Penyempurnaan rumusan dalam ketentuan pidana yang semula tertulis “setiap orang” diubah menjadi “barang siapa” dengan maksud untuk menghindari penafsiran yang keliru
bahwa pelanggaran oleh badan hukum tidak termasuk dalam tindakan yang diancam dengan sanksi pidana tersebut. Selain perlindungan merek barang dan jasa, di dalam Undang-Undang
ini diatur pula perlindungan terhadap indikasi geografis dan indikasi asal.
61
Menurut Pasal 85 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, pemilik atau pemegang hak atas merek diberi perlindungan hukum lain yang tidak diberikan oleh Undang-
Undang Merek sebelumnya, yaitu dalam wujud penetapan sementara pengadilan untuk memberikan kesempatan lebih luas dalam penyelesaian sengketa.
Hak atas merek jasa terdaftar yang cara pemberian jasa dan hasilnya sangat erat kaitannya dengan kemampuan dan ketrampilan pribadi seseorang, dapat dialihkan maupun
dilisensikan kepada pihak lain dengan ketentuan harus disertai dengan jaminan kualitas dari pemilik merek tersebut. Semula pengalihan tidak dapat dilakukan. Dalam Undang-Undang
No. 15 Tahun 2001 tentang Merek selanjutnya ditentukan bahwa pengalihan untuk merek jasa terdaftar yang tidak dapat dipisahkan dari kemampuan, kualitas, atau ketrampilan pribadi
pemberi jasa yang bersangkutan dapat dialihkan dengan ketentuan harus ada jaminan terhadap kualitas pemberian jasa. Hal ini perlu ditegaskan untuk menjaga dan melindungi
kepentingan konsumen.
E. Ketentuan Khusus Pendaftaran Merek Tanpa Hak
Usaha untuk meraih predikat merek terhadap suatu produk bukan hal yang mudah. Pemilik merek membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit untuk menjadikan merek.
Salah satu caranya adalah dengan medaftarkan mereknya diberbagai negara. Hal itu menuntut diperlunya ketentuan khusus dalam pendaftaran merek, karena kalau suatu barang sudah
61
Erma Wahyuni, S.H., T. Syaiful Bahri, Hessel Nogi S. Tangkilisan., Kebijakan Dan Managemen Hukum Merek, Penerbit YPAPI
Universitas Sumatera Utara
terkenal degan merek tertentu maka merek inilah yang dijadikan pegangan untuk memperluas pasaran luar negeri dari barang yang bersangkutan.
62
Permohonan pendaftaran merek dalam daftar umum ditolak apabila yang didaftarkan adalah :
1. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek yang sudah
terkenal milik pihak lain untuk barang danatau jasa yang sejenis pasal 6 ayat 1b UUM No.15 Tahun 2001
2. Merupakan atau menyamai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang
dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak pasal 6 ayat 3a UUM No.15 Tahun 2001
Pasal 6 bis Konvensi Paris versi Stockholm 1967, menentukan bahwa merek terkenal yang telah dipakai oleh pemakai merek yang beritikad tidak baik, maka selalu dapat
dimintakan pembatalannya atau dilakukan pembatalan oleh pejabat pendaftaran. Dalam pasal 6 bis ayat 3 dinyatakan bahwa tidak ada jangka waktu yang ditentukan untuk meminta
pembatalan daripada merek itu atau larangan untuk memakai merek terdaftar tersebut jika dipakainya dengan itikad buruk in bad faith.
Walaupun tidak terdaftar, pemilik merek terkenal dapat mengajukan gugatan untuk pendaftaran pembatalan merek setelah mengajukan pendaftaran pada Direktorat Jenderal
Merek.
63
62
Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, Op.cit, hal 34
Maksud dari ketentuan tersebut adalah untuk memberikan perlindungan secara terbatas kepada pemilik merek terkenal yang tidak terdaftar dan mendorong pemilik merek
terkenal untuk medaftarkan mereknya. Dalam permohonan peninjauan kembali dari NIKE International Ltd., Mahkamah Agung telah mengabulkan gugatan pembatalan merek NIKE
International Ltd sebagai satu-satunya dan pemakai pertama di Indonesia dari merek dagang
63
Sudargo Gautama dan R. Winata, Komentar Atas UUM Baru, Op.cit, hal 96
Universitas Sumatera Utara
NIKE di Indonesia. Pemakaian merek terkenal atau pemakaian merek mirip dengan merek terkenal milik orang lain secara tidak berhak juga dapat menyesatkan masyarakat tentang
asal-usul tentang kualitas barang. Saat ini perlindungan terhadap merek telah diperlukan daripada yang ditentukan
dalam pasal 6 bis Konvensi Paris, seperti yang tercantum dalam persetujuan TRIPs bahwa pembatasan peniruan oleh pihak lain tidak hanya terhadap pemakaian ”barang sejenis” tetapi
juga terhadap pemakaian ”barang yang tidak sejenis”. Negara anggota dari Paris Union ini menerima secara exofficio, jika perundang-undangan mereka memperbolehkan atau atas
permohonan daripada pihak yang berkepentingan untuk menolak atau membatalkan pendaftaran dan juga melarang pemakaian daripada suatu merek yang merupakan suatu
reproduksi, imitasi atau penerjemahan yang dapat menimbulkan kekeliruan to create confusion dari suatu merek yang telah dianggap oleh instansi yang berwenang daripada
negara dimana merek ini, yakni didaftarkan atau dipakai sebagai merek terkenal wellknown mark, di dalam negara itu, yakni sebagai suatu merek dari seorang yang berhak atas fasilitas
menurut Konvensi Paris ini dapat dipakai untuk barang-barang yang sama identik atau sebagai essential utama.
64
Pendaftaran merek tanpa hak penting dan disyaratkan oleh undang-undang bahwa merek harus di daftar. Selain berguna sebagai alat bukti yang sah atas merek terdaftar,
pendaftaran merek juga berguna sebagai dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhannya atau sama pada pokoknya yang dimohonkan oleh orang lain untuk barang
atau jasa sejenis. Dan, sebagai dasar mencegah orang lain memakai merek yang sama pada pokoknya atau secara keseluruhan dalam peredaran barang atau jasa.
Perlindungan hukum terhadap merek tanpa hak diberikan melalui proses pendaftaran. Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek menerapkan sistem konstitutif. Artinya,
64
Gautama.Sudargo, Op.Cit, hal 67
Universitas Sumatera Utara
hak atas merek diperoleh karena proses pendaftaran, yaitu pendaftar merek pertama yang berhak atas merek.
Melalui pendaftaran merek tanpa hak dikenal dua macam sistem. Sistem konstitutif dan deklaratif. Sistem deklaratif adalah sistem pendaftaran yang hanya menimbulkan dugaan
adanya hak sebagai pemakai pertama pada merek bersangkutan. Sistem deklaratif dianggap kurang menjamin kepastian hukum dibandingkan dengan sistem konstitutif berdasarkan
pendaftaran pertama yang lebih memberikan perlindungan hukum. Sistem pendaftar pertama disebut juga first to file principle. Artinya, merek yang didaftar adalah yang memenuhi syarat
dan sebagai yang pertama. Tidak semua merek dapat didaftarkan. Merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Pemohon
beritikad tidak baik adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara tidak layak dan tidak jujur, ada niat tersembunyi misalnya membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran
menimbulkan persaingan tidak sehat dan mengecohkan atau menyesatkan konsumen. Yang dapat mendaftarkan merek adalah orang atau badan hukum.
Suatu merek yang sudah terdaftar dan bersertifikat dilindungi selama 10 sepuluh tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan pendaftaran merek. Waktu ini dapat
diperpanjang lagi atas permohonan si pemilik selama waktu yang sama selama merek tetap digunakan dalam dunia bisnis. Permohonan perpanjangan diajukan dalam jangka waktu 12
bulan sebelum berakhir jangka waktu perlindungan merek yang sudah terdaftar. Bila selama 3 tiga tahun berturut-turut merek tidak digunakan akan batal.
Sengketa merek merupakan delik aduan. Gugatan dalam sengketa merek ditujukan kepada Pengadilan Niaga di daerah hukum tergugat bertempat tinggal. Putusan Pengadilan
Niaga bersifat serta merta. Artinya dapat dijalankan lebih dahulu walaupun ada upaya hukum lainnya. Tidak terbuka upaya Banding, tetapi langsung Kasasi. Ini sebagai dampak dari sifat
Pengadilan Niaga yang cepat, efektif dan efisien.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV UPAYA MENANGGULANGI PENDAFTARAN MEREK TANPA HAK
A. Analisis Terhadap Penegakan Hukum 1. Aturan-Aturan Yang Dipakai
Adapun aturan-aturan yang dipakai Hakim dalam memberikan putusan terhadap kasus merek dagang SP-36, yaitu :
1. Ketentuan Pasal 6 ayat 1 b serta penjelasan Pasal 6 ayat 1 b Undang-Undang Merek
No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan sebagaimana dimaksud dalam putusan Mahkamah Agung R.I Nomor 2659 KPdt1994.
2. Putusan Mahkamah Agung R.I dalam Merek Tancho No. 667KSip1972 jo. Putusan
Mahkamah Agung R.I No. 3485 KPdt 1992 tanggal 4 September 1995. 3.
Pasal 5, penjelasan Pasal 5 a dan penjelasan Pasal 69 ayat 2 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
4. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek lebih menitik beratkan
pada sistem konstitutifatributif yaitu memberikan perlindungan hukum kepada pemilik merek yang telah mendaftarkan mereknya.
5. Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I dalam Putusannya Nomor 1486 Kpdt1991
bertanggal 28 November 1995, Pasal 6 ayat 1 b Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 jo penjelasan Pasal 6 ayat 1 b Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001.
6. Makna dan hakekat ketentuan Pasal 1888 KUH Perdata sd Pasal 1890 KUH Perdata dan
dengan mendasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung R.I No. 6 Tahun 1994 tanggal 14 Oktober 1994 dan Yurisprudensi tetap dari Mahkamah Agung R.I No. 3038 KSip1986
tanggal 18 September 1986.
Universitas Sumatera Utara