Daerah Aliran Sungai DAS Pemukiman Penduduk pada Daerah Aliran Sungai

Komponen sedimen yang dimaksud adalah sedimen dasar bed load dan sedimen tersuspensi suspended load, namun dalam eko–hidrolik yang dimaksud dengan sedimen tidak hanya sedimen anorganik, namun juga sedimen organik, karena sebenarnya semua yang terlarut dan mengalir dalam aliran air sungai terkait langsung dengan penyediaan substrat makanan untuk ekologi sungai. Sedimen anorganik misalnya lumpur, pasir, kerikil, dan batu. Sedimen organik adalah serasah daun yang sedang dan telah membusuk, kayu–kayuan yang ikut terbawa hanyut, humus yang terlarut, serta mikroorganisme, benthos, dan plankton yang terbawa aliran air.

2.4 Daerah Aliran Sungai DAS

Daerah Aliran Sungai DAS secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayahkawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi punggung bukit yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi Suripin, 2002. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, wilayah sungai merupakan gabungan dari beberapa Daerah Aliran Sungai DAS. Areal DAS meliputi seluruh alur sungai ditambah areal dimana setiap hujan yang akan jatuh di areal tersebut mengalir ke sungai yang bersangkutan. Suatu DAS terdiri atas dua bagian utama, yaitu daerah tadahan catchment area yang membentuk daerah hulu atau daerah kepala sungai, dan daerah penyaluran air yang berada di bawah daerah tadahan. Daerah penyaluran air dapat dibagi menjadi dua daerah, yaitu daerah tengah dan daerah hilir. Daerah tadahan merupakan daerah sumber air bagi DAS yang bersangkutan, sedang daerah penyaluran air berfungsi untuk menyalurkan air turah excess water dari sumber air ke daerah penampungan air, yang berada di sebelah bawah DAS. Daerah penampungan air dapat berupa danau atau laut.

2.5 Pemukiman Penduduk pada Daerah Aliran Sungai

Permukiman berdasarkan UU Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sedangkan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Dengan demikian perumahan merupakan wadah fisik, sedangkan permukiman merupakan paduan antara wadah dengan isinya yaitu manusia yang hidup bermasyarakat dengan unsur budaya dan lingkungannya. Menurut Hadi 2001 permukiman berwawasan lingkungan merupakan permukiman yang mampu mengakomodasikan dan mampu mendorong proses perkembangan kehidupan di dalamnya secara wajar dan seimbang dengan mamadukan kepentingan ekonomi, ekologi, dan sosial. Menurut kajian Southeast Asia Urban Environmental Management Applications Project Urban Environmental Management Field of Study SEA-UEMA tahun 2010, tingginya laju urbanisasi di perkotaan di negara-negara berkembang belum dapat sepenuhnya diantisipasi. Akibatnya, hal ini memicu meningkatnya kebutuhan akan lahan di perkotaan, pelayanan dasar serta fasilitas infrastruktur yang memadai. Hal tersebut sejalan dengan kian meningkatnya laju urbanisasi yang berpotensi menyebabkan terabaikannya lingkungan di perkotaan terutama di daerah pinggiran dimana masyarakat miskin umumnya bermukim. Kawasan bantaran sungai adalah contoh tipe lahan dengan karakteristik tersebut di atas, dimana mayoritas penduduknya miskin hidup dan bermukim di sana. Fasilitas fisik utama dan pelayanan dasar di kawasan tersebut sangatlah tidak memadai. Pelayanan pemerintah terhadap penanganan sampah, penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan belum dapat dikatakan baik karena sejumlah alasan. Pertama, hunian tersebut umumnya ilegal, sehingga penyediaan fasilitas pelayanan umum tidak memungkinkan. Kedua, penghuni biasanya berstatus miskin, sehingga mereka tidak memiliki kemampuan untuk membayar biaya pelayanan, dan dari sudut pandang penyedia layanan, hal ini tidak memberikan keuntungan. Ketiga, adanya peringatan secara terus menerus dari pemerintah mengenai ketidakpastian status hukum dari pemukim, mengakibatkan enggannya penyedia layanan untuk mengembangkan kualitas pelayanan di kawasan tersebut SEA-UEMA, 2010. Meskipun ditinjau dari lokasinya yang masih berada di perkotaan atau tepatnya di pinggiran perkotaan, fasilitas pelayanan dasar dan infrastruktur masih kurang memadai. Pada akhirnya, masyarakat menjadi terbiasa dengan pola hidup yang kurang higienis. Pembuangan sampah ke sungai bahkan buang hajat di sungai sudah menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat sekitar. Padahal, masyarakat sekitar juga menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari. Perilaku seperti ini mengakibatkan terjangkitnya masyarakat oleh berbagai macam penyakit yang menular melalui media air SEA-UEMA, 2010.

2.6 Sistem Pengolahan Air Bersih