Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Personal Hygiene pada Penderita Skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan Tahun 2016

(1)

Lampiran I : Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nelli Hartati Ritonga

Tempat/tanggal lahir : Padangsidimpuan,03 september 1995

Agama : Islam

Alamat : Jl. Jamin Ginting Gg. Pelita No.1, Medan

Nomor Handphone : 082366047965

Email : nelli.hartati@yahoo.com

Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri 200207 Padangsidimpuan (2001-2007)

2. SMP Negeri 11 Padangsidimpuan (2007-2010) 4. SMA Negeri 6 Padangsidimpuan (2010-2013) 5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2013-sekarang)

Riwayat Organisasi : 1.PEMA FK USU

2. SCORE PEMA FK USU


(2)

(3)

(4)

Lampiran IV : Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Assalamualaykum wr.wb

Saya yang bernama Nelli Hartati Ritonga, mahasiswa semester 7 dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang akan melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Personal Hygiene Pada Penderita Skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan Tahun 2016”.

Skabies merupakan penyakit kulit yang sering terjadi pada orang yang hidup dalam satu komunitas atau kelompok. Manfaat langsung dari penelitian ini adalah untuk menentukan santri yang menderita skabies. Dalam pelaksanaan penelitian ini, nantinya peneliti akan melakukan beberapa hal yang diperlukan seperti :

1. Peneliti akan melakukan wawancara dengan para santri untuk melihat ada/tidaknya 4 tanda kardinal skabies seperti gatal, adanya ruam merah yang memiliki terowongan, hidup bersama dalam satu kelompok, dan menemukan skabies.

2. Jika pada pemeriksaan hasil ditemukan 2 dari 4 tanda kardinal skabies maka itulah yang akan menjadi sampel penelitian.

3. Kemudian pada sampel tersebut akan diberikan kuesioner untuk diisi oleh santri tersebut.

4. Kepada sampel penelitian akan diberikan obat untuk penyakit skabies yang dideritanya.

Semua informasi dan hasil pemeriksaan tersebut akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan program pengembangan ilmu pengetahuan.


(5)

Demikian penjelasan ini saya sampaikan. Atas partisipasi dan kesediaannya, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

Nelli Hartati Ritonga 130100147


(6)

Lampiran V : Lembar Pernyataan Persetujuan Setelah Penjelasan (informed concent)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT) KESEDIAAN MENGIKUTI PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama :

Kelas :

Umur :

Jenis kelamin :

Telah mendapat penjelasan dan memahami sepenuhnya tentang penelitian yang akan dilakukan :

Judul Penelitian : Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku Personal Hygiene Pada Penderita Skabies Di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan Tahun 2016

Nama Peneliti : Nelli Hartati Ritonga

Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dengan ini menyatakan bersedia mengikuti penelitian tersebut secara sukarela. Bila sewaktu-waktu saya berniat mengundurkan diri, maka kepada saya tidak dikenakan sanksi apapun.

Medan, ... 2016


(7)

Lampiran IV : Lembar Kuesioner A. Pengetahuan

No Pertanyaan Jawaban

Benar Salah 1 Skabies adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

2 Di Indonesia skabies sering disebut dengan kudis dan orang Jawa sering menyebutnya gudik

3 Kutu skabies dapat bertahan di lantai kamar atau rumah

4 Tempat perkembangbiakan kutu skabies hanya di air yang kotor

5 Kondisi lingkungan yang buruk dapat menyebabkan penyakit skabies

6 Skabies hanya ditularkan melalui kutu sarcoptes scabiei betina saja

7 Berjabat tangan dapat menularkan skabies

8 Penularan skabies dapat sangat mudah menyebar di lingkungan keluarga, perkampungan padat dan pesantren/asrama

9 Skabies dapat ditularkan melalui pemakaian handuk bergantian

10 Kamar yang kurang pencahayaan sinar matahari dapat mempermudah penyebaran skabies

11 Kutu sarcoptes scabiei penyebab skabies tidak dapat hidup di tempat yang lembab

12 Sampah yang berserakan dapat menularkan skabies 13 Air merupakan sumber utama penularan skabies 14 Kamar yang tidak ada ventilasi atau kurang lancar ,

dapat mempermudah perkembangbiakan kutu sarcoptes scabiei


(8)

15 Pakaian atau handuk yang tidak dijemur sampai kering dapat dijadikan tempat perkembangbiakan kutu

sarcoptes scabiei

16 Orang yang menjaga kebersihannya dapat terkena penyakit skabies

17 Skabies dapat sembuh dengan mandi menggunakan sabun secara teratur

18 Skabies dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan

B. Perilaku personal hygiene

1. Apakah anda mandi dengan menggunakan handuk sendiri? a. Ya

b. Tidak

2. Apakah anda selalu menjemur handuk setelah digunakan untuk mandi? a. Ya

b. Tidak

3. Apakah anda menjemur handuk setelah dipakai di luar kamar yang bisa terkena sinar matahari?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah kalau mencuci pakaian selalu menggunakan tempat/wadah sendiri dan tidak dicampur dengan pakaian teman anda?

a. Ya b. Tidak

5. Apakah anda selalu tidur di tempat tidur sendiri dan tidak pernah tidur bersama teman dalam satu tempat tidur?

a. Ya b. Tidak

6. Apakah anda mandi dengan menggunakan sabun sendiri? a. Ya

b. Tidak

7. Apakah setiap selesai mandi anda mengganti pakaian? a. Ya

b. Tidak

8. Apakah anda langsung mencuci pakaian yang sudah kotor? a. Ya


(9)

9. Apakah anda mengganti alas tempat tidur setiap 3 hari sekali? a. Ya

b. Tidak

10. Apakah anda menjemur tempat tidur/kasur 1 bulan sekali? a. Ya


(10)

Lampiran VII : Hasil Uji Validitas Kuesioner Variabel Pengetahuan

HASIL UJI VALIDITAS KUESIONER VARIABEL PENGETAHUAN

Correlations

p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10 p11 p12 p13 p14 p15 p16 p17 p18 p19 p20 hasil

p1 Pearson Correlation 1 .243 .608* .308 .840* .243 .275 .793** .572* .308 .464* .793* .343 .243 .243 .139 .343 .2183 -.275 .275 .674* Sig. (2-tailed) .303 .004 .186 .000 .303 .241 .000 .008 .186 .039 .000 .139 .303 .303 .457 .139 .440 .241 .241 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p2 Pearson Correlation .234 1 .243 .061 .289 .733* .630* 192. .424 061. .058 .192 .236 .467* .467* .243 .236 .522* -.126 .378 .616* Sig. (2-tailed) .303 .303 .800 .217 .000 .003 .416 .063 .800 .808 .416 .317 .038 .038 .303 .317 .018 .597 .100 .004

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p3 Pearson Correlation .608* .243 1 308. .490* .243 .275 .327 .572* .308 .183 .327 .057 .243 .243 .216 .343 .183 .031 .275 .582* Sig. (2-tailed) .004 .303 .168 .028 .303 .241 .160 .008 .168 .440 .160 .811 .303 .303 .361 .139 .440 .898 .241 .007

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p4 Pearson Correlation .308 .061 .308 1 .367 .061 .206 .245 -.121 .560* .453* .245 -.171 .061 .061 .308 .522* .242 .252 .206 .481* Sig. (2-tailed) .186 .800 .186 .112 .800 384 .299 .612 .010 .045 .299 .471 .800 .800 .186 .036 .303 .285 .383 .032


(11)

p5 Pearson Correlation .840* 289 .490* .367 1 .289 .055 .667* .419 .367 .302 .667* .153 .289 .000 -.210 .153 .302 -.327 .055 .539* Sig. (2-tailed) .000 .217 .028 .112 .217 .819 .001 .066 .112 .196 .001 .519 .217 1.000 .374 .519 .196 .159 .819 .014

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p6 Pearson Correlation .243 .733* .243 .061 .289 1 .378 .192 .424 .061 .058 .192 .471* .467* .467* .243 .236 .522* .126 .126 .616* Sig. (2-tailed) .303 .000 .303 .800 .217 .100 .416 .063 .800 .808 .416 .036 .038 .038 .303 .317 .018 .597 .597 .416

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p7 Pearson Correlation .275 .630* .275 .206 .055 .387 1 .218 .252 .206 373. 218. .134 .126 .378 .275 .356 .373 .048 .524* .589* Sig. (2-tailed) .241 .003 .241 .384 .819 .100 .355 .285 .384 .105 .355 .574 .597 .100 .241 .123 .105 .842 .018 .328

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p8 Pearson Correlation .793* .192 .327 .245 .667* .192 .218 1 .454* .245 369. 1.000* .272 .192 .192 -.140 .272 .034 .218 .218 .559* Sig. (2-tailed) .000 .416 .160 .299 .001 .416 .355 .044 .299 .220 .246 .416 .416 .556 .246 .888 .355 .355 .897

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p9 Pearson Correlation .572* .424 .572* -.121 .419 .424 .252 .454* 1 .099 .179 .454* .385 .424 .424 -.015 .171 .390 -.252 .252 .591* Sig. (2-tailed) .008 .063 .008 .612 .006 .063 .285 .004 .678 .450 .044 .094 .063 .063 .951 .417 .089 .285 .285 .006

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p10 Pearson Correlation .308 .061 .308 .560* .367 .061 .206 .245 .099 1 .664* .245 .043 .303 .303 .015 .043 .453* .252 -.023 .527* Sig. (2-tailed) .168 .800 .186 .010 .112 .800 .384 .299 .678 .001 .299 .858 .195 .195 .951 .858 .045 .285 .924 .017

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20


(12)

Sig. (2-tailed) .039 .808 .440 .045 .196 .808 .105 .110 .450 .001 .011 .605 .068 .808 .215 .679 .605 .518 .518 .029

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p12 Pearson Correlation .793* .192 .327 .245 .667* .192 .218 1.000* .454* .245 .369 1 .272 -.537* .192 .192 -.140 .272 .034 -.218 .559* Sig. (2-tailed) .000 .416 .160 .299 .001 .416 .355 .044 .299 .110 .246 .026 .416 .416 .556 .246 .888 .355 .010

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p13 Pearson Correlation .343 .263 .057 -.171 .153 .471* .134 .727 .385 .034 .123 .272 1 .471* .707* .057 .167 .123 .312 .134 .498* Sig. (2-tailed) .139 .317 .811 .471 .519 .036 .574 .246 .094 .858 .605 .246 .036 .000 .811 .482 .605 .181 .574 .026

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p14 Pearson Correlation .243 .467* .243 .061 .289 .467* .126 .192 .424 .303 .058 .192 .471* 1 .467* .342 .471* .290 .378 -.126 .591* Sig. (2-tailed) .303 .038 .303 .800 1.000 .038 .100 .416 .063 .195 .215 .416 .000 .038 .303 .036 .215 .100 .597 .006

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p15 Pearson Correlation -.176 .243 .216 .308 -.210 243. .275 -.140 -.015 .015 -.099 -.140 .057 .203 1 .243 .236 .290 .378 .378 .666* Sig. (2-tailed) .457 .303 .361 .186 .347 .303 .241 .556 .951 .951 .679 .556 .811 .434 .303 .317 .215 .100 .100 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p16 Pearson Correlation .343 .263 .343 .471* .153 263. .356 .272 .171 .043 .123 272. .167 .243 .243 1 .343 .138 .642* .275 .338 Sig. (2-tailed) .139 .317 .139 .036 .519 .317 .123 .246 .471 .858 .065 .246 .482 .303 .303 .139 .440 .002 .241 .145

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p17 Pearson Correlation .138 .522* .183 .242 .302 .522* .373 .034 .390 .453* .192 .034 .123 .471* .236 .343 1 .123 .312 .356 .564* Sig. (2-tailed) .440 .018 .440 .303 .192 .018 .105 .888 .089 .045 .418 .888 .605 .036 .317 .139 .605 .181 .123 .010


(13)

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p18 Pearson Correlation -.257 -.126 .031 .252 -.327 .126 -.048 -.218 -.252 .252 -.154 -.218 .312 .290 .290 .283 123. 1 .066 .373 .575* Sig. (2-tailed) .241 .597 .819 .285 .159 .597 .842 .355 .285 .285 .518 .355 .181 .215 .215 .440 .605 .783 .105 .008

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p19 Pearson Correlation .275 .378 .275 .206 .055 126. .524* .218 .255 -.032 .154 -.218 .312 .378 .378 .642* .312 .066 1 -.048 .218 Sig. (2-tailed) .241 .100 .241 .384 .819 .597 .018 .355 .285 .924 .518 .355 .181 .100 .100 .002 .181 .783 .842 .335

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p20 Pearson Correlation

Sig. (2-tailed) N .275 .241 20 .378 .100 20 .275 .241 20 .206 .384 20 .055 .819 20 .126 .597 20 .524* .018 20 .218 .355 20 .252 .285 20 -.023 .924 20 -.154 .518 20 .218 .355 20 .134 .574 20 -.126 .597 20 .378 .100 20 .276 .241 20 .356 .123 20 .373 .105 20 -.048 .842 20 1 20 .470* .036 20

Hasil Pearson Correlation .674* .616* .582* .481* .539* .616* .589* .559* .591* .527* .488* .559* .498* .591* .666* .388 .564* .575* .218 .470* 1 Sig. (2-tailed) .001 .004 .007 .032 .014 .004 .006 .010 .006 .017 .0029 .010 .026 .006 .001 .145 .010 .008 .355 .356

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

*.Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(14)

Hasil Uji Validitas Kuesioner Variabel Pengetahuan

No. Item rhitung rtabel keterangan

1 0.674 0.444 Valid

2 0.616 0.444 Valid

3 0.582 0.444 Valid

4 0.481 0.444 Valid

5 0.539 0.444 Valid

6 0.616 0.444 Valid

7 0.589 0.444 Valid

8 0.589 0.444 Valid

9 0.591 0.444 Valid

10 0.527 0.444 Valid

11 0.488 0.444 Valid

12 0.559 0.444 Valid

13 0.498 0.444 Valid

14 0.591 0.444 Valid

15 0.666 0.444 Valid

16 0.338 0.444 Tidak Valid

17 0.564 0.444 Valid

18 0.575 0.444 Valid

19 0.218 0.444 Tidak Valid


(15)

Lampiran VIII : Hasil Uji Validitas Kuesioner Variabel perilaku personal hygiene

HASIL UJI VALIDITAS KUESIONER VARIABEL PERILAKU PERSONAL HYGIENE

Correlations

p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10 total

p1 Pearson Correlation 1 .695** .719** .670** .627** .676** .367 .537* .566** .427 .734**

Sig. (2-tailed) .001 .000 .001 .003 .001 .112 .015 .009 .060 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p2 Pearson Correlation .695** 1 .719** .815** .835** .852** .693** .662** .763** .655** .930**

Sig. (2-tailed) .001 .000 .000 .000 .000 .001 .001 .000 .002 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p3 Pearson Correlation .719** .719** 1 .594** .710** .844** .435 .618** .597** .360 .813**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .006 .000 .000 .055 .004 .005 .119 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p4 Pearson Correlation .670** .815** .594** 1 .797** .704** .622** .429 .470* .326 .725**

Sig. (2-tailed) .001 .000 .006 .000 .001 .003 .059 .037 .160 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p5 Pearson Correlation .627** .835** .710** .797** 1 .841** .669** .683** .673** .468* .881**


(16)

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p6 Pearson Correlation .676** .852** .844** .704** .841** 1 .703** .589** .708** .557* .925**

Sig. (2-tailed) .001 .000 .000 .001 .000 .001 .006 .000 .011 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p7 Pearson Correlation .367 .693** .435 .622** .669** .703** 1 .466* .762** .395 .744**

Sig. (2-tailed) .112 .001 .055 .003 .001 .001 .038 .000 .084 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p8 Pearson Correlation .537* .662** .618** .429 .683** .589** .466* 1 .604** .419 .764**

Sig. (2-tailed) .015 .001 .004 .059 .001 .006 .038 .005 .066 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p9 Pearson Correlation .566** .763** .597** .470* .673** .708** .762** .604** 1 .643** .854**

Sig. (2-tailed) .009 .000 .005 .037 .001 .000 .000 .005 .002 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p10 Pearson Correlation .427 .655** .360 .326 .468* .557* .395 .419 .643** 1 .685**

Sig. (2-tailed) .060 .002 .119 .160 .038 .011 .084 .066 .002 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

total Pearson Correlation .734** .930** .813** .725** .881** .925** .744** .764** .854** .685** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .001


(17)

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Hasil Uji Validitas Kuesioner Variabel Perilaku Personal Hygiene

No. Item rhitung rtabel keterangan

1 0.734 0.444 Valid

2 0.930 0.444 Valid

3 0.813 0.444 Valid

4 0.725 0.444 Valid

5 0.881 0.444 Valid

6 0.925 0.444 Valid

7 0.744 0.444 Valid

8 0.764 0.444 Valid

9 0.854 0.444 Valid


(18)

Lampiran IX : Lembar Hasil Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas Kuesioner Variabel Pengetahuan

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.865 19

Uji Reliabilitas Kuesioner Variabel Perilaku Personal Hygiene

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.778 11

Rekap Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner

Variabel rhitung rtabel keterangan

Pengetahuan 0.865 0.444 Reliabel

Perilaku personal hygiene


(19)

Lampiran XI : Lembar Output Spss Hasil Penelitian

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 12 14 41.2 41.2 41.2

13 5 14.7 14.7 55.9

14 6 17.6 17.6 73.5

15 6 17.6 17.6 91.2

16 2 5.9 5.9 97.1

17 1 2.9 2.9 100.0

Total 34 100.0 100.0

jeniskelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 24 70.6 70.6 70.6

perempuan 10 29.4 29.4 100.0

Total 34 100.0 100.0

tingkatpendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Smp 25 73.5 73.5 73.5

Sma 9 26.5 26.5 100.0


(20)

pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Baik 3 8.8 8.8 8.8

Cukup 24 70.6 70.6 79.4

kurang 7 20.6 20.6 100.0

Total 34 100.0 100.0

personalhygiene

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Baik 27 79.4 79.4 79.4

Buruk 7 20.6 20.6 100.0


(21)

(22)

(23)

Lampiran XIII : Lembar Dokumentasi Penelitian


(24)

(25)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hay RJ, Steer AC, Engelman D, Walton S. Scabies in the developing world-its prevalence, complications, and management. EJCMID. 2012 April 18(4): 313-323.

2. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Parasitologi Kedokteran: penyakit yang disebabkan Artropoda. 4th ed. FK UI, Jakarta; 2008.

3. World Health Organization. Epidemiologi and Management of Common Skin Diseases in Children in Developing Countries. World Health Organization; 2012.

4. Azizah IN, Setiyowati W. Hubungan tingkat pengetahuan ibu pemulung tentang personal hygiene dengan kejadian skabies pada balita di tempat pembuangan akhir kota semarang. Dinamika Kebidanan. 2011 Januari 1(1).

5. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: skabies. 6th ed. FK UI, Jakarta; 2013.

6. Ratnasari AF , Sungkar S. Prevalensi skabies dan faktor-faktor yang berhubungan di pesantren X, Jakarta Timur. eJKI. 2014 April 2(1): 7-12. 7. Audhah NA, Umniyati SR, Siswati AS. Faktor risiko skabies pada siswa

pondok pesantren (kajian di pondok pesantren Darul Hijrah, kelurahan Cindai Alus, kecamatan Martapura, kabupaten Banjar, provinsi Kalimantan Selatan ). JURNAL BUSKI. 2012 Juni 4(1): 14-22.

8. Rohmawati RN. Hubungan antara faktor pengetahuan dan perilaku dengan kejadian skabies di pondok pesantren Al-Muayyad Surakarta. 2010 :19-21.

9. Ma’rufi I, Keman S, Notobroto HB. faktor sanitasi lingkungan yang berperan terhadap prevalensi penyakit scabies studi pada santri di pondok pesantren kabupaten Lamongan. Jurnal kesehatan lingkungan. 2005 Juli 2(1): 11-18.

10. Asra HP. Pengaruh pengetahuan dan tindakan higiene pribadi terhadap kejadian penyakit skabies di pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan. FK USU, Medan; 2010.

11. Dorlan WAN. Kamus saku kedokteran Dorlan. 28th ed. Jakarta: EGC; 2011.


(26)

12. Chosidow O. Scabies. N Engl J Med. 2006 April 354(16):1718-1727 13. Barry M. Scabies. Medscape (internet). 2015 nov (cited 2016 jun 1.

Available from: emedicine.medscape.com/article/1109204-overview#a6. 14. Depkes RI. Perilaku hidup bersih dan sehat di tatanan rumah tangga.

Jakarta: Depkes RI; 2000.

15. Scabies prevention and control guidlines acute and sub-acute care facilities. Los angeles county departement of public health. 2009 July 3. 16. William D. James, Timothy G. Berger, Dirk M. Elston. Andrews’ Disease

of the skin : clinical dermatologi (ebook): parasitic infestations, sting, and bites. 10th ed. Saunders Elsevier; 2006.

17. Natadisastra D. Parasitologi kedokteran: ditinjau dari organ tubuh yang diserang. Jakarta: EGC; 2009.

18. Muller GH. Laboratory diagnosis of scabies. Dalam: Orkin M, Maibach HI, Parish LC, Schwartzman RM Scabies and

Pediculosis. Philadelphia: J.B. Lippincott Company; 1997.h.99-104. 19. April H. Wardana. Tantangan penyakit zoonosis masa kini dan masa

datang : skabies. Bogor: Balai penelitian Veteriner; 2006. 20. Kamus besar bahasa indonesia : http://kbbi.web.id/tahu.

21. Alatas SSS, Linuwih S. Hubungan tingkat pengetahuan mengenai pedikulosis kapitis dengan karakteristik demografi santri pesantren X, Jakarta Timur. eJKI. 2013 April 1(1).

22. Nursalam. Keperawatan kesehatan komunitas teori dan praktik dalam keperawatan. Jakarta : Salemba Medika; 2008. https://books.google.co.id/books?id=LKpz4vwQyT8C&pg=PT117&dq=n otoatmodjo&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjbnMDzg5DNAhXJMo8KHch EAMMQ6AEILzAD#v=onepage&q=notoatmodjo&f=false.

23. Setiawati S, Dermawan AC. Proses pembelajaran dalam pendidikan kesehatan. TIM; 2008.

24. Sudarma M. Sosiologi untuk kesehatan. Jakarta : Salemba Medika; 2008. https://books.google.co.id/books?id=1N7yMcvYLhYC&pg=PA30IA31&d q=notoatmodjo+2007&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwikzIzzjJDNAhXEO4 8KHZAACPYQ6AEIGzAA#v=onepage&q=notoatmodjo%202007&f=fal se.


(27)

25. Setyaningrum YI. Skabies penyakit kulit yang terabaikan: prevalensi, tantangan dan pendidikan sebagai solusi pencegahan. E-jurnal. Februari 2015.

26. Monica EF. Penyuluhan Personal hygiene. Akademi kebidanan Kharisma Husada Binjai, 2015.

27. Lathifa M. Faktor-faktor yang berhubungan dengan suspect skabies pada santriawati Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, kec. Ampek Angkek, Kab. Agam, Sumatera Barat tahun 2014. Program Studi Pendidikan Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta ; 2014.

28. Setyowati D, Wahyuni. Hubungan pengetahuan santriwati tentang penyakit skabies dengan perilaku pencegahan penyakit skabies di pondok pesantren. GASTER. 2014 Februari 2(2).

29. Azizah U. Hubungan pengetahuan santri tentang PHBS dan peran ustad dalam mencegah penyakit skabies dengan perilaku pencegahan penyakit skabies. Bagian Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas Jember, Jember ; 2012.

30. Yasin. Prevalensi skabies dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada siswa-siswa pondok pesantren darul mujahadah Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah bulan oktober tahun 2009. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta ; 2009.

31. Akmal SC, Semiarty R, Gayatri. Hubungan personal hygiene dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah Kecamatan Koto Tangah Padang Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas 2013; 2(3).


(28)

BAB 3

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Teori

Berdasarkan teori di atas maka dirumuskan kerangka teori dari penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 3.1. Kerangka teori

Sarcoptes scabiei

skabies

Gejala skabies:

1. Gatal terutama pada malam hari

2. Hidup dalam suatu kelompok

3. Terdapat terowongan

4. Menemukan tungau

1. Kontak langsung dengan penderita

2. Memakai pakaian penderita

3. Pengetahuan yang kurang

4. Perilaku Kebersihan yang kurang

baik

(+) positif skabies, jika ditemukan gejala skabies sebanyak 2 atau lebih.


(29)

3.2 Kerangka Konsep

Dibawah ini merupakan gambar dari kerangka konsep penelitian

Gambar 3.2. Kerangka konsep

Skabies Pengetahuan

Perilaku personal hygiene


(30)

BAB 4

METODE PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional, dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, dan perilaku personal hygiene pada penderita skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1 Waktu penelitian

Pengambilan sampel dalam penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September 2016 sampai dengan bulan November 2016.

4.2.2 Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan di Jalan Brig. Jend Zein Hamid Gg. Tapian Nauli Titi Kuning Medan Johor. Alasan dipilihnya Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin sebagai tempat penelitian adalah karena di tempat tersebut masih banyak santri yang menderita penyakit skabies.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi penelitian

Populasi target dari penelitian ini adalah santri yang menderita skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan, dengan jumlah populasi sebanyak 130 orang.


(31)

4.3.2 Kriteria inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Santri yang didiagnosis positif menderita skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan. Dilihat dari gejala klinis yaitu jika santri memiliki 2 dari 4 tanda kardinal skabies .

2. Bersedia menjadi subjek penelitian.

4.3.3 Kriteria eksklusi

Santri yang tidak hadir pada saat penelitian dilakukan.

4.3.4 Sampel penelitian

Sampel penelitian adalah subjek populasi penelitian yang merupakan santri di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan tahun 2016. Sampel dipilih berdasarkan diagnosis skabies dari tanda kardinal, santri yang positif menderita skabies dari hasil pemeriksaan tersebut yang menjadi sampel penelitian.

4.4 Besar Sampel Penelitian

Pada penelitian ini pengambilan jumlah sampel dilakukan dengan teknik total sampling.

4.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengambil data primer pasien dari kuesioner. Data primer diambil dengan cara wawancara, setelah santri memahami isi penelitian dan mengisi lembar informed consent, mula-mula informasi mengenai pengetahuan tentang skabies, dan perilaku personal hygiene sehari-hari di peroleh melalui wawancara berdasarkan hasil dari kuesioner. Setiap pertanyaan dari kuesioner tersebut sudah divalidasi menggunakan SPSS, hasil validasi dinyatakan valid jika nilai rhitung lebih besar r tabel. Dari seluruh pertanyaan yang divalidasi ada 2 pertanyaan yang tidak valid sehingga 2 pertanyaan tersebut dihapuskan dari kuesioner.


(32)

4.6 Pengolahan dan Analisa Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dimasukkan ke komputer. Data gambaran pengetahuan, dan perilaku personal hygiene yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product, and Service Solution) for wiindows.

4.7 Definisi Operasional

Definisi operasional variabel adalah pengertian variabel secara operasional, praktik nyata dalam lingkup objek penelitian. Karakteristik Responden adalah informasi atau data mengenai santri yang terdiri dari usia, jenis kelamin, pengetahuan, dan perilaku personal hygiene.


(33)

Tabel 4.1 definisi operasional

No Variabel Definisi Cara

ukur

Alat ukur Hasil ukur Skala

1 Skabiasis Penyakit kulit yang disebabkan oleh

parasit yang

barmanifestasi gatal. Diagnosis berdasarkan ditemukannya 2 dari 4 tanda kardinal skabies yaitu: gatal pada

malam hari,

menyerang manusia yang hidup secara kelompok, adanya terowongan, dan menemukan tungau.

Wawan cara.

Melihat ada atau

tidaknya tanda kardinal skabies.

(+) jika ditemukan 2 atau lebih tanda

kardinal skabies (-) tidak ditemukan atau ditemukan kurang dari 2 tanda

kardinal skabies.

Nominal

2 Pengetahuan Pengetahuan adalah pemahaman seseorang terhadap sesuatu. Tingkat pengetahuan tentang penyakit skabies dan cara penularannya

Wawan cara

Kuesioner jika jawaban “benar” (76%-100%) = Baik (56%-75%) = Cukup (<56%) = Kurang

Nominal

3 Perilaku personal hygiene

Perilaku adalah tindakan atau aktifitas dari seseorang. kebiasaan sehari-hari seperti: sering bergantian handuk dan pakaian dengan teman

Wawan cara

Kuesioner jika menjawab “Ya” (≥ 50% ) = Baik (<50%) = Buruk


(34)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pesantren Modren Ta’dib Al-Syakirin di Jalan Brig. Jend Zeind Hamid Gg. Tapian Nauli Titi Kuning Medan Johor Sumatera Utara. Daerah tersebut merupakan lokasi dimana peneliti melakukan penelitian terhadap santri yang sekolah di pesantren tersebut pada akhir bulan September sampai bulan November 2016. Subjek penelitian adalah santri yang menderita penyakit skabies yaitu sebanyak 34 orang.

Santri di Pesantren Modren Ta’dib Al-Syakirin berasal dari berbagai daerah seperti Aceh, Panyabungan, Medan, setiap santri diwajibkan untuk asrama. Di Pesantren Modren Ta’dib Al-Syakirin memiliki 6 kelas yaitu 3 kelas untuk SMP dan 3 lagi untuk SMA. Jumlah siswa di setiap kelas bervariasi kira-kira sekitar 20-25 siswa.

5.1.2 Prevalensi skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin

Siswa di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin sebanyak 130 orang, memiliki 6 kelas yaitu 3 kelas untuk SMP dan 3 kelas untuk SMA. Jumlah siswa di setiap kelas bervariasi kira-kira sekitar 20-25 siswa. Dari hasil pemeriksaan ditemukan sebanyak 34 siswa yang menderita penyakit skabies yang dilihat dari gejala klinis yang dimiliki setiap siswa.


(35)

5.1.3 Karakteristik Penderita Skabies

Tabel 5.1 Distribusi penderita berdasarkan usia

Usia (Tahun) Frekuensi Persentase (%)

12 14 41,2

13 14 15 16 17 5 6 6 2 1 14,7 17,6 17,6 5,9 2,9

Total 34 100

Dari tabel di atas didapatkan frekuensi tertinggi dari kelompok responden adalah berumur 12 tahun (41,2%) sedangkan frekuensi terendah adalah berumur 17 tahun (2,9%).

Tabel 5.2 Distribusi penderita skabies berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 24 70,6

Perempuan 10 29,4

Total 34 100

Dari tabel di atas didapatkan frekuensi tertinggi dari kelompok responden adalah dengan jenis kelamin laki-laki 24 orang (70,6%) sedangkan frekuensi terendah adalah jenis kelamin perempuan 10 orang (29,4%).

Tabel 5.3 Distribusi penderita skabies berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan Frekuensi Persentase (%)

SMP 25 73,5

SMA 9 26,5

Total 34 100

Dari tabel di atas didapatkan frekuensi tertinggi dari kelompok responden adalah tingkat SMP 25 orang (73,5%) sedangkan frekuensi terendah adalah tingkat SMA 9 orang (26,5%).


(36)

Tabel 5.4 Distribusi penderita skabies berdasarkan gambaran tingkat pengetahuan

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Baik 3 8,8

Cukup Kurang 24 7 70,6 20,6

Total 34 100

Dari tabel di atas didapatkan frekuensi tertinggi dari kelompok responden adalah pengetahuan cukup sebanyak 24 orang (70,6%) sedangkan frekuensi terendah adalah pengetahuan baik sebanyak 3 orang (8,8%).

Tabel 5.5 Distribusi penderita skabies berdasarkan gambaran perilaku personal hygiene

Personalhygiene Frekuensi Persentase (%)

Baik 27 79,4

Buruk 7 20,6

Total 34 100

Dari tabel di atas didapatkan frekuensi tertinggi dari kelompok responden adalah personal hygiene baik sebanyak 27 orang (79,4%) sedangkan frekuensi terendah adalah sebanyak 7 orang (20,6).

5.2 Pembahasan

5.2.1 Prevelensi Skabies Di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin

Hasil penelitian dari 130 siswa di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin yang ditemukan menderita penyakit skabies sebanyak 34 orang (26,2%). Siswa yang tidak menderita penyakit skabies di pesantren ini lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang menderita skabies, hal ini mungkin disebabkan karena siswa di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin lebih peduli tentang kebersihan dan kesehatan diri. Prevalensi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan prevalensi penyakit skabies di Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kec. Ampek Angkek, Kab. Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 oleh lathifa dimana dari 73 siswa didapatkan 56 siswa suspect skabies.27


(37)

5.2.2 Karakteristik penderita skabies

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin bertambah usia semakin banyak pengalaman yang didapatkan dan akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya. Hasil penelitian didapatkan usia yang lebih muda lebih banyak menderita penyakit skabies, siswa dengan usia 12 tahun sebanyak 14 orang (41,2%), sedangkan usia 17 tahun hanya 1 orang (2,9%). Frekuensi skabies berdasarkan umur ini tidak bisa menggambarkan secara keseluruhan frekuensi skabies karena jumlah sampel dalam setiap golongan umur tidak sama. Golongan umur sebagian besar subjek penelitian adalah 12 tahun (58,0%) menderita skabies7, skabies lebih cenderung terjadi pada usia anak-anak sampai dewasa.2

Dari penelitian ini didapatkan laki-laki lebih banyak mengalami penyakit skabies 24 orang (70,6%) daripada wanita 10 orang (29,4%). Prevalensi skabies berhubungan dengan jenis kelamin, yaitu prevalensinya lebih tinggi pada laki-laki dan laki-laki lebih berisiko terinfestasi skabies dibandingkan perempuan. Hal tersebut mungkin disebabkan karena santri perempuan lebih memperhatikan kebersihan dan kesehatan kulit dibandingkan laki-laki.6

Berbeda dengan hasil yang didapat, Hasil dari sebuah penelitian oleh Setyaningrum (2015) menunjukkan bahwa wanita cenderung memiliki prevalensi skabies yang lebih tinggi sebesar (56%) dibandingkan laki-laki. Menurut peneliti wanita memiliki tingkat prevalensi skabies yang lebih tinggi diduga disebabkan beberapa faktor seperti sikap dan perilaku wanita yang lebih senang berada dalam ruangan dengan kontak satu sama lain yang lebih dekat sehingga lebih rentan terinfeksi skabies.25

Pada penelitian ini didapatkan siswa SMP lebih banyak mengalami penyakit skabies 25 orang (73,5%) daripada SMA 9 orang (26,5%). Hal ini mungkin dikarenakan siswa SMA lebih peduli dan mengerti tentang kebersihan dan kesehatan daripada siswa SMP. Secara umum, tingkat pendidikan mempengaruhi prevalensi penyakit, pada komunitas dengan tingkat pendidikan tinggi, prevalensi


(38)

penyakit menular umumnya lebih rendah dibandingkan dengan komunitas yang mempunyai pendidikan rendah.

Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi perilaku seseorang, tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih peduli menjaga kebersihan dan kesehatan tubuhnya dibandingkan dengan orang yang tingkat pendidikannya rendah. Berdasarkan hasil sebuah penelitian oleh Setyowati (2014) didapatkan bahwa sebagian besar responden tergolong berpendidikan SMP yaitu sebanyak 164 santriawati (78,8%) dan sebagian kecil adalah responden yang tergolong berpendidikan SMA yaitu sebanyak 44 santriawati (21,2%).28

5.2. Gambaran tingkat pengetahuan dan perilaku personal hygiene

penderita skabies

Pengetahuan dapat dipengaruhi dari informasi yang diterima baik dari pendidikan formal maupun informal seperti internet, media, atau dari interaksi sosial sesama siswa. Penilaian pengetahuan dalam penelitian ini meliputi parasit skabies, perkembangbiakan dan penularan skabies, hubungan kebersihan lingkungan dengan penyakit skabies, dan pengobatan skabies.

Sebagian besar santri yang menderita penyakit skabies dengan pengetahuan baik 3 orang (8,8%), santri yang menderita penyakit skabies dengan pengetahuan cukup 24 orang (70,6%), santri yang menderita penyakit skabies dengan pengetahuan kurang 7 orang (20,6%). Hal ini dikarenakan santri lebih mudah untuk mendapatkan informasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan, semakin bertambah usia seseorang maka pengetahuan yang dia miliki semakin banyak dari pada orang yang berusia lebih muda. Tingkat pengetahuan tentang kesehatan lingkungan yang kurang baik mempunyai risiko terhadap penyakit skabies sebesar 2,338 kali, dibandingkan dengan pengetahuan tentang kesehatan lingkungan yang baik.8 Dari hasil sebuah penelitian yang dilakukuan oleh Setyowati (2014) diketahui bahwa sebagian besar santriawati mempunyai pengetahuan tentang penyakit


(39)

skabies tergolong baik yaitu sebanyak 155 santriawati (80,3%) dan santriawati yang mempunyai pengetahuan tentang penyakit skabies tergolong kurang baik yaitu sebanyak 53 santriawati (19,7%). Hal ini dipengaruhi oleh usia dan pendidikan yang ditempuh, usia remaja masih sangat aktif untuk menambah ilmu pengetahuan dengan mencari berbagai macam informasi yang tersebar luas.28 Sebuah penelitian oleh Azizah (2012) tentang hubungan antara pengetahuan santri tentang PHBS dan penyakit skabies didapatkan sebagian besar responden yaitu sebanyak 40 responden (45,5%) mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang PHBS dan penyakit skabies, dibandingkan sebanyak 48 responden (54,5%) mempunyai pengetahuan yang sedang tentang PHBS dan penyakit skabies. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,001 yang berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan penyakit skabies pada santri. Hal ini dikarenakan sebagian responden masih duduk dibangku menengah pertama sehingga ilmu atau pendidikan yang responden dapat belum seberapa jika dibandingkan dengan responden yang sudah duduk dibangku SMA.29

Penilaian hygiene dalam penelitian ini meliputi frekuensi mandi, memakai sabun sendiri atau tidak, mencuci pakaian, menjemur handuk, pakaian dan handuk dipakai bergantian, dan kebersihan alas tidur. Sebagian besar santri yang menderita penyakit skabies dengan hygiene baik 27 orang (79,4%). Sedangkan santri yang menderita penyakit skabies dengan hygiene buruk 7 orang (20,6%). Hal tersebut dapat terjadi mungkin karena seseorang yang sudah memiliki hygiene baik tetapi tidak ditunjang dengan perilaku menghindari risiko penularan skabies, seperti sering kontak dengan penderita skabies dengan cara langsung seperti bersalaman dan tidur bersama. Berdasarkan hasil dari sebuah penelitian (2012) yang menyatakan bahwa perilaku kebersihan diri pada 52 orang kasus dan 174 orang kontrol menunjukkan perilaku yang baik.7

Pada penelitian yang dilakukan oleh Lathifa (2014) didapatkan sebagian besar responden yang mengalami suspect skabies memiliki personal hygiene yang tidak hygiene sebesar (81,8%) didapatkan bahwa ada hubungan antara personal hygiene


(40)

dengan suspect skabies. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,006 (p<0,05).27 Dari hasil sebuah penelitian oleh Yasin (2009) didapatkan penderita skabies dengan tingkat hygiene buruk sebanyak 24 responden (51,1%), sedangkan penderita skabies dengan tingkat hygiene baik sebanyak 23 (48,9%). Pada kelompok responden yang hygiene buruk (68,57%) lebih banyak terkena skabies dibandingkan dengan yang bukan skabies (31,43%).30

Hasil analisis hubungan antara personal hygiene dengan kejadian skabies dari penelitian yang dilakukan oleh Akmal (2013) didapatkan sebanyak 30 orang menderita skabies dengan personal hygiene yang tidak baik. Sedangkan 4 orang menderita skabies dengan personal hygiene yang baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p<0,05 yaitu 0,000. Dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna dari kejadian skabies yang memiliki kriteria personal hygiene baik dan tidak baik. Hygiene perorangan merupakan faktor risiko terjadinya penyakit skabies, dan merupakan salah satu usaha yang dapat mencegah kejadian skabies dengan mengubah hygiene agar lebih baik.31


(41)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal seperti berikut :

1. Gambaran pengetahuan siswa yang menderita skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan yaitu dengan tingkat pengetahuan cukup (70,6%).

2. Gambaran perilaku personal hygiene siswa yang menderita skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan yaitu hygiene baik (79,4%). 3. Prevalensi skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan

didapatkan sebanyak 34 siswa (26,2%).

6.2 Saran

1. Bagi siswa yang belajar di pesantren agar lebih peduli tentang kebersihan diri dan juga lingkungan, tidak saling pinjam barang pribadi, menjemur handuk yang telah digunakan ditempat yang terkena sinar matahari.

2. Bagi pengurus pengasuhan pesantren agar lebih rutin melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap siswa, menjadwalkan kebersihan asrama, mengawas kebersihan kamar siswa.

3. Meningkatkan pengetahuan tentang skabies agar lebih mengetahui tentang faktor risiko, gejala, dan penyebarannya, agar bisa menghindari faktor risiko dan langsung memeriksakan diri jika mengalami gejala skabies. 4. Diharapkan bagi penelitian selanjutnya yang akan melakukan penelitian

penelitian tentang skabies di pesantren disarankan agar dilakukan dengan skala yang lebih besar, menambah variabel lain dan jumlah sampel yang lebih banyak, dan mempertimbangkan tentang hubungan pengetahuan dan personal hygiene terhadap kejadian skabies.


(42)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Skabies

2.1.1 Definisi dan etiologi

Skabies merupakan penyakit kulit menular akibat tungau penyebab gatal yaitu: Sarcoptes scabiei. Tungau betina menggali lubang ke dalam stratum korneum, membuat terowongan, disertai timbulnya gatal hebat dan ekzema akibat garukan.11 Skabies disebabkan oleh Sarcoptei scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.hominis. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau tersebut translusen, berwarna putih kotor, dan tidak mempunyai mata.5


(43)

2.1.2 Epidemiologi

Skabies dapat ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang berbeda. Skabies merupakan penyakit endemik yang dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Insidennya sama pada pria dan wanita. Insiden di negara berkembang lebih tinggi dari pada di negara-negara industri. Skabies lebih sering mengenai anak-anak berusia 10-12 tahun, lebih sering terlihat pada laki-laki dari pada perempuan.13

Menurut Depkes RI prevalensi skabies di puskesmas seluruh indonesia pada tahun 1986 sekitar 4,6%-12,9%, dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di bagian kulit dan kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 734 kasus skabies yang merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%. Prevalensi skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai.14

Ada juga dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografik serta ekologik, penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S ( Penyakit Akibat Hubungan Seksual).5

2.1.3 Siklus hidup

Betina berukuran 300x350 mikron, sedangkan yang jantan berukuran 150x200 mikron. Stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki dengan 2 pasang kaki depan dan 2 pasang lainnya merupakan kaki belakang. Setelah melakukan kopulasi S.scabiei jantan akan mengalami kematian, tetapi kadang-kadang dapat bertahan hidup beberapa hari. Tungau betina membuat terowongan di stratum korneum kulit. setelah kopulasi, 2 hari kemudian tungau betina tersebut bertelur 2-3 butir telur per hari di dalam terowongan yang dibuat oleh tungau betina itu. Kira-kira 3-5 hari kemudian telur tersebut akan menetas menjadi larva, dalam waktu 3-4 hari larva akan berubah menjadi nimfa. Nimfa berubah menjadi dewasa dalam waktu


(44)

3-5 hari. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu kira-kira 8-12 hari.2

Gambar 2.2. Siklus hidup sarcoptei scabiei 15

2.1.4 Patogenesis

Lesi primer pada penderita skabies berupa terowongan yang berisi tungau, telur, dan hasil metabolisme. Pada saat menggali terowongan tungau mengeluarkan sekret yang dapat melisiskan kulit pada lapisan stratum korneum. Sekret dan ekskret menyebabkan sensitisasi sehingga dapat menimbulkan pruritus dan lesi sekunder. Lesi sekunder berupa papul, vesikel, pustul dan kadang bisa juga berupa bula, dapat pula terjadi lesi tersier berupa ekskoriasi, eksematisasi, dan pioderma. Tungau hanya terdapat pada lesi primer.2


(45)

Tungau hidup di dalam terowongan di tempat predileksi, seperti jari tangan, pergelangan tangan, ketiak, areola, umbilikus, perut bagian bawah, dan bisa juga di daerah bokong atau alat genital. pada orang dewasa kulit kepala dan wajah biasanya terhindar, tetapi pada bayi bisa terjadi di seluruh permukaan kulit tubuh bayi. Pada tempat predileksi dapat ditemukan terowongan berwarna putih abu-abu dengan panjang yg bervariasi, rata-rata 1 mm, berbentuk lurus atau berkelok-kelok.16

Kelainan kulit tersebut tidak hanya dapat disebabkan oleh tungau skabies, tetapi bisa juga terjadi oleh penderita sendiri akibat dari garukan pada daerah yang gatal. Gatal yang disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret dari tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtikaria, dan manifestasi lain. Dengan garukan dari penderita dapat menimbulkan manifestasi yang lebih parah, seperti dapat timbul erosi, ekskoriasi, dan infeksi sekunder.5

2.1.5 Transmisi

Ada 2 cara penularan dari penyakit skabies ini, yaitu:

1. Kontak langsung, atau kontak kulit penderita dengan kulit orang lain. Misalnya saat berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual dapat menyebabkan orang tersebut tertular.

2. Kontak tidak langsung, orang lain tertular melalui benda milik penderita, seperti pakaian, handuk, sprei, bantal,dan sebagainya.

Penularan yang terjadi biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Di kenal pula Sarcoptes scabiei var. Animalis yang kadang-kadang dapat menulari kepada manusia, terutama pada orang yang banyak memelihara binatang peliharaan seperti anjing.5


(46)

2.1.6 Manifestasi klinis

Setelah infeksi awal gejala dapat terjadi dalam beberapa hari sampe beberapa minggu untuk berkembang. Gejala yang terjadi pruritus mungkin timbul dalam waktu 24 jam. Penderita skabies biasanya mengeluh pruritus yang paling parah di malam hari, tapi kadang-kadang ada juga pasien yang tidak menunjukkan gejala. Lesi yang paling khas dari skabies adalah berupa terowongan yang dibuat oleh Sarcoptes scabiei tempat tinggal tungau tersebut. Terowongan ini biasanya tipis, melengkung, berukuran 1 mm.2

Skabies ini biasanya menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga akan terkena infeksi. Begitu pula pada sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang dekat juga bisa tertular. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala, penderita tersebut bersifat sebagai pembawa (carrier).2

Pada ujung terowongan yang dibuat oleh parasit ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain sebagainya).5

Ada 4 tanda kardinal skabies yaitu:

1. Pruritus nokturna (gatal pada malam hari) oleh aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

2. Penyakit skabies menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi, begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.

3. Kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, dengan panjang sekitar 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel.


(47)

4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik, dapat ditemukan 1 atau lebih stadium hidup tungau.5

Gambar 2.3. Gejala klinis penyakit skabies 15

2.1.7 Diagnosis

Diagnosis bisa ditegakkan dengan cara klinis maupun laboratorium. Secara klinis diagnosis ditegakkan dengan melihat kelainan pada kulit, khususnya di daerah predileksi serta memperhatikan pasien saat menggaruk. Diagnosis bisa ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal skabies. Secara laboratorium dengan uji KOH dan uji tinta. Uji KOH yaitu kerokan kulit yang diambil dari daerah predileksi diletakkan diatas object glass dan ditetesi larutan kalium hidroksida (KOH 10%) kemudian dipanaskan sebentar, ditutup dengan kaca penutup lalu di lihat di mikroskop. Pada uji tinta terowongan dapat dilihat jelas jika kulit ditetesi dengan tinta hitam, setelah tinta pada kulit dicuci akan terlihat terowongan yang berwarna kehitaman.17

Diagnosis dapat dipastikan bila ditemukan S.scabiei yang didapatkan dengan cara mengeluarkan tungau dari kulit, dengan kerokan kulit atau biopsi. Tungau sulit ditemukan pada pemeriksaan laboratorium karena tungau yang menginfestasi penderita sedikit, penyebabnya adalah jumlah telur yang menetas hanya 10 %. Selain itu garukan dapat mengeluarkan tungau secara mekanik dan jika terjadi infeksi sekunder maka pus yang terbentuk dapat membunuh tungau karena bersifat akarisida.2


(48)

Untuk melakukan pemeriksaan laboratorium agar memberikan hasil yang baik maka faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah :

a. Papul yang baik untuk dikerok adalah papul yang baru dibentuk

b. Pemeriksaan jaringan dilakukan pada lesi ekskoriasi dan lesi dengan infeksi sekunder

c. Kerokan kulit harus superfisial dan tidak boleh berdarah

d. Jangan mengerok dari satu lesi tetapi dari beberapa lesi. Tungau paling sering ditemukan pada sela jari tangan sehingga perhatian terutama pada daerah itu

e. Sebelum melakukan kerokan kulit teteskan minyak mineral pada skalpel dan pada lesi yang akan dikerok.2

Dalam melakukan kerokan kulit, minyak mineral lebih unggul daripada larutan potasium hidroksida karena :

a. Tungau mudah menempel pada minyak dan mudah diambil, tungau akan tetap hidup.

b. Skuama dari kulit bercampur dengan minyak mineral dan lebih banyak bahan yang tersedia untuk pemeriksaan mikroskopis.

Melakukan kerokan kulit dengan cara meneteskan satu tetes minyak mineral pada skalpel steril. Biarkan minyak mengalir pada papul atau daerah yang akan dikerok. Lalu lakukan pengerokan sekitar 6 atau 7 kali untuk mengangkat atap papul, kemudian pindahkan ke gelas objek. Kemudian tambahkan 1 atau 2 tetes minyak lalu aduk untuk mencampurkan bahan kerokan merata pada minyak. Letakkan kaca penutup pada gelas objek, jangan sampai ada gelembung udara. Kemudian melihat sediaan dibawah mikroskop.18

2.1.8 Tatalaksana

Syarat obat yang ideal adalah:

a. Harus efektif terhadap semua stadium tungau b. Tidak menimbulkan iritasi dan tidak bersifat toksik


(49)

c. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian d. Mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau.

Cara pengobatannya adalah dengan mengobati seluruh anggota keluarga, termasuk penderita yang hiposensitisasi.5

Jenis obat topikal:

a. Belerang endap (sulfur prepitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Penggunaan obat ini tidak boleh kurang dari 3 hari karena tidak efektif terhadap stadium telur. Kekurangan obat ini berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.

b. Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama 3 hari. Kekurangan obat ini yaitu: sulit diperoleh, sering menyebabkan iritasi, kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.

c. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan) kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang menyebabkan iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak kurang dari 6 tahun dan wanita hamil, karena toksis terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya mudah, cukup dengan sekali pakai kecuali bila gejala masih ada dapat diberikan seminggu kemudian.

d. Krotamiton 10% dalam krim atau losio merupakan obat pilihan juga, karena mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal, penggunaanya harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.

e. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan dengan gameksan, efektifitasnya sama, digunakan hanya sekali dan kemudian dihapus setelah 10 jam. Bila masih ada gejala diulangi setelah seminggu. Obat ini tidak dianjurkan pada bayi dibawah umur 2 bulan.2,10 Selain pemberian obat dianjurkan juga langkah-langkah pengendalian lingkungan termasuk mencuci sprei dan pakaian pada 140°F (60°C) di


(50)

pengeringan panas, jika tidak bisa dimesin cuci, isolasi dalam kantong plastik setidaknya 72 jam.2

2.1.9 Pencegahan

Untuk melakukan pencegahan skabies dapat dilakukan dengan cara yaitu: 1. Menghindari kontak langsung dengan penderita skabies dan mencegah

penggunaan barang-barang penderita secara bersama.

2. Pakaian, handuk, dan barang-barang lain yang digunakan penderita harus diisolasi dan dicuci dengan air panas.

3. Benda-benda yang tidak dapat dicuci dengan air dimasukkan kedalam kantong plastik selama 7 hari, lalu dijemur di bawah sinar matahari.

4. Sprei penderita harus diganti dengan yang baru maksimal tiga hari sekali. 5. Kebersihan tubuh dan lingkungan termasuk sanitasi serta pola hidup yang

sehat akan mempercepat kesembuhan dan bisa memutus siklus hidup skabies.19

2.1.10 Prognosis

Skabies dengan diagnosis tepat, pemilihan dan cara pemakaian obat yang tepat, menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat dicegah dan akan memberikan prognosis yang baik.5

2.2 Pengetahuan

2.2.2 Definisi pengetahuan

Pengetahuan berasal dari kata “tahu”. Kata tahu memiliki banyak pengertian seperti mengerti sesudah melihat, sadar, dan mengenal. Kata pengetahuan juga berarti segala sesuatu yang diketahui, seseorang dikatakan tahu tentang sesuatu hal apabila orang tersebut sudah mengetahui dan mengerti tentang sesuatu tersebut.20 Banyak hal yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang seperti usia, jenis kelamin, kegiatan sehari-hari, sumber informasi, dan riwayat menderita suatu penyakit. Biasanya semakin bertambah usia seseorang maka kegiatan, informasi dan pengalaman yang diperoleh banyak, akan semakin luas pengetahuan yang dimiliki. Kurang mendalamnya pengetahuan mengenai


(51)

kesehatan yang diajarkan dipesantren menyebabkan sebagian besar santri memiliki tingkat pengetahuan yang kurang.21

2.2.3 Tingkat pengetahuan

Tingkat pengetahuan terdiri atas : 1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

2. Memahami (comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan kembali apa yang sudah diketahui.

3. Aplikasi (application)

Yaitu sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi, kondisi sebenarnya.

4. Analisa (analysis)

Analisa yaitu untuk menjabarkan materi atau objek kedalam suatu komponen. Tapi masih berkaitan satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menggabungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation)

Adalah kemampuan melakukan penelitian atau justifikasi terhadap suatu materi atau objek.22

Menurut Nursalam, 2008. Tingkat pengetahuan dibagi 3 kategori:

1. Baik apabila responden dapat menjawab dengan benar 76%-100% dari keseluruhan pertanyaan yang diberikan.

2. Cukup apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan benar 56%-75% dari keseluruhan pertanyaan yang diberikan.

3. Tingkat pengetahuan kurang baik apabila responden dapat menjawab dengan benar, kurang dari 56% dari keseluruhan pertanyaan tersebut.22


(52)

Pada dasarnya pengetahuan tentang faktor penyebab skabies masih kurang, sehingga dianggap sebagai penyakit yang biasa saja karena tidak membahayakan jiwa. Masyarakat tidak mengetahui bahwa luka akibat garukan skabies dapat menyebabkan infeksi sekunder yang berakibat kerusakan jaringan kulit akut. Tingkat pendidikan ternyata berhubungan dengan tingkat prevalensi skabies, tingkat pendidikan rendah cenderung lebih tinggi prevalensi skabiesnya daripada dengan orang yang berpendidikan tinggi.22

2.3 Perilaku

2.3.1 Definisi perilaku

Perilaku adalah merupakan tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Perilaku adalah suatu respon terhadap stimulus dan akan sangat ditentukan oleh keadaan stimulusnya. Individu seakan-akan tidak mempunyai kemampuan untuk menentukan perilakunya sehingga stimulus dan respon seakan-akan bersifat mekanitik.20

Respon perilaku terdiri atas : 1. Respon refleksif

Merupakan respon yang dihasilkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Biasanya respon yang dihasilkan bersifat tetap. Orang akan tertawa apabila mendengar kabar gembira atau lucu, sedih jika mendengar musibah.

2. Operan respon

Respon yang dihasilkan apabila diberikan stimulus berupa penguatan. Dari penguatan ini agar respon yang dihasilkan semakin bagus dan berkembang.23

2.3.2 Bentuk perubahan perilaku

1. Perubahan alamiah

Perilaku yang dihasilkan dari proses belajar sangat tergantung, dari stimulus dan lingkungan saat proses belajar berlangsung.


(53)

2. Perubahan terencana

Perubahan perilaku yang benar-benar direncanakan, seperti berecana akan merubah perilaku sehari-hari yang buruk, tidak peduli kebersihan, kesehatan, untuk jadi lebih baik dan lebih peduli.

3. Kesediaan untuk berubah

Kesediaan untuk berubah bagi setiap orang berbeda-beda. Perbedaan individual berupa bio, psiko, sosial kultural dan spritual sangat mempengaruhi pengambilan keputusan bagi individu untuk perubahan perilakunya.23

Perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi 3 kelompok: 1. Perilaku pemeliharaan kesehatan

Merupakan perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila sakit.

2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem pelayanan kesehatan atau perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior)

Perilaku ini menyangkut upaya pada saat menderita atau kecelakaan, tindakannya dimulai dari mengobati diri sendiri sampai mencari pengobatan keluar negeri.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.24

Perilaku hidup bersih dan sehat adalah upaya sebagai pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan , sikap dan perilaku guna membantu masyarakat sadar, mau dan mampu mempraktekkan PHBS.25


(54)

2.3.3 Indikator perilaku

Indikator PHBS tatanan institusi pendidikan ( pesantren):

1. Tersedia jamban yang bersih dan sesuai dengan jumlah siswa 2. Tersedia air kran yang mengalir di setiap kelas

3. Tidak ada sampah yang berserakan di lingkungan sekolah 4. Ketersediaan UKS yang berfungsi dengan baik

5. Siswa menjadi anggota dana sehat (JPKM)

6. Siswa pada umumnya (60%) kukunya pendek dan bersih 7. Siswa tidak merokok

8. Siswa ada yang menjadi dokter atau promosi kesehatan.25

Perilaku sehat diukur melalui tiga parameter yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan terhadap skabies. Ketiga parameter tersebut menunjukkan peran yang nyata terhadap prevalensi penyakit skabies. Pengukuran perilaku dilihat dari kebiasaan para santri yang dinilai dari jawaban pertanyaan yaitu :

a. Perilaku yang buruk seperti sering memakai baju atau handuk bergantian dengan teman, tidur bersama dan berhimpitan dalam suatu tempat.

b. Perilaku yang baik dengan memakai pakaian sendiri atau tidak memakai baju atau handuk bergantian dengan teman.9

2.3.4 Personal Hygiene

Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu: personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan per orang adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Seseorang dikatakan memiliki kebersihan diri baik apabila orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya.26

Kulit yang pertama kali menerima rangsangan seperti sentuhan, rasa sakit, maupun pengaruh buruk dari luar. Kulit berfungsi untuk melindungi permukaan tubuh, memelihara suhu tubuh dan mengeluarkan kotoran-kotoran tertentu. Kulit juga penting produksi vitamin D oleh tubuh yang berasal dari sinar ultraviolet, maka kulit perlu dijaga kesehatannya. Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur,


(55)

virus, kuman, parasit, dll. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit yaitu skabies.5

Dalam sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh individu dan kebiasaan. Jika seseorang sakit, mungkin masalah kebersihannya kurang dijaga.26

Tampak sekali peran hygiene perorangan dalam penularan penyakit skabies. Tungau sarcoptes scabiei akan lebih mudah menginfestasi individu dengan hygiene perorangan yang buruk, yaitu: malas mandi, malas keramas, jarang mencuci handuk, jarang mengganti pakaian. dan sebaliknya lebih sukar menginfestasi individu dengan hygiene perorangan yang baik yaitu: mandi, dan keramas teratur, pakaian dan handuk sering dicuci. karena tungau dapat hilang dengan mandi dan keramas teratur, pakaian dan handuk sering dicuci dan kebersihan alas tidur.9

2.4 Faktor yang mempermudah penularan skabies

1. Sanitasi

Berdasarkan sebuah penelitian, penyakit skabies adalah penyakit kulit yang berhubungan dengan sanitasi dan hygiene yang buruk, kekurangan air, kekurangan makan dan hidup dalam lingkungan ramai terutama di daerah kumuh dengan sanitasi yang sangat jelek.

2. Pengetahuan

Skabies penyakit yang termasuk sulit diberantas pada lingkungan masyarakat yang tingkat pendidikan dan pengetahuannya masih rendah. 3. Kepadatan penduduk

Kepadatan penduduk merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap penularan skabies.

4. Perilaku

Sering terjadi penularan skabies melalui kontak tidak langsung dari perilaku yang sering memakai handuk penderita, pakaian, pemakaian sabun mandi, kebiasaan tidur bersama.


(56)

5. Ekonomi yang rendah

Skabies sering dijumpai pada penduduk yang status ekonomi rendah. Rasa gatal terjadi terutama pada malam hari, secara tidak langsung mengganggu kelangsungan hidup masyarakat terutama karena tersita waktu istirahat, menyebabkan kegiatan yang akan dilakukan pada siang hari akan terganggu.

6. Personal Hygiene

Hygiene yang buruk meningkatkan infeksi skabies. 7. Hubungan seksual

Orang yang sering melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan, adalah populasi yang berisiko terkena skabies, dengan penularan melalui kontak tubuh.8


(57)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kulit sangat umum di negara berkembang terutama yang menular seperti skabies. Skabies adalah penyakit infeksi kulit yang sering terjadi pada anak-anak, yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan untuk anak yang terinfeksi dan juga untuk keluarga. Faktor utama dari penyakit ini seperti: kebersihan yang rendah, kontak dangan orang lain yang mungkin terinfeksi, dan kepadatan rumah tangga.1 Skabies dapat ditemukan di seluruh negara dengan prevalensi yang berbeda-beda. Prevalensi terbanyak ditemukan di negara berkembang termasuk Indonesia, skabies biasanya menghinggapi pasien yang hygiene buruk, miskin dan hidup dalam lingkungan yang padat dan kumuh, cenderung lebih tinggi pada anak-anak sampai dewasa.2

Sebanyak 18 studi prevalensi umum di negara-negara berkembang untuk penyakit kulit sebanyak (21-87%), dan untuk skabies (0,2-24%). Angka prevalensi di Asia Tenggara: India (9,7%- 13%), Bangladesh (23-30%). Asia Timur (4,3% di Kamboja). Di Brazil (8,8%) dan di Afrika (1-2%). Disebuah daerah pedesaan dekat Bamako 47% dari kasus skabies pada anak-anak dilaporkan berlangsung selama lebih dari 4 bulan, 14% selama lebih dari 1 tahun.3

Prevalensi skabies di puskesmas Indonesia pada tahun 2008 adalah (5,6%-12,95%). Prevalensi skabies pada tahun 2008 di berbagai pemukiman kumuh di Jakarta termasuk di pondok pesantren mencapai (6,20%), di kabupaten Boyolali (7,36%), di kabupaten Pasuruan sebesar (8,22%), dan di Semarang mencapai (5,80%). Hasil dari sebuah penelitian di Semarang, kejadian skabies pada balita sebanyak 18 (60,0%).4


(58)

Skabies biasanya sering terjadi pada manusia yang berada dalam suatu komunitas seperti pesantren atau asrama, dan mudah menular kepada orang di sekitar penderita, karena faktor kebersihan diri, lingkungan, gizi, daya tahan tubuh, dan kondisi ruangan yang terlalu lembab. Skabies menular dengan dua cara yaitu dangan cara kontak langsung dan kontak tidak langsung. Kontak langsung terjadi jika orang lain bersalaman, tidur bersama, dan berhungungan seks dengan penderita yang positif skabies. Kontak tidak langsung yaitu menular dari pakaian, handuk, sepatu, dan barang lain milik penderita.5

Dari hasil penelitian di pesantren X Jakarta Timur, pada penilaian berdasarkan jenis kelamin dan usia, prevalensi skabies pada santri laki-laki (57,4%) lebih tinggi dibanding santri perempuan (42,9%). Prevalensi skabies pada santri aliyah (41,3%), sedangkan pada tsanawiyah (58,1%).6 Dari penelitian di pondok pesantren Darul Hijrah di provinsi kalimantan selatan, mendapatkan hasil frekuensi skabies adalah 23,01% (52 orang dari 226 orang yang bersedia sebagai subyek penelitian) dan 48 orang diantaranya adalah siswa putra dan 4 orang lainnya siswa putri yang secara klinis didiagnosa menderita skabies.7

Dari hasil sebuah penelitian didapatkan bahwa tingkat pengetahuan tentang kesehatan yang kurang baik mempunyai risiko terhadap penyakit skabies sebesar 2,338 kali, dibanding dengan pengetahuan tentang kesehatan lingkungan yang baik. Dengan perilaku yang suka memakai pakaian bergantian dengan teman dapat memudahkan penularan skabies, bergantian handuk mempunyai risiko terkena penyakit skabies sebesar 2,719 kali, dibandingkan dengan yang tidak bergantian handuk.8 Sebagian besar santri yang mempunyai personal hygiene yang jelek mempunyai prevalensi penyakit skabies sebesar 73,70%, dibanding dengan santri yang personal hygiene baik mempunyai prevalensi sebesar 48,00%. Jelas sekali terdapat peran pengetahuan, dan perilaku personal hygiene dalam penularan penyakit skabies.9


(59)

Dari prevalensi tersebut masih banyak kejadian skabies yang terjadi di Indonesia, skabies lebih sering terjadi pada orang yang hidup bersama seperti di pesantren, dari hasil penelitian sebelumnya yang berjudul pengaruh pengetahuan dan tindakan hygiene pribadi terhadap kejadian penyakit skabies di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan di dapatkan santri yang pernah mendapatkan skabies 75%, sedangkan yang tidak hanya 25%.10 Dari hasil survey langsung peneliti di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan masih banyak santri yang menderita skabies, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran pengetahuan, dan perilaku personal hygiene pada penderita skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan.

1.2

Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan peneliti sebagai berikut bagaimana gambaran pengetahuan, dan perilaku personal hygiene pada penderita skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan tahun 2016.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, dan perilaku personal hygiene pada penderita skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan tahun 2016.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan penderita skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan tahun 2016.

2. Untuk mengetahui gambaran perilaku personal hygiene penderita skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan tahun 2016.

3. Untuk mengetahui angka kejadian penyakit skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan tahun 2016.


(60)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Melalui penelitian ini, penulis bisa menambah ilmu pengetahuan tentang penyakit skabies.

2. Bagi para santri di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin dan Masyarakat Agar para santri maupun masyarakat umum lebih peduli tentang kebersihan, kesehatan dan mengetahui tentang penyakit skabies, dan gejalanya.


(61)

ABSTRAK

Latar Belakang : Skabies merupakan penyakit kulit yang sering terjadi pada sekelompok orang yang hidup bersama, skabies penyakit menular dan sangat umum ditemukan di negara berkembang. Skabies memiliki banyak faktor risiko, faktor utama yaitu kebersihan yang rendah, sehingga dalam pencegahan skabies harus mempertimbangkan seluruh aspek risiko.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan personal hygiene penderita skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan Tahun 2016. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 34 sampel, yang diambil dengan cara total sampling. Data yang diperoleh merupakan data primer dimana peneliti mengambil data dengan cara melakukan wawancara melalui kuesioner.

Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan responden yang menderita skabies paling banyak adalah dengan umur 12 tahun (41,2%), responden yang menderita skabies paling banyak dengan jenis kelamin laki-laki (70,6%), responden yang menderita skabies paling banyak dengan tingkat pendidikan SMP (73,5 %), gambaran tingkat pengetahuan responden yang menderita skabies paling banyak dengan gambaran tingkat pengetahuan cukup (70,6%), dan gambaran perilaku personal hygiene responden paling banyak dengan perilaku personal hygiene baik (79,4 %).

Kesimpulan : Gambaran pengetahuan siswa yang menderita skabies di Pesantren

Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan yaitu dengan tingkat pengetahuan cukup (70,6%). Gambaran perilaku personal hygiene siswa yang menderita skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan yaitu dengan personal hygiene baik (79,4%). Prevalensi responden yang menderita skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan sebanyak 34 siswa (26,2%).


(62)

ABSTRACT

Introduction : Scabies is a skin disease that often occurs in a grup of people living together, scabies is a contangious disease and is very common in developing countries, scabies had a lot of risk factor, the main factor is poor hygiene, Than deep preventing scabies should be consider all of aspect risk.

Methods : This research is an descriptive study with cross sectional design that destination to know the description of knowledge and personal hygiene sufferer scabies at Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan 2016. Totaly sample in this research amount 34 sample, that sample take it with total sampling. The accumulated data are primary data which the researcher take a data with interviews through questioonaires.

Result : The result of this research showed respondent sufferer scabies mostly with twelve years (41,2%), respondent sufferer scabies mostly with male (70,4%), respondent sufferer scabies mostly with level of education junior high school (37,5%), overview of the level of knowledge respondent sufferer mostly with sufficient knowledge level overview (70,6%), and overview of the level of personal hygiene behavior respondent mostly with good personal hygiene behavior (79,4%).

Discussion : Overview of knowledge respondent sufferer in Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan that is sufficient knowledge level overview (70,6%). Overview sufferer personal hygiene behavior in Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan that with good personal hygiene (74,9%). Prevalensi respondent sufferer in Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan as many as 34 student (26,2%).


(63)

SKRIPSI

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU

PERSONAL

HYGIENE

PADA PENDERITA SKABIES DI PESANTREN

MODERN TA’DIB AL-SYAKIRIN MEDAN TAHUN 2016

Oleh:

NELLI HARTATI RITONGA

130100147

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(64)

SKRIPSI

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU

PERSONAL

HYGIENE

PADA PENDERITA SKABIES DI PESANTREN

MODERN TA’DIB AL-SYAKIRIN MEDAN TAHUN 2016

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

NELLI HARTATI RITONGA

130100147

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(65)

(66)

ABSTRAK

Latar Belakang : Skabies merupakan penyakit kulit yang sering terjadi pada sekelompok orang yang hidup bersama, skabies penyakit menular dan sangat umum ditemukan di negara berkembang. Skabies memiliki banyak faktor risiko, faktor utama yaitu kebersihan yang rendah, sehingga dalam pencegahan skabies harus mempertimbangkan seluruh aspek risiko.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan personal hygiene penderita skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan Tahun 2016. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 34 sampel, yang diambil dengan cara total sampling. Data yang diperoleh merupakan data primer dimana peneliti mengambil data dengan cara melakukan wawancara melalui kuesioner.

Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan responden yang menderita skabies paling banyak adalah dengan umur 12 tahun (41,2%), responden yang menderita skabies paling banyak dengan jenis kelamin laki-laki (70,6%), responden yang menderita skabies paling banyak dengan tingkat pendidikan SMP (73,5 %), gambaran tingkat pengetahuan responden yang menderita skabies paling banyak dengan gambaran tingkat pengetahuan cukup (70,6%), dan gambaran perilaku personal hygiene responden paling banyak dengan perilaku personal hygiene baik (79,4 %).

Kesimpulan : Gambaran pengetahuan siswa yang menderita skabies di Pesantren

Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan yaitu dengan tingkat pengetahuan cukup (70,6%). Gambaran perilaku personal hygiene siswa yang menderita skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan yaitu dengan personal hygiene baik (79,4%). Prevalensi responden yang menderita skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan sebanyak 34 siswa (26,2%).


(67)

ABSTRACT

Introduction : Scabies is a skin disease that often occurs in a grup of people living together, scabies is a contangious disease and is very common in developing countries, scabies had a lot of risk factor, the main factor is poor hygiene, Than deep preventing scabies should be consider all of aspect risk.

Methods : This research is an descriptive study with cross sectional design that destination to know the description of knowledge and personal hygiene sufferer scabies at Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan 2016. Totaly sample in this research amount 34 sample, that sample take it with total sampling. The accumulated data are primary data which the researcher take a data with interviews through questioonaires.

Result : The result of this research showed respondent sufferer scabies mostly with twelve years (41,2%), respondent sufferer scabies mostly with male (70,4%), respondent sufferer scabies mostly with level of education junior high school (37,5%), overview of the level of knowledge respondent sufferer mostly with sufficient knowledge level overview (70,6%), and overview of the level of personal hygiene behavior respondent mostly with good personal hygiene behavior (79,4%).

Discussion : Overview of knowledge respondent sufferer in Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan that is sufficient knowledge level overview (70,6%). Overview sufferer personal hygiene behavior in Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan that with good personal hygiene (74,9%). Prevalensi respondent sufferer in Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan as many as 34 student (26,2%).


(1)

vii

2.1.2 Epidemiologi ... 6

2.1.3 Siklus Hidup ... 6

2.1.4 Patogenesis ... 7

2.1.5 Transmisi... 8

2.1.6 Manifestasi Klinis ... 9

2.1.7 Diagnosis ... 10

2.1.8 Tatalaksana ... 11

2.1.9 Pencegahan ... 13

2.1.10 Prognosis... 13

2.2 Pengetahuan ... 13

2.2.1 Definisi Pengetahuan ... 13

2.2.2 Tingkat Pengetahuan ... 14

2.3 Perilaku ... 15

2.3.1 Definisi Perilaku ... 15

2.3.2 Bentuk Perubahan Perilaku ... 15

2.3.3 Indikator Perilaku ... 17

2.3.4 Personal Hygiene ... 17

2.4 Faktor Yang Mempermudah Penularan Skabies ... 18

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP ... 20

3.1 Kerangka Teori ... 20


(2)

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 22

4.1 Jenis Penelitian ... 22

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

4.2.1 Waktu Penelitian ... 22

4.2.2 Tempat Penelitian ... 22

4.3 Populasi dan Sampel ... 22

4.3.1 Populasi Penelitian ... 22

4.3.2 Kriteria Inklusi ... 23

4.3.2 Kriteria Eksklusi ... 23

4.3.3 Sampel Penelitian ... 23

4.4 Besar Sampel Penelitian ... 23

4.5 Teknik Pengumpulan Data ... 23

4.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 24

4.7 Definisi Operasional ... 24

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 26

5.1 Hasil Penelitian ... 26

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 26

5.1.2 Prevalensi Skabies Di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin ... 26


(3)

ix

5.2.1 Prevalensi Skabies Di Pesantren Modern Ta’dib

Al-Syakirin ... 28

5.2.2 Karakteristik Penderita Skabies ... 29

5.2.3 Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku Personal Hygiene Penderita Skabies ... ... 30

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

6.1 Kesimpulan ... 33

6.2 Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34


(4)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Sarcoptes scabiei dewasa ... 5

Gambar 2.2 Siklus hidup sarcoptes scabiei ... 7

Gambar 2.3 Gejala klinis penyakit skabies ... ... 10

Gambar 3.2 Kerangka konsep ... ... 21


(5)

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 4.1 Definisi operasional ... 25 Tabel 5.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden

berdasarkan usia ... ... 27 Tabel 5.2 Distribusi frekuensi karakteristik responden

berdasarkan jenis kelamin ... 27 Tabel 5.3 Distribusi frekuensi karakteristik responden

Bersadarkan tingkat pendidikan ... 27 Tabel 5.4 Distribusi frekuensi karakteristik responden

berdasarkan gambaran tingkat pengetahuan ... 28 Tabel 5.5 Distribusi frekuensi karakteristik responden


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran I Daftar Riwayat Hidup ... 37

Lampiran II Lembar Etichal Clearence ………... 38

Lampiran III Lembar Surat Izin Penelitian ………... 39

Lampiran IV Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian ….. 40

Lampiran V Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (informed concent) ... 42

Lampiran VI Lembar Kuesioner ... ... 43

Lampiran VII Lembar Uji Validitas Kuesioner Pengetahuan ... 46

Lampiran VIII Lembar Uji Validitas Kuesioner Perilaku Personal Hygiene ... 54

Lampiran IX Lembar Hasil Uji Reliabilitas ... 55

Lampiran X Lembar Output SPSS Hasil Penelitian ... 55

Lampiran XI Lembar Surat Balasan Penelitian ... 57


Dokumen yang terkait

Gambaran Persepsi Pemenuhan Dasar Personal Hygiene Pada Anak-Anak Jalanan Usia 6-12 Tahun Di Kecamatan Medan Helvetia Daerah Kampung Lalang Medan

11 161 51

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN AS-SALAM Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Skabies Di Pondok Pesantren As-Salam Surakarta 2013.

0 1 14

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN AS-SALAM Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Skabies Di Pondok Pesantren As-Salam Surakarta 2013.

0 2 15

Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Personal Hygiene pada Penderita Skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan Tahun 2016

0 0 14

Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Personal Hygiene pada Penderita Skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan Tahun 2016

0 0 2

Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Personal Hygiene pada Penderita Skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan Tahun 2016

0 0 4

Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Personal Hygiene pada Penderita Skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan Tahun 2016

0 0 15

Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Personal Hygiene pada Penderita Skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan Tahun 2016

1 2 3

Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Personal Hygiene pada Penderita Skabies di Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Medan Tahun 2016

0 0 24

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI PUTRA PONDOK PESANTREN AL-LUQMANIYYAH YOGYAKARTA SKRIPSI

0 0 14