Analisa Zat Pengotor Dari Minyak Sawit Mentah Terhadap Waktu Penimbunan Pada Bak Penampungan PT. SaranaAgro Nusantara Unit Belawan

(1)

Lampiran 1

STANDAR MUTU YANG DIGUNAKAN UNTUK FINAL PRODUKSI

No :

Proses : Crude Palm Oil Subjek : Final Produk Ref : PORIM

Standar Mutu Yang Digunakan Untuk Final Produksi

No Description Unit Standart

1 FFA % <3.50

2 Moisture % <0.10

3 Dirty % <0.02

4 Peroxide Value m.e/kg <5.00

5 Iron Content Ppm <5.00

6 Dobi Value - >2.50

7 Iodine Value Wijs 50-55


(2)

Lampiran 2


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, M. M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Adicita Karya Nusa. Yogyakarta.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Tekhnologi Minyak dan Lemak Pangan, Jakarta, Universitas Indonesia–Press

Mangoensoekarjo, S. dan Semangun, H. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa

Sawit. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Mustafa, H. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Adi Cita Karya Nusa. Jakarta.

Naibaho, P. M. 1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Edisi Keempat. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Pahan, I. 2007. Kelapa Sawit. Cetakan Kedua. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pardamean, M. 2008. Pengolahan Kebun Dan Pabrik Kelapa Sawit. Cetakan Pertama. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Purnomo, Hary. 1995. Aktivis Air Dan Peranannya Dalam Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta.

Suyatno Risza, 1994. Kelapa Sawit. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Setyamidjaja, D. 1998. Budidaya Kelapa Sawit. Cetakan 8. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Yan, F. 2004. Kelapa Sawit Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analis


(4)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi

Pada penentuan kadar kotoran, sampel yang digunakan yaitu CPO yang diambil dari tangki timbun. CPO yang digunakan harus yang segar dan belum mengalami proses transportasi dan penyimpanan yang lama. Sampel yang diambil dari bak penampungan dengan variasi waktu penimbunan 1-5 hari.

3.1.1. Alat–alat

- Beaker glass 100mL Pyrex

- Neraca analitik - Corong

- Kertas saring whatman No. 41 - Oven

- Desikator

3.1.2. Bahan

- N-Heksan - Minyak CPO


(5)

3.1.3. Pengambilan Sampel

Sampel CPO yang digunakan merupakan sampel dari industri pengolah CPO yang belum mengalami proses transportasi dan penyimpanan dalam waktu yang lama. Dengan demikian, diharapkan komposisi kimia dan kondisi kristal lemak didalamnya belum mengalami perubahan akibat terjadinya pelelehan dan kristalisasi lemak yang berulang. Analisis mutu CPO yang baik untuk kadar kotoran adalah kurang dari 0,027%.

3.2. Prosedur Percobaan

3.2.1. Penentuan Kadar Kotoran

- Dipanaskan kertas saring kedalam oven selama ± 15 menit - Didinginkan didalam desikator

- Ditimbang berat kertas saring tersebut - Ditimbang sampel ± 10 g

- Dilarutkan sampel dengan n-heksan - Disaring sampel tersebut

- Disiram beaker glass tempat sampel tadi dan kertas saring guna untuk melarutkan minyak yang menempel (penyiraman dihentikan sampai minyak larut sempurna)

- Dimasukkan kertas saring tersebut kedalam oven selama 10 menit - Didinginkan didalam desikator

- Ditimbang berat kertas saring - Dihitung kadar kotorannya


(6)

Kadar kotoran/impuritis dinyatakan dengan % berat sebagai berikut :

% kadar kotoran =

�−�

x 100 %

….. (2.2)

Keterangan :

C : berat kertas saring dan sisa tidak larut A : berat kertas saring


(7)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil 4.1.1. Data

Berdasarkan percobaan yang dilakukan diperoleh data kadar kotoran dari CPO yang berasal dari bak penampungan. Analisis dilakukan dengan variasi waktu penimbunan 1-5 hari dan dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1 Data analisa kadar kotoran dari minyak sawit (CPO) pada bak penampungan dengan variasi waktu penimbunan 1-5 hari No Berat Sampel

(g) Berat Kertas Saring Sebelum Dikeringkan (g) Berat Kertas Saring Setelah Dikeringkan (g) Gram Kotoran % Kotoran

1 10,0044 0,7190 0,7215 0,0025 0,024 2 10,0123 0,7068 0,7094 0,0026 0,025 3 10,1358 0,7023 0,7049 0,0026 0,025 4 10,2142 0,7011 0,7036 0,0025 0,024 5 10,3527 0,7014 0,7041 0,0027 0,026


(8)

4.1.2 Perhitungan

1. Persentase Kadar Kotoran % Kadar Kotoran =0,7190 - 0,7215

10,0044 � 100%

= 0,0025

10,0044� 100%

= 0,024 %

Prosedur yang sama diulangi untuk data yang selanjutnya.

4.2. Pembahasan

Dari Tabel 4.1 hasil analisa kadar kotoran pada CPO yang terdapat pada bak penampungan rata–rata 0,024% sesuai dengan standar mutu yang ada di pabrik tetapi tidak sesuai dengan standar mutu final produksi.

Penentuan kadar kotoran secara gravimetri, dimana kadar pengotor dianggap sebagai kotoran dan bahan asing lainnya yang tidak larut dengan pelarut N–heksan. Namun hasil yang diperoleh setiap kali percobaan mengalami nilai yang berbeda-beda, yang disebabkan oleh penambahan n–heksan yang berlebih yang mengakibatkan CPO ada yang keluar dari tempat penyaringannya yang mengakibatkan nilai kadar kotorannya berkurang. Penentuan kadar kotoran secara gravimetri dapat dilakukan dengan cara melarutkan CPO dengan pelarut organik, dimana kotoran yang larut dalam pelarut organik dianggap sebagai zat pengotor yang terdapat pada CPO. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan berat jenis antara kotoran dan pelarut organik CPO.


(9)

Tingginyakadar kotoran pada bak penampungan disebabkan karena tempat penimbunantidak dijaga kebersihan atau tidak dijaga dari faktor-faktor pengotor yang dapat merusak mutu CPO dengan tingginya kadar kotoran CPO pada bak tersebut. Hal ini dapat dilihat pada CPO yang semakin lama ditimbun pada bak penampungan semakin tinggi kadar kotorannya. Penimbunan CPO pada bak penampungan bertujuan untuk mengumpulkan losis minyak dari hasil proses produksi yang kemudian akan dikembalikan ke stasiun klarifikasi. Waktu penimbunan yang terlalu lama mengakibatkan peningkatan kadar kotoran karena minyak sawit mentah yang terdapat dalam bak penampungan terkontaminasi oleh pengotor–pengotor baik yang berasal dari luar maupun pengotor yang tercampur dalam minyak sawit mentah itu sendiri. Waktu penimbunan yang lama pada bak penampungan mengakibatkan sludge atau lumpur yang telah diendapkan bercampur kembali bersama minyak karena adanya guncangan saat sludge atau lumpur dari hasil proses produksi masuk kebak penampungan. Selain sludge dan lumpur yang bercampur kembali dengan minyak, pengotor–pengotor dari lingkungan juga mengakibatkan peningkatan kadar kotoran minyak sawit mentah padabak penampungan.

Dari hasil percobaan yang dilakukan di PT.SARANA AGRO NUSANTARA UNIT BELAWAN maka diperoleh data hasil kadar kotoran dari bak penampungan seperti tertera pada lampiran, yang menunjukkan kualitas minyak sawit. Kualitas minyak sawit cenderung naik turun, tetapi mutu minyak sawit masih dalam standar mutu yang ditetapkan oleh pabrik.


(10)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan dengan metode gravimetri, diperoleh rata–rata maksimal kadar kotoran dalam CPO pada bak penampungan dengan variasi waktu penimbunan 1-5 hari adalah hari pertama kadar kotorannya 0,024 %, hari kedua kadar kotorannya 0,025 %, hari ketiga kadar kotorannya 0,025 %, hari keempat kadar kotorannya 0,024 % dan hari kelima kadar kotorannya 0,026 %. Semakin lama waktu penimbunan semakin banyak kadar kotoran yang terdapat pada minyak sawit mentah.

5.2 Saran

Untukmemperoleh hasil yang lebih baik, pekerjaan selanjutnya disarankan untuk melakukan hal-hal berikut :

1.Diharapkan agar penentuan kadar kotoran pada minyak sawit mentah tidak hanya dilakukan dengan metode gravimetri, tetapi dengan menggunakan alat yang lebih tinggi ketelitiannya seperti spektrofotometer agar hasil yang diperoleh lebih akurat.

2.Diharapkan agar dilakukan pembersihan secara berkala pada bak penampungan agar tidak merusak minyak sawit mentah yang terdapat dalam bak penampungan.


(11)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yangdiperkirakan berasal dari Nigeria (Afrika Barat) karena pertama kali ditemukan dihutan belantara negara tersebut. Kelapa sawit pertama masuk ke Indonesia pada tahun 1848, dibawa dari Mautius dan Amsterdam oleh seorang warga Belanda. Bibitkelapa sawit yang berasal dari kedua tempat tersebut masing–masing berjumlah duabatang dan pada tahun itu juga ditanam di Kebun Raya Bogor.

Hingga saat ini, dua dariempat pohon tersebut masih hidup dan diyakini sebagai nenek moyang kelapa sawityang ada di Asia Tenggara. Sebagai keturunan kelapa sawit dari kebun raya Bogortersebut telah diintroduksi ke Deli Serdang (Sumatera Utara) hingga dinamakanvarietas Deli Dura.Perkebunan kelapa sawit komersial pertama di Indonesia mulai diusahakanpada tahun 1911 di Aceh dan Sumatera Utara oleh Adrien Hallet, seorang kebangsaanBelgia. Luas kebun kelapa sawit terus bertambah, dari 1.272 Ha pada tahun 1916menjadi 92.307 Ha pada tahun 1983.Sebagai areal perkebunan kelapa sawit di Sumatera pada mulanya dimilikioleh masyarakat secara perorangan, namun dalam perkembangannya, kepemilikanperkebunan ini digantikan oleh perusahaan-perusahaan asing dari Eropa. Pada tahun1957, pemerintah republik Indonesia menasionalisaikan


(12)

negara. Perkebunan kelapa sawit diIndonesia terus mengalami perkembangan, meskipun dalam perjalannya mengalamipasang surut (Naibaho, 1996).

2.2 Varietas Tanaman Kelapa Sawit

Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang dapat dikenal. Varietas-varietas itu dapat dibedakan berdasarkan warna kulit buahnya. Selain Varietas- varietas-varietas tersebut. Ternyata dikenal juga beberapa varietas-varietas unggul yang mempunyaibeberapa keistimewaan, antara lain mampu menghasilkan produksi yang lebih baikdibandingkan varietas lain.

2.2.1 Berdasarkan Tebal Tipisnya Tempurung 1.Varietas Dura

Tempurung cukup tebal (2-8 mm), daging buah tipis. Persentase daging buahterhadap buah 35-50%, inti buah (kernel) besar, tetapi kandungan minyaknya rendah.Dalam berbagai persilangan untuk menghasilkan varietas baru, varietas Dura selaludijadikan sebagai tanaman betina oleh pusat-pusat penelitian.

2. Varietas Psifera

Tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada. Daging buah tebal, inti buahsangat kecil. Kandungan minyak inti rendah karena ukuran kernelnya sangat kecil.Dalam persilangan untuk menghasilkan varietas baru, varietas psifera dijadikansebagai tanaman pejantan atau sebagai penghasil tempurung sari.


(13)

3.Varietas Tenera

Merupakan hasil persilangan antara varietas Dura (D) dan Psifera (P) sehingga sifat-sifat morfologi dan anatomi ini (DxP) merupakan perpaduan antara kedua sifat induknya. Tebal tempurung varietas tenera adalah 0,5-4,0 mm, persentasi daging buah terhadap buah 60 -90 %, kandungan minyak daging buah 18-23 %, dan kandungan minyak inti 5 %.

4.Varietas Macro Carya

Daging buah sangat tipis tempurung sangat tebal (4-5 mm).

5.Varietas Dwikka Wakka

Dwikka Wakka mempunyai ciri khas, yaitu daging buahnya (sabut) berlapis dua. Oleh karena itu disebut Dwikka. Macro Carya dan Dwikka Wakka merupakan varietas yang jarang ditemukan di lapangan, sedangkan tenera merupakan varietas yang paling banyak dibudidayakan karena dianggap paling menguntungkan secara ekonomis (Hadi, 2004).

2.2.2. Berdasarkan Warna Kulit Buah

Pembagian Varietas bedasarkan warna kulit buah, terdapat 3 (tiga) varietas kelapa sawit, yaitu sebagai berikut :

a.Nigrescens

Warna kulit buah kehitaman saat masih muda dan berubah menjadi jingga kemerahan jika sudah tua/masak.


(14)

b.Virescens

Warna kulit hijau saat masih muda dan berubah menjadi jingga kemerahan jika sudah tua/masak, namun masih meninggalkan sisa-sisa warna hijau.

c.Albescens

Warna kulit keputih-putihan saat masih muda dan berubah menjadi kekuning-kuningan jika sudah tua/masak. Diantara ketiga varietas di atas,

Nigrescens paling banyak di budidayakan. Virescens dan Albescens jarang

dijumpai dilapangan, umumnya hanya digunakan sebagai bahan penelitian oleh lembaga–lembaga penelitian (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

2.3 Manfaat Kelapa Sawit dan Produknya

Kelapa sawit merupakan tanaman tropis penghasil minyak nabati yang hingga saat ini diakui paling produktif dan ekonomis dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya, misalnya kedelai, kacang tanah, kelapa, bunga matahari, dan lain–lain. Jika dibandingkan dengan minyak nabati lain, minyak kelapa sawit memiliki keistimewaan tersendiri, yakni rendahnya kandungan kolesterol dan dapat diolah lebih lanjut menjadi suatu produk yang tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan (minyak goreng, margarin, vanaspati, lemak, dan lain-lain), tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non pangan (gliserin, sabun, deterjen, BBM, dan lain-lain).

Kegunaan dari masing-masing produk tersebut adalah :

- Minyak kelapa sawit merupakan bahan baku untuk kebutuhan pangan (minyak goreng, margarin, vanaspati, lemak, dan lain-lain), tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non pangan (gliserin, sabun, deterjen, BBM, dan lain-lain).


(15)

- Inti sawit yang menghasilkan minyak inti digunakan sebagai bahan sabun, minyak goreng, kosmetik, dan sebagainya.

- Cangkang atau tempurungnya dapat digunakan sebagai bahan bakar/sumber energi.

- Tandan kosong untuk bahan bakar ketel uap, mulsa dan abu sebagai pupuk kalium.

- Ampas lumatan daging buah untuk bahan bakar ketel uap (Suyatno, 1994).

2.4. Pengolahan Kelapa Sawit

Tahap-tahap pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi Crude palm

Oil(CPO) adalah sebagai berikut :

1.Stasiun Penerimaan Buah

Sebelum diolah dalam PKS, tandan buah segar (TBS) yang berasal dari kebun pertama kali diterima di stasiun penerimaan buah untuk ditimbang di jembatan timbang (Weight Bridge) dan ditampung sementara di penampungan buah (loadingramp).

a. Jembatan Timbang

Penimbangan dilakukan dua kali untuk setiap angkutan TBS yang masuk ke pabrik, yaitu pada saat masuk (berat truk dan TBS) serta pada saat keluar. Dari selisih timbangan saat truk masuk dan keluar, diperoleh berat bersih.


(16)

b. Sortasi

Setelah selesai ditimbang, kemudian buah dibawa ketempat pengumpulan buah untuk disortasi. Penyortasian dilakukan berdasarkan kriteria kematangan buah, hal ini bertujuan pada penentuan rendemen minyak.

c. Loading ramp

TBS yang telah ditimbang dijembatan timbang selanjutnya dibongkar diloading ramp dengan menuang langsung dari truk. Loading ramp merupakan suatubangunan dengan lantai berupa kisi-kisi pelat besi berjarak 10 cm dengan kemiringan 45 oC. Kisi-kisi tersebut berfungsi untuk memisahkan kotoran berupapasir, kerikil, dan sampah yang terikut dalam TBS. Loading Ramp dilengkapi pintu–pintu keluaran yang digerakkan secara hidrolik sehingga memudahkan dalampengisian TBS kedalam lori untuk proses selanjutnya. Setiap lori dapat dimuat dengan2,5 ton TBS.

2.Stasiun Rebusan

Lori–lori yang telah berisi TBS dikirim ke stasiun rebusan dengan caraditarik menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga memasukisterilizer.Sterilizer yang digunakan adalah berkapasitas 10 lori atau setara 20 tonTBS. Dalam proses perebusan, TBS dipanaskan dengan uap temperatur 135OC dan tekanan 2,0–3,0 kg/cm2 selama 90 menit.

Tujuan dari perebusan TBS adalah :

- Menghentikan perkembangan asam lemak bebas (ALB) atau free fatty acid (FFA).


(17)

- Penyempurnaan dalam pengolahan.

- Penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit.

3. Stasiun Pemipilan

TBS berikut lori yang telah direbus dikirim ke bagian pemipilan yangdituangkan ke alat pemipil (Thresher) dengan bantuan hoisting crane. Prosespemipilan terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendatar yang membawa TBS ikut berputar sehingga membanting-banting TBS tersebut dan menyebabkanbrondolan lepas dari tandannya. Pada bagian dalam dari pemipil, dipasang batang besiperantara sehingga membentuk kisi-kisi yang memungkinkan brondolan keluar daripemipil. Brondolan yang keluar dari bagian bawah pemipil ditampung oleh sebuahscrew conveyor untuk dikirim kebagian digesting dan

pressing. Sementara tandankosong yang keluar dari bagian bawah pemipil

ditampung oleh elevator kemudianhasil tersebut dikirim ke hopper.

4. Stasiun Pencacahan

Berondolan yang telah terpipil dari stasiun pemipilan diangkut ke bagian

pengadukan/pencacahan(digester). Alat yang digunakan untuk pengadukan/pencacahan berupa sebuah tangki vertikal yang dilengkapi dengan lengan-lenganpencacah di bagian dalamnya.Tujuan utama dari proses digesting yaitu mempersiapkan daging buah untukpengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari dagingbuah dengan kerugian yang sekecil-kecilnya.


(18)

5. Stasiun Pengempaan

Berondolan yang telah mengalami pencacahan dan keluar melalui bagianbawah digester berupa bubur. Hasil cacahan tersebut langsung masuk ke alatpengempaan yang persis dibagian bawah digester. Pada pabrik kelapa sawit,umumnya digunakan screw press sebagai alat pengempaan untuk memisahkan minyakdari daging buah. Proses pemisahan minyak terjadi akibat putaran screw mendesakbubur buah, sedangkan dari arah berlawanan tertekan oleh sliding cone. Dengandemikian, minyak dari bubur buah yang terdesak ini akan keluar melalui lubang-lubang press cage, sedangkan ampasnya keluar melalui celah antara sliding cone danpress cage.

6.Pemurnian

Minyak hasil pengempaan dialirkan (masuk) ke sand trap tank (penangkappasir) lalu menuju vibro separator untuk disaring agar kotoran berupa serabut kasar tersebut dialirkan ketangki penampungan minyak kasar (crude oil

tank). Selanjutnyadikirim ke Vertical Continue Tank (VCT), di VCT proses

pemisahan dilakukanberdasarkan berat jenis antara minyak, air dan sludge, dimana minyak yang ringanakan keatas, lalu dikirim ke oil tank, sedangkan

sludge dikirim ke sludge tank.Sludge merupakan fasa campuran yang masih

mengandung minyak.

Pada pabrikkelapa sawit, sludge diolah untuk dikutip kembali pada minyak yang masihterkandung didalamnya, lalu dialirkan kembali keVCTlalu dikirim ke

Oil tank.Dari oil tank minyak dimurnikan kembali melalui oil purifier, setelah


(19)

minyakdan siap dikirim ke tangki penimbunan (storage tank) (Setyamidjaja,1998).


(20)

2.5 Standar Mutu Minyak Sawit

Akhir–akhir ini minyak sawit berperan cukup penting dalam perdagangan dunia. Berbagai industri, baik pangan maupun non pangan, banyak yang menggunakannya sebagai bahan baku. Berdasarkan peranan dan kegunaan minyak sawit itu, maka mutu dan kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat menentukan harga dan nilai komoditas ini. Di dalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua arti. Pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar–benar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit dalam arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, antara lain titik lebur angka penyabunan dan bilangan iodium. Sedangkan yang kedua, yaitu mutu minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat mutunya di ukur berdasarkan spesifik standar mutu internasional, yang meliputi kadar asam lemak bebas (ALB), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Dalam dunia perdagangan, mutu minyak sawit dalam arti yang kedua lebih penting.

Industri pangan maupun non pangan selalu menghendaki minyak sawit dalam mutu yang terbaik, yaitu minyak sawit yang dalam keadaan segar, asli, murni dan tidak tercampur bahan tambahan lain seperti kotoran, air, logam-logam (dari alat-alat selama pemrosesan), dan lain-lain. Adanya bahan-bahan yang tidak semestinya terikut dalam minyak sawit ini akan menurunkan mutu dan harga jualnya (Pardamean, M. 2008).


(21)

Manfaat minyak sawit diantaranya sebagai bahan baku untuk industri pangandan industri non pangan.

1.Minyak sawit untuk industri pangan

Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, rafinasi dan

hidrogenesis. Produksi CPO Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga

dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Sebagai bahan baku untuk minyak makan, minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarine, butter, vanaspati, shortening dan bahan untuk membuat kue-kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Kandungan asam linoleat dan asam linolenatnya rendah sehingga minyak goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor (beat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi.

2.Minyak sawit untuk industri nonpangan

Produk nonpangan yang dihasilkan dari minyak sawit dan minyak inti sawit diproses melalui proses hidrolisis (splitting) untuk menghasilkan asam lemak dan gliserin. Kandungan minor dalam minyak sawit berjumlah kurang lebih 1 %, antara lain terdiri dari karoten, tokoferol, sterol, alcohol, triterpen,

fosfolipida. Kandungan minor tersebut menjadikan minyak sawit dapat digunakan


(22)

minyak inti sawit. Produksi utama minyak yang digolongkan dalam oleokemikal adalah asam lemak, lemak alcohol, asam amino, metal ester dan gliserin (Fauzi, 2004).

2.6Pengertian dan Karakteristik Mutu pada Minyak Sawit

- Asam Lemak Bebas (ALB), adalah asam yang dibebaskan pada hidrolisa dari lemak. Terdapat berbagai macam lemak, tetapi untuk perhitungan, kadar ALB minyak sawit dianggap sebagai Asam Palmitat (berat molekul 256). ALB yang tinggi menimbulkan kerugian dalam rafinasi dan korosi logam prooksidan seperti besi dan tembaga.

- Kadar Air adalah bahan menguap yang terdapat dalam minyak sawit.

- Kadar kotoran, adalah bahan-bahan yang tak larut dalam minyak, yang dapat disaring setelah minyak dilarutkan dalam suatu pelarut pada kepekatan 10 %. - Bilangan Iodin, adalah jumlah ikatan rangkap dua pada lemak, yang

menunjukan derajat ketidak jenuhan suatu lemak. Bilangan iodin yang tinggi menunjukan ketidak jenuhan yang tinggi. Ini dapat juga digunakan sebagai indikator wujud lemak. tinggi menunjukan lemak yang umumnya cair, dan sebaliknya.

- Bilangan peroksida dan Bilangan Anisida masing-masing mengukur oksidasi tahap pertama dan kedua (Bilangan peroksida adalah jumlah indeks lemak yang telah teroksidasi).

- Kandungan racun adalah ukuran tingkat Oksidasi yang dirumuskan sebagai (2 Bilangan Peroksida + Bilangan Anisida).


(23)

Pada ravinasi zat warna ini dihilangkan Besi dan Tembaga adalah pro-oksidan yang paling aktif adalah Tembaga, maka minyak sawit sedapat mungkin dicegah bersinggungan dengan tembaga.

- Pemucatan, adalah ukuran kemampuan minyak sawit di pucatkan warnanya. Minyak yang rendah tingkat oksidasinya lebih mudah dipucatkan (Gunstone,1994).

2.7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Minyak Kelapa Sawit

Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor.Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutannya. Berikut ini akandikemukakan beberapa hal yang secara langsung berkaiatan dengan penurunan mutuminyak sawit yaitu :

2.7.1. Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas tidak terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi, biasanya bergabung dengan lemak netral. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan asam lemak bebas. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar asam lemak bebas yang terbentuk. Reaksi tersebut dapat dilihat pada persamaan (2.1).


(24)

2.1 Reaksi Pembentukan Trigliserida oleh Asam Lemak

……(2.1)

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar asam lemak bebas pada minyak sawit antara lain :

- Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu,

- Keterlambatan dan pengumpulan dan pengangkutan buah,

- Adanya mikroorganisme (jamur dan bakteri tertentu), yang dapat hidup pada suhu dibawah 50°C,

- Terjadinya reaksi oksidasi, akibat terjadinya kontak langsung antara minyak dan udara,

- Penumpukan buah yang terlalu lama dan


(25)

2.7.2. Kadar Air dan Zat yang Mudah Menguap

Kadar air dan zat mudah menguap didefinisikan sebagai massa zat yang hilang dari zat yang dianalisa pada pemanasan 105°C di bawah kondisi operasi tertentu. Saat ini parameter mutu minyak kelapa sawit yang di persyaratkan untuk perdagangan salah satunya adalah kadar air. Kadar air yang tinggi dapat menurunkan nilai mutu minyak sawit.

Air dalam minyak kelapa sawit hanya dalam sejumlah kecil, hal ini terjadi karena proses alami sewaktu pembuahan dan akibat perlakuan di pabrik serta pengaruh penimbunan. Pada proses hidrolisa minyak di pabrik digunakan adanya air jika air yang terbentuk pada proses ini besar maka akan menyebabkan kenaikan asam lemak bebas pada minyak sawit. Kadar asam lemak bebas dan air yang tinggi akan menyebabkan kerusakan minyak yang berupa bau tengik pada minyak tersebut. Agar minyak yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik maka kadar air dan asam lemak bebas pada minyak harus seminimal mungkin (Purnomo, 1995).

2.7.3. Kadar Kotoran

Bagi negara konsumen terutama negara yang telah maju, selalu menginginkan minyak sawit yang benar–benar bermutu. Permintaan tersebut cukup beralasan sebab minyak sawit tidak hanya digunakan sebagai bahan baku dalam industri non pangan saja, tetapi banyak industri pangan yang membutuhkannya. Lagi pula, tidak semua pabrik minyak kelapa sawit mempunyai teknologi dan instalasi yang lengkap, terutama yang berkaitan dengan proses


(26)

Pada umumnya, penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih dimurnikan dengan sentrifugasi. Dengan proses di atas, kotoran–kotoran yang berukuran besar memang bias disaring. Akan tetapi, kotoran–kotoran atau serabut yang berukuran kecil tidak bisa disaring, hanya melayang–layang di dalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama dengan minyak sawit. Padahal, alat sentrifugasi tersebut dapat berfungsi dengan prinsip kerja yang berdasarkan perbedaan berat jenis. Walaupun bahan baku minyak sawit selalu dibersihkan sebelum digunakan pada industri-industri yang bersangkutan, namun banyak yang beranggapan dan menuntut bahwa kebersihan serta kemurnian minyak sawit merupakan tanggung jawab sepenuhnya pihak produsen. Meskipun kadar ALB dalam minyak sawit kecil, tetapi hal itu belum menjamin mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara membuang kotoran dan zat menguap. Hal ini dilakukan dengan peralatan pemurnian modern. Dari hasil pengempaan, minyak sawit kasar dipompa dan dialirkan ke dalam tangki pemisah melalui pipa. Kurang lebih 30 menit kemudian, minyak sawit kasar telah dapat dijernihkan dan menghasilkan sekitar 80 % minyak jernih. Hasil endapan berupa minyak kasar kotor yang dikeluarkan dari tangki pemisah bersama air panas yang bersuhu 95 oC dengan perbandingan 1:1, diolah pada sludge centrifuge. Sedangkan minyak yang jernih diolah pada purifier centrifuge.

Dari hasil pengolahan didapat minyak sawit bersih dengan kadar zat menguap sebesar 0,3 % dan kadar kotoran hanya sebesar 0,0005 %. Dalam kondisi diatas, minyak sawit sudah dianggap mempunyai daya tahan yang mantap.


(27)

Akan tetapi, untuk lebih meyakinkan dan mencegah terjadinya proses hidrolisa, perlu dilakukan pengeringan pada kondisi fisik 0,1%.

Kotoran yang terdapat pada minyak terdiri dari tiga golongan, yaitu : 1. Kotoran yang tidak terlarut dalam minyak dan terdispersi dalam minyak.

Kotoran yang terdiri dari biji atau partikel jaringan, lendir dan getah serat-serat yang berasal dari kulit abu atau material yang terdiri dari Fe, Cu, Mg, dan Ca, serta air dalam jumlah kecil. Kotoran seperti ini dapat diatasi dengan cara mekanis yaitu dengan cara pengendapan dan sentrifugasi. Kadar pengotor dalam minyak sawit berupa logam seperti besi, tembaga, dan kuningan biasanya berasal dari alat-alat pengolahan yang digunakan. Tindakan preventif pertama yang harus dilakukan untuk menghindari terikutnya kotoran yang berasal dari pengelupasan alat-alat dan pipa adalah mengusahakan alat-alat dari stainless steel.

Mutu dan kualitas minyak sawit yang mengandung logam-logam tersebut akan turun. Sebab dengan kondisi tertentu, logam-logam itu dapat menjadi katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat dimonitor dengan melihat perubahan warna minyak sawit yang semakin gelap dan akhirnya menyebabkan ketengikan. Pengurangan unsur-unsur logam yang terikut dalam minyak sawit dapat menentukan peningkatan mutu minyak sawit. Beberapa jalan yang dapat dilakukan antara lain :

a) Hydraulic Press diganti dengan Screw Press, sebab cages dan screen terbuat dari stainless steel.

b) Alat digester dibuat dari stainless steel juga.


(28)

Sebanyak mungkin dihindari penggunaan sambungan-sambungan pipa dari kuningan.

d) Bejana hampa untuk pengeringan (vacum dryers) dan alat pendingin minyak sawit (palm oil coolers) diusahan terbuat dari stainless steel.

e) Tangki timbun dilapisi dengan epoxy. f) Kadar ALB dikurangi.

Semua alat diusahakan terbuat dari stainless steel sebab reaksi antara asam lemak yang terkandung dalam minyak sawit dengan logam akan membentuk senyawa pro-oksidan yang membantu terjadinya reaksi oksidasi. Logam ini akan semakin banyak terbentuk jika kadar asam lemak bebas dalam minyak sawit juga semakin tinggi. Untuk itulah, tangki timbun dan tangki kapal dalam pengangkutan sebaiknya dilapisi dengan bahan epoxy untuk menghindari sentuhan secara langsung dengan logam. Sebagai standart mutu internasional ditetapkan untuk kadar logam besi maksimal 10 ppm, dan logam tembaga maksimal 5 ppm.

2. Kotoran yang berbentuk suspensi koloid dalam minyak

Kotoran ini terdiri dari pospolipid, senyawa yang mengandung nitrogen dan senyawa kompleks lainnya. Kotoran dapat dihilangkan dengan menggunakan uap panas, sentrifugasi, atau penyaringan dengan menggunakan adsorben.

3. Kotoran yang terlarut dalam minyak

Kotoran yang termasuk dalam golongan ini terdiri dari asam lemak bebas, sterol, hidrokabon, monogliserida dn digliserida yang dihasilkan dari hidrolisis trigliserida, zat warna yang terdiri dari karatenoid, klorofil. Zat warna lainnya yang dihasilkan dari proses oksidsi dan dekomposisi minyak yang terdiri dari keton, aldehida dan resin serta zat lannya yang belum teridentifikasi (Ketaren,


(29)

1986).

Tabel 2.1. Standar Mutu Minyak Sawit, Inti Sawit dan Minyak Inti Sawit

Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (1989)

2.8 Metode Pemurnian Minyak Kasar 2.8.1 Pemisahan Dengan cara Biologis

Pemisahan yang dimaksud di sini yaitu pengutipan minyak yang dilakukan

Karakteristik Minyak

Sawit Inti Sawit Minyak Inti Sawit Keterangan

Asam Lemak Bebas Kadar Kotoran Kadar Zat Menguap

Bilangan Peroksida Bilangan Iodin Kadar Logam (Fe, Cu) Lovibond Kadar Minyak Kontaminasi Kadar Pecah 5 % 0,5 % 0,5 % 6 meq 48-58mg/g 10 ppm 3-4 R - - - 3,5 % 0,02 % 7,5 % - - - - 47 % 6% 15 % 3,5 % 0,02 % 0,2 % 2,2 meq 10,5-18,5mg/g - - - - - Maksimal Maksimal Maksimal Maksimal - - - Maksimal Maksimal Maksimal


(30)

pit ini sebagian terjadi karena peristiwa pengendapan dan sebagian lagi karena proses biologis, yaitu terjadinya pemecahan molekul–molekul minyak sebagai akibat fermentasi. Minyak yang diperoleh di bak penampungan selanjutnya dikembalikan ke crude oil tank (COT), sedangkan sisa lumpur dan air dialirkan ke kolam limbah. Walaupun telah dilakukan pengutipan minyak semaksimal mungkin, tetapi pada sisa lumpur dan air yang dialirkan ke kolam limbah tersebut, masih saja ada minyak yang terikut. Minyak yang ikut ke kolam limbah ini dihitung sebagai kerugian (losses) (Pahan, 1997).

2.9 Bak Penampungan

Bak penampungan sludge, tumpahan minyak, dan air cucian PKS. Bak penampungan pada awalnya bukan merupakan alat pengolahan, tapi belakangan ini setelah dilihat banyak terjadi ketidakseimbangan antara unit pengolahan yang menyebabkan banyak minyak tumpah dan tidak dapat dikutip dalam unit pengolahan, maka dimasukkan sebagai alat pengolah. Dilihat dari segi fungsi dan kapasitas bak penampungan tidak layak digunakan untuk menampung air kondensat yang mengandung minyak lebih sedikit (0,15% terhadap contoh) dari kandungan minyak buangan akhir (0,5% terhadap contoh). Penggunaan bak penampungan sebagai penampung air kondensat akan dapat menyebabkan terjadinya emulsi minyak dan mempersulit pemisahan dalambak penampungan. Oleh sebab itu bak penampungan tidak boleh digunakan sebagai penampung air kondensat. Bak penampungan dibuat dengan kemampuan menampung sludge setara dengan retention time 20 jam. Minyak yang terkutip dipompakan setiap jam untuk mencegah terjadinya penurunan mutu minyak. Retention time pada bak


(31)

penampungan yang singkat akan menyebabkan kehilangan minyak yang lebih tinggi. Suatu hal yang perlu diperhatikan bahwa minyak yang keluar dari sludge

separator sangat sulit memisah dan diduga merupakan emulsifier, ini dibuktikan

bahwa selalu dijumpai kehilanganminyak pada air buangan terakhir lebih tinggi dari kandungan minyak air buangan yang keluar dari sludge separator. Pada bak penampungan harus disediakan pipa pemanas sehingga mudah terjadi proses pemisahan minyak (Naibaho, 1998)

Bak penampungan berfungsi untuk menampung cairan yang masih mengandung minyak yang berasal dari air kondensat rebusan dan parit klarifikasi. Bak penampungan mempuyai empat bagian, dimana pada bak keempat diusahakan minyak telah terkumpul banyak dan minyak itu sendiri termasuk dari

Deoling Pond. Minyak dari bak ini dipompa ke dalam Oil Tank untuk diolah

kembali. Dari proses pengutipan minyak terdapat limbah yaitu sludge yang merupakan hasil sampingan dari proses pengolahan Tandan Buah Segar menjadi Crude Palm Oil (Ketaren, 1986).


(32)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq) adalah tumbuhan industri pentingpenghasil minyak yang dapat dimakan (edible oil), minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunan sawit menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit (Naibaho,1997).

Salah satu mutu minyak sawit tergantung pada kadar kotoran. Jumlahkandungan kadar kotoran pada minyak dapat bertambah disebabkan karenapengolahan minyak sawit itu sendiri maupun tempat penyimpanan atau penimbunan sementara CPO seperti pada bak penampungan (fat pit). Kenaikan kadar kotoran dapat merusak mutuminyak sawit.Oleh karena itu dilakukan pemeriksaan terhadap kadar kotoran CPO yang terdapat pada bak penampungan dengan variasi perubahan waktu timbun yaitu selama 1 sampai 5 hari.

Dari hasil analisa laboratorium maka akan dapat diketahui berapalamakah waktu optimum penimbunan minyak sawit pada bak penampungan yang masih memenuhi standart mutu untuk diolah kembali ke stasiun klarifikasi. Dengandemikian pabrik dapat menekan kadar kotoran pada minyak sawit mentah (CPO) danmengurai losis minyak, karena jika kandungan kadar kotoran pada minyak sawitmentah yang terdapat pada bak penampungan terlalu tinggi, saat akan dikembalikan kestasuin klarifikasi akan merusak minyak sawit mentah (CPO) dan meningkatkan losisminyak karena sebagian CPO akan terikut dengan kotoran yang akan di buang.


(33)

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk lebih mendalami dan menuliskarya ilmiah ini dengan judul “Penentuan Kadar Kotoran Dari Minyak Sawit Mentah Terhadap Waktu Penimbunan Pada Bak Penampungan PT. Sarana Agro Nusantara Unit Belawan”.

1.2 Perumusan Masalah

Berapa lama waktu penyimpanan optimum minyak sawit mentah pada bak penampungan yang menghasilkan kadar kotoran yang paling rendah.

1.3Tujuan

- Untuk mengetahui waktu optimum penimbunan CPO pada bak penampungan. - Untuk mengetahui kenaikan kadar kotoran CPO pada bak penampungan

dengan variasi perbedaan waktu timbun.

- Untuk mengetahui penyebab terjadinya kenaikan kadar kotoran pada bak penampungan.


(34)

1.4Manfaat

- Untuk mengetahui kadar kotoran pada setiap variasi waktu timbun antara 1-5 hari dari minyak kelapa sawit yang terdapat dalam bak penampungan.

- Untuk mengetahui waktu optimum penyimpanan minyak sawit mentah yang menghasilkan kadar kotoran yang paling rendah.


(35)

ANALISA ZAT PENGOTOR DARI MINYAK SAWIT MENTAH TERHADAP WAKTU PENIMBUNAN

PADA BAK PENAMPUNGAN

PT. SARANA AGRO NUSANTARA UNIT BELAWAN ABSTRAK

Kadar kotoran yang terdapat pada minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dapat merusak mutu minyak sawit mentah. Penentuan kadar kotoran dari minyak sawit mentah dapat diperoleh dengan metode gravimetri. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada waktu penimbunan hari pertama kadar kotorannya 0,024 %, hari kedua kadar kotorannya 0,025 %, hari ketiga kadar kotorannya 0,025 %, hari keempat kadar kotorannya 0,024 % dan hari kelima kadar kotorannya 0,026 %. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa kadar kotoran pada setiap variasi waktu penimbunan pada bak penampungan telah memenuhi Standart Nasional Indonesia (SNI) yaitu kadar kotoran untuk minyak sawit mentah 0,027 %.


(36)

DETERMINATION OF SLUDGE CONTENT OF CRUDE PALM OIL TO STORAGE TIME IN FAT PIT VESSEL

PT. SARANA AGRO NUSANTARA UNIT BELAWAN ABSTRACT

Sludge content on crude palm oil can impair the quality of Crude Palm Oil. Determination of impurities from crude palm oil can be obtained by gravimetric method. The results obtained indicate that storage time of impurities at the first day is 0,024%, the second day is 0,025%, the third day is 0,025%, the fourth day is 0,024% and the fifth day is 0,026%. The results showed that the impurities at the storage time variation has comply the Indonesian National Standard that the impurities levels for crude palm oil is 0,027%.


(37)

ANALISA ZAT PENGOTOR DARI MINYAK SAWIT MENTAH TERHADAP WAKTU PENIMBUNAN

PADA BAK PENAMPUNGAN

PT. SARANA AGRO NUSANTARA UNIT BELAWAN

TUGAS AKHIR

REANDA AYU SAPHIRA NIM. 122401031

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(38)

ANALISA ZAT PENGOTOR DARI MINYAK SAWIT MENTAH TERHADAP WAKTU PENIMBUNAN

PADA BAK PENAMPUNGAN

PT. SARANA AGRO NUSANTARA UNIT BELAWAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya

REANDA AYU SAPHIRA NIM. 122401031

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(39)

PERSETUJUAN

Judul : Analisa Zat Pengotor Dari Minyak Sawit

Mentah Terhadap Waktu Penimbunan Pada Bak Penampungan PT. SaranaAgro Nusantara Unit Belawan

Kategori : Tugas Akhir

Nama : Reanda AyuSaphira

Nomor Induk Mahasiswa : 122401031

Program Studi : Diploma 3 Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juni 2015

Diketahui

Program studi D-III Kimia Pembimbing FMIPA USU

Ketua

Dra. Emma Zaidar, Msi Saharman Gea, MSi,Ph.D NIP : 195512181987012001 NIP : 196811101999031001

Diketahui/ disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU


(40)

PERNYATAAN

ANALISA ZAT PENGOTOR DARI MINYAK SAWIT MENTAH TERHADAP WAKTU PENIMBUNAN

PADA BAK PENAMPUNGAN

PT SARANA AGRO NUSANTARA UNIT BELAWAN

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, April 2015

Reanda Ayu Saphira 122401031


(41)

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karenadengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini denganbaik.Adapun karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil kerja praktek yangdilaksanakan di PT. Sarana Agro Nusantara Unit Belawan. Penulisan Karya ilmiah iniadalah untuk memenuhi dan melengkapi mata kuliah di program studi Diploma IIIKimia Industri Departemen Kimia FMIPA USU. Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada orang-orang yang telah berjasa dalam penulisan Karya Ilmiah ini, yaitu antara lain:

1. Bapak Saharman Gea MSi, PhD, sebagai Dosen Pembimbing Karya Ilmiah yangdengan sabar membimbing dan meluangkan waktunya kepada penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS selaku Ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

3. Ibu Dra. Emma Zaidar, MSi, selaku ketua Program Studi D-3 Kimia Industri

4. Ayahanda Anmar dan Ibunda Esmirelda tercinta yang telah bersusah payah berbuat yang terbaik demi kemajuan anak-anaknya baik materil maupun spiritual hingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. 5. Bapak Zulkarnain, SE, selaku kepala laboratorium di PT. Sarana Agro

Nusantara unit Belawan yang selama masa PKL telah membimbing saya. 6. Seluruh pihak PT. Sarana Agro Nusantara Unit Belawan yang telah

banyak membantu selama masa PKL.

7. Seluruh rekan-rekan Mahasiswa Kimia Industri ’12 terutama Hafsah, Diny, Pipi, Dana dan Ratni dan lainnya yang tidak bisa disebutkan namanya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih memiliki kekurangan materi dan cara penyajian penulisannya, untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis berharap karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.


(42)

ANALISA ZAT PENGOTOR DARI MINYAK SAWIT MENTAH TERHADAP WAKTU PENIMBUNAN

PADA BAK PENAMPUNGAN

PT. SARANA AGRO NUSANTARA UNIT BELAWAN ABSTRAK

Kadar kotoran yang terdapat pada minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dapat merusak mutu minyak sawit mentah. Penentuan kadar kotoran dari minyak sawit mentah dapat diperoleh dengan metode gravimetri. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada waktu penimbunan hari pertama kadar kotorannya 0,024 %, hari kedua kadar kotorannya 0,025 %, hari ketiga kadar kotorannya 0,025 %, hari keempat kadar kotorannya 0,024 % dan hari kelima kadar kotorannya 0,026 %. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa kadar kotoran pada setiap variasi waktu penimbunan pada bak penampungan telah memenuhi Standart Nasional Indonesia (SNI) yaitu kadar kotoran untuk minyak sawit mentah 0,027 %.


(43)

DETERMINATION OF SLUDGE CONTENT OF CRUDE PALM OIL TO STORAGE TIME IN FAT PIT VESSEL

PT. SARANA AGRO NUSANTARA UNIT BELAWAN ABSTRACT

Sludge content on crude palm oil can impair the quality of Crude Palm Oil. Determination of impurities from crude palm oil can be obtained by gravimetric method. The results obtained indicate that storage time of impurities at the first day is 0,024%, the second day is 0,025%, the third day is 0,025%, the fourth day is 0,024% and the fifth day is 0,026%. The results showed that the impurities at the storage time variation has comply the Indonesian National Standard that the impurities levels for crude palm oil is 0,027%.


(44)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 2

1.3. Tujuan 2

1.4. Manfaat 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kelapa Sawit 4

2.2. Varietas Tanaman Kelapa Sawit 5 2.2.1. Berdasarkan Tebal Tipisnya 5


(45)

2.2.2. Berdasarkan Warna Kulit Buah 6 2.3. Manfaat Kelapa Sawit dan Produknya 7

2.4. Pengolahan Kelapa Sawit 8

2.5. Standar Mutu Minyak Sawit 12 2.6. Pengertian Dan Karakteristik 14

Mutu Pada Minyak Sawit

2.7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu 15 Minyak Kelapa Sawit

2.7.1. Asam Lemak Bebas 15 2.7.2. Kadar Air dan Zat yang Mudah Menguap 17

2.7.3. Kadar Kotoran 17

2.8. Metode Pemurnian Minyak Kasar 21 2.8.1. Pemisahan Dengan Cara Biologis 21

2.9. Fat Pit 22

BAB 3. METODOLOGI

3.1. Metodologi 24

3.1.1 Alat 24

3.1.2.Bahan 24

3.1.3. Pengambilan Sampel 25

3.2.Prosedur Percobaan 25

3.4.1.Penentuan Kadar Kotoran 25

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


(46)

4.1.2.Perhitungan 28

4.2. Pembahasan 28

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan

30

5.2.Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31


(47)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1 Standar Mutu Minyak Sawit, Inti Sawit dan Minyak Inti Sawit 21 4.1 Data analisa kadarkotoran dari minyak sawit (CPO) 27


(48)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar


(49)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1 Standar Mutu Yang Digunakan Untuk Final Produksi 32 2 Bak Penampungan (Fat Pit) 33


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 2

1.3. Tujuan 2

1.4. Manfaat 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kelapa Sawit 4

2.2. Varietas Tanaman Kelapa Sawit 5


(2)

2.2.2. Berdasarkan Warna Kulit Buah 6 2.3. Manfaat Kelapa Sawit dan Produknya 7

2.4. Pengolahan Kelapa Sawit 8

2.5. Standar Mutu Minyak Sawit 12

2.6. Pengertian Dan Karakteristik 14

Mutu Pada Minyak Sawit

2.7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu 15 Minyak Kelapa Sawit

2.7.1. Asam Lemak Bebas 15

2.7.2. Kadar Air dan Zat yang Mudah Menguap 17

2.7.3. Kadar Kotoran 17

2.8. Metode Pemurnian Minyak Kasar 21 2.8.1. Pemisahan Dengan Cara Biologis 21

2.9. Fat Pit 22

BAB 3. METODOLOGI

3.1. Metodologi 24

3.1.1 Alat 24

3.1.2.Bahan 24

3.1.3. Pengambilan Sampel 25

3.2.Prosedur Percobaan 25

3.4.1.Penentuan Kadar Kotoran 25


(3)

4.1.2.Perhitungan 28

4.2. Pembahasan 28

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan 30

5.2.Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31


(4)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1 Standar Mutu Minyak Sawit, Inti Sawit dan Minyak Inti Sawit 21 4.1 Data analisa kadarkotoran dari minyak sawit (CPO) 27


(5)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1 Standar Mutu Yang Digunakan Untuk Final Produksi 32