16
3. Osteoblas dan Pembentukan Tulang
Osteoblas memiliki peran penting dalam membentuk dan menjaga arsitektur skeletal. Sel ini bertanggung jawab untuk deposisi matriks tulang dan untuk
regulasi osteoklas, mononuklear dan berakhir dengan differensiasi sel yang terspesialisasi Canhão dkk., 2005. Osteoblas merupakan sel pembentuk tulang
yang bertanggung jawab terhadap proses mineralisasi matriks tulang dengan cara mensekresi kolagen tipe I serta melepaskan kalsium, magnesium, dan ion fosfat
Kalfas, 2001. Selama perkembangan dan maturasi, osteoblas mengekspresikan gen-gen yang spesifik. Osteoblas tidak pernah tampak atau berfungsi secara
individual, tetapi selalu dalam kelompok-kelompok sel kuboid di sepanjang permukaan sel. Osteoblas yang matur akan mensekresi osteoid, kolagen tipe I,
faktor pertumbuhan, dan alkalin fosfatase. Proses pembentukan tulang terjadi melalui tiga proses yaitu produksi proliferasi, maturasi matrik osteoid, kemudian
dilanjutkan dengan mineralisasi Baron dkk., 2002; Lerner, 2004. Selama proliferasi beberapa protein matriks ekstra seluler procollagen I, TGF ß, dan
fibronektin dapat dideteksi. Fase maturasi matriks ditandai dengan adanya ekspresi alkalin fosfatase
ALP. Pada awal mineralisasi matriks gen untuk protein seperti
osteocalcin
OC,
bone sialoprotein
BSP, dan
osteopoentin
OPN terekspresi saat mineralisasi sudah selesai. Deposisi kalsium dapat divisualisasikan
menggunakan metode pewarnaan. Analisis tulang dengan penanda spesifik sel seperti ALP, OC, dan kolagen tipe 1 atau deteksi mineralisasi fungsional biasanya
digunakan untuk membedakan osteoblas secara
in vitro
Kasperk, 1995.
17
4. Mekanisme Aksi Bisfosfonat
Bisfosfonat adalah obat yang digunakan untuk menekan
turnover
tulang melalui efek pada osteoklas Borromeo, dkk. 2011.
Bisfosfonat merupakan analog sintesis dari
pyrophosphat inorganik
PPi, regulator endogen dalam proses mineralisasi Rogers, 2003. Perbedaan struktur bisfosfonat dengan PPi hanya
terletak pada keberadaan atom C sentral yang tidak dapat terhidrolisis serta adanya keberadaan gugus terminal R1 dan R2 yang terikat pada atom C sentral
pada struktur bisfosfonat yang tidak dimiliki oleh PPi. Konfigurasi struktur sentral bisfosfonat yaitu C-R1 dan R2 adalah kunci yang menentukan kemampuan
bisfosfonat dalam menghambat proses resorbsi. Keberadaan atom Nitrogen atau group amino akan meningkatkan potensi anti-resorbtif bisfosfonat secara relatif
signifikan bila dibandingkan dengan bisfosfonat yang tidak mengandung nitrogen ataupun group amino. Bisfosfonat non-nitrogen merupakan bisfosfonat generasi
awal seperti etidronat, clodronat, dan tiludronat yang memiliki struktur paling mirip dengan PPi. Berbeda dengan bisfosfonat gerenasi awal, bisfosfonat generasi
ke-2 dan 3 seperti alendronat, risendronat, ibandronat, pamidronat, dan asam zoledronik memiliki kandungan nitrogen pada sisi rantai R2 Drake, dkk. 2008.
Menurut Fleish 1998 penghambatan resorpsi tulang oleh bisfosfonat dapat dijelaskan melalui 4 mekanisme aksi yaitu: a menghambat pembentukan
osteoklas, b menghambat perlekatan osteoklas, c memperpendek umur osteoklas, dan d menghambat aktivitas osteoklas. Menurut Ghoneima dkk. 2010
Bisfosfonat menghambat diferensiasi dan aktivitas osteoklas serta memutus perlekatan osteoklas yang sudah matang pada tulang, dan memicu terjadinya
apoptosis Gambar 2.1.
18
Gambar 2.1. Mekanisme aksi bisfosfonat Ghoneima dkk., 2010
Penelitian Sato dkk. 1991 menyimpulkan bahwa target akhir bisfosfonat adalah osteoklas. Efek bisfosfonat secara langsung dapat mengakibatkan perubahan
morfologi osteoklas baik secara
in vitro
maupun
in vivo
. Penelitian lain melaporkan bahwa perubahan morfologi osteoklas hanya terjadi ketika sel tersebut meresorpsi
matriks kalsium secara aktif atau ketika bisfosfonat diinjeksi langsung ke dalam sel. Perubahan morfologi osteoklas tidak akan terlihat apabila bisfosfonat diberikan
ketika osteoklas tidak aktif Fleisch, 1998. Fleisch 1998 juga melaporkan bahwa berkurangnya resorpsi tulang
dikarenakan adanya peningkatan keseimbangan kalsium dan mineral yang mengisi tulang. Hal tersebut mungkin dikarenakan adanya peningkatan pada absorbsi
kalsium intestinal. Keseimbangan yang meningkat tersebut adalah alasan pemberian bisfosfonat pada manusia yang menderita osteoporosis. Bisfosfonat
dapat mengurangi resorpsi tulang dan meningkatkan kepadatan mineral tulang sehingga dapat diberikan pada pasien osteoporosis pasca menopause dan
pengobatan kortikosteroid yang dapat memacu resorpsi tulang, yaitu pengobatan penyakit tumor tulang dan osteoporosis.
19
Dilihat dari strukturnya, bisfosfonat dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu bisfosfonat sederhana simple-BPs dan bisfosfonat yang mengandung atom
nitrogen N-BPs. Non-Nitrogen BPs simple BPs diubah menjadi analog ATP yang bersifat tidak dapat dihidrolisis di dalam sel, yang bersifat toksik bagi sel.
Disisi lain N-BPs seperti: pamidronate, alendronate, dan risendronate akan menghambat
farnesyl pyrophosphate synthase
enzym dalam jalur mevalonate. Penghambatan
ini akan
menyebabkan tidak
terbentuknya
isoprenoid geranylgeranyl pyrophosphate
GGPP. Dengan tidak terbentuknya GGPP, maka tidak terjadi prenilasi beberapa protein-protein kecil GTPase Ras,Rho,dll. yang
bertanggung jawab mempertahankan integritas sitoskeletal dan signaling intrasel pada sel osteoklas. Tidak adanya integritas sitoskeletal sel osteoklas menyebabkan
ruffled border
tidak terbentuk, akhirnya osteoklas tidak dapat melakukan aktivitas resorpsi dan mengalami apoptosis Ghoneima dkk., 2010 Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Efek N-BPs menghambat
farnesyl pyrophosphate synthase
dalam jalur mevalonate Ghoneima dkk., 2010
20
Bisfosfonat risedronat menunjukkan profil yang berbeda, dengan ikatan enzim yang tinggi dan afinitas tulang yang sedang. Diantara bisfosfonat lain,
risedronat merupakan inhibitor FPPS
farnesyl pyrophosphate synthase
yang kuat. Dibutuhkan sedikit risedronat untuk mengikat pada permukaan hidroksi apatit
dibandingkan aledronat, ibandronat dan zoledronat saat saturasi Nancollas, 2006. Bisfosfonat saat ini dikaitkan dengan osteonekrosis rahang terutama
penggunaan bisfosfonat pada kasus keganasan. Disebut sebagai
osteonecrosis associated jaw
ONJ, dengan kondisi area tulang terbuka pada regio maksilofasial. ONJ adalah kondisi yang relatif baru, dengan pengetahuan mengenai patofisiologi
dan manajemen yang terus-menerus dikembangkan. American Society for Bone and Mineral Research ASBMR mendefinisikan kasus ONJ sebagai area tulang
terbuka di regio maksilofasial yang tidak sembuh dalam delapan minggu setelah teridentifikasi oleh tenaga kesehatan pada pasien yang menerima paparan
bisfosfonat dan tidak mendapat terapi radiasi pada regio kraniofasial Borromeo dkk. 2011. Osteonekrosis rahang ONJ dijumpai pada pasien yang
mengkonsumsi bisfosfonat untuk terapi yang berkaitan dengan berbagai penyakit pada tulang. Insidensinya 0,8-12 yang mendapatkan terapi bisfosfonat secara
intravena dan 0,01-0,04 secara peroral Mavrokokki dkk., 2007. Efek samping lain adalah demam, pusing, penglihatan kabur, mata merah dan sakit kepala.
Demam yang berhubungan dengan bifosfonat biasanya ringan 100-101° F dan biasanya hanya terlihat setelah infus intravena obat. Demam dapat berlangsung
selama beberapa jam. Beberapa pasien dapat mengalami reaksi kulit seperti ruam, gatal-gatal atau kemerahan yang dapat memperburuk pada paparan sinar matahari.
21
Penggunaan bifosfonat dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan disfungsi ginjal pada beberapa kasus Ananya Mandal, 2014.
5. Alkalin Fosfatase