1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemilihan umum kepala daerah Pemilukada secara langsung merupakan sistem baru dalam praktek ketatanegaraan di Indonesia. Penerapan pemilihan
kepala daerah langsung merupakan salah satu akibat dari perubahan politik yang terjadi di Indonesia. Tujuan utamanya adalah pengambilan kedaulatan rakyat
dalam memilih pemimpin dalam negara, baik presiden dan kepala daerah provinsi serta kabupatenkota.
Dengan lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan peraturan pemerintah PP No.6 Tahun 2005 tentang tata cara pemilihan,
pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah, merupakan landasan hukum bagi pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung.
1
Melalui pemilihan kepala daerah langsung berarti mengembalikan hak-hak dasar
masyarakat di daerah untuk berpartisipasi dalam proses politik dalam rangka rekrutmen politik lokal secara demokrasi.
2
Rakyat memiliki kedaulatan penuh atas hak politiknya dalam memilih pemimpin mereka. Semangat pemilukada secara
langsung adalah memberikan ruang yang luas bagi partisipasi politik masyarakat untuk menentukan kepala daerah sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan di daerah
masing-masing sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan dari pemerintah nantinya sesuai dengan harapan dan keinginan rakyat pada umumnya.
3
1
Daniel.S.Slossa, Mekanisme Persyaratan dan Tata Cara Pemilukada Secara Langsung, Yogjakarta: Media Presindo, 2005, hal. 9
2
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia Widia Sarana, 1992, hal. 131
3
Donni Edwin, Pemilukada Langsung :Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance, Jakarta : Patner Ship, 2005, hal. 2
2 Tahun 2005, merupakan awal perubahan besar terjadi, dimana untuk
pertamakalinya Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dipilih secara langsung oleh rakyat. Peristiwa ini menandai babakan baru dalam sejarah politik daerah di
Indonesia. Adapun pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung diatur dalam UU No.322004 tentang Pemerintah Daerah Pasal
56. Dalam Pasal 56 ayai 1 dikatakan : “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis
berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.” Serta berdasarkan UU No. 222007 tentang Penyelenggara Pemilu, pemilukada juga
dimasukkan sebagai bagian dari kategori pemilu. Pemilukada langsung merupakan hasil kerja keras dalam perwujudan
demokrasi, walaupun banyak hal yang menjadi konsekuensinya seperti biaya yang besar, energi, waktu, pikiran dan lain sebagainya. Namun, keberhasilan
pemilukada untuk melahirkan kepemimpinan daerah yang murni secara demokratis, sesuai kehendak dan tuntutan rakyat sangat tergantung pada sikap
kritisme dan rasionalitas rakyat sendiri.
4
Salah satu sisi lain yang perlu dicermati dari Pemilukada adalah rekrutmen calon kepala daerah yang dilakukan partai politik menjelang Pemilukada. Partai
politik merupakan salah satu jalur pencalonan kepala daerah. Hal ini ditegaskan dalam revisi ke-2 UU No. 32 tahun 2004 pasal 56 ayat 2 bahwa “Pasangan calon
diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan.”
4
Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Yogyakarta ; Pustaka Pelajar, 2005, Hal. 3
3 Selain itu partai politik meyakini bahwa ada perbedaan
karakteristik antara pemilihan kepala daerah langsung pemilukadasung dengan pemilihan umum pemilu legislatif.
Dalam Pemilu Legislatif, pemilih memilih partai politik, sementara dalam Pemilukada pemilih memilih orang kandidat. Dalam
Pemilukadasung, kandidat yang mempunyai ketokohan tinggi akan lebih dipilih, tidak peduli berasal dari partai mana. Hal inilah yang
menyebabkan betapa pentingnya tahap rekrutmen yang dilakukan oleh partai politik .
5
Partai politik sebagai ikon utama demokrasi merupakan organisasi yang berkecimpung langsung dalam proses politik. Partai politik memiliki tujuan untuk
meraih kekuasaan atau mengambil bagian dalam pelancaran kekuasaan. Untuk itu kemenangan dalam Pemilukada penting untuk diperoleh sebagai pencapaian
tujuan partai politik. Ahmad Nyarwi mengemukakan bahwa makna penting kemenangan Pemilukada bagi partai politik, yaitu :
Pertama, sebagai kata kunci awal di dalam memperebutkan kekuasaan eksekutif di masing-masing daerah. Setidaknya, arena
eksekutif inilah nantinya bisa menjadi mesin yang ampuh dalam menjalankan kebijakan dan visi-visi politik masing-masing partai
politik. Kedua, sebagai peluang bagi partai politik dalam proses pembelajaran para kader politiknya. Hal ini terutama bagi partai
politik yang selama proses Pemilukada cenderung mendorong para kadernya untuk maju sebagai kandidat. Ketiga, sebagai arena untuk
menjaring para kader potensial yang populer.
6
Dalam pencalonan kepala daerah tidak semua partai politik dapat mengajukan calonnya. Hal ini dapat kita lihat dalam UU No. 32 Tahun 2004 pasal
59 ayat 2 yang menggariskan bahwa : “Partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan
perolehan sekurang-kurangnya 15 dari jumlah kursi DPRD atau 15 dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah
yang bersangkutan“.
5
Eriyanto, Pemilukada dan Penguasaan Partai Politik, Kajian Bulanan LSI Edisi 03-Juli 2007, www.lsi.co.id200707, diakses tgl 30 Oktober 2012.
6
Ahmad Nyarwi, Siasat Partai Politik dan Strategi Pencalonan, Kajian Bulanan LSI Edisi 03-Juli 2007, www.lsi.co.id200707, diakses tgl. 30 Oktober 2012.
4 Selanjutnya partai politik dan gabungan partai politik memproses bakal
calon melalui mekanisme yang demokratis dan transparan. Maka tentunya setiap partai politik memiliki suatu sistem atau mekanisme pencalonan kepala daerah.
Pelaksanaan pemilukada bermuara pada pemilihan kepala daerah yang dapat menjalankan tugas sebagai kepala daerah dengan baik hingga harapan
terbentuknya good governance benar-benar terwujud. Partai politik sebagai salah satu pintu bagi pencalonan tersebut tentunya memiliki peranan dan kepentingan
partai dalam setiap proses pelaksanaan pemilukada. Oleh karenanya proses perekrutan yang dilakukan partai politik tersebut sangat menentukan bagi partai
itu sendiri. Seleksi partai politik sangatlah menentukan sosok calon kepala daerah
yang tampil dan akan dipilih oleh rakyat. Hal ini menjadikan kehendak partai politik lebih dominan dan belum tentu sama dengan kehendak konstituen pada
umumnya. Selama ini proses internal partai politik cenderung tertutup dari keterlibatan konstituen secara langsung. Persaingan elit partai lebih dominan
sehingga kerap kali mengabaikan proses rekrutmen yang terbuka dan memberi kesempatan potensial di luar partai untuk berpartisipasi
7
. Pada dasarnya peran partai politik dalam pemilukada adalah sebagai
kendaraan. Sesuai ketentuan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pasal 56, setiap kontestan pemilukada diwajibkan memakai kendaraan berupa partai politik dan
gabungan parpol. Kendaraan ini tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk masuk arena, melainkan juga sebagai mesin yang bekerja untuk mengumpulkan
dukungan rakyat. Calon yang belum dikenal publik, mereka harus berusaha keras
7
Syamsuddin Harised, Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai Proses Nominasi dan Seleksi Calon Legislatif Pemilu 2004, Jakarta : Gramedia, 2005, hal. 143-144.
5 mendekati publik, memperkenalkan diri, visi misi, program aksi ke publik. Usaha
keras ini membutuhkan dukungan kekuatan mesin politik dalam mengambil hati rakyat juga diperlukan dalam meraih kekuasaan.
Partai Politik berproses untuk dapat berkuasa, dan dengan demikian memimpin proses pengambilan kebijakan publik. Hal ini mengharuskan partai
politik untuk mempersiapkan serta memilih calon-calon pemimpin yang dianggap layak dan memiliki kapasitas dan diharapkan mampu mengatur jalannya
pemerintahan. Dalam proses internal partai itulah, salah satu fungsi partai politik urgen untuk dibahas, yakni fungsi rekrutmen. Proses penseleksian kader untuk
mampu memimpin, baik dalam konteks pemerintahan lokal maupun nasional, itulah yang perlu mendapat sorotan tajam, khususnya mengenai partai-partai di
Indonesia. Dalam kenyataan Indonesia pasca kemerdekaan, dapat dikatakan adanya kegagalan partai politik dalam melahirkan kepemimpinan yang
berkualitas.
8
Salah satu partai politik yang harus menjalankan proses tersebut diatas adalah Partai Golongan Karya Golkar. Partai Golkar adalah salah satu partai
politik di Indonesia yang telah lama malang melintang dikancah perpolitikan nasional dan dapat dikatakan sebagai salah satu partai tertua yang ada di Indonesia
dan telah banyak mengutus kader-kadernya untuk turut serta dalam perhelatan Pemilukada. Sebagai salah satu contohnya adalah pada perhelatan Pemilukada
Walikota Padangsidimpuan tahun 2012 yang berkoalisi dengan PKS, PDS, Partai Republikan dan PSI dengan mengusung pasangan calon Chaidir Ritonga-Mara
Gunung Harahap bersanding dengan kontestan lainnya yakni pasangan M Habib
8
Ibid., hal, 105
6 Nasution-Soripada Harahap calon perseorangan, pasangan Rusdy Siregar-
Riswan Daulay Partai Demokrat dan Hanura, pasangan Andar Amin Harahap – Isnandar Nasution Partai PKB, PKNU, Partai Buruh, Partai Patriot, PPP, PDP
dan PKPB, pasangan Dedi JP Harahap-H. Affan Siregar PDIP, PAN, PBR, PNI Marhaenisme, PKPI, PKP, PDK, PPI, PPIB, PKDI, PBB, Partai Barnas, PMB,
Pelopor, Kedaulatan, PPDI dan Partai Merdeka, serta pasangan Amir Mirza Hutagalung-Nurwin Nasution calon perseorangan.
Dari hasil perolehan suara Pemilukada yang telah dilakukan tersebut, pasangan yang diusung oleh Partai Golkar yakni Chaidir Ritonga-Mara Gunung
Harahap mengalami kekalahan dan hanya memperoleh 6.987 suara atau 6,9 atau berada di urutan ke empat. Hasil ini memang sangat mengejutkan banyak
pihak terutama dari kalangan Golkar sendiri, mengingat pada Pilkada sebelumnya yakni di tahun 2007, pasangan yang diusung Partai Golkar dan
PPP, PPD dan PDS yaitu Zulkarnaen Nasution-Mara Gunung Harahap adalah pemenang mutlak
yakni 43.159 suara atau 50,67. Penurunan suara yang sangat drastis ini disinyalir disebabkan beberapa faktor yakni tidak tepatnya penetapan calon yang
diusung oleh Partai Golkar dalam Pemilukada Kota Padangsidimpuan tersebut. Penetapan calon tersebut lebih berdasarkan kepada pilihan Partai Golkar yang
cenderung bersifat oligharki namun tidak mengakomodasi keinginan dari masyarakat Kota Padangsidimpuan itu sendiri.
Dalam proses mekanisme penjaringan bakal calon kepala daerah yang dilakukan DPD Partai Golkar Kota Padangsidimpuan, terdapat empat pasang
nama calon kepala daerah yang masuk yaitu Rahmat Nasution, Muhammad Akhirun Piliang, Andar Amin Harahap dan Chaidir Ritonga. Dua diantaranya
7 berasal dari internal Partai Golkar yakni Rahmat Nasution serta Chaidir Ritonga
yang keduanya memang murni kader Partai Golkar. Rahmat Nasution sendiri adalah kader Partai Golkar yang yang merupakan putra daerah asli
Padangsidimpuan yang telah lama berkecimpung di perpolitikan Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kota Padangsidimpuan, serta pernah menjabat sebagai
Ketua DPRD Tapanuli Selatan dan pada saat ini adalah Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Tapanuli Selatan dan tentunya lebih dikenal luas oleh masyarakat
Padangsidimpuan. Sedangkan Chaidir Ritonga adalah kader Partai Golkar yang bukan merupakan putra daerah Padangsidimpuan melainkan berasal dari daerah
Sipetang Kabupaten Tapanuli Utara dan lebih banyak berkecimpung di DPRD Propinsi Sumatera Utara serta menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Propinsi
Sumatera Utara dan juga Wakil Ketua DPD Partai Golkar Propinsi Sumatera Utara.
Dalam penetapan akhir calon yang akan diusung, DPP Partai Golkar membuat keputusan yang mengejutkan yaitu menetapkan rekomentasi dukungan
kepada pasangan Chaidir Ritonga – Mara Gunung Harahap sebagai calon Walikota dan calon Wakil Walikota yang akan diusung Partai Golkar pada
Pemilukada Kota Padangsidimpuan tahun 2012. Meskipun keputusan ini diambil berdasarkan hasil survey, namun menimbulkan sedikit resistensi dari pasangan
Rahmat Nasution – A. Buchori Siregar yang setelah keputusan tersebut berniat maju dari jalur perseorangan, dan telah mampu mengumpulkan KTP sebagai
syarat untuk maju, meski kemudian mereka mengurungkan niat tersebut dengan alasan harus menghormati keputusan partai.
8 Pencalonan bakal calon kepala daerah yang merupakan keputusan dari
pusat merupakan sebuah fenomena yang menarik sebab sebenarnya masyarakat Padangsidimpuan lebih mengenal sosok Rahmat Nasution dibandingkan dengan
Chaidir Ritonga untuk maju sebagai calon Walikota dari Partai Golkar. Tentunya sebagai Partai Politik yang baik mampu mendengarkan aspirasi dari masyarakat
dan konstituennya dalam menentukan pasangan calon yang maju dalam Pemilukada, dan hal itu memang dipertegas oleh kader dan pengurus Partai
Golkar lainnya bahwa hal tersebutlah yang menjadi akar utama kekalahan telak Partai Golkar di Pemilukada Kota Padangsidimpuan 2012. Hal ini menimbulkan
pertanyaan terhadap proses penjaringan calon kepala daerah yang dilakukan oleh Partai Golongan Karya.
Hal inilah yang menarik penulis untuk melakukan kajian terhadap “Pola Penjaringan Partai Golkar Terhadap Bakal Calon Walikota dan Wakil
Walikota untuk Pemilukada Kota Padangsidimpuan Tahun 2012.”
9
B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah