1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat dengan disertai berbagai tantangan dan resiko yang dihadapinya. Tenaga kerja juga
merupakan sumber daya yang paling berharga bagi kelangsungan usaha perusahaan. Oleh karena itu kepada tenaga kerja perlu diberikan perlindungan, pemeliharaan dan
peningkatan kesejahteraan, sehingga pada gilirannya akan dapat meningkatkan produktivitas kerja.
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Jamsostek adalah merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi
risiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial. Sebagai program publik, Jamsostek memberikan hak dan membebani
kewajiban secara pasti bagi pengusaha dan tenaga kerja, haknya berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedangkan kewajiban peserta adalah tertib administrasi
dan membayar iuran.
1
Penyelenggaraan program Jamsostek diatur dalam Undang Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Jamsostek. Sedangkan peraturan
pelaksananya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelengaraan Jamsostek, Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1995 tentang
1
Jaminan Sosial Tenaga Kerja Merupakan Program Negara http:www.Jamsostek.co.id, diakses tanggal 25 Januari 2012
1
Universitas Sumatera Utara
2
Penunjukan PT.Jamsostek Persero Selaku Badan Penyelenggara Undang Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Keputusan Presiden
Nomor 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER 05 Tahun 1993 Juncto Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor 12 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaraan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan.
2
PT Jamsostek Persero adalah Badan Usaha Milik Negara yang ditunjuk oleh Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1995 sebagai Badan Penyelanggara UU
Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, menyelenggarakan 4 empat program yaitu: Jaminan Hari Tua JHT, Jaminan Kematian JK, Jaminan
Kecelakaan Kerja JKK dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan JPK. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan JPK adalah salah satu program
Jamsostek yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek Persero yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan, mulai dari upaya
pencegahan penyakit, pelayanan kebutuhan alat bantu peningkatan fungsi organ tubuh, sampai dengan pengobatan secara efektif dan efisien di klinik atau rumah
sakit. PT.
Jamsostek Persero
selaku Badan
Penyelenggara tidak
dapat melaksanakan sendiri program JPK tersebut, namun dalam pelaksanaan pemberian
pelayanan kesehatan bagi peserta JPK-Jamsostek, maka Badan Penyelenggara harus bekerjasama dengan Pelaksana Pelayanan Kesehatan PPK yang terdiri dari PPK
2
Ibid
Universitas Sumatera Utara
3
tingkat pertama yaitu Puskesmas, balai pengobatan klinik kesehatan dan rumah bersalin. Sedangkan PPK tingkat kedua sebagai sarana pelayanan kesehatan lanjutan
dari PPK tingkat pertama terdiri dari rumah sakit, apotik, optik dan perusahaan alat kesehatan. Dalam penulisan tesis ini kajian
dibatasi hanya terhadap pemberian
pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama bagi peserta JPK-Jamsostek di klinik kesehatan.
Hubungan hukum yang terjadi antara subyek hukum yang satu yaitu PT. Jamsostek Persero dengan subyek hukum yang lain yaitu klinik kesehatan adalah
hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta JPK-Jamsostek. Subyek
hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subyek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakati.
Pada dasarnya suatu
perjanjian dibuat berlandaskan asas kebebasan
berkontrak diantara dua pihak yang mempunyai kedudukan yang seimbang dan kedua belah pihak berusaha untuk mecapai suatu kesepakatan yang diperlukan bagi
terjadinya perjanjian melalui suatu proses negosiasi diantara mereka. Menurut Agus Yudha Hermoko
3
”kebebasan berkontrak merupakan perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia yang perkembangannya dilandasi semangat
liberalisme yang mengagungkan kebebasan individu”.
3
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010, hal.109
Universitas Sumatera Utara
4
Dalam sistem hukum nasional Indonesia, asas ini diimplementasikan pada hukum perjanjian sebagaimana diatur di dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang
memberikan kebebasan bagi setiap orang untuk melakukan perjanjian dengan siapa saja yang dikehendakinya dan bebas menentukan isi perjanjian yang akan dilakukan
serta bebas menentukan bentuk dan cara melakukan perjanjian. Berdasarkan prinsip asas kebebasan berkontrak inilah maka Buku III
KUHPerdata menganut sistem terbuka, sesuai dengan isi Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yaitu : ”segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya. Namun pergertian terbuka disini tidaklah terbukan mutlak tanpa batas, tapi dibatasi oleh undang-undang, kesusilaan dan
ketertban umum Pasal 1317 KUHPerdata. Penerapan asas ini mengindikasikan adanya keseimbangan kepentingan,
keseimbangan dalam pembagian beban risiko dan keseimbangan posisi tawar bargaining position. Tetapi perlu disadari kadangkala para pihak yang melakukan
negosiasi dalam perjanjian tersebut berada pada kedudukan yang tidak seimbang, dalam arti terdapat dua pihak yang mempunyai kekuatan tidak berimbang, yaitu
antara pihak yang mempunyai posisi tawar kuat dengan pihak yang lemah posisi tawarnya, yang pada akhirnya juga dapat melahirkan perjanjian yang merugikan salah
satu pihak. Salah satu bentuk perjanjian yang pada praktiknya berpotensi merugikan
pihak tertentu adalah perjanjian standar. Latar belakang lahirnya perjanjian standar adalah keadaan sosial ekonomi perusahaan besar, baik perusahaan swasta atau
Universitas Sumatera Utara
5
pemerintah yang mengadakan perjanjian kerjasama untuk menciptakanmelindungi kepentingannya dengan membuat syarat-syarat tertentu secara sepihak.
Hal ini memperlihatkan bahwa adanya kecenderungan bahwa banyak perjanjian di dalam transaksi bisnis yang terjadi bukan melalui proses negosiasi yang
seimbang di antara para pihak, tetapi perjanjian itu terjadi dengan cara pihak yang satu telah menyiapkan syarat-syarat baku pada suatu formulir perjanjian yang sudah
di cetak dan kemudian di sodorkan kepada pihak lainya untuk disetujui dengan hampir tidak memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak lainya untuk
melakukan negosiasi ataupun meminta perubahan syarat-syarat yang telah ditetapkan secara sepihak tersebut. Artinya disini berlaku prinsip take it or leave it bagi pihak
yang posisinya lebih lemah, yang dalam hal ini tidak adanya pilihan bebas menentukan pilihannya.
4
Pihak yang lemah hanya memiliki dua pilihan, yaitu menerima begitu saja syarat atau ketentuan-ketentuan yang diajukan oleh pihak yang
lebih kuat kedudukannya atau menolaknya, Penetapan secara sepihak ini biasanya menimbulkan masalah karena bersifat berat sebelah.”
5
Selanjutnya Syahmin Ak mengatakan ”diantara klausula baku yang dinilai memberatkan dalam suatu
perjanjian baku adalah klausula eksonerasi atau klausula eksemsi.”
6
Perjanjian yang demikian itu dinamakan perjanjian standar atau perjanian baku atau perjanjian adhesi
7
4
Badrulzaman, Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank , Bandung : Alumni, 1989, hal. 53
5
Syahmin Ak, Hukum Kontrak Internasional, Jakarta : Raja Grafindo Perdasa, 2006, hal. 41
6
Ibid
7
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia, Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993, hal. 61
Universitas Sumatera Utara
6
Meskipun diliputi kondisi yang kontroversial, tetapi secara kasat mata dapat dilihat bahwa kontrak baku selalu muncul dalam perjanjian-perjanjian yang terjadi.
Salah satu yang menjadi alasannya adalah praktis, akan tetapi sebenarnya lebih didasarkan pada usaha meminimalisir terjadinya kerugian pada pihak pembuat.
8
Berbagai klausula eksonerasi dirumuskan di dalamnya, sehingga tampak perlindungan hukum yang diberikan kepada pihak yang kedudukannya lemah sangat
kurang sekali. Dengan demikian asas kebebasan berkontrak sebagai asas utama dalam hukum perjanjian tidak terakomodasi dengan baik, yang selanjutnya juga kurang
mencerminkan rasa keadilan. Rijken
mengatakan bahwa
klausul eksonerasi
adalah klausul
yang dicantumkan dalam suatu perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan diri
untuk memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melanggar hukum.
9
PT. Jamsostek Kantor Cabang Binjai telah bekerjasama dengan beberapa klinik kesehatan yang tersbar di wilayah kerjanya untuk menyelenggarakan program
jaminan pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerja beserta keluarganya yang terdaftar sebagai peserta JPK-Jamsostek tertanggung. Dalam perjanjian kerjasama tersebut
pihak klinik selaku Pelaksana Pelayanan Kesehatan PPK rawat jalan tingkat pertama adalah pihak yang berada pada posisi yang lemah, Pihak klinik sama sekali
tidak diikutsertakan dalam proses pembuatan perjanjian, apalagi untuk turut
8
Pohan P, Penggunaan Kontrak Baku Dalam Praktek Bisnis Di Indonesia, Jakarta : Majalah BPHN, 2006, hal. 61
9
Mariam Darus Badrulzaman ,Aneka Hukum Bisnis, Bandung : Alumni, 1998. hal 47
Universitas Sumatera Utara
7
menentukan dan merubah isi dan syarat-syarat perjanjian, karena rancangan perjanjian tersebut telah dipersiapkan secara sepihak oleh PT.Jamsostek selaku Badan
Penyelenggara yang mempunyai posisi lebih kuat. Dengan demikian dalam perjanjian kerjasama ini cenderung mengabaikan
salah satu asas utama dalam perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak merupakan ”suatu asas yang memberikan kebebasan kepada
para pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian dan menentukan bentuk perjanjiannya
apakah tertulis atau lisan.”
10
Dalam Asas ini para pihak diasumsikan mempunyai kedudukan yang seimbang, dengan demikian diharapkan akan muncul kontrak atau
perjanjian yang adil dan seimbang bagi para pihak. Berdasarkan hal tersebut maka pihak klinik merasa bahwa pengaturan hak dan
kewajiban dalam perjanjian kerjasama ini tidak adil dan sangat memberatkannya, sehingga
dalam pelaksanaan
perjanjian kerjasama
tersebut timbul
adanya kecurangan-kecurangan berupa penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh
pihak klinik sebagai bentuk perlawanan dari ketidakadilan dan ketidakseimbangan pengaturan hak dan kewajiban.
Perjanjian kerjasama yang sudah ditandatangani merupakan salah satu aspek perlindungan hukum bagi para pihak. Hal ini dikarenakan perjanjian dapat menjadi
dasar hukum yang kuat untuk menegakkan perlindungan hukum bagi para pihak. Jika
10
Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, hal.1 kontrak innominaat merupakan kontrak yang tumbuh dan berkembang di dalam
praktik. Tiimbulnya kontrak ini karena adanya asas kebebasan berkontrak sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata
Universitas Sumatera Utara
8
salah satu pihak melanggar isi perjanjian, maka pihak yang lain dapat menuntut pihak yang melanggar tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku. Pasal 1338 ayat 1
KUHPerdata yang menegaskan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah diantara para pihak, berlaku sebagai undang undang bagi para pihak yang melakukan perjanjian itu
atau setiap perjanjian mengikat kedua belah pihak. Pembahasan kebebasan para pihak dalam berkontrak sering kali dikaitkan
dengan keseimbangan para pihak. Adanya anggapan bahwa kontrak yang terjalin antara para pihak yang tidak memberikan kebebasan bagi kedua belah pihak dalam
proses pembuatan kontrak yang seimbang, maka kontrak yang demikian dianggap tidak adil dan berat sebelah, sehingga memunculkan upaya untuk mencari dan
menggali temuan-temuan baru di bidang hukum kontrak agar dapat menyelesaikan problematika ketidakseimbangan dalam hubungan kontraktual akibat dilanggarnya
asas kebebasan berkontrak. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis akan melakukan penulisan Tesis
dengan judul Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Kerjasama Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Antara PT Jamsostek Dengan Klinik Kesehatan Swasta Di
Kota Binjai. B. Rumusan Permasalahan
1. Bagaimanakah
pengaturan dan
bentuk perjanjian
kerjasama jaminan
pemeliharaan kesehatan antara PT. Jamsostek Persero dengan klinik kesehatan swasta di kota Binjai ?
Universitas Sumatera Utara
9
2. Bagaimana penerapan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian kerjasama
jaminan pemeliharaan kesehatan antara PT Jamsostek dan klinik kesehatan swasta ?
3. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap para pihak dan peserta Jamsostek
dalam perjanjian kerjasama jaminan pemeliharaan kesehatan antara PT Jamsostek dan klinik kesehatan swasta?
C. Tujuan Penelitian