Hipotesis Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Pencemaran Udara

di udara, dapat dilakukan dengan menganalisa daun tanaman. Atas dasar pemikiran tersebut, maka akan dilakukan analisa mengenai kadar Pb yang ada di daun Angsana di Kampus I UIN Jakarta dan pengaruhnya terhadap klorofil, stomata serta epidermis daun Angsana.

1.2 Rumusan Masalah

Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di Kampus I UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyebabkan penurunan kualitas udara akibat dari gas buang kendaraan bermotor. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Berapa kadar Pb yang terdapat di dalam jaringan daun Angsana di Kampus I UIN Jakarta? 2. Bagaimanakah pengaruh Pb terhadap klorofil daun Angsana dan pengaruh Pb terhadap stomata dan jaringan epidermis daun Angsana di Kampus I UIN Jakarta?

1.3 Hipotesis Penelitian

1. Semakin banyak kendaraan bermotor maka semakin tinggi kadar Pb yang berada di dalam jaringan daun Angsana. 2. Semakin tinggi kadar Pb dalam jaringan daun, maka jumlah kandungan klorofil di daun Angsana akan sedikit.dan akan berpengaruh terhadap stomata dan jaringan epidermis daun Angsana.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kadar Pb yang terdapat di dalam jaringan daun Angsana di Kampus I UIN Jakarta. 2. Untuk mengetahui pengaruh Pb terhadap klorofil pada daun Angsana dan pengaruh Pb terhadap stomata dan jaringan epidermis daun Angsana di Kampus I UIN Jakarta

1.5 Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat : 1. Memberikan informasi tentang kualitas udara di Kampus I UIN Jakarta. 2. Memberikan informasi tentang efek fisiologis akibat pencemaran Pb khususnya terhadap tanaman. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Udara

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 1999, yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya zat, energi dan atau komponen lain ke udara ambien oleh kegiatan manusia sehingga kualitas udara ambien turun hingga ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Polusi udara adalah istilah yang luas yang digunakan untuk segala pengotoran partikel, kimia, dan biologi yang memodifikasi karakteristik alam dari atmosfir bumi. Beberapa gangguan fisik seperti polusi suara, panas radiasi, atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara Polusi Udara, 2003. Menurut Siregar 2005, ada dua bentuk emisi dari dua unsur atau senyawa pencemar udara, yaitu: 1. Pencemar udara primer Primary Air Pollution, yaitu emisi unsur-unsur pencemar udara langsung ke atmosfer dari sumber-sumber diam pabrik maupun bergerak kendaraan. Biasanya pencemar udara primer ini mempunyai waktu paruh di atmosfer yang tinggi pula, misalnya CO, CO 2 , NO 2 , SO 2 , CFC, Cl 2 , dan lain sebagainya. 2. Pencemar udara sekunder Secondary Air Pollution, yaitu emisi pencemar udara dari hasil proses fisik kimia di atmosfer dalam bentuk fotokimia photochemistry yang umumnya bersifat reaktif dan mengalami transformasi fisik-kimia menjadi unsur atau senyawa. Bentuknya pun berbeda dari saat diemisikan hingga setelah ada di atmosfer, misalnya ozon O 3 , aldehida, hujan asam, dan lain sebagainya. Lebih lanjut Siregar 2005 menyatakan bahwa berdasarkan sebaran ruang, sumber pencemar udara dapat dikelompokkan menjadi sumber titik, sumber wilayah, dan sumber garis. Menurut sumber pencemarannya, emisi pencemar udara dapat dibedakan menjadi sumber diam yaitu berupa kegiatan industri dan rumah tangga, dan sumber bergerak yaitu berupa kendaraan bermotor yang berkaitan dengan transportasi. Berdasarkan penelitian Indriasari 2007, kadar Pb per meter kubik udara di Jakarta pada tahun 2003 sebanyak 0,02 miligram per desiliter. Angka itu memang tergolong lebih kecil dibandingkan dengan standar internasional yang menetapkan 2 gram per desiliter. Hal ini terjadi karena sejak tahun 2001, Jakarta sudah menggunakan bensin tanpa Pb. Pencemaran Pb paling besar memang berada di udara, yaitu sebesar 85. Pencemaran itu paling banyak dihasilkan oleh emisi gas buang kendaraan yang belum bebas Pb. Jumlah Pb di udara dipengaruhi oleh volume atau kepadatan lalu lintas, jarak dari jalan raya dan daerah industri, percepatan mesin dan arah angin dan tingginya kadar Pb pada tumbuhan juga dipengaruhi oleh sedimentasi Siregar, 2005. Salah satu cara pemantauan pencemaran udara adalah dengan menggunakan tanaman sebagai bioindikator. Kemampuan masing-masing tanaman untuk menyesuaikan diri berbeda-beda, sehingga menyebabkan adanya tingkat kepekaan, yaitu sangat peka, peka dan kurang peka resisten. Berdasarkan penelitian Udayana 2004, tingkat toleransi tanaman terhadap zat pencemar udara terbagi atas empat, yaitu tanaman yang toleran contohnya kihujan Samanea saman, dan dadap merah Erythrina crista-galli, tanaman yang cukup toleran contohnya akasia Acacia auriculiformis dan bintaro Carbera manghas, tanaman yang toleran sedang contohnya angsana Pterocarpus indicus, glodogan bulat Polyalthia fragrans, aksia mangium Acacia mangium, kesumba Bixa orellana, cemara laut Casuarina equisetifolia dan cemara norfolk Araucaria heterophyla dan tanaman yang sensitif contohnya asam londo Pithecellobium dulce, mahoni Swietenia macrophylla, sengon Paraserianthes falcataria dan tanjung Mimusops elengi. Penelitian Agustini 1994, menyatakan bahwa tanaman Angsana termasuk ke dalam tanaman yang resisten terhadap pencemaran udara. Oleh karena itu, tanaman merupakan bioindikator yang baik dan daun adalah bagian tumbuhan yang paling peka terhadap pencemar Karliansyah, 1999. Berdasarkan penelitian Sirnamala, 2005 menunjukkan tingkat pencemaran kandungan Pb yang banyak terakumulasi yaitu pada daun Mahoni Swietenia mahagoni, Angsana Pterocarpus indicus dan Glodogan Polyalthia longifolia, sedang untuk tumbuhan jalur hijau yang paling banyak mengakumulasi Pb pada kulit batangnya adalah Angsana kemudian Mahoni dan Glodogan, untuk jumlah stomata yang paling banyak dan paling efektif untuk taman kota sebagai tanaman jalur hijau adalah dari pohon suku Leguminoceae. Tanaman sebagai elemen lansekap jalan memiliki potensi dan peran penting sebagai penyerap dan penjerap polutan udara. Tanaman mempunyai fungsi morfologis, seperti bentuk daun, ketebalan daun, jumlah stomata, keberadaan trikoma dan sebagainya yang menunjang potensi penyerapan polutan udara. Proses penyerapan gas oleh tanaman terjadi terutama pada daun. Sebagian besar pertukaran gas di dalam daun terjadi melalui stomata Nugrahani, 2005. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup 2004, penyusunan jalur hijau jalan memiliki beberapa fungsi yaitu : 1. Fungsi perlindungan, yaitu perlindungan bagi pengguna jalan terhadap panas matahari, hujan dan angin. 2. Fungsi pembersih udara di mana tanaman dapat menjadi penyerap polutan udara baik yang berupa debu atau partikel dan yang berupa gas berbahaya bagi manusia. 3. Fungsi konservasi tanah, air dan tempat bagi kehidupan satwa. 4. Fungsi produksi, yang berupa hasil kayu, bunga, daun, buah dan akar yang dapat bermanfaat bagi manusia. 5. Fungsi estetika, di mana elemen tanaman di sepanjang jalan harus dapat memberi kompensasi keindahan dan kenyamanan terhadap lingkungan sekitar jalan. Tanaman mampu menurunkan konsentrasi partikel Pb yang melayang di udara. Hal ini disebabkan karena pepohonan dapat meningkatkan turbulensi aliran udara angin Dahlan, 1989. Lebih lanjut, Karliansyah 1997 menyatakan bahwa tanaman efektif sebagai akumulator partikel pencemar udara. Tanaman yang digunakan sebagai indikator pencemaran udara dapat memperlihatkan adanya pencemar di dalam jaringannya. Pencemar tersebut akan melekat pada daun tanaman atau tersimpan di daun. Partikel-partikel yang terakumulasi di atas permukaan daun menyebar heterogen, baik antara satu daun dengan daun lainnya yang berdampingan maupun pada daun itu sendiri Dahlan, 1989. Karliansyah 1997 menyebutkan bahwa daun merupakan bagian yang peka terhadap pencemar. Antara jaringan yang ada di dalam tubuh tanaman, daun merupakan bagian yang paling kaya akan unsur-unsur kimia, dengan demikian kemungkinan akumulasi partikel Pb di dalam jaringan daun lebih besar Rahayu, 1995. Partikel Pb dari udara akan menempel pada permukaan daun dan dapat masuk ke dalam jaringan daun melalui mekanisme penyerapan pasif melewati celah stomata dan selanjutnya terakumulasi di dalamnya. Diameter rata-rata partikel Pb adalah 2 μm, lebih kecil dari ukuran celah stomata yang berkisar 10 μm dengan lebar 2-7 μm, sehingga menyebabkan partikel tersebut mudah masuk melewati stomata Rangkuti, 2003.

2.2 Logam Timbal