2.4. Pola Kemitraan dan Pengembangan Wilayah
Wilayah adalah sekelompok daerah yang letaknya berdekatan dan didiami oleh sejumlah penduduk diatas teritorial dan ruang tertentu. Secara ringkas konsep
mengenai ruangwilayah ditandai dengan lokasi absolut dan distribusi areal gambaran tertentu di permukaan bumi. Ruang memiliki jarak secara geometri, absolut dan unik
dalam hubungannya dengan lokasi yang lain, dan memiliki bentuk yang dibatasi oleh batas lokasi yang tetap, secara umum wilayah dibedakan menjadi 3 bagian :
1. Wilayah homogen, merupakan wilayah dimana kegiatan ekonomi berlaku di pelbagai pelosok ruang yang sama antara lain ditinjau dari segi pendapatan
perkapita penduduk dan dari segi struktur ekonominya; 2. Wilayah nodal, merupakan wilayah sebagai suatu ruang ekonomi yang dikuasai
oleh beberapa pelaku ekonomi; 3. Wilayah administrasi, merupakan wilayah yang didasarkan atas pembagian
administrasi pemerintahan. Ilmu kewilayahan merupakan cabang pengetahuan yang sangat luas
cakupannya. Dalam konteks ilmu pengetahuan geografi, ilmu pertanian, ekonomi, sosiologi, antropologi memiliki konstribusi yang signifikan terhadap analisis
kewilayahan. Dilain pihak, dalam konteks ilmu terapan, ilmu kewilayah juga bekaitan dengan disiplin ilmu yang menangani perencanaan, perancangan dan pengelolaan.
Hal ini terutama dibutuhkan dalam kegiatan pembangunan dan pengembangan wilayah Sirojuzilam dan Mahali, 2011.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sandy 1992 dalam Sirojuzilam dan Mahali, 2011, pengembangan wilayah adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suatu wilayah yang
disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut serta menaati peraturan yang berlaku. Sedangkan menurut Hadjisaroso 1994 pengembangn
wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat,
atau memajukan dan memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada. Dengan demikian pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai peningkatan
aktivitas terhadap unsur-unsur dalam wilayah yang mencakup ; institusi, ekonomi, sosial dan ekologi dalam upaya meningkatkan tingkat dan kualitas hidup masyarakat.
Perencanaan dan pengembangan wilayah ditopang oleh enam pilar yaitu : 1 Analisis ekonomi, 2 Analisis sosial, 3 Analisis lokasi, 4 Geografi, 5 Analisis Biogeofisk
dan 6 Analisis Kelembagaan. Pola kemitraan perkebunan diharapkan mampu membangun kelembagaan
petani yang kuat, cerdas dan komunikatif. Kemitraan usaha merupakan salah satu strategi bisnis perusahaan terutama bagi perusahaan besar yang tidak lagi
mengandalkan pada strategi internalisasi aktifitas ekonomi melalui akuisi dan merger dalam rangka integrasi vertikal dan horizontal. Kemitraan usaha merupakan suatu
cara untuk mengurangi risiko usaha meningkatkan efisiensi dan daya saing usaha. Salah satu bentuk kemitraan usaha yang melibatkan UKM dan usaha besar adalah
production lingkage. UKM sebagai pemasok bahan baku dan penolong dalam rangka mengurangi impor, dimana saat ini harga produk impor sangat tinggi karena
Universitas Sumatera Utara
terdepresiasi. The Kian Wie 1992 menyatakan bahwa ada 10 bentuk keterkaitan langsung pemasok dan perusahaan besar, yaitu bantuan langsung kepada pemasok
UKM untuk mulai produksi, lokasi yang berdekatan, informasi yang jelas mengenai pesanan, bantuan tekhnis tentang informasi ciri dan mutu komponen, bantuan hibah
keuangan atau pinjaman lunak, pembelian bahan baku, menejerial, penetapan harga, bantuan distribusi lain, dan diversifikasi dalam rangka memperkuat keuangan.
Keterkaitan tersebut harus bersifat mendidik untuk bisa mandiri sehingga dalam jangka panjang perusahaan pemasok yang pada umumnya UKM dapat meningkat
daya saingnya Partama dan Soejoedana, 2004.
2.5. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu terkait pola kemitraan antara lain Yarsi 2006 melakukan
penelitian tentang Analisis Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja pada Sistem
Kemitraan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Kasus Pola Kemitraan di PT. Perkebunan Nusantara VI dan PT. Bakrie Pasaman Plantation, Kabupaten
Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat. Pembangunan sektor pertanian pada dasarnya merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional secara
keseluruhan. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian Indonesia. Sampai tahun 2004, sektor pertanian
menyumbang 15,39 terhadap Produk Domestik Bruto PDB atas dasar harga berlaku dan menyerap 40 tenaga kerja dari 100 juta angkatan kerja nasional. Sub
sektor perkebunan memegang peranan yang penting dalam pembangunan pertanian
Universitas Sumatera Utara
terutama dalam penghasil devisa, penyerapan tanaga kerja dan kontribusi terhadap produk domestik bruto. Kelapa sawit sebagai salah satu komoditi andalan perkebunan
Indonesia memiliki peluang besar untuk dikembangkan sebagai penghasil devisa. Jumlah nilai ekspor minyak sawit Indonesia pada tahun 2004 terhadap nilai ekspor
non migas mencapai 8 atau sebesar 54 milyar dolar Amerika. Sistem kemitraan perkebunan adalah kerja sama yang strategis antara
perkebunan rakyat dan perkebunan besar dengan memperhatikan prinsip saling membutuhkan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Pola kemitraan yang
diterapkan oleh PTPN VI adalah pola PIR-Bun yang dikenal dengan proyek NESP Ophir sedangkan pola kemitraan PT. BPP adalah pola Bapak Angkat Anak Angkat
yang dikenal dengan Plasma KKPA project. Pendapatan pada sistem kemitraan usaha perkebunan kelapa sawit berbeda-beda tergantung dari penerimaan yang diperoleh
dan jumlah biaya yang dikeluarkan. Pendapatan kebun plasma dan kebun inti PTPN VI lebih tinggi dari PT. BPP. Untuk pendapatan pabrik kelapa sawit, Pabrik kelapa
sawit PT. BPP memperoleh pendapatan yang lebih besar dari PTPN VI. Pendapatan pada kebun plasma PT. BPP tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga petani
peserta. Dari keseluruhan perhitungan rasio penerimaan terhadap biaya, diperoleh nilai RC lebih besar dari satu yang berarti pelaksanaan usaha perkebunan kelapa
sawit sudah efisien atas biaya yang dikeluarkan. Perhitungan RC untuk PKS, PKS PT. BPP lebih efisien dan lebih menguntungkan dari PKS PTPN VI. Tenaga kerja
yang terserap pada perusahaan PTPN VI adalah sebanyak 772 karyawan dan satu hektar kebun kelapa sawit PTPN VI pada periode tahun 2005 membutuhkan satu
Universitas Sumatera Utara
tenaga kerja. Tenaga kerja yang terserap pada PT. BPP adalah sebanyak 1.621 orang dan satu hektar kebun kelapa sawit PT. BPP pada periode tahun 2005 membutuhkan
1,08 tenaga kerja. PT. BPP lebih banyak menyerap tenaga kerja dalam masyarakat untuk usaha perkebunan yang dilakukan dari pada PTPN VI. Tenaga kerja kebun
plasma sangat berperan dalam meningkatkan produksi kebun plasma. Hasil estimasi untuk regresi produksi perkebunan kelapa sawit kebun plasma diperoleh bahwa
tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi kelapa sawit. Kedua sistem kemitraan usaha perkebunan kelapa sawit baik proyek NESP
maupun plasma KKPA project telah membuka kesempatan kerja yang cukup besar dalam masyarakat. Pola kemitraan dapat lebih banyak dikembangkan di daerah tetapi
pelaksanaannya perlu dipantau oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Perusahaan inti tidak boleh hanya memperkaya diri sendiri dan menggunakan kebun
plasma sebagai jaminan bahan baku pabrik kelapa sawit. Harus diciptakan hubungan yang saling menguntungkan antara petani plasma dan
perusahaan inti.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Siahaan 2009, menyatakan bahwa sejak tahun 2003 PT. Perkebunan Nusantara III PTPN III Kebun Rantau Parapat
telah menjalankan aturan Kepmen 236MBU2003 dan sejak tahun 2008 PTPN III ini telah menjalankan regulasi terakhir Peraturan Menteri Nomor Per-05MBU2007,
tanggal 27 April 2007 dengen nama Pola Kemitraan Bina Lingkungan PKBL. Pola Kemitraan Bina Lingkungan PKBL yang dijalankan oleh PTPN III memberikan
dampak positif dalam menigkatkan kesejahteraan masyarakat di PT. Perkebunan
Universitas Sumatera Utara
Nusantara Kabupaten baru dapat dilihat dari tingkat pendapatan dan pendidikan masyarakat sebelum dan sesudah adanya PKBL. Peningkatan pendapatan masyarakat
dipacu oleh penyerapan tenaga kerja Pola Kemitraan Bina Lingkungan PKBL melalui modal kemitraan karena bantuan modal kepada mitra binaan berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal dan secara otomatis menciptakan lapangan pekerjaan dan menigkatkan jumlah tenaga kerja dan berpengaruh signifikan.
Oleh Siringo 2010 PT. Toba Pulp Lestari TPL, Tbk telah melaksanakan Program Hutan Tanaman Industri HTI dengan Pola PIR, dimana sebagai acuan
pelaksanaan ditetapkan standart Operating Prosedure SOP. Perusahaan inti berkewajiban menyediakan semua biaya untuk setiap tahap pelaksanaan di lapangan,
dan petani plasma harus menjual kayu PIR kepada pihak PT. TPL Tbk. Semua hak dan kewajiban kedua belah pihak diikat dalam Surat Kontrak Kerja SKK. Faktor-
faktor yang mempengaruhi luas HTI pola PIR adalah luas lahan milik petani plasma, persepsi petani plasma terhadap dukungan pemerintah, keuntungan yang diperoleh
petani plasma dan upah yang diterima petani plasma berpengaruh nyata terhadap luas HTI Pola PIR. Program HTI Pola PIR memberikan dampak terhadap pengembangan
wilayah di Kabupaten Toba Samosir yaitu peningkatan pendapatan riil petani plasma, menciptakan lapangan kerja bagi petani plasma dan mayarakat lainnya,
Pengembangan infrastruktur berupa pembukaan jalan serta peningkatan PAD Pemerintah Kabupaten Toba Samosir.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Konseptual Penelitian