2.1.5 Pengertian Halal
Pengertian Halal menurut Departemen Agama yang dimuat dalam KEPMENAG RI No 518 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan dan Penetapan Pangan
Halal adalah: “…tidak mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak bertentangan dengan syariat
Islam”. Segala sesuatu yang diciptakan Allah di muka bumi ini pada asalnya adalah halal dan mubah. Tidak ada satupun yang haram, kecuali karena ada nas
yang sah dan tegas dari syari’ yang membuat hukum itu sendiri, yaitu Allah dan Rasul-Nyayang mengharamkannya. Sebagaimana firman Allah dalam al-quran:
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan
hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, Padahal kamu mengetahui.” Q.S. Al-
Baqarah: 29 Halal dalam bahasa Arab berasal dari kata halla, yahillu, hillan, yang
berarti membebaskan, melepaskan,memecahkan, membubarkan dan membolehkan.Sedangkansecara etimologi halal berarti hal-hal yang boleh dan
dapatdilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuanyang melarangnya. Suatu benda atau perbuatan tidak terlepas dari lima perkara, yaitu
halal, haram, syubhat, makruh dan mubah. Terhadap barang yang halal secara mutlak kita disuruh oleh Allah untuk memakannya; sedangkan terhadap yang
haram kita disuruh untuk menjauhinya. Karena makanan yang halal itu dapat menambah cahaya iman dan membuat terkabulnya do’a.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6 Syarat Halal
Proses suatu produk makanan atau minuman agar termasuk dalam klasifikasi sertifikasi halal adalah proses yang sesuai dengan standard halal yang
telah ditentukan oleh agama Islam. Diantara standard-standard tersebut adalah: a. Tidak mengandung babi atau produk-produk yang berasal dari babi serta tidak
menggunakan alkohol sebagai ingridient yang sengaja ditambahkan. b. Daging yang digunakan berasal dari hewan halal yang disembelih menurut
tata cara syariat Islam. c. Semua bentuk minuman yang tidak beralkohol.
d. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat pengelolaan dan tempat transportasi tidak digunakan untuk babi atau barang
tidak halal lainnya, tempat tersebut harus terlebih dahulu dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syari’at Islam
Pembagian hewan halal dalam islam ada dua yaitu: 1. Hewan-hewan yang dapat dikendalikan atau dijinakkan, seperti unta, sapi,
kambing dan hewan jinaklainnya seperti burung-burung yang pelihara di rumah.
2. Hewan- hewan liar dan tidak dapat dikendalikan. Hewan-hewan tersebut agar dapat dimakan dengan halal, maka Islam
memberikan persyaratan yaitu dengan menyembelihnya sesuai aturan syara’. Penyembelihan yang sesuai menurut syariat, hanya bisa sempurna jika telah
terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Hewan tersebut harus disembelih atau ditusuk dengan suatu alat yang tajam yang dapat mengalirkan darah dari hewan tersebut. Sebagaimana
hadist Rasulullah SAW “Alirkanlah darahnya dengan apa saja yang kamu suka, dan sebutlah nama Allah atasnya.” Riwayat Ahmad, Abu Daud,
Ibnu Majah, Hakim dan Ibnu Hibban. 2. Penyembelihan harus dilakukan di leher hewan tersebut. Yaitu kematia
hewan tersebut adalah sebagai akibat dari terputusnya urat nadi atau kerongkongannya.
3. Tidak menyebut nama selai Allah. “Yang disembelih atas nama selain
Allah…dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala.” Al- Maidah:3
4. Menyebut nama Allah ketika menyembelih, Al-quran mengatakan, “Maka makanlah binatang-binatang yang halal yang disebut nama
Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman pada ayat-ayat-Nya.” Al-An’am:118
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesengguhnya perbuatan yang
semacam itu adalah suatu kefasikan.” Al-An’am:121 Dan sabda Rasulullah SAW:
“Apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebut nama Allah atasnya, maka mkanlah dia.” Riwayat Bukhari
Universitas Sumatera Utara
2.1.7 Labelisasi Halal