34
diletakkan diruang penerimaan tamu atau di lapangan atau secarik kertas tertentu yang termuat dalam kemasan atau wadah produk bersangkutan.
Buku III KUHPerdata selain mengatur mengenai perikatan yang timbul dari perjanjian, juga mengatur perikatan yang timbul dari Undang-undang.
Dalam KUHPerdata terdapat aturan umum yang berlaku untuk semua perjanjian dan aturan khusus yang berlaku hanya untuk perjanjian tertentu saja
yang namanya sudah diberikan Undang-undang. Keberadaan suatu perjanjian baku juga tidak terlepas dari terpenuhinya
syarat-syarat mengenai
sahnya suatu
perjanjiankontrak seperti
yang tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata, antara lain sebagai berikut:
1 Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2 Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3 Suatu hal tertentu 4 Suatu sebab yang halal
5. Asas Kebebasan Berkontrak dalam Kaitannya dengan Perjanjian Baku.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa secara yuridis perjanjian memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan
perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
57
Hal ini berarti bahwa pihak yang mengadakan perjanjian diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-
57
Lihat Pasal 1337 KUH Perdata
Universitas Sumatera Utara
35
pasal hukum perjanjian dan mereka diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian yang mereka adakan.
58
Dalam setiap perjanjian selalu diasumsikan bahwa kedudukan kedua belah pihak membuat perjanjian adalah sama, baik dalam hal kekuatan maupun
pengetahuan para pihak tentang isi perjanjian, akan tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Sering terjadi dalam pembuatan suatu perjanjian salah satu pihak
memiliki kedudukan atau posisi yang jauh lebih kuat dibandingkan pihak yang lain. Hal ini menyebabkan pihak yang lemah hanya memiliki dua pilihan,yaitu menerima
begitu saja syarat atau ketentuan-ketentuan yang diajukan oleh pihak yang lebih kuat kedudukannya atau menolaknya.
Suatu asas penting berkaitan dengan berlakunya kontrak adalah asas kebebasan berkontrak. Dengan adanya asas ini, para pihak bebas mengadakan
perjanjian apa saja meskipun belum diatur dalam KUH Perdata. Namun kebebasan itu tidak bersifat mutlak melainkan adanya batasannya seperti yang diatur dalam pasal
1337 KUH Perdata, yaitu tidak bertentangan atau dilarang oleh Undang-Undang, tidak bertentangan dengan kesulilaan dan kepentingan umum.
Asas kebebasan berkontrak ini mengandung makna bahwa masyarakat memiliki kebebasan untuk membuat perjanjian sesuai dengan kehendak atau
kepentingan mereka. Kebebasan yang dimaksud meliputi: a. kebebasan tiap orang untuk memutuskan apakah ia akan membuat perjanjian
atau tidak membuat perjanjian;
58
Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung : PT. Aditya Bakti, 1989, hal. 13
Universitas Sumatera Utara
36
b. kebebasan tiap orang untuk memilih dengan siapa ia akan membuat suatu perjanjian;
c. kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian; d. kebebasan para pihak untuk menentukan isi perjanjian;
e. kebebasan para pihak untuk menentukan cara pembuatan perjanjian.
59
Apabila dikaji bahwa kebebasan berkontrak yang dimaksudkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata menyiratkan adanya beberapa asas yang berkaitan dengan
kebebasan berkontrak dalam perjanjian : a. Mengenai terjadinya perjanjian
Menurut Rutten
yang dikutip
Purwahid Patrik
dalam bukunya
mengatakan bahwa “perjanjian yang dibuat itu pada umumnya bukan secara formil tetapi konsensual, artinya perjanjian itu selesai karena sesuai dengan
kehendak atau konsensus semata-mata.”
60
Asas konsensualisme artinya bahwa perjanjian hanya terjadi apabila telah adanya persetujuan kehendak antara para pihak. Asas ini berkaitan dengan
saat lahirnya suatu perjanjian. b. Tentang akibat perjanjian
Bahwa perjanjian mempunyai kekuatan mengikat antara pihak-pihak itu sendiri. Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang
menegaskan bahwa ”perjanjian dibuat secara sah diantara para pihak, berlaku sebagai undang undang bagi para pihak yang melakukan perjanjian atau
setiap perjanjian mengikat kedua belah pihak”.
59
Syahmin Ak, Op. Cit, hal. 154
60
Purwahid Patrik, Op.cit, hal 68
Universitas Sumatera Utara
37
Menurut Grotius, dalam buku Mariam Darus Badrulzaman, dikatakan bahwa “Pacta sunt servanda” janji itu mengikat. Selanjutnya ia mengatakan,
“promissorum implendorum obligation”. kita harus memenuhi janji kita
61
Menurut asas ini apa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak mengikat sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas ini berkenaan
dengan akibat hukum dari suatu perjanjian.
62
c. Tentang isi perjanjian Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata berbunyi : Perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikad baik. Kemudian Pasal 1339 KUHPerdata, perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga
untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-undang. Dengan dimasukkannya itikad baik dalam
pelaksanaan perjanjian berarti perjanjian itu ditafsirkan berdasarkan keadilan dan kepatutan.
Menurut Pitlo, yang dikutip Purwahid Patrik dalam bukunya dikatakan bahwa “terjadinya hubungan yang erat antara ajaran itikad baik dalam
pelaksanaan perjanjian
dan teori
kepercayaan pada
saat perjanjian
kesepakatan terjadi pada saat penandatanganan.”
63
Selanjutnya juga dikatakan bahwa “perjanjian itu tidak hanya ditentukan oleh para pihak dalam
61
Mariam Darus
Badrulzaman, KUHPerdata
Buku II
Hukum Perikatan
dengan Penjelasannya.Bandung : Alumni, 1993. hal 109.
62
Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996, hal. 16
63
Purwahid Patrik. Op.Cit, hal. 67-68.
Universitas Sumatera Utara
38
perumusan perjanjian tetapi juga ditentukan oleh itikad baik dan kepatutan, jadi itikad baik dan kepatutan ikut pula menentukan isi dari perjanjian.”
64
Menurut Vollmar yang dikutip Purwahid Patrik dalam bukunya mengatakan bahwa :
Itikad baik pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata dan kepatutan pasal 1339 KUHPerdata umumnya disebutkan secara senafas dan Hoge Raad
dalam putusan tanggal 11 Januari 1924 telah sependapat bahwa hakim setelah menguji dengan
kepantasan dari suatu perjanjian tidak dapat dilaksanakan maka berarti perjanjian itu bertentangan dengan ketertiban
umum dan kesusilaan.
65
Menurut Mariam Darus Badrulzaman bahwa “di dalam perjanjian terkandung suatu asas kekuatan mengikat, terikatnya para pihak pada
perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh
kebiasaan dan kepatutan serta moral.”
66
Selain itu isi perjanjian sepenuhnya diserahkan kepada para pihak yang membuatnya dengan mengindahkan ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata.
Dengan kata lain selama perjanjian baku tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, maka semua isi perjanjian
akan mengikat,
apabila pihak
dalam perjanjian
tersebut sudah
menandatanganinya.
64
Ibid
65
Ibid.
66
Mariam Darus
Badrulzaman, KUHPerdata
Buku II
Hukum Perikatan
dengan Penjelasannya, Op. Cit, hal. 87-88.
Universitas Sumatera Utara
39
Berdasarkan prinsip “kebebasan berkontrak”, tiap-tiap perjanjian yang dibuat secara sah adalah mengikat para pihak, mereka tidak dapat
membatalkanmengakhirinya tanpa persetujuan kedua belah pihak. Keberadaan
asas kebebasan
berkontrak dalam
kaitannya dengan
perjanjian baku dilatar belakangi oleh keadaan, tuntutan serta perkembangan dunia bisnis dewasa ini yang hampir disetiap bidangnya tidak lepas dari aspek
transaksi ataupun perjanjian. Dalam kondisi tersebut, timbul suatu pertanyaan bahwa apakah perjanjian
baku tersebut dapat dikatakan memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, atau dengan kata lain apakah perjanjian baku standard contract
bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak. Dalam melihat permasalahan ini terdapat dua paham yang memandang
bahwa apakah perjanjian baku tersebut melanggar asas kebebasan berkontrak atau tidak.
67
a. Paham pertama secara mutlak memandang bahwa perjanjian baku bukanlah suatu perjanjian
Menurut Sluijer, “perjanjian baku ini bukan perjanjian, sebab kedudukan pengusaha di dalam perjanjian adalah seakan-akan sebagai
pembentuk undang-undang
swasta. Syarat-syarat
yang ditentukan
67
Ibid
Universitas Sumatera Utara
40
pengusaha di dalam perjanjian itu adalah undang-undang bukan perjanjian.”
68
b. Paham kedua cenderung mengemukakan pendapat bahwa perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian
Menurut Stein, “perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian berdasarkan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan yang membangkitkan
kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu, dengan asumsi bahwa jika dia menerima perjanjian itu, berarti dia secara
sukarela setuju pada isi perjanjian itu.”
69
Setiap orang yang menandatangni perjanjian, bertanggung jawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya. Jika ada orang yang
membubuhkan tandatangan pada formulir baku, maka tanda tangan itu akan
membangkitkan kepercayaan
bahwa yang
bertandatangan mengetahui dan menghendaki isi perjanjian yang ditandatangani
B. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan JPK-Jamsostek 1.
Dasar Hukum Penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan JPK
Keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam ketentuan Pasal 86 dan 87 Undang Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Setiap pekerjaburuh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan
68
Hasanudin Raihan, “Seri Ketrampilan Merancang Kontrak Bisnis”, Jakarta : Contract Drafting, 2003, hal 45
69
Ibid
Universitas Sumatera Utara
41
kerja yang diupayakan dalam bentuk sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 99 Undang Undang No 13 Tahun 2003 juga
mengatur mengenai kesejahteraan dimana setiap pekerjaburuh dan keluarganya
berhak untuk memperoleh Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja menyatakan “Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang
pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi”. Oleh karena itu konsepsi dasar tentang asuransi dipergunakan sebagai dasar dalam penyelenggaraan
program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Secara yuridis pengertian Jamsostek secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1
Ayat 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 yaitu : ”Suatu perlindungan untuk tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti dari penghasilan
yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan
meninggal dunia ”.
70
Ditinjau dari jenis asuransi, maka Jaminan Sosial Tenaga Kerja termasuk dalam jenis asuransi sosial yang sifatnya adalah wajib.
71
Penyelenggaraan asuransi sosial ini ditangani secara langsung oleh pemerintah dan pemberlakukannya
didasarkan pada undang-undang sehingga sifatnya wajib. Pasal 99 ayat 1 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa ”setiap
70
Sentosa Sembiring, Himpunan Undang-Undang Lengkap tentang Asuransi Jaminan Sosial Disertai Peraturan Perundang-undangan Terkait. Bandung : Nuansa Aulia, 2006, hal. 245
71
Emmy Pangaribuan, Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya Yogyakarta : Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1983, hal. 148
Universitas Sumatera Utara
42
pekerjaburuh dan keluarganya berhak untuk memperoleh Jaminan Sosial Tenaga Kerja”. Pasal 99 Ayat 2 menyatakan “Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kehadiran Jamsostek merupakan tuntutan dari organisasi pekerja atau serikat buruh. Pada awal abad ke-20, banyak negara di Eropa mengalami goncangan akibat
pemogokan buruh industri. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi
kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian
atau seluruhnya penghasilan yang hilang. Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam
meningkatan motivasi maupun produktivitas kerja. Salah satu bentuk Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang di atur dalam ketentuan
pasal 16 Undang Undang Nomor 3 Tahun 1992 adalah program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan JPK. Selanjutnya program JPK juga diatur dalam
peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yaitu mulai Pasal 33 sampai
dengan Pasal 46 dan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1995 tentang penunjukan PT.Jamsostek Persero selaku Badan Penyelenggara Undang Undang
Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
72
.
72
Kewajiban perusahaan mengikuti Jamsostek, http :www.hukumonline.com. Diakses tanggal 25 Januari 2012
Universitas Sumatera Utara
43
Program JPK bersifat wajib bersyarat, artinya perusahaan dapat tidak mengikut sertakan tenaga kerjanya dalam program JPK sepanjang telah memberikan
pelayanan kesehatan dengan benefit atau manfaat berupa jaminan kesehatan yang lebih baik dibandingkan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun
1992. Hal ini juga disebutkan dalam Bab II Pasal 2 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek, bahwa
”pengusaha yang telah menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat lebih baik dari paket JPK-Dasar menurut
Peraturan Pemerintah ini, wajib ikut dalam Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara.”
Iuran premi dalam program JPK Jamsostek merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh perusahaan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2012 tentang perubahan kedelapan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993, yaitu ditetapkan berdasarkan persentase dari upah yang dibedakan atas tenaga kerja
lajang sebesar 3 dan tenaga kerja berkeluarga 6 dari upah yang diterima, dan
untuk upah maksimal dibatasi ceiling sebesar Rp. 3.080.000,-. Sebagai upah minimal tidak disebutkan, namun karena hak normatif tenaga kerja adalah upah
minimal RegionalPropinsi, maka sebagai upah minimal ditentukan UMRUMP yang berlaku dan ditetapkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
2. Manfaat dan Tujuan Penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan