekerjaan. Disebut dengan p(%).[11]

Tabel 2.6. Nilai persen kesalahan

Jenis fasilitas Persentase Kesalahan (p)

Jalan Bebas 10 %

Jalan Raya dan Jalan Utama 15 %

Jalan Lainnya 20 %

Sumber : Main Road Weastern Australia. (2008). Hal.3.[11]

Dapat dihitung mengunakan persamaan di bawah ini :[10]

( )

(

)

(

)

2

1 2 p α 1 n 2 k 2 1 k k k       + ÷ − =

( )

(

)

(

)

             + ÷ + = 2 1 2 α

p k 2 n 1

2 1 k k k ………(2.25)

( )

(

)

(

)

2

1 2 p β 1 n 2 k 2 1 k k k       + ÷ − =

( )

(

)

(

)

             + ÷ + = 2 1 2

p k 2 n 1

2 1 k k

k β ………(2.26)

Sehingga dapat dihitung sampel sebenarnya saat diketahui L (Batas Spesifikasi) dari kriteria penerimaan dan uji hipotesis.


(61)

60

(

)

(

)

2

1 0

2 2

α β

μ μ

σ K K n

− −

= ………(2.27)

Tabel 2.7. Rekomendasi jumlah sampel per lot (n)

Komponen Pekerjaan Jumlah sampel per Lot (n)

Pondasi Tanggul 6

Konstruksi 6

Tanah Dasar 6

Pondasi Bawah 9

Pondasi Atas (Agregat) 9

Lapisan Permukaan (Campuran aspal) 10 Sumber : Main Road Weastern Australia. (2008). Hal.4. [11]

II.4.6. Grafik kontrol dan Kurva OC 1. Grafik kontrol

Grafik kontrol merupakan kumpulan data yang ditulis dalam bentuk grafik dan digunakan untuk membuat penilaian kontrol kualitas (quality control) pada proses kontrol kualitas (quality control processes) terhadap spesifikasi.

Adapun jenis grafik kontrol, yaitu grafik X. Grafik X adalah jenis grafik kontrol yang menggunakan angka rata – rata dari contoh yang diambil dari pengujian permukaan perkerasan. Hasil yang akan diukur adalah sampel variabel atau atribut untuk mengetahui hasil atau tingkat kontrol kualitas yaitu rata – rata sampel.

Grafik X mempunyai tiga parameter penting yang ditentukan dengan cara perhitungan dari data-data historis, yaitu:

1. Nilai rata-rata


(62)

61 3. Batas kontrol bawah atau lower control limit (LCL)

Gambar 2.12. Grafik kontrol

Tahapan untuk membentuk grafik kontrol adalah sebagai berikut:

1. Grafik kontrol dibentuk dari data dimana kinerja masa depan dibandingkan dengan kinerja masa lalu.

2. Lalu dihitung angka rata-rata, batas kontrol atas dan batas kontrol bawah. Batas kontrol berdasarkan pada distribusi sampling.

3. Kemudian digambar grafik kontrol dimana sumbu Y menunjukkan perhitungan variabel dan sumbu mendatar X menunjukkan jumlah sample.

4. Pada grafik ditulis angka hasil pengukuran sampel variabel atau atribut dari unit. 5. Lalu diterjemahkan arti grafik untuk melihat apakah:

• Proses terkontrol dan tidak perlu ada tindakan • Proses tak terkontrol maka perlu dicari penyebabnya

• Proses terkontrol tetapi ada kecenderungan dimana harus memperingatkan kepada spesifikasi ada kemungkinan terjadi kondisi yang tidak acak atau kondisi yang tak terkendali.[7]


(63)

62 Kurva (OC) adalah kurva yang diplotkan untuk menyajikan penerimaan kontrol kualitas. Kurva tersebut akan menunjukkan dan membedakan sampel yang dapat diterima atau tidak diterima terhadap spesifikasi. Kurva OC juga menjelaskan risiko yang terjadi pada pelaksanaan kontrol kualitas. Sehingga kurva merupakan batas statistik dari penilaian sampel yang akan dipilih nantinya. Sebuah kurva OC terhadap rata - rata ditunjukkan pada Gambar 2.15.

Kurva OC menegaskan penerimaan sampel yang telah dikontrol kualitasnya dengan menggunakan resiko produsen (α ) dan konsumen (β) sebagai signifikansi penerimaan dan faktor yang mempengaruhi kontrol kualitas bahan dan pekerjaan. Untuk penerimaan sampel ditentukan dengan (P/1 - α). Dimana P menggunakan resiko konsumen (β) sebagai parameter proporsi kerusakan sampel. Sehingga dapat dilihat dengan tabel kurva OC kesesuaian spesifikasi yang telah menjadi standar perencanaan campuran beraspal sebelumnya.[13]

Gambar 2.13. Distribusi Normal dan Miring dengan jumlah sampel berbeda.[11]


(64)

63

Gambar 2.14. Batas Spesifikasi, Satu Batas maupun Dua Batas.[13]

Gambar 2.15. Distribusi rata – rata, kemungkinan penerimaan dengan kontrol rerata.[13]


(65)

64

BAB III

Pengendalian Mutu (Quality Control) Menurut Bina Marga 2006

III.1. Standar perkerasan lentur

Menurut Yates & Aniftos (1998), standar adalah sesuatu yang digunakan sebagai basis (dasar) untuk perbandingan dan evaluasi karakteristik material dan prosedur kerja beserta hasil implementasinya yang selalu siap pakai jika diperlukan dan selalu mengutamakan aspek keselamatan dan keamanan bagi manusia dan lingkungan. Standar adalah dokumen yang berisi ketentuan teknis dari sebuah produk, metode, proses atau sistem yang dirumuskan secara konsensus (komitmen bersama) dan ditetapkan oleh instansi yang berwenang, baik secara nasional maupun internasional.[12]

Sebelum tahun 1985, pengelolaan perkerasan jalan sebagian besar dilaksanakan dengan mengacu pada standar Amerika (AASHTO dan ASTM) karena masih belum banyak tersedia standar produk Indonesia yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan daerah di wilayah kerja Indonesia.

Indonesia memiliki SNI sebagai standar rujukan dalam standar teknis bidang konstruksi jalan dan jembatan oleh Departemen PU khususnya dirujukan untuk Ditjen Bina Marga. Standar teknis yang dimaksud adalah buku spesifikasi teknis bidang jalan dan jembatan yang di dalamnya terdapat urutan standardisasi: definisi jenis konstruksi, standar rujukan yang digunakan, persyaratan bahan dan peralatan serta metode kerja (tata cara) yang digunakan, pengendalian mutu, pengukuran dan pembayaran. Namun, dalam tahap operasionalnya, mulai timbul permasalahan teknis yang cukup serius dikaitkan terjadinya kerusakan dini. Beberapa penyebab kerusakan


(66)

65 dini tersebut berasal dari aspek SDM, peralatan, bahan konstruksi, pengendalian mutu dan lingkungan.

Dalam perkembangannnya, Balitbang Departemen PU telah membuat Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan sebagai standar untuk pembangunan perkerasan, peningkatan, dan pemeliharaaan jalan khususnya pada jalan negara dan/atau propinsi, yang terdiri atas 11 divisi yaitu:

1. divisi-1 (penjelasan umum): 4 (empat) seksi; 2. divisi-2 (drainase jalan): 4 (empat) seksi; 3. divisi-3 (pekerjaan tanah): 4 (empat) seksi;

4. divisi-4 (pelebaran perkerasan jalan dan bahu jalan): 2 (dua) seksi; 5. divisi-5 (perkerasan berbutir dan beton semen): 7 (tujuh) seksi; 6. divisi-6 (perkerasan beraspal): 7 (tujuh) seksi;

7. divisi-7 (struktur jembatan): 18 seksi;

8. divisi-8 (pengembalian kondisi): 4 (empat) seksi; 9. divisi-9 (pekerjaan harian): satu seksi;

10. divisi-10 (pemeliharaan rutin): 2 (dua) seksi; dan

11. divisi-11 (perlengkapan jalan dan utilitas): 4 (empat) seksi. Setiap seksi tersebut terdiri atas:

o Standar – standar yang digunakan sebagai rujukan (produk SNI, AASHTO, BSI);

o Standar metode pelaksanaan yang terdiri atas persyaratan bahan kontruksi, peralatan dan tata cara kerja;

o Standar pengendalian mutu; dan


(67)

66 Dalam pembahasan standar perkerasan lentur jalan ini digunakan spesifikasi teknis Bina Marga versi Desember 2006 divisi – 6.[11]

III.2. Perkerasan beraspal

Perkerasan beraspal sering disebut campuran beraspal yang terdiri atas campuran agregat dan bahan aspal yang dicampur dalam keadaan panas di unit produksi AMP, selanjutnya diangkut dalam keadaan panas ke lokasi penghamparan di atas lapis pondasi jalan atau lapis permukaan jalan lama, kemudian diikuti proses pemadatan lapangan dengan tetap memperhatikan persyaratan suhu pada tiap tahapan pemadatannya sampai didapatkan perkerasan beraspal yang sesuai dengan mutu dan gambar rencana.

Jenis perkerasan beraspal atau campuran beraspal pada spesifikasi Bina Marga versi Desember 2006, yaitu :[4]

a) Latasir (Sand Sheet) Kelas A dan B

Campuran-campuran ini ditujukan untuk jalan dengan lalu lintas ringan, khususnya pada daerah dimana agregat kasar sulit diperoleh. Pemilihan Kelas A atau B terutama tergantung pada tebal nominal minimum. Campuran Latasir biasanya memerlukan penambahan filler agar memenuhi kebutuhan sifat-sifat yang disyaratkan.

b) Lataston (HRS)

Lataston Lapis Permukaan (HRS-Wearing Course) dan Lataston Lapis Pondasi (HRSBase) berukuran maksimum dengan agregat masing-masing campuran adalah 19 mm. Lataston Lapis Pondasi (HRS-Base) mempunyai proporsi fraksi agregat kasar lebih besar daripada Lataston Lapis Permukaan (HRS - Wearing Course). Untuk mendapatkan hasil


(68)

67 yang memuaskan, maka campuran harus dirancang sampai memenuhi semua ketentuan yang diberikan dalam Spesifikasi. Dua kunci utama adalah :

i) Gradasi yang benar-benar senjang. Agar diperoleh gradasi senjang, maka hampir selalu dilakukan pencampuran pasir halus dengan agregat pecah. Bilamana pasir (alam) halus tidak tersedia untuk memperoleh gradasi senjang maka campuran Laston bisa digunakan.

ii) Sisa rongga udara pada kepadatan membal (refusal density) harus memenuhi ketentuan yang ditunjukkan dalam Spesifikasi.

c) Laston (AC)

Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (AC-Base) memiliki ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm, 37,5 mm. Setiap jenis campuran AC yang menggunakan bahan Aspal dimodifikasi dengan Aspal Alam atau Aspal Multigrade disebut masing-masing sebagai AC-WC Modified, AC-BC Modified, dan AC-Base Modified.

Perkerasan beraspal atau campuran beraspal di atas harus diuji kualitasnya, agar spesifikasi dapat digunakan seterusnya. Pada spesifikasi, kualitas campuran beraspal dikontrol dalam beberapa tahap. Kontrol kualitas campuran beraspal pada spesifikasi Bina Marga versi Desember 2006 disebut pengendalian mutu. Namun, sebelum ke tahap pengendalian mutu, harus melakukan tahap pengendalian proses.


(69)

68

III.3. Pengendalian proses

Pengendalian proses merupakan kegiatan yang dilakukan dalam melakukan pekerjaan jalan menurut spesifikasi Bina Marga versi Desember 2006 dengan menguji kualitas bahan dan campuran. Pengendalian dilakukan pada : [4]

1. Tebal lapisan 2. Agregat

3. Bahan pengisi (filler) 4. Gradasi agregat gabungan 5. Bahan aspal

6. Campuran beraspal

III.3.1. Tebal lapisan

Tebal lapisan harus dipantau dengan benda uji inti (core) perkerasan yang diambil paling sedikit dua buah untuk tiap luasan 500 m2 atau jarak antar titik core

drill tidak lebih dari 200 m. Toleransi tebal lapisan beraspal dapat dilihat dalam Tabel 3.1. Tebal aktual campuran beraspal yang dihampar di setiap ruas dari pekerjaan, didefinisikan sebagai tebal rata-rata dari semua benda uji core drill yang diambil di ruas tersebut, yang harus sama atau lebih besar dari tebal nominal rancangan yang ditentukan dalam gambar rencana.

Tebal lapisan diuji sesuai dengan kerataan melintang dan memanjang, yaitu : a. Kerataan Melintang

Kerataan diukur dengan mistar lurus sepanjang 3 m yang diletakkan tepat di atas permukaan jalan tidak boleh melampaui 5 mm untuk lapis aus dan lapis antara atau 10 mm untuk lapis pondasi. Perbedaan setiap dua titik pada setiap penampang melintang tidak boleh melampaui 5 mm dari elevasi yang


(70)

69 dihitung dari penampang melintang yang ditunjukkan dalam Gambar Rencana.

b. Kerataan Memanjang

Kerataan memanjang merupakan setiap ketidakrataan individu yang diukur dengan mistar lurus sepanjang 3 m yang diletakkan sejajar dengan sumbu jalan dan tidak boleh melampaui 5 mm.

Tebal lapisan digunakan sebagai lapis perata sekaligus sebagai lapis perkuatan (strengthening) tidak boleh melebihi 2,5 kali tebal nominal yang diberikan dalam tabel 3.1.

Tabel. 3.1. Tebal nominal minimum lapisan beraspal dan toleransinya

Jenis Campuran Simbol

Tebal Nominal Minimum (cm)

Toleransi Tebal (mm)

Latasir kelas A SS – A 1,5

±2,0

Latasir kelas B SS – B 2,0

Lataston Lapis Aus HRS – WC 3,0 ±3,0

Lapis Pondasi HRS – Base 3,5

Laston

Lapis Aus AC – WC 4,0 ±3,0

Lapis Antara AC – BC 5,0 ±4,0

Lapis Pondasi AC – Base 6,0 ±5,0

Sumber : Spesifikasi Bina Marga Versi Desember 2006. [4]

III.3.2. Agregat

Agregat pada spesifikasi memliki penyerapan terhadap air maksimum 3%. Berat jenis (bulk spesific gravity) agregat kasar dan halus minimum 2,5 gr/cc dan perbedaannya tidak boleh lebih dari 0,2.


(1)

120

TABEL A

Tabel dan Kurva OC dengan rencana penerimaan sampel dengan σ tidak diketahui.[12]


(2)

(3)

122

Tabel. Distribusi Normal dengan luas di bawah kurva normal K menuju α


(4)

(5)

124

Lokasi Titik Core Drill

Nama Paket :


(6)

125

Lokasi Titik Core Drill

Nama Paket :