Analisis Dampak Pola Kemitraan Pengembangan Perkebunan Terhadap Perekonomian Wilayah Kecamatan Sinunukan Kabupaten Mandailing Natal

(1)

ANALISIS DAMPAK POLA KEMITRAAN PENGEMBANGAN

PERKEBUNAN TERHADAP PEREKONOMIAN

WILAYAH KECAMATAN SINUNUKAN

KABUPATEN MANDAILING NATAL

TESIS

MAIMUNAH PASARIBU 107003061/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

S

E K O L

A H

P A

S C

A S A R JA

N A


(2)

ANALISIS DAMPAK POLA KEMITRAAN PENGEMBANGAN

PERKEBUNAN TERHADAP PEREKONOMIAN

WILAYAH KECAMATAN SINUNUKAN

KABUPATEN MANDAILING NATAL

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

(PWD) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MAIMUNAH PASARIBU 107003061/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

Judul Tesis :

Nama Mahasiswa : Maimunah Pasaribu Nomor Pokok : 107003061

Program Studi :

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (Ir. Supriadi, MS Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Prof.Dr.Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)

Tanggal lulus : 02 Juli 2012

ANALISIS DAMPAK POLA KEMITRAAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH KECAMATAN SINUNUKAN KABUPATEN MANDAILING NATAL

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD)


(4)

Telah diuji pada Tanggal 02 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Tavi Supriana, MS Anggota : 1. Ir. Supriadi, MS

2. Dr. Rujiman, MA 3. Dr. Ir. Rahmanta, M.Si 4. Agus Suryadi, S.Sos, M.Si


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi. Sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diakui dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat ketidakbenaran pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pecabutan gelar yang diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma akademis yang berlaku.

Medan, Juli 2012

Yang membuat pernyataan,


(6)

ABSTRAK

Maimunah Pasaribu (107003061/PWD) dengan judul “Analisis Dampak Pola Kemitraan Pengembangan Perkebunan Terhadap Perekonomian Wilayah Kecamatan

Sinunukan Kabupaten Mandailing Natal”, dibawah bimbingan Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Supriadi, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing.

Tujuan penelitian untuk menganalisis perbedaan pendapatan antara petani pola PIR dan Profit Share, menganalisis perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah pelaksanaan pola kemitraan PIR dan pola kemitraan Profit Share, menganalisis dampak pola kemitraan perkebunan terhadap pengembangan perkebunan rakyat dan pengembangan wilayah di Kecamatan Sinunukan. Populasi penelitian ini meliputi keluarga pola kemitraan PIR dan Profit Share. Metode pengambilan sampel dengan purposive random sampling. Analisis data uji t independen digunakan untuk mengetahui perbedaan pendapatan pola kemitraan PIR dan Profit Share. Analisis uji t beda satu sampel digunakan untuk mengetahui perbedaan pendapatan petani sebelum dan sesudah pola kemitraan PIR maupun Profit Share. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui dampak pola kemitraan terhadap pengembangan perkebunan dan pengembangan wilayah.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan pendapatan yang nyata antara petani pola PIR dan Profit Share, terdapat perbedaan pendapatan petani yang sangat signifikan sebelum dan sesudah pola PIR maupun Profit Share. Pola kemitraan memberi dampak besar terhadap pengembangan perkebunan melalui penerapan ilmu pengetahuan dan tekhnologi pertanian. Pola kemitraan perkebunan meningkatkan perkembangan perekonomian wilayah Kecamatan Sinunukan dan membuka aksesibilitas dengan wilayah lainnya.

Kata Kunci: Pola kemitraan PIR dan Profit Share, pendapatan petani, aksesibilitas, pengembangan wilayah.


(7)

ABSTRACT

Maimunah Pasaribu (107003061/PWD with the thesis entitled “The Analysis of the Impact of Plantation Development Partnership Pattern on the Regional Economy of Sinunukan Subdistrict, Mandailing Natal District” under the supervision of Dr. Ir. Tavi Supriana, MS (Chair) and Ir. Supriadi, MS (Member).

The purpose of this study was to analyze the difference of income between the Smallholder and Profit Share Farmers, to analyze the difference of income before and after the implementation of Smallholder and Profit Share Partnership Pattern, to analyze the impact of plantation partnership pattern on the development of smallholder plantation and regional development of Sinunukan Subdistrict. The population of this study included the families of Smallholder and Profit Share partnership patterns. The samples for this study were selected through purposive random sampling technique. Independent t-test analysis was used to find out the difference of income between Smallholder and Profit Share partnership patterns. Different t-test analysis was used to find out the difference of farmers’ income before and after Smallholder and Profit Share partnership pattern. Descriptive analysis was used to find out the impact of partnership pattern on the plantation development and regional development.

The result of this study showed that there was a significant difference of income between Smallholder and Profit Share pattern farmers, and a very significant difference of farmers’ income before and after Smallholder and Profit Share pattern. Partnership pattern provided a big impact on the plantation development through the application of agricultural science and technology. This plantation partnership pattern has increased the regional economic development of Sinunukan Subdistrict and has opened the accessibility to the other regions.

Keywords: Smallholder and Profit Share Partnership Pattern, Farmer’s Income, Accessibility, Regional Development


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan Kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan Tesis ini tepat pada waktunya. Adapun

judul Tesis ini adalah ANALISIS DAMPAK POLA KEMITRAAN

PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH KECAMATAN SINUNUKAN KABUPATEN MANDAILING NATAL, yang membahas tentang dampak pola kemitraan pengembangan perkebunan terhadap perekonomian wilayah di Kecamatan Sinunukan Kabupaten Mandailing Natal.

Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih khususnya kepada Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Bapak Ir. Supriadi, MS selaku Ketua dan Anggota

Komisi Pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.

Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. H. Riadil Lubis, M.Si, selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, Selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan;


(9)

3. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, selaku ketua dan Bapak Ir. Supriadi, MS selaku Sekretaris Program Studi Perencanaan Pembangunan

Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan; 4. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS yang bersedia sebagai Ketua Komisi Pembimbing,

Bapak Ir. Supriadi, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang dengan sabar meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan arahan selama penulisan Tesis ini;

5. Bapak Dr. Rujiman, MA dan Bapak Dr. Ir, Rahmanta, M.Si dan Agus Suryadi, S.Sos, M.Si sebagai dosen Penguji yang telah bersedia

memberikan masukan dan arahan dalam penyempurnaan Tesis ini;

6. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang

tidak terhingga khususnya kepada kedua orang tua saya yaitu Ayahanda H. Lokot Pasaribu dan Ibunda Hj. Masdalima Nasution yang telah banyak

memberikan dukungan moril maupun materil, kepada saya dan tak lupa kepada Suamiku Tercinta Wira Okriadi Lubis, SP. M.Si, Abang, Kakak dan Adik yang saya sayangi;

7. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih seluruh civitas akademik SPs-USU yang telah membantu dalam kelancaran kegiatan akademik, khususnya

kepada teman-teman PWD 2010 yang banyak membantu dalam penyelesaian Tesis ini.


(10)

Akhirnya kepada seluruh pihak yang banyak membantu yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran untuk perbaikan Tesis ini dikemudiyan hari. Semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.

Medan, Juli 2012

Maimunah Pasaribu NIM : 107003061


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Panyabungan pada tanggal 03 Februari 1984. Anak dari

H. Lokot Pasaribu dan Hj. Masdalima Nasution, yang merupakan anak kedelapan

dari sembilan bersaudara.

Pada tahun 1990 penulis lulus dari TK Indria Panyabungan, tahun 1996 penulis lulus dari SD 142594 Panyabungan, tahun 1999 lulus dari SLTP Negeri 1 Panyabungan, tahun 2002 lulus dari SMU Negeri 1 Panyabungan. Pada tahun 2002 melanjutkan pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU), Penulis memilih minat Studi Budidaya Kehutanan dan lulus tahun 2007, pada tahun 2008 penulis lulus Ujian Calon Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Mandailing Natal dan pada tahun 2010 penulis ikut ujian masuk Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) dengan jalur Beasiswa BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara dan lulus pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan, dengan Konsentrasi Perencanaan Perkotaan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Perkebunan ... 7

2.2. Pola Kemitraan Perkebunan ... 8

2.3. Perkebunan dan Perekonomian Wilayah ... 22

2.4. Pola Kemitraan dan Pengembangan Wilayah ... 27

2.5. Penelitian Terdahulu ... 29

2.6. Konseptual Penelitian ... 33

2.7. Hipotesis Penelitian ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1. Lokasi Penelitian ... 36

3.2. Populasi dan Sampel ... 36

3.3. Data dan Sumber Data ... 37

3.4. Metode Analisis ... 37


(13)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

4.1. Deskripsi Wilayah Kecamatan Sinunukan ... 42

4.1.1. Sejarah Singkat Kec. Sinunukan ... 42

4.1.2. Gambaran Umum ... 43

4.2. Gambaran Umum Responden ... 44

4.2.1. Umur ... 44

4.2.2. Tingkat Pendidikan ... 45

4.2.3. Pekerjaan ... 46

4.3. Analisis Perbedaan Peningkatan Pendapatan Petani Pola Kemitraan PIR dan Pola Kemitraan Profit Share ... 47

4.4. Analisis Pendapatan Petani sebelum dan Sesudah Mengikuti Pola Kemitraan PIR ... 50

4.5. Analisis Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Mengikuti Pola Kemitraan Profit Share ... 51

4.6. Dampak Pola Kemitraan terhadap Pengembangan Perkebunan Rakyat ... 53

4.7. Dampak PIR Terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Sinunukan ... 58

4.8. Dampak Profit Share Terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Sinunukan ... 60

4.9. Dampak Pola Kemitraan PIR dan Profit Share Terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Sinunukan ... 61

4.9.1. Luas Lahan ... 65

4.9.2. Tenaga Kerja ... 67

4.9.3. Produktivitas ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

5.1. Kesimpulan ... 71

5.2. Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 Penentuan Sampel Berdasarkan Pola Kemitraan……… 37

2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur……… 45

3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan……… 46

4 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan……… 46

5 Hasil Analisis Uji t Indevenden……….. 47

6 Produktivitas Pola PIR dan Profit Share ... 49

7 Hasil Analisis Uji t Sebelum dan Sesudah Program PIR……… 51

8 Hasil Analisis Uji t Sebelum dan Sesudah Program Profit Share... 52

9 Dosis Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan Untuk Tanah Pedsolik Merah Kuning (Ultisol)... 57

10 Rekomendasi Pupuk N……… 58

11 Rekomendasi Pupuk Mg……… 58

12 Rekomendasi Pupuk Cu……… 58


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1 Skema Kerangka Pemikiran………..……...………… 34

2 Peta Wilayah Kabupaten Mandailing Natal Berdasarkan Batas Wilayah Kecamatan………. 43

3 Data Perkembangan Luas Lahan di Kecamatan Batahan... 65

4 Data Perkembangan Luas Lahan di Kecamatan Sinunukan... 66

5 Data Perkembangan Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit di Kecamatan Sinunukan…... 69

6 Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit……….... 95

7 Wawancara dengan Responden……… 95

8 Wawancara dengan Pengurus Koperasi……… 96

9 Komplek Perkantoran Kecamatan Sinunukan……… 96

10 Kondisi Jalan Sesudah Diperbaiki Sepanjang 5 Km………… 97

11 Kondisi Jalan Sebelum Diperbaiki……… 97


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomo

r Judul

Halama n 1

Kuisioner

Penelitian……….……… 76

2

Karakteristik Responden Pola

PIR…………....……… 79

3 Karakteristik Responden Pola Profit Share ...……… 84 4 Pendapatan Petani Setelah Pola Kemitraan

PIR……… 90

5 Pendapatan Petani Setelah Pola Kemitraan Profit Share……… 91 6 Data Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Kecamatan

Sinunukan………... 92

7 Analisis Perbedaan Pendapatan Petani Pola Kemitraan PIR dan

Profit Share………..………. 93

8 Analisis Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan

Pola Kemitraan PIR dan Profit Share………. 94


(17)

ABSTRAK

Maimunah Pasaribu (107003061/PWD) dengan judul “Analisis Dampak Pola Kemitraan Pengembangan Perkebunan Terhadap Perekonomian Wilayah Kecamatan

Sinunukan Kabupaten Mandailing Natal”, dibawah bimbingan Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Supriadi, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing.

Tujuan penelitian untuk menganalisis perbedaan pendapatan antara petani pola PIR dan Profit Share, menganalisis perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah pelaksanaan pola kemitraan PIR dan pola kemitraan Profit Share, menganalisis dampak pola kemitraan perkebunan terhadap pengembangan perkebunan rakyat dan pengembangan wilayah di Kecamatan Sinunukan. Populasi penelitian ini meliputi keluarga pola kemitraan PIR dan Profit Share. Metode pengambilan sampel dengan purposive random sampling. Analisis data uji t independen digunakan untuk mengetahui perbedaan pendapatan pola kemitraan PIR dan Profit Share. Analisis uji t beda satu sampel digunakan untuk mengetahui perbedaan pendapatan petani sebelum dan sesudah pola kemitraan PIR maupun Profit Share. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui dampak pola kemitraan terhadap pengembangan perkebunan dan pengembangan wilayah.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan pendapatan yang nyata antara petani pola PIR dan Profit Share, terdapat perbedaan pendapatan petani yang sangat signifikan sebelum dan sesudah pola PIR maupun Profit Share. Pola kemitraan memberi dampak besar terhadap pengembangan perkebunan melalui penerapan ilmu pengetahuan dan tekhnologi pertanian. Pola kemitraan perkebunan meningkatkan perkembangan perekonomian wilayah Kecamatan Sinunukan dan membuka aksesibilitas dengan wilayah lainnya.

Kata Kunci: Pola kemitraan PIR dan Profit Share, pendapatan petani, aksesibilitas, pengembangan wilayah.


(18)

ABSTRACT

Maimunah Pasaribu (107003061/PWD with the thesis entitled “The Analysis of the Impact of Plantation Development Partnership Pattern on the Regional Economy of Sinunukan Subdistrict, Mandailing Natal District” under the supervision of Dr. Ir. Tavi Supriana, MS (Chair) and Ir. Supriadi, MS (Member).

The purpose of this study was to analyze the difference of income between the Smallholder and Profit Share Farmers, to analyze the difference of income before and after the implementation of Smallholder and Profit Share Partnership Pattern, to analyze the impact of plantation partnership pattern on the development of smallholder plantation and regional development of Sinunukan Subdistrict. The population of this study included the families of Smallholder and Profit Share partnership patterns. The samples for this study were selected through purposive random sampling technique. Independent t-test analysis was used to find out the difference of income between Smallholder and Profit Share partnership patterns. Different t-test analysis was used to find out the difference of farmers’ income before and after Smallholder and Profit Share partnership pattern. Descriptive analysis was used to find out the impact of partnership pattern on the plantation development and regional development.

The result of this study showed that there was a significant difference of income between Smallholder and Profit Share pattern farmers, and a very significant difference of farmers’ income before and after Smallholder and Profit Share pattern. Partnership pattern provided a big impact on the plantation development through the application of agricultural science and technology. This plantation partnership pattern has increased the regional economic development of Sinunukan Subdistrict and has opened the accessibility to the other regions.

Keywords: Smallholder and Profit Share Partnership Pattern, Farmer’s Income, Accessibility, Regional Development


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris, bagi Indonesia tanaman kelapa sawit memiliki arti penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa negara. Kelapa sawit termasuk produk yang banyak diminati oleh investor karena nilai ekonominya cukup tinggi. Potensi areal

perkebunan kelapa sawit Indonesia masih terbuka luas untuk tanaman kelapa sawit (Fauzi dkk, 2008). Menurut Budiasa (2012), Negara produsen utama minyak sawit

dunia adalah Indonesia dan Malaysia. Di Malaysia, kelapa sawit merupakan sumber devisa negara, karena sebagian besar produksinya diekspor, sementara bagi Indonesia dan Nigeria, kelapa sawit terutama digunakan untuk keperluan dalam negeri, sehingga ekspornya merupakan sisa dari konsumsi dalam negeri.

Sektor perkebunan merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi Kabupaten Mandailing Natal. Kelapa sawit memiliki produksi terbesar di Kabupaten Mandailing Natal. Meski harga tandan sawit hanya 1/15 kali dari harga karet, namun prospek sawit lebih baik dengan makin gencarnya pemerintah menggalakkan energi alternatif. Selama ini sawit berpeluang digunakan sebagai bahan minyak goreng dan limbahnya dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Perusahaan perkebunan kelapa sawit banyak berhubungan dengan masyarakat


(20)

sehingga rawan konflik berkaitan dengan hukum, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat. Komunitas sosial sekarang cenderung semakin terdidik, mengerti, dan sadar hak (jaringan mudah), sehingga semakin agresif menuntut haknya. Kadang-kadang juga mudah dimanfaatkan pihak ketiga. Kemitraan adalah solusi terbaik untuk membangun harmonisasi hubungan yang saling menguntungkan, khususnya antara perusahaan perkebunan dengan masayarakat sekitarnya. Untuk itu dibutuhkan campur tangan pemerintah dalam meningkatkan kualitas produk perkebunan kelapa sawit sekaligus meningkatkan pengetahuan petani dalam budidaya tanaman kelapa sawit dan penggunaan tekhnologi pertanian yang tepat melalui suatu pola kemitraan antara masyarakat, pemerintah (Dinas Perindustrian Perdagangan, Koperasi, UKM dan Pasar) dan Investor (Departemen PU dan Direktorat Jendral Penataan Ruang).

Kecamatan Sinunukan merupakan salah satu daerah yang terkait program transmigrasi tahun 1982. Dimana pada waktu itu Sinunukan masih merupakan salah satu Desa di Kecamatan Natal Kabupaten Tapanuli Selatan. Program Transmigrasi yang berjalan di Desa Sinunukan tidak berjalan sebagaimana mestinya sampai pada akhirnya terbentuk kerja sama antara PT. Sago Nauli dan masyarakat yang tinggal di Desa Sinunukan melalui KUD sebagai pelaksana pemberian kredit (executing agent atau) atau penyalur kredit (chanelling agent) sekaligus mediasi diantara keduanya untuk menjamin hak masyarakat sebagai petani plasma dan PT. Sago Nauli sebagai perusahaan inti.

Pola kerja sama di Kecamatan Sinunukan terdiri dari dua pola kerjasama yaitu Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) dan Pola Profit Share atau bagi hasil. Pada


(21)

mulanya Perusahaan inti ingin melakukan pola kerja sama PIR untuk keselururan Desa namun terbengkalai pada luas lahan. Desa Sinunukan II dan Sinunukan IV kurang dari 2 Ha atau 1,8 Ha, sehingga Perusahaan Inti dan masyarakat membuat kesepakatan untuk menjadikan pola kerja sama Profit Share walaupun sebenarnya kontrak kerja diantara keduanya tidak berbeda. Sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang dikaitkan dengan Program Transmigrasi dimana dinyatakan luas lahan yang disediakan untuk masing-masing petani peserta adalah :

1) Lahan kebun plasma adalah 2 Ha

2) Lahan pekarangan, termasuk tapak perumahan adalah 0,5 Ha

Usaha Perkebunan (plasma) adalah kegiatan untuk melakukan usaha budidaya dan atau usaha industri perkebunan dalam bentuk perkebunan rakyat yang diusahakan oleh perseorangan di atas tanah Hak Milik atau Hak Guna Usaha dan perusahaan perkebunan yang dilakukan di atas lahan Hak Guna Usaha mulai dari pembibitan, penanaman, pengolahan hasil sampai pemasarannya.

Pola inti-plasma sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf a Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang didalamnya perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan kelompok mitra sebagai plasma. Pola Perusahaan Inti Rakyat atau disingkat PIR adalah pola Pelaksanaan Pengembangan Perkebunan dengan menggunakan


(22)

perkebunan besar sebagai intiyang menbangun dan membimbing perkebunan rakyat disekitarnya sebagai plasma dalam suatu sistem kerjasama yang saling menguntungkan, utuh dan kesinambungan.

- Perusahaan Inti adalah perusahaan perkebunan besar, baik milik swasta maupun milik negara yang bertindak sebagai pelaksana proyek PIR.

- Kebun Plasma adalah areal wilayah plasma yang dibangun oleh perusahaan Inti dengan tanaman kelapa sawit.

Pola kemitraan perkebunan di Kecamatan Sinunukan adalah pola PIR-Trans sejak tahun 1986 sebagaimana diterapkan Pola PIR-Trans yang didasarkan pada Kepres Nomor 01 tahun 1986, kini sudah tidak diberlakukan dan kemudian diganti dengan Pola KKPA yang didasarkan atas Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor 73/Kpts/KB.510/2/1998 dan Nomor 01/SKB/M/11/98. Pada pola KKPA (Kredit Koperasi Primer Anggota) melibatkan Koperasi Unit Desa sebagai penyalur dana pembangunan perkebunan dibawah binaan instansi terkait. Terakhir diterapkan Program Revitalisasi

Perkebunan yang didasarkan atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 33/Permentan/OT.140/7/2006.

- PIR-TRANS adalah proyek PIR yang dikaitkan dengan program transmigrasi - KKPA adalah fasilitas pendanaan yang disediakan oleh Pemerintah berupa Kredit

kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya.

- Program Revitalisasi Perkebunan dilakukan untuk memperluas, meremajakan dan merehabilitasi tanaman perkebunan rakyat di wilayah pengembangan baru maupun


(23)

lama dengan teknologi maju agar mampu meningkatkan lapangan kerja baru, meningkatkan produksi dan daya saing dengan mewujudkan sistim pengelolaan usaha yang memadukan berbagai kegiatan produksi, pengolahan, dan pemasaran hasil.

Perkebunan kelapa sawit memberikan prospek yang menjanjikan bagi masyarakat di Kecamatan Sinunukan. Berdasarkan data luas tanaman dan produksi kelapa sawit perkebunan rakyat pada Mandailing Natal dalam Angka tahun 2010 tercatat Kecamatan Sinunukan merupakan daerah penghasil kelapa sawit paling besar dengan produksi sebesar 83.484,43 ton dari 185.139,69 ton total produksi seluruh Kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal. Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul Analisis Dampak Pola Kemitraan Pengembangan perkebunan Terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Mandailing Natal (Studi Kasus Kecamatan Sinunukan).

1.2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan uraian latar belakang di atas maka pokok permasalahan penelitian ini adalah :

1. Bagaimana perbedaan pendapatan petani pola kemitraan PIR dan Profit Share; 2. Bagaimana perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah pelaksanaan pola

kemitraan PIR dan pola kemitraan Profit Share;

3. Bagaimana dampak pola kemitraan perkebunan terhadap pengembangan perkebunan rakyat dan pengembangan wilayah di Kecamatan Sinunukan.


(24)

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan uraian latar belakang dan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis perbedaan pendapatan petani pola kemitraan PIR dan Profit Share ; 2. Menganalisis perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah pelaksanaan pola

kemitraan PIR dan pola kemitraan Profit Share;

3. Menganalisis dampak pola kemitraan perkebunan terhadap pengembangan perkebunan rakyat dan pengembangan wilayah di Kecamatan Sinunukan.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini digunakan untuk :

1. Penelitian ini sebagai masukan/bahan referensi untuk pembaca, pelaku dan peminat untuk mengetahui dampak pola kemitraan pengembangan perkebunan terhadap perekonomian suatu wilayah;

2. Sebagai bahan referensi/rujukan bagi masyarakat yang berminat untuk berinvestasi di sektor perkebunan kelapa sawit;

3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembuat kebijakan melalui pengambilan keputusan yang akan dilaksanakan.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUTAKA

2.1. Perkebunan

Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Perkebunan diselenggarakan dengan tujuan :

a. Meningkatkan pendapatan masyarakat; b. Meningkatkan penerimaan Negara;

c. Meningkatkan penerimaan devisa Negara; d. Menyediakan lapangan kerja;

e. Meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing; f. Memenuhi Kebutuhan konsumsi dan bahan baku dalam Negeri; g. Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan.

Lahan perkebunan adala daerah perdagangan bukan untuk konsumsi lokal. Perkebunan dapat ditanami ole seperti


(26)

dan orchard. Ukuran luas perkebunan sangat relatif dan tergantung ukuran volume komoditi yang dipasarkannya. Namun demikian, suatu perkebunan memerlukan suatu luas minimum untuk menjaga keuntungan melalui sistem produksi yang diterapkannya. Selain itu, perkebunan selalu menerapkan cara monokultur, paling tidak untuk setiap blok yang ada di dalamnya. Penciri lainnya, walaupun tidak selalu demikian, adalah terdapat instalasi pengolahan atau pengemasan terhadap komoditi yang dipanen di lahan perkebunan itu, sebelum produknya dikirim ke pembeli.

2.2. Pola Kemitraan Perkebunan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004, konsep kemitraan adalah perusahaan perkebunan sebagai inti melakukan kemitraan yang saling menguntungkan, saling menghargai, memperkuat, bertanggung jawab dan saling ketergantungan dengan masyarakat disekitar perkebunan sebagai plasma. Perusahaan perkebunan adalah pelaku usaha perkebunan warga Negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang mengelola usaha perkebunan dengan skala tertentu. Perusahaan dan petani peserta plasma sebaiknya harus bermitra. Pasalnya adanya kemitraan akan membantu memperbesar skala usaha petani dan meningkatkan efisiensi produksi perusahaan. Dalam dunia bisnis telah berkembang pola kemitraan usaha, antara lain :

1. Inti plasma berfungsi melakukan pembinaan, penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran. Sedangkan plasma melakukan fungsi produksi.


(27)

Kelemahan utama pola ini karena antara inti dan plasma memiliki ketidakseimbangan dalam subsistem yang dilakukan. Plasma selalu menjadi bagian kecil dan tidak memiliki kekuatan untuk menentukan kekuatan bisnis, ironisnya selalu ditekan dalam hal kualitas dan harga. Pola ini dapat saja diperbaiki melalui penambahan peranan pada subsistem yang melekat pada plasma. Misalnya melibatkan plasma pada lembaga yang ada seperti koperasi dalam subsistem pemasaran. Jika pola ini diterapkan secara murni tanpa adanya perubahan dalam kesepakatan maka proses intimidasi dari inti tidak akan pernah berakhir. Dalam kegiatan agribisnis juga dikenal model kemitraan Hulu-Hilir (forward linkage), kemitraan Hilir-Hulu (backward linkage) dan kerjasama pemilikan saham;

2. Sub-kontrak. Pola ini merujuk pada usaha kecil memproduksi komponen yang diperlukan oleh usaha menengah dan besar sebagai bagian dari produksinya. Sedangkan usaha menengah dan besar sebagai bagian produksinya. Sedangkan usaha menengah dan besar berfungsi melakukan pembelian komponen dari usaha kecil untuk keperluan produksinya. Berbagai Negara industri seperti Jepang berhasil mengembangkan pola ini. Pola ini didorong oleh ketentuan dan peraturan yang ditetapkan untuk menyelamatkan usaha kecil sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Pola ini prinsipnya lebih sederhana dan mudah untuk diterapkan bila didukung oleh suatu aturan yang jelas dari pemerintah;


(28)

3. Dagang umum, pada pola ini usaha menengah dan besar memasarkan hasil produksi usaha atau usaha kecil sebagai pemasok kebutuhan usaha menengah dan besar. Pola ini dilakukan dalam dunia bisnis atas dasar saling menguntungkan; 4. Waralaba, pemberian waralaba memberikan penggunaan lisensi merek dagang

dan saluran distribusi perusahannya kepada penerima waralaba dengan bantuan bimbingan manajemen. Pada prinsipnya pola ini banyak digunakan dalam dunia bisnis terutama bagi merek-merek terkenal dan dikonsumsi banyak orang;

5. Distribusi dan keagenan;

6. Bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberluaran (outsourching).

Prinsip kemitraan adalah saling terbuka dan percaya sehingga kedua pihak saling menguntungkan dan membutuhkan. Dari rasa saling percaya dan bergantung antara perusahaan dan petani, maka terbentuk hubungan win win solution berorientasi jangka panjang. Jika petani membutuhkan biaya pemeliharaan, pihak perusahaan akan menyediakan dana, kemudian timbal baliknya, perusahaan menentukan TBS untuk berproduksi dan petani plasma memenuhi permintaan tersebut. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) memerlukan TBS dengan kondisi matang, bersih dan segar. Karena itu petani sebagai mitra harus mampu menyediakannya. Petani ingin mendapatkan Sisa Hasil Usaha (SHU) yang mencukupi kebutuhan hidup minimal, maka perusaan inti harus dapat membimbing dan menyediakan SHU yang cukup dengan kinerja kebun dan PKS yang efisien, produksi kebun yang tinggi, dan biaya produksi yang efisien (Sunarko, 2009).


(29)

Kemitraan dilakukan berdasarkan keinginan untuk maju dan berkembang. Membangun kemitraan harus melalui proses membuat jaringan dan hubungan dengan calon mitra. Cara perusahaan memulai kemitraan adalah dengan silaturahmi dan berkenalan dengan petani masyarakat di sekitar kebun yang dilakukan secara terus-menerus. Akhirnya terbentuk persahabatan antara perusahaan dengan calon petani peserta plasma. Dari pertemanan dan persahabatan tersebut, lambat laun akan tumbuh rasa kebersamaan, baik pola pikir maupun pola tindak yang dapat menciptakan kepercayaan satu dengan yang lainnya. Perusahaan harus mampu membangun kelembagaan petani yang kuat, cerdas, dan komunikatif. Sebaliknya, dari sisi eksternal harus menyusun program bersama yang dapat menciptakan harmonisasi hubungan dan kemitraan kedua belah pihak yang saling percaya, saling membutuhkan, saling bergantung, serta saling menjaga manajemen kemitraan yang harmonis dan produktif (Yasin dkk, 2001).

Pola kemitraan di Kecamatan Sinunukan adalah lebih condong kepada pola kemitraan Perusahaan Inti Rakyat (PIR) namun karena keterbatasan luas lahan yaituurang dari 2 Ha, sehingga tercipta pola kemitraan Profit Share. Kemitraan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan pendapatan perkebunan melui program Revitalisasi Perkebunan. Pola inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara kelompok tani dengan perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra sebagai inti dan kelompok mitra sebagai plasma atau disebut juga dengan pola PIR. Pola perusahaan inti rakyat adalah pola Pelaksanaan Pengembangan Perkebunan dengan menggunakan perkebunan besar sebagai inti yang menbangun dan membimbing


(30)

perkebunan rakyat disekitarnya sebagai plasma dalam suatu sistem kerjasama yang saling menguntungkan, utuh dan kesinambungan. Pelaksanaan pengembangan perkebunan melalui Program Revitalisasi Perkebunan ditujukan untuk membangun perkebunan rakyat, dengan pendekatan pengembangan sebagai berikut:

a. Pengembangan perkebunan rakyat yang dilakukan adalah melalui kemitraan, baik pola PIR (Perusahaan Inti Rakyat) maupun kemitraan lainnya. Untuk wilayah yang tidak tersedia mitranya, dimungkinkan pengembangan dilakukan langsung oleh pekebun atau melalui Koperasi dengan pembinaan oleh jajaran Departemen Pertanian dan Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi dan Kabupaten; b. Setiap lokasi pengembangan diarahkan untuk terwujudnya hamparan yang kompak

serta memenuhi skala ekonomi;

c. Luas lahan masing-masing petani peserta yang ikut dalam Program Revitalisasi Perkebunan adalah 2-4 Ha/KK , kecuali untuk wilayah khusus yang pengaturannya ditetapkan oleh Menteri Pertanian;

d. Untuk memberikan jaminan kepastian dan keberlanjutan usaha, pengembangan perkebunan yang melibatkan mitra usaha dapat dilakukan melalui pengelolaan kebun dalam satu manajemen (Manajemen Satu Atap) minimal 1 (satu) siklus tanaman;

e. Bunga kredit yang diberikan kepada petani peserta sebesar 10%, dengan subsidi bunga menjadi beban pemerintah sebesar selisih antara bunga pasar yang berlaku untuk kredit sejenis dengan bunga yang dibayar petani peserta. Subsidi bunga diberikan selama masa pembangunan yaitu sampai dengan tanaman menghasilkan


(31)

(maksimal 5 tahun untuk kelapa sawit). Besarnya suku bunga yang dibayar pekebun setelah masa tenggang adalah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bank (tanpa subsidi bunga);

Pola kemitraan PIR dan Profit Share memiliki persyaratan yang sama karena terkait dengan satu perusahaan inti yaitu PT. Sago Nauli untuk setiap calon anggota, dimana persyaratan yang ditetapkan sebagai petani plasma adalah:

a. Calon Petani Peserta adalah Kepala Keluarga petani setempat/orang perorangan yang memiliki lahan untuk diikut sertakan dalam pola kemitraan yang untuk kemudian ditetapkan oleh Bupati sebagai calon penerima Kebun Plasma;

b. Petani peserta adalah Kepala Keluarga/orang perorangan yang memiliki kartu tanda penduduk dan memiliki legalitas hak atas tanah yang sah dan diketahui oleh kepala desanya;

c. Memiliki lahan yang luasnya cukup untuk diikut sertakan dalam pembangunan perkebunan Inti Plasma;

d. Calon Petani Peserta yang telah ditetapkan berumur minimal 18 tahun dan atau sebelumnya sudah kawin, serta maksimal berumur 45 tahun;

e. Berkelakuan baik;

f. Calon petani peserta harus terdaftar dalam daftar nominatif yang ditetapkan oleh Bupati;

g. Bersedia tidak mengalihkan hak atas wilayah plasma kepada pihak lain; h. Tidak ikut pada proyek PIR Perkebunan lainnya;


(32)

i. Bersedia menandatangani perjanjian kredit atau memberikan kuasa pada koperasi untuk menandatangani perjanjian kredit dengan Bank Pelaksana yang ditunjuk oleh Pemerintah;

j. Bebas dari tunggakan pinjaman lain dari perbankan pada waktu konversi diadakan, kecuali ada pertimbangan lain;

k. Penetapan calon Petani Peserta menjadi Petani Peserta sebagaimana dimaksud dilaksanakan melalui Surat Keputusan Pemimpin Proyek PIR Perkebunan yang bersangkutan sesuai pedoman yang berlaku;

l. Penggantian Petani Peserta dilakukan sesuai prosedur penetapan Calon Petani Peserta setelah mengugurkan hak petani sebelumnya kecuali karena meninggal dunia penggantian jatuh ke tangan ahli waris dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

m.Khusus masyarakat perorangan atau kelompok petani peserta yang ingin mengembangkan dan mengusahakan tanaman sejenis di sekitar proyek PIR Perkebunan dibina melalui ikatan kemitraan.

Program pembangunan perkebunan melalui pola PIR-TRANS didasarkan pada Kepres Nomor 01 tahun 1986, sedangkan pola KKPA didasarkan atas keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor 73/Kpts/KB.510/2/1998 dan Nomor 01/SKB/M/11/98 yang mana kedua pola ini bertujuan sama yaitu meningkatkan produksi non migas, meningkatkan pendapatan petani, membantu pengembangan wilayah serta menunjang


(33)

pengembangan perkebunan, meningkatkan serta memberdayakan Koperasi Unit Desa di wilayah plasma. Tahapan pembangunan kebun plasma terdiri dari :

A. Tahap Konstruksi terdiri dari : 1. Masa Persiapan yaitu :

- Perolehan izin berdasarkan :

- Surat Keputusan Gubernur Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 593/1097 tanggal 30 Mei 1995;

- Surat Keputusan Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan Republik Indonesia Nomor Kep 04/Men/1996 tanggal 16 Januari 1996 tentang izin Pelaksanaan Transmigrasi sementara;

- Surat Keputusan Menteri transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan Nomor Kep. 80/Men/1997 tanggal 12 Agustus 1997 ;

- Izin Prinsip Usaha Perkebunan Kelapa Sawit dari Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor KB 320/418/Mentan/XI/95 tanggal 20 November 1995;

- Surat Reomendasi Khusus Kantor Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor 1154/KDK.29/X/1996;

- Surat Persetujuan Pemberian Kredit SPPK dari Perseroan Terbatas PT. Bank Bukopin Nomor 1923/BUKI-MDN/XI/1998 tanggal 29 September 1998.


(34)

2. Masa Pembangunan Fisik Kebun yaitu :

Pembangunan fisik kebun sepenuhnya dilaksanakan oleh Perusahaan Inti sesuai dengan standar fisik yang telah ditentukan Direktorat Jendral Perkebunan. Pemanfaatan petani peserta sebagai tenaga kerja juga bertujuan untuk membina petani peserta tersebut mempunyai kemampuan untuk mengelola kebun plasma nantinya. Keberhasilan suatu proyek plasma sangat tergantung dari pembangunan fisik kebun yang baik guna menjamin penyerahan kebun yang tepat waktu dan produksi tinggi. Membangun fasilitas pabrik untuk menampung hasil produksi inti dan plasma.

B. Masa Penyerahan Kebun sampai Pelunasan Kebun

1. Persiapan Penyerahan Kebun dilaksanakan sejak tanaman berumur 30 bulan s/d 48 bulan yaitu : Pengukuran kavling, Pembentukan kelompok tani, Undian Blok/Kavling, Penilaian awal fisik kebun, Permohonan Penilaian teknis, Penilaian Teknis Akhir Kebun, Pembuatan sertifikat.

2. Masa Penyerahan Kebun : mulai dari perjajian kerjasama antara Inti, Koperasi Unit Desa, Kelompok Tani dan Bank, penyuluhan terpadu, dan pelaksanaan alih kebun atau akan kredit.

3. Masa Pelunasan Kredit dimana perusahaan inti bertugas membina Koperasi Unit Desa, kelompok tani serta memotong hasil produksi petani untuk pembayaran kredit pembangunan kebun pada Bank pelaksana, menerima hasil produksi petani peserta melalui Koperasi Unit Desa dan Koperasi Unit Desa bertugas mengkoordinasi pemeliharaan, panen, transport hasil petani peserta


(35)

ke lokasi pabrik, Menyediakan kebutuhan petani peserta, melakukan administrasi terhadap penjualan hasil petani peserta, mengaturkan hubungan kerjasama dengan petani peserta, kelompok tani dan perusahaan inti, mengadministrasikan seluruh transaksi keuangan antara kebun plasma dengan bank secara periodik, memupuk sumber dana sebagai tabungan untuk menambah modal Koperasi Unit Desa, membantu anggota/petani peserta memperoleh bantuan kredit perbankan untuk mengembangkan usaha, mempersiapkan diri untuk pembelian saham Perusahaan Inti.

C. Masa Pasca Kredit Lunas

Untuk menjamin kelangsungan dan kesinambungan program PIR dan KKPA kesepakatan kerjasama antara perusahaan inti, Koperasi Unit Desa dan petani peserta harus tetap dilaksanakan secara konsisten, walaupun petani peserta telah melunasi kredit pembangunan kebunnya.

Kontrak kerja yang dibuat dengan pola PIR dan Profit Share adalah sama karena bermitra dengan persahaan inti yang sama yaitu PT. Sago Nauli pada surat kontrak kerja diuraikan kewajiban dan hak petani plasma dan perusahaan inti sejak masa Tanaman Baru Belum Menghasilkan (TBBM) sampai pada tahap masa pencicilan kredit Atau Tanaman Menghasilkan (TM) berikut :

A.

1.

Kewajiban dan hak pihak pertama selama masa pencicilan kredit atau tanaman menghasilkan :

Kewajiban pihak pertama selama masa pencicilan kredit atau tanaman menghasilkan :


(36)

a.

b.

Memberikan kuasa kepada pihak kedua untuk membantu dan mengawasi selama kegiatan pemeliharaan dan pemanenan perkebunan serta pemasaran Tandan Buah Segar (TBS) milik para anggota terutama berkenaan dengan kebutuhan tenaga kerja dan pembagian kelompok kerja dalam kelompok tani;

c.

Menjual seluruh Tandan Buah Segar (TBS) selama perkebunan masih menghasilkan hanya kepada pihak kedua dengan harga yang berpedoman pada ketentuan dan rumus harga yang berpedoman pada ketentuan dan rumus harga sesuai dengan surat keputusan menteri pertanian tentang kebutuhan dan rumus harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS);

d.

Menyerahkan hasil penjualan Tandan Buah Segar (TBS) tahun pertama kepada pihak kedua untuk membiayai pembangunan perkebunan yang mengurangi jumlah kredit yang seharusnya oleh anggota pihak pertama;

e.

Memberi kuasa kepada pihak kedua untuk melakukan pembayaran angsuran kredit beserta bunganya kepada Bank pelaksana setiap triwulan atau menurut ketentuan Bank pelaksana dan pemotongan biaya pemeliharaan dan pemanenan, transportasi pemanenan menurut biaya standar pada perhitungan cash flow yang telah disetujui Bank Indonesia dan Bank pelaksana yang merupakan kewajiban para anggota pihak pertama;

Menerima pelatihan kerja (Job Training) dibidang administrasi, manajemen dan tekhnis perkebunan serta rendemen dari pihak kedua.


(37)

2.

a.

Hak pihak pertama selama masa pencicilan kredit atau tanaman menghasilkan yaitu :

b.

Apabila pihak kedua membutuhkan tenaga kerja untuk pemeliharaan dan pemanenan Tandan Buah Segar (TBS) para anggota pihak pertama memperoleh kesempatan terlebih dahulu sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pihak kedua dengan pembayaran upah minimum menurut ketentuan Upah Minimum Regional (UMR) di Provinsi Sumatera Utara;

c.

Melakukan pengawasan selama kegiatan pemeliharaan dan pemanenan perkebunan termasuk penimbangan serta pemasaran Tandan Buah Segar (TBS) milik para anggota pihak pertama;

d.

Menerima laporan pertanggung jawaban dari pihak kedua setelah masa tenggang waktu (grace priode) kredit 4 (empat) tahun. Pihak kedua berhak melakukan pembayaran angsuran kredit kepada Bank pelaksana;

e.

Menerima kebun kelapa sawit anggota dari pihak kedua sesuai dengan lahan milik anggota masing-masing;

Menerima hasil penjualan Tandan Buah Segar (TBS) dari pihak kedua untuk diserahkan kepada para anggota pihak pertama setiap tanggal 21 bulan berikutnya setelah dipotong dengan angsuran kredit dan bunganya. Biaya pemeliharaan serta biaya pemanenan termasuk transportasi pemanenan menurut biaya standar pada perhitungan cash flow yang telah


(38)

disetujui oleh Bank Indonesia c.q Bank pelaksana yang merupakan kewajiban anggota pihak pertama;

f.

B.Kewajiban dan hak pihak kedua atau perusahaan inti selama masa pencicilan kredit/Tanaman Menghasilkan (TM) :

Apabila terjadi kesalahan tekhnis yang dilakukan oleh pihak kedua yang mengakibatkan mundurnya mundurnya masa produksi Tandan Buah Segar (TBS), maka pihak pertama berhak meminta jaminan secara penuh kepada pihak kedua.

1. Kewajiban pihak kedua atau perusahaan inti selama masa pencicilan kredit/Tanaman Menghasilkan (TM) :

a. Memberikan kesempatan kerja terlebih dahulu kepada para anggota pihak pertama. Apabila pihak kedua membutuhkan tenaga kerja untuk pemeliharaan dan pemanenan Tandan Buah Segar (TBS) sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pihak kedua dengan membayar UMR yang ditetapkan Provinsi Sumatera Utara;

b. Menerima kuasa dan wewenang pengelolaan dana kredit dari pihak pertama untuk membangun perkebunan milik para anggota pihak pertama;

c. Memberikan laporan pertanggung jawaban kepada pihak pertama apabila setelah masa tenggang waktu (grace period) kredit 4 (empat) tahun. Pihak kedua belum melakukan pembayaran angsuran kredit kepada Bank pelaksana;


(39)

d. Menyerahkan kebun kelapa sawit milik anggota koperasi sesuai dengan luas lahan anggota pihak pertama;

e. Pihak kedua wajib membeli selurua Tandan Buah Segar (TBS) selam perkebunan masih menghasilkan dari pihak pertama dengan harga sesuai surat keputusan Menteri Pertanian tentang ketentuan dan rumus harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS);

f. Menyerahkan hasil penjualan Tandan Buah Segar (TBS) kepada pihak pertama melalui rekening pihak pertama di Bank pelaksana;

g. Apabila terjadi kelalaian tekhnis yang dilakukan oleh pihak kedua yang mengakibatkan mundurnya produksi Tandan Buah Segar (TBS), maka pihak kedua menjamin secara penuh untuk tetap melakukan pengembalian kredit sesuai dengan jadwal yang telah disetujui oleh Bank Indonesia dan Bank pelaksana.

2. Hak pihak kedua atau perusahaan inti selama masa pencicilan kredit/Tanaman Menghasilkan (TM) :

a. Menerima kuasa dari pihak pertama untuk membantu dan mengawasi selama kegiatan pemeliharaan dan pemanenan perkebunan serta pemasaran Tandan Buah Segar (TBS) milik para anggota pihak pertama terutama berkenaan dengan kebutuhan tenaga kerja dan pembagian kelompok kerja dalam kelompok tani;

b. Menerima hasil penjualan Tandan Buah Segar (TBS) tahun pertama dari pihak pertama guna membiayai pembangunan perkebunan yang


(40)

mengurangi jumlah kredit yang seharusnya ditanggung oleh para pihak pertama;

c. Menerima kuasa dari pihak pertama untuk melakukan pembayaran angsuran kredit beserta bunganya kepada Bank setiap triwulan dan pemotongan biaya pemeliharaan dan biaya pemanenan perkebunan termasuk transportasi permanen menurut biaya standar pada perhitungan cash flow yang telah disetujui Bank Indonesia c.q. Bank pelaksana yang merupakan kewajiban para nggota pihak pertama.

2.3. Perkebunan dan Perekonomian Wilayah

Perkebunan kelapa sawit di Indonesia luasnya telah mencapai lebih dari lima juta hektar, sehingga merupakan komoditi perkebunan yang luas di Indonesia maupun dunia. Lahan perkebunan paling luas berada di pulau Sumatera dan Kalimantan, sedangkan di Irian belum banyak investor yang berinvestasi. Prospek pasar dunia untuk minyak sawit dan produknya cukup bagus. Karena itu perkebunan kelapa sawit sekarang telah diperluas secara besar-besaran oleh perkebunan Negara, perkebunan besar swasta, maupun oleh masyarakat baik secara mandiri maupun dengan perusahaan perkebunan (Sunarko, 2009).

Sub sektor perkebunan merupakan sub sektor yang unggulan yang dapat memberikan nilai tambah yang cukup besar bagi perekonomian wilayah. Pada wilayah Kabupaten Mandailing Natal, terdapat 4 komoditi unggulan yang dihasilkan dari sub sektor perkebunan, yaitu Karet, Kakao, Kopi Robusta, dan Kelapa Sawit.


(41)

Adanya program revitalisasi perkebunan seluas 100.000 Ha areal lahan di Kabupaten Mandailing Natal dapat diarahkan ke komoditi perkebunan prospektif Kabupaten Mandailing Natal seperti karet, kakao, kopi dan kelapa sawit. Sentra produksi perkebunan Kelapa Sawit diarahkan pada kawasan-kawasan yang berada di daerah pesisir barat karena disamping jenis tanah yang cocok untuk pengembangan kelapa sawit berada, maka perkebunan kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan sebagai daerah sempadan pantai. Arahan ruang untuk perkebunan kelapa sawit adalah di Kecamatan Batahan, Kecamatan Natal, dan Kecamatan Muara Batang Gadis. Kawasan Perkebunan sebaiknya di daerah perbukitan dengan kondisi air tanah langka/jarang atau pada zona rekaha. Kawasan tersebar hampir menyeluruh di daerah bagian tengah meliputi sebagian barat perbukitan Kecamatan Batang Natal, dan Kecamatan Lingga Bayu ke arah Kecamatan Batahan. Kawasan ini disarankan sebagai kawasan perkebunan karena daerah ini umumnya berupa perbukitan, lereng 15 - 25 %, tersusun oleh batuan intrusi batuan beku, batuan meta sedimen, vulkanik yang terdiri dari Kelompok Woyla (Muw), lapisan gunung api tak terbedakan (Tmv), Intrusi Airbangis (Tmiab), Mikrogranit Binail (Tmibi) dan Formasi Belok Gadang (Mubg). Batuan pada umumnya mempunyai kelulusan sangat rendah dan langka akan keberadaan air tanah dan mudah terjadi gerakan tanah ataupun erosi lembaran (RTRW Kabupaten Madina, 2011).

Dalam rangka memperkuat perekonomian nasional dimasa mendatang harus dapat melakukan antisipasi secara tepat terhadap globalisasi ekonomi karena dalam kondisi tersebut ekonomi Indonesai akan semakin terintegrasi ke dalam sistem


(42)

ekonomi global yang ditandai oleh kemauan kuat untuk mengurangi berbagai bentuk proteksi serta deregulasi dan debirokratisasi menuju sistem ekonomi yang terbuka dan lebih berorientasi pada mekanisme pasar. Untuk itu tuntutan terhadap efisiensi dan produktivitas semakin tinggi agar dapat bersikap proaktif dalam proses globalisasi. Ekonomi kokoh yang ingin diwujudkan adalah ekonomi yang memiliki pertumbuhan tinggi, memiliki keterkaitan industri, mendorong adanya pembinaan UKM yang diharapkan mampu memberikan konstribusi yang berarti bagi pengembangan UKM, sehingga semakin memperkokoh ketahanan perekonomian dalam mengahadapi era globalisasi dan perdagangan bebas. Strategi pengembangan

UKM antara lain adalah kemitraan, bantuan keuangan dan modal pentura (Tambunan, 2002).

Pembangunan ekonomi jangka panjang tidak harus selalu diarahkan pada sektor industri, tetapi juga pada sektor lain, seperti sektor pertanian dan sektor jasa yang meliputi perdagangan, transportasi, komunikasi, perbankan. Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu pondasi bagi tumbuh dan berkembangnya system agribisnis kelapa sawit. Strategi keunggulan kompetitif bidang perkebunan harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk menghasilkan kuantitas bahan baku berkualitas bagi sektor industri. Keunggulan kompetitif ini akan menciptakan daya saing produk yang tinggi bagi komoditi perkebunan karena memanfaatkan keunggulan tenaga kerja, iklim tropis, ketersediaan lahan yang luas, serta ditambah dengan dukungan pemerintah dalam pendanaan investasi (Pahan, 2010).


(43)

Perekonomian wilayah mencakup potensi yang dimiliki suatu wilayah, potensi yang dimiliki suatu wilayah berbeda dengan wilayah lainnya. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bersifat multidimensional yang melibatkan kepada perubahan besar baik terhadap perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2003).

Kondisi masing-masing wilayah menunjukkan variasi yang berbeda-beda. Sebagian wilayah relatif lebih makmur bila dibandingkan dengan wilayah lainnya. Faktor utama yang mendasari pedoman ini adalah struktur perekonomian daerah yang bersangkutan. Tetapi pada hakekatnya kondisi tersebut tidak statis, dan kemakmurannya akan mengalami perubahan sesuai dengan kemampuan wilayah yang bersangkutan untuk menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan permintaan. Secara umum dan sederhana, basis ekonomi wilayah diartikan sebagai sektor-sektor ekonomi yang aktivitasnya menyebabkan suatu wilayah itu tetap hidup, tumbuh dan berkembang, atau sektor ekonomi yang pokok di suatu wilayah yang dapat menghidupi wilayah tersebut beserta masyarakatnya (Sirojuzilam dan Mahali, 2011).

Untuk meningkatkan perekonomian suatu wilayah dibutuhkan suatu kebijakan ekonomi oleh pemerintah. Kebijakan ekonomi bertujuan untuk menciptakan kemakmuran. Salah satu ukuran kemakmuran terpenting adalah pendapatan. Kemakmuran tercipta arena ada kegiatan yang menghasilkan pendapatan. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun pendapatan


(44)

rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Ada beberapa parameter yang biasa digunakan untuk mengukur adanya pembangunan wilayah. Salah satu parameter terpenting adalah meningkatnya pendapatan masyarakat. Parameter lain, seperti peningkatan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan juga sangat terkait dengan peningkatan pendapatan wilayah (Tarigan, 2009).

Secara umum pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang pengembangan kegiatan ekonomi dalam daerah amat tergantung masalah fundamental yang dihadapi oleh daerah itu. Bagaimana daerah mengatasi masalah fundamental yang dihadapi ditentukan oleh strategi pembangunan yang dipilih. Dalam konteks inilah pentingnya merumuskan visi dan misi , kemudian memilih strategi yang tepat (Safi’i, 2007).

Menurut Hoover dan Giarratani ada tiga fondasi ekonomi kewilayahan (Fondation Stone) yang melandasi pengetahuan tentang kewilayahan dan analisis kewilayahan, yakni : ketidak-mobilitasan faktor produksi (Immobility of Factor Production), sifat faktor produksi dan barang yang tidak dapat dibagi sempurna (Imperfect divisibility of Production Factor and Goods), serta ketidaksempurnaan mobilitas barang dan jasa (Imiperfect Mobility of Goods and Services). Ketiga fondasi tersebut merupakan faktor-faktor yang melandasi pola lokasi kegiatan

ekonomi serta mendasari sebagian besar permasalahan dalam kewilayahan (Setiono, 2011).


(45)

2.4. Pola Kemitraan dan Pengembangan Wilayah

Wilayah adalah sekelompok daerah yang letaknya berdekatan dan didiami oleh sejumlah penduduk diatas teritorial dan ruang tertentu. Secara ringkas konsep mengenai ruang/wilayah ditandai dengan lokasi absolut dan distribusi areal gambaran tertentu di permukaan bumi. Ruang memiliki jarak secara geometri, absolut dan unik dalam hubungannya dengan lokasi yang lain, dan memiliki bentuk yang dibatasi oleh batas lokasi yang tetap, secara umum wilayah dibedakan menjadi 3 bagian :

1. Wilayah homogen, merupakan wilayah dimana kegiatan ekonomi berlaku di pelbagai pelosok ruang yang sama antara lain ditinjau dari segi pendapatan perkapita penduduk dan dari segi struktur ekonominya;

2. Wilayah nodal, merupakan wilayah sebagai suatu ruang ekonomi yang dikuasai oleh beberapa pelaku ekonomi;

3. Wilayah administrasi, merupakan wilayah yang didasarkan atas pembagian administrasi pemerintahan.

Ilmu kewilayahan merupakan cabang pengetahuan yang sangat luas cakupannya. Dalam konteks ilmu pengetahuan geografi, ilmu pertanian, ekonomi, sosiologi, antropologi memiliki konstribusi yang signifikan terhadap analisis kewilayahan. Dilain pihak, dalam konteks ilmu terapan, ilmu kewilayah juga bekaitan dengan disiplin ilmu yang menangani perencanaan, perancangan dan pengelolaan. Hal ini terutama dibutuhkan dalam kegiatan pembangunan dan pengembangan wilayah (Sirojuzilam dan Mahali, 2011).


(46)

Menurut Sandy (1992) dalam (Sirojuzilam dan Mahali, 2011), pengembangan

wilayah adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut serta menaati peraturan yang berlaku. Sedangkan menurut Hadjisaroso (1994) pengembangn wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat, atau memajukan dan memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada. Dengan demikian pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai peningkatan aktivitas terhadap unsur-unsur dalam wilayah yang mencakup ; institusi, ekonomi, sosial dan ekologi dalam upaya meningkatkan tingkat dan kualitas hidup masyarakat. Perencanaan dan pengembangan wilayah ditopang oleh enam pilar yaitu : 1) Analisis ekonomi, 2) Analisis sosial, 3) Analisis lokasi, 4) Geografi, 5) Analisis Biogeofisk dan 6) Analisis Kelembagaan.

Pola kemitraan perkebunan diharapkan mampu membangun kelembagaan petani yang kuat, cerdas dan komunikatif. Kemitraan usaha merupakan salah satu strategi bisnis perusahaan terutama bagi perusahaan besar yang tidak lagi mengandalkan pada strategi internalisasi aktifitas ekonomi melalui akuisi dan merger dalam rangka integrasi vertikal dan horizontal. Kemitraan usaha merupakan suatu cara untuk mengurangi risiko usaha meningkatkan efisiensi dan daya saing usaha. Salah satu bentuk kemitraan usaha yang melibatkan UKM dan usaha besar adalah production lingkage. UKM sebagai pemasok bahan baku dan penolong dalam rangka mengurangi impor, dimana saat ini harga produk impor sangat tinggi karena


(47)

terdepresiasi. The Kian Wie (1992) menyatakan bahwa ada 10 bentuk keterkaitan langsung pemasok dan perusahaan besar, yaitu bantuan langsung kepada pemasok (UKM) untuk mulai produksi, lokasi yang berdekatan, informasi yang jelas mengenai pesanan, bantuan tekhnis tentang informasi ciri dan mutu komponen, bantuan hibah keuangan atau pinjaman lunak, pembelian bahan baku, menejerial, penetapan harga, bantuan distribusi lain, dan diversifikasi dalam rangka memperkuat keuangan. Keterkaitan tersebut harus bersifat mendidik untuk bisa mandiri sehingga dalam jangka panjang perusahaan pemasok yang pada umumnya UKM dapat meningkat daya saingnya (Partama dan Soejoedana, 2004).

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu terkait pola kemitraan antara lainYarsi (2006) melakukan penelitian tentang Analisis Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja pada Sistem

Kemitraan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit (Kasus Pola Kemitraan di PT. Perkebunan Nusantara VI dan PT. Bakrie Pasaman Plantation, Kabupaten

Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat). Pembangunan sektor pertanian pada dasarnya merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian Indonesia. Sampai tahun 2004, sektor pertanian menyumbang 15,39% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku dan menyerap 40% tenaga kerja dari 100 juta angkatan kerja nasional. Sub sektor perkebunan memegang peranan yang penting dalam pembangunan pertanian


(48)

terutama dalam penghasil devisa, penyerapan tanaga kerja dan kontribusi terhadap produk domestik bruto. Kelapa sawit sebagai salah satu komoditi andalan perkebunan Indonesia memiliki peluang besar untuk dikembangkan sebagai penghasil devisa. Jumlah nilai ekspor minyak sawit Indonesia pada tahun 2004 terhadap nilai ekspor non migas mencapai 8% atau sebesar 54 milyar dolar Amerika.

Sistem kemitraan perkebunan adalah kerja sama yang strategis antara perkebunan rakyat dan perkebunan besar dengan memperhatikan prinsip saling membutuhkan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Pola kemitraan yang diterapkan oleh PTPN VI adalah pola PIR-Bun yang dikenal dengan proyek NESP Ophir sedangkan pola kemitraan PT. BPP adalah pola Bapak Angkat Anak Angkat yang dikenal dengan Plasma KKPA project. Pendapatan pada sistem kemitraan usaha perkebunan kelapa sawit berbeda-beda tergantung dari penerimaan yang diperoleh dan jumlah biaya yang dikeluarkan. Pendapatan kebun plasma dan kebun inti PTPN VI lebih tinggi dari PT. BPP. Untuk pendapatan pabrik kelapa sawit, Pabrik kelapa sawit PT. BPP memperoleh pendapatan yang lebih besar dari PTPN VI. Pendapatan pada kebun plasma PT. BPP tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga petani peserta. Dari keseluruhan perhitungan rasio penerimaan terhadap biaya, diperoleh nilai R/C lebih besar dari satu yang berarti pelaksanaan usaha perkebunan kelapa sawit sudah efisien atas biaya yang dikeluarkan. Perhitungan R/C untuk PKS, PKS PT. BPP lebih efisien dan lebih menguntungkan dari PKS PTPN VI. Tenaga kerja yang terserap pada perusahaan PTPN VI adalah sebanyak 772 karyawan dan satu hektar kebun kelapa sawit PTPN VI pada periode tahun 2005 membutuhkan satu


(49)

tenaga kerja. Tenaga kerja yang terserap pada PT. BPP adalah sebanyak 1.621 orang dan satu hektar kebun kelapa sawit PT. BPP pada periode tahun 2005 membutuhkan 1,08 tenaga kerja. PT. BPP lebih banyak menyerap tenaga kerja dalam masyarakat untuk usaha perkebunan yang dilakukan dari pada PTPN VI. Tenaga kerja kebun plasma sangat berperan dalam meningkatkan produksi kebun plasma. Hasil estimasi untuk regresi produksi perkebunan kelapa sawit kebun plasma diperoleh bahwa tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi kelapa sawit.

Kedua sistem kemitraan usaha perkebunan kelapa sawit baik proyek NESP maupun plasma KKPA project telah membuka kesempatan kerja yang cukup besar dalam masyarakat. Pola kemitraan dapat lebih banyak dikembangkan di daerah tetapi pelaksanaannya perlu dipantau oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Perusahaan inti tidak boleh hanya memperkaya diri sendiri dan menggunakan kebun plasma sebagai jaminan bahan baku pabrik kelapa sawit.

Harus diciptakan hubungan yang saling menguntungkan antara petani plasma dan perusahaan inti.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Siahaan (2009), menyatakan bahwa sejak tahun 2003 PT. Perkebunan Nusantara III (PTPN III) Kebun Rantau Parapat telah menjalankan aturan Kepmen 236/MBU/2003 dan sejak tahun 2008 PTPN III ini telah menjalankan regulasi terakhir Peraturan Menteri Nomor Per-05/MBU/2007, tanggal 27 April 2007 dengen nama Pola Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL). Pola Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) yang dijalankan oleh PTPN III memberikan dampak positif dalam menigkatkan kesejahteraan masyarakat di PT. Perkebunan


(50)

Nusantara Kabupaten baru dapat dilihat dari tingkat pendapatan dan pendidikan masyarakat sebelum dan sesudah adanya PKBL. Peningkatan pendapatan masyarakat dipacu oleh penyerapan tenaga kerja Pola Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) melalui modal kemitraan karena bantuan modal kepada mitra binaan berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal dan secara otomatis menciptakan lapangan pekerjaan dan menigkatkan jumlah tenaga kerja dan berpengaruh signifikan.

Oleh Siringo (2010) PT. Toba Pulp Lestari (TPL), Tbk telah melaksanakan Program Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan Pola PIR, dimana sebagai acuan pelaksanaan ditetapkan standart Operating Prosedure (SOP). Perusahaan inti berkewajiban menyediakan semua biaya untuk setiap tahap pelaksanaan di lapangan, dan petani plasma harus menjual kayu PIR kepada pihak PT. TPL Tbk. Semua hak dan kewajiban kedua belah pihak diikat dalam Surat Kontrak Kerja (SKK). Faktor-faktor yang mempengaruhi luas HTI pola PIR adalah luas lahan milik petani plasma, persepsi petani plasma terhadap dukungan pemerintah, keuntungan yang diperoleh petani plasma dan upah yang diterima petani plasma berpengaruh nyata terhadap luas HTI Pola PIR. Program HTI Pola PIR memberikan dampak terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Toba Samosir yaitu peningkatan pendapatan riil petani plasma, menciptakan lapangan kerja bagi petani plasma dan mayarakat lainnya, Pengembangan infrastruktur berupa pembukaan jalan serta peningkatan PAD Pemerintah Kabupaten Toba Samosir.


(51)

2.6. Konseptual Penelitian

Kecamatan Siniunukan adalah salah satu kecamatan yang menjadi sentra produksi komoditas perkebunan kelapa sawit. Kecamatan Sinunukan melakukan usaha kemitraan dengan perusahaan besar dengan tujuan saling menguntungkan dengan program yang disusun bersama yang dapat menciptakan harmonisasi hubungan kemitraan kedua belah pihak, saling percaya, saling membutuhkan, saling bergantung, serta saling menjaga manajemen kemitraan yang harmonis dan peroduktif sehingga mampu membangun kelembagaan petani yang kuat, cerdas dan komunikatif. Dalam pola kemitraan perusahaan memfasilitasi petani kecil dengan modal usaha, tekhnologi dan manajemen modern dan kepastian pemasaran hasil. Petani menjadi pemasok bahan baku dengan kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan oleh perusahaan, sehingga tercipta suatu kondisi yang dapat memaksimalkan kekuatan dan meminimalisir kelemahan dari kedua belah pihak guna mendapatkan keuntungan.Pembangunan perkebunan dilakukan dengan Pola kemitraan PIR (Perusahaan Inti Rakyat) untuk Desa Sinunukan I dan III, pola kemitraan profit share untuk Sinunukan II dan IV. Pola kemitraan pengembangan perkebunan memberi dampak besar terhadap peningkatan luas lahan yang dikelola secara optimal, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan produktivitas. Semakin tinggi tingkat produktivitas maka semakin tinggi pendapatan. Pendapatan perkapita adalah tolok ukur perekonomian wilayah. Peningkatan perekonomian wilayah mendorong pengembangan wilayah Kecamatan Sinunukan. Konseptual penelitian digambarkan dalam skema kerangka pemikiran berikut :


(52)

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

2.7. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah :

1. Terdapat perbedaan pendapatan petani antara pola kemitraan PIR dan Profit Share; Pola Kemitraan PIR dan Profit Share

Peningkatan Luas Lahan

Peningkatan Pendapatan

Pengembangan Wilayah

Pembangungan Perkebunan Kelapa Sawit

Penyerapan Tenaga Kerja


(53)

2. Terdapat perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah pelaksanaan pola kemitraan PIR dan Profit Share;

3. Pola kemitraan perkebunan berdampak terhadap pengembangan perkebunan rakyat dan pengembangan wilayah di Kecamatan Sinunukan.


(54)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Sinunukan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Peningkatan produktivitas kelapa sawit memberikan konstribusi besar bagi masyarakat di Kecamatan Sinunukan. Sejak tahun 2007 Kecamatan Sinunukan adalah Kecamatan penghasil kelapa sawit terbesar di Kabupaten Mandailing Natal. Penelitian dilaksanakan di Desa dengan perkebunan kelapa sawit yang sudah berproduksi.

3.2. Populasi dan Sampel

Pengambilan Populasi dalam Penelitian dilakukan di Kecamatan Sinunukan, dimana desa yang terkait dengan Pola Kemitraan Pengembangan Perkebunan adalah desa Sinunukan I, Sinunukan II, Sinunukan III dan Sinunukan IV. Teknik pengambilan sampel desa di Kecamatan Sinunukan dilakukan dengan Puposive Sampling yaitu penarikan sampel hanya pada desa yang terkait dengan pola kemitraan di Kecamatan Sinunukan. Penentuan sampel di desa terkait dilakukan sesuai metode Gay dan Diehl (1992) dalam (Mustafa, 2000) yaitu 10 % dari total populasi secara acak.


(55)

Tabel 1. Penentuan Sampel berdasarkan Pola Kemitraan No. Nama Desa Pola Kemitraan

Jumlah Anggota/KK

Leas Lahan

(Ha)

Jumlah Sampel

PIR Profit

Share

1 Sinunukan I √ 500 1000 50

2 Sinunukan II √ 600 1120 60

3 Sinunukan III √ 500 1000 50

4 Sinunukan IV √ 610 1098 61

Jumlah 221

Sumber : Diolah dari Data Primer, 2011

3.3. Data dan Sumber Data

Data penelitian terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui kuisioner dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu dan diskusi dengan pemuka masyarakat berupa pendapatan, modal, luas lahan dan tenaga kerja. Data sekunder terdiri dari data yang diperoleh data-data yang telah ada diinstansi terkait seperti Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal, Bappeda dan Dinas Perindustrian Perdagangan, Koperasi, UKM dan Pasar. Data yang dikumpulkan adalah data letak geografis Kecamatan Sinunukan, jumlah Desa di Kecamatan Sinunukan, jumlah penduduk, jumlah desa yang terkait pola kemitraan perkebunan beserta jenis pola kemitraan.

3.4. Metode Analisis

Untuk mengetahui dampak pola kemitraan perkebunan terhadap faktor produksi perkebunan rakyat dan pengembangan wilayah di Kecamatan Sinunukan digunakan analisis deskriptif. Analisis uji t independen digunakan untuk dapat menganalisis perbedaan pendapatan antara pola kemitraan PIR dan Profit Share yaitu dengan


(56)

membandingkan dua program pola kemitraan yang berbeda dengan data penghasilan petani yang seragam setelah perkebunan kelapa sawit berproduksi. Variasi pendapatan tidak ditemukan karena responden merupakan anggota kelompok tani yang tergabung dalam koperasi, dimana petani di Sinunukan I merupakan anggota Koperasi Harapan, petani Sinunukan II anggota Koperasi Cerah, petani Sinunukan III dengan Koperasi Cahaya, dan Koperasi Hemat dengan Sinunukan IV. Keanggotaan petani dalam KUD menyebabkan petani memperoleh pendapatan yang sama dari hasil perkebunan kelapa sawit setiap bulan untuk setiap KUD di setiap Desa. Sehingga diambil rata-rata pendapatan selama 2 tahun terakhir atau 24 bulan. dengan rumus :

(

)

)

/

(

)

/

(

12 1 22 2

2 1

n

SD

n

SD

x

x

t

+

=

Dimana :

t = Nilai t hitung

1

x = Rata-rata pendapatan petani dengan pola PIR

2

x = Rata-rata pendapatan petani dengan pola Profit Share

Sd1 Sd

= Standart deviasi sampel pola PIR 2

n

= Standart deviasi sampel pola Profit Share 1

n

= Sampel pola PIR 2

(Sudjana, 2005)


(57)

Untuk mengetahui perbedaan pendapatan petani sebelum dan sesudah melaksanakan pola kemitraan PIR dilakukan dengan uji beda rata-rata satu sampel. Uji beda rata-rata satu sampel digunakan karena petani plasma memiliki pendapatan yang berbeda sebelum melakukan pola kemitraan dan memiliki pendapatan yang sama setelah melakukan pola kemitraan. Kesamaan pendapatan karena petani merupakan anggota koperasi, petani di Desa Sinunukan I merupakan anggota Koperasi Harapan, petani Sinunukan III dengan Koperasi Cahaya.

n

SD

x

x

t

/

0

=

Dimana :

t = Nilai t hitung

x = Nilai rata-rata pendapatan petani sesudah mengikuti pola kemitraan PIR

x0

SD = Standart deviasi

= Nilai rata-rata pendapatan petani sebelum mengikuti pola kemitraan PIR

n = Jumlah Sampel (Sudjana, 2005)

Demikian halnya untuk mengetahui perbedaan pendapatan petani sebelum dan sesudah melaksanakan pola kemitraan Profit Share digunakan uji beda rata-rata satu sampel, karena petani plasma memiliki pendapatan yang sama setelah melakukan pola kemitraan. Kesamaan pendapatan karena petani merupakan anggota koperasi,


(58)

petani di Sinunukan II merupakan anggota Koperasi Cerah, dan Koperasi Hemat dengan Sinunukan IV.

Dimana :

t = Nilai t hitung

x = Nilai rata-rata pendapatan petani sesudah mengikuti pola kemitraan

Profit Share x0

Profit Share

= Nilai rata-rata pendapatan petani sebelum mengikuti pola kemitraan

SD = Standart deviasi n = Jumlah Sampel (Sudjana, 2005)

3.5. Defenisi Operasional Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan variabel penelitian :

1. Petani adalah petani yang terkait dengan pola kemitraan perkebunan baik pola kemitraan PIR dan Profit Share;

2. Produktivitas adalah besarnya hasil produksi kelapa sawit dibagi luas lahan (ton/Ha);

3. Luas lahan adalah lahan yang diperlukan untuk perkebunan kelapa sawit; 4. Tenaga kerja adalah tenaga kerja efektif untuk kegiatan budidaya sampai panen;

n

SD

x

x

t

/

0

=


(59)

5. Pendapatan petani sebelum mengikuti pola PIR adalah pendapatan petani pada tahun 2003 setelah dikonfersi berdasarkan harga inflasi;

6. Pendapatan petani setelah mengikuti pola PIR adalah pendapatan petani tahun 2010 dan 2011;

7. Pendapatan petani sebelum mengikuti pola Profit Share adalah pendapatan petani pada tahun 2004 setelah dikonfersi berdasarkan harga inflasi;

8. Pendapatan petani setelah mengikuti pola Profit Share adalah pendapatan petani tahun 2010 dan 2011.


(60)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Wilayah Kecamatan Sinunukan 4.1.1. Sejarah Singkat Kecamatan Sinunukan

Kabupaten Mandailing Natal dibentuk pada tanggal 23 November 1998, yang sebelumnya merupakan salah satu Ibu kota Kecamatan dari Kabupaten Tapanuli Selatan, sampai akhirnya Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1998 yaitu Undang-Undang-Undang-Undang tentang Pembentukan Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri. Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda Nomor 10 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal, yaitu Kecamatan Ranto Baek, Kecamatan Huta Bargot, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kecamatan Pakantan, dan Kecamatan Sinunukan. Pada tanggal 7 Desember 2007 pemerintah Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda Nomor 45 Tahun 2007 dan Nomor 46 Tahun 2007 tentang Pemecahan Desa dan Pembentukan Kecamatan Naga Juang di Kabupaten Mandailing Natal. Dengan demikian, Kabupaten Mandailing Natal kini memiliki 23 kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 353 dan kelurahan sebanyak 32 kelurahan.


(61)

4.1.2. Gambaran Umum

Kabupaten Mandailing Natal secara geografis terletak antara 00-100 Lintang Utara dan 980-1000 Bujur Timur. Terdapat dua musim yaitu musim hujan dan kemarau.

Gambar 2. Peta Wilayah Kabupaten Mandailing Natal Berdasarkan Batas Wilayah Kecamatan


(62)

Sinunukan adalah salah satu Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Mandailing Natal, secara administrasi berbatasan dengan :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Natal; 2. Sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera Barat; 3. Sebelah Barat dengan Kecamatan Batahan; 4. Sebelah Timur dengan Kecamatan Lingga Bayu.

4.2. Gambaran Umum Responden

Responden penelitian terdiri dari 221 orang, yang berasal dari masyarakat yang merupakan petani plasma dengan program pola kemitraan PIR sebanyak 100 orang dan 121 orang anggota pola kemitraan Profit Share. Penduduk Desa Sinunukan I, II, III dan IV terdiri dari Suku Jawa, Batak dan Nias. Gambaran karakteristik umum responden meliputi: umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga pekerjaan utama, dan kepemilikan lahan.

4.2.1. Umur

Komposisi umur responden berkisar 40-65 tahun, usia produktif merupakan usia kerja yaitu umur 15-64 tahun. Menurut Tjiptoherijanto (2001) di dalam analisis demografi, struktur umur penduduk dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu (a) kelompok umur muda, dibawah 15 tahun; (b) kelompok umur produktif, usia 15-64 tahun; dan (c) kelompok umur tua, usia 65 tahun ke atas. Usia produktif responden didominasi pada kisaran umur 51-55 tahun sebanyak 102 orang (46,36%), umur 46-50 tahun sebanyak 72 orang (32,75%), umur 56-60 sebanyak 27 orang (12,27%),


(63)

umur <65 sebanyak 17 orang (7,72%), dan umur dengan jumlah terkecil adalah pada kisaran umur 40-45 yaitu sebanyak 2 orang (0,99%). Responden di Kecamatan Sinunukan adalah tergolong usia produktif yang masih mampu berproduksi maksimal dan menyerap informasi dan tekhnologi.

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

No. Umur Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

PIR Profit Share Total

1 40-45 1 1 2 0,99

2 46-50 29 43 72 32,75

3 51-55 56 46 102 46,36

4 56-60 8 19 27 12,27

5 61-65 6 11 17 7,72

Jumlah 100 120 220 100

Sumber : Diolah dari Data Primer, 2011

4.2.2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar dalam kehidupan serta sebagai faktor yang dominan dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin besar peluang seseorang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan berpenghasilan lebih tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi tingkat kemampuan seseorang dalam bekerja dan menyerap informasi dan tekhnologi. Jenjang Pendidikan SLTP merupakan tingkat pendidikan yang mendominasi sebanyak 90 orang (43,78%), kemudian SD sebanyak 85 orang (36,48%), SLTA sebanyak 37 orang (15,88%), dan Sarjana 9 orang (3,86%). Responden masih tergolong penduduk yang bisa membaca


(64)

dan menulis karena masih memiliki pendidikan minimal SD sederajat sehingga masih dapat menerima informasi secara jelas.

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

PIR Profit Share Total

1 SD 28 57 85 36,48

2 SLTP 44 46 90 43,78

3 SLTA 24 13 37 15,88

4 Sarjana 4 5 9 3,86

Jumlah 100 121 221 100

Sumber : Diolah dari Data Primer, 2011

4.2.3. Pekerjaan

Sesuai dengan kondisi dan letak geografis daerah Kecamatan Sinunukan, pekerjaan utama responden adalah petani, dari 221 responden diperoleh jumlah penduduk yang bekerja sebagai petani 168 orang (76,02%), Pedagang 33 orang (14,93%), PNS 18 orang (8,14%), Karyawan 2 orang (0,9%). Distribusi responden dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

No. Pekerjaan Utama Jumlah (Jiwa) Persentase (%) PIR Profit Share Total

1 Petani 67 101 168 76,02

2 Pedagang 21 12 33 14,93

3 PNS 12 6 18 8,14

4 Karyawan 2 2 0,9

Jumlah 100 121 221 100


(65)

4.3. Analisis Perbedaan Pendapatan Petani Pola Kemitraaan PIR dan Pola Kemitraan Profit Share

Untuk mengetahui perbedaan pendapatan antara petani pola kemitraan PIR dan Profit Share dilakukan dengan uji t independen yaitu dengan membandingkan dua program pola kemitraan yang berbeda dengan data penghasilan petani yang seragam setelah perkebunan kelapa sawit berproduksi. Variasi pendapatan tidak ditemukan karena responden merupakan anggota kelompok tani yang tergabung dalam koperasi, dimana petani di Sinunukan I merupakan anggota Koperasi Harapan dengan luas lahan 2 Ha/anggota, petani Sinunukan II anggota Koperasi Cerah dengan luas lahan sebesar 1,8 Ha/anggota, petani Sinunukan III merupakan anggota Koperasi Cahaya dengan luas lahan 2 Ha/anggota, dan Koperasi Hemat dengan Sinunukan IV pada lahan 1,8 Ha/ orang. Keanggotaan petani dalam Koperasi Unit Desa menyebabkan petani memperoleh pendapatan yang sama dari hasil perkebunan kelapa sawit setiap bulan untuk setiap Koperasi Unit Desa di setiap Desa. Sehingga diambil rata-rata pendapatan selama 2 tahun terakhir atau 24 bulan. Sehingga jumlah populasi sampel adalah 24 Hasil uji t independen dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisis Uji t Independen

No. Uraian PIR Profit Share

1 Jumlah 24 24

2 Rata-rata Pendapatan 4.158.333 3.875.000

3 Standar deviasi 468.964,32 445.508,99

4 Signifikasi 0,037

5 t-hitung 2,146

6 t-tabel (α 0.05) 1,67 Sumber : Diolah dari Data Primer, 2011


(66)

Berdasarkan hasil analisis uji beda rata-rata untuk sampel independen menunjukkan perbedaan pendapatan petani dengan program kemitraan pola PIR dan Profit Share. Pendapatan rata petani pola PIR sebesar Rp. 4.158.333,- dan rata-rata pendapatan profit share Rp. 3.875.000,-. Pendapatan Petani pola PIR lebih besar dari pola Profit Share dimana rata-rata pendapatan lebih besar 7.31% dibandingkan Profit Share. Peningkatan pendapatan petani plasma sesuai dengan Hipotesis yang diajukan yaitu terdapat perbedaan antara petani pola kemitraan PIR dan Profit Share yang berarti H1 diterima dan H0

Daniel (2002) menyatakan luas penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses produksi ataupun usaha tani. Kepemilikan luas ditolak. Secara statistik terdapat perbedaan yang nyata antara pendapata PIR dengan Profit Share dapat dilihat dari t hitung lebih besar dari t tabel, dimana t hitung sebesar 2.146 dan t tabel 1. 67 dengan tingkat signifikasi

sebesar 0,037 dengan selang kepercayaan α = 0,05. Perbedaan pendapatan petani pola PIR dan Profit Share disebabkan perbedaan luas lahan, dimana pola PIR terdiri dari 2 Ha dan Profit Share 1,8 Ha. Efisiensi luas lahan sangat mempengaruhi produktivitas perkebunan. Selain perbedaan luas lahan produktivitas juga dipengaruhi pengelolaan tekhnis dan pengelolaan keuangan yang ditangani panitia pengurus koperasi. Pengurus koperasi pola PIR lebih terampil dan mampu menerapkan pola manajemen tekhnis dan keuangan yang diberika perusahaan inti dibawah pengawasan pihak Dinas yang mengurusi masalah Koperasi yaitu Dinas Perindustrian Perdagangan, Koperasi, UKM dan Pasar Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal.


(1)

Lampiran 6. Data Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Kecamatan Sinunukan Data Luas Lahan Kecamatan Batahan Kabatahan Mandailing Natal

No Tahun Luas Tanaman/Area (Ha) Produksi/Ton

T.B.M T.M T.T.M Jumlah

1 1998 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2 1999 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00

3 2000 100.00 0.00 0.00 1,000.00 0.00

4 2001 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00

5 2002 3,000.00 1,600.00 0.00 4,600.00 1,400.00

6 2003 3,000.00 1,600.00 0.00 4,600.00 1,400.00

7 2004 5,939.13 1,979.00 0.00 7,918.13 42,004.00

8 2005 3,368.00 4,979.00 0.00 8,347.00 105,554.80

9 2006 2,556.00 6,091.00 0.00 8,647.00 129,129.20

10 2007 2,640.00 6,131.00 0.00 8,771.00 129,977.20

11 2008 1,099.00 2,215.05 0.00 3,314.05 46,959.06

12 2009 1,066.70 2,382.50 0.00 3,449.20 44,138.95

13 2010 1,066.70 2,382.50 0.00 3,449.20 44,138.95

Data Luas Lahan Kecamatan Sinunukan Kabupaten Mandailing Natal

No. Tahun Luas Tanaman/Area (Ha) Produksi/Ton

T.B.M T.M T.T.M Jumlah

1 1998 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2 1999 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

3 2000 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

4 2001 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

5 2002 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

6 2003 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

7 2004 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

8 2005 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

9 2006 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

10 2007 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

11 2008 1,540.68 3,996.59 0.00 5,537.27 84,727.71

12 2009 1,069.55 4,519.10 0.00 5,588.65 83,484.43


(2)

Lampiran 7. Analisis Perbedaan Pendapatan Petani Pola Kemitraan PIR dan

Profit Share

Group Statistics

24 4158333 468964,32298 95726,94 24 3875000 445508,99078 90939,14 Kelompok Kemitraan

PIR Profit Share Pendapatan Petani Sawit

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Independent Samples Test

,060 ,808 2,146 46 ,037 283333,33 132036,26 17558,12 549108,5 2,146 45,879 ,037 283333,33 132036,26 17539,27 549127,4 Equal variances

as sumed Equal variances not ass umed Pendapatan Petani Sawit

F Sig. Levene's Test for Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference t-test for Equality of Means


(3)

Lampiran 8. Analisis Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan

Pola Kemitraan PIR dan Profit Share

One-Sample Statistics

100 568000,0 504745,16022 50474,52

Pendapatan Petani Sawi t

N Mean Std. Deviati on

Std. Error Mean

One-S ample Test

-71,132 99 ,000 -3590333 -3690485 -3490181

Pendapatan Petani Sawit

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Difference Lower Upper 95% Confidenc e

Int erval of t he Difference Test V alue = 4158333

One-Sample Statistics

121 444049,6 372025,04063 33820,46

Pendapatan Petani Sawi t Program Profit Share

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

One-Sample Test

-98,120 120 ,000 -3318450 -3385413 -3251488 Pendapatan Petani Sawit

Program Profit Share

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Difference Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Test Value = 3875000


(4)

Lampiran 9. Foto-foto Hasil Lapangan

Gambar 6. Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit


(5)

Gambar 8. Wawancara dengan Pengurus Koperasi


(6)

Gambar 10. Kondisi Jalan Setelah Diperbaiki Sepanjang 5 Km