Analisis Perbedaan Pendapatan Petani Pola Kemitraaan PIR dan Pola Kemitraan Profit Share

4.3. Analisis Perbedaan Pendapatan Petani Pola Kemitraaan PIR dan Pola Kemitraan Profit Share

Untuk mengetahui perbedaan pendapatan antara petani pola kemitraan PIR dan Profit Share dilakukan dengan uji t independen yaitu dengan membandingkan dua program pola kemitraan yang berbeda dengan data penghasilan petani yang seragam setelah perkebunan kelapa sawit berproduksi. Variasi pendapatan tidak ditemukan karena responden merupakan anggota kelompok tani yang tergabung dalam koperasi, dimana petani di Sinunukan I merupakan anggota Koperasi Harapan dengan luas lahan 2 Haanggota, petani Sinunukan II anggota Koperasi Cerah dengan luas lahan sebesar 1,8 Haanggota, petani Sinunukan III merupakan anggota Koperasi Cahaya dengan luas lahan 2 Haanggota, dan Koperasi Hemat dengan Sinunukan IV pada lahan 1,8 Ha orang. Keanggotaan petani dalam Koperasi Unit Desa menyebabkan petani memperoleh pendapatan yang sama dari hasil perkebunan kelapa sawit setiap bulan untuk setiap Koperasi Unit Desa di setiap Desa. Sehingga diambil rata-rata pendapatan selama 2 tahun terakhir atau 24 bulan. Sehingga jumlah populasi sampel adalah 24 Hasil uji t independen dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Analisis Uji t Independen No. Uraian PIR Profit Share 1 Jumlah 24 24 2 Rata-rata Pendapatan 4.158.333 3.875.000 3 Standar deviasi 468.964,32 445.508,99 4 Signifikasi 0,037 5 t-hitung 2,146 6 t- tabel α 0.05 1,67 Sumber : Diolah dari Data Primer, 2011 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil analisis uji beda rata-rata untuk sampel independen menunjukkan perbedaan pendapatan petani dengan program kemitraan pola PIR dan Profit Share. Pendapatan rata-rata petani pola PIR sebesar Rp. 4.158.333,- dan rata- rata pendapatan profit share Rp. 3.875.000,-. Pendapatan Petani pola PIR lebih besar dari pola Profit Share dimana rata-rata pendapatan lebih besar 7.31 dibandingkan Profit Share. Peningkatan pendapatan petani plasma sesuai dengan Hipotesis yang diajukan yaitu terdapat perbedaan antara petani pola kemitraan PIR dan Profit Share yang berarti H 1 diterima dan H Daniel 2002 menyatakan luas penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses produksi ataupun usaha tani. Kepemilikan luas ditolak. Secara statistik terdapat perbedaan yang nyata antara pendapata PIR dengan Profit Share dapat dilihat dari t hitung lebih besar dari t tabel, dimana t hitung sebesar 2.146 dan t tabel 1. 67 dengan tingkat signifikasi sebesar 0,037 dengan selang kepercayaan α = 0,05. Perbedaan pendapatan petani pola PIR dan Profit Share disebabkan perbedaan luas lahan, dimana pola PIR terdiri dari 2 Ha dan Profit Share 1,8 Ha. Efisiensi luas lahan sangat mempengaruhi produktivitas perkebunan. Selain perbedaan luas lahan produktivitas juga dipengaruhi pengelolaan tekhnis dan pengelolaan keuangan yang ditangani panitia pengurus koperasi. Pengurus koperasi pola PIR lebih terampil dan mampu menerapkan pola manajemen tekhnis dan keuangan yang diberika perusahaan inti dibawah pengawasan pihak Dinas yang mengurusi masalah Koperasi yaitu Dinas Perindustrian Perdagangan, Koperasi, UKM dan Pasar Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal. Universitas Sumatera Utara lahan yang sempit sudah pasti kurang efisien dibanding lahan yang lebih luas. Keterbatasan luas lahan yang terjadi di Sinunukan II dan IV dikarenakan banyaknya transmigran yang menjual lahan perkebunannya, sehingga lahan transmigran yang dapat dipastikan terhindar dari sengketa lahan adalah 1,8 Haanggota koperasi plasma. Masalah luas lahan ini juga menyebabkan konstruksi perkebunan di Sinunukan II dan IV baru dapat dilaksanakan pada tahun 2005, sedangkan Desa Sinunukan I dan III dengan pola PIR telah dilaksanakan tahun 2004. Semakin sempit luas lahan semakin tidak efisien usaha tani yang dilakukan kecuali usahatani dilakukan dengan tertib, administrasi yang baik dan tekhnologi yang tepat. Karena penerapan tekhnologi untuk luasan yang sempit cenderung akan berlebihan hal ini erat hubungannya dengan konversi luas hektar, dan menjadikan usaha tidak efisien. Produktivitas maksimum tidak terlepas dari pengelolaan usaha tani optimal. Tabel 6. Produktivitas Pola PIR dan Profit Share No. Tahun Produktivitas TonHa PIR Profit Share 1 2008 217,80 - 2 2009 227,78 200,85 3 2010 218,72 209,16 4 2011 229,10 200,10 Sumber : Diolah dari Data Primer, 2011 Produktivitas perkebunan pola PIR lebih tinggi dari pada produktivitas pola Profit Share. Perbedaan produktivitas pada Tabel 6. dimulai sejak tahun 2009, dimana produktivitas perkebunan pola PIR sebesar 227, 78 Ton Ha sedangkan pola Profit Share 200, 85 TonHa, tahun 2010 produktivitas pola PIR 218,72 TonHa dan Profit Universitas Sumatera Utara Share 209,16, pada tahun 2011 produktivitas pola PIR 229,10 TonHa dan pola Profit Share 200,10 TonHa. Hal ini menunjukkan program kemitraan pola PIR yang terdapat di Sinunukan I dan III lebih baik dari pada program pola kemitraan pola Profit Share di Sinunukan II dan IV, walaupun memiliki perusahaan inti yang sama. Perbedaan keunggulan program ini disebabkan perbedaan luas lahan dan latar belakang status sosial penduduk desa.Anggota petani pola PIR 80 Jawa adalah Suku 10 Nias dan 10 Batak, sedangkan petani Profit Share 40 adalah Suku Jawa, 30 Suku Batak, dan 30 Suku Nias. Tidak dapat dielakkan bahwa karakteristik etnik sangat berpengaruh pada kemampuan mengorganisir kegiatan perkebunan. Etnik Jawa pada umumnya lebih terbuka dan mau diajak bekerja sama dibanding etnik Jawa dan Nias. Sehingga lebih mudah menyerap informasi dan tekhnologi baik dalam pelatihan tekhnis dilapangan maupun pengelolaan manajemen keuangan dan berpengaruh pada tingkat produktivitas perkebunan.

4.4. Analisis Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Mengikuti Pola Kemitraan PIR