ibnu sabil, muallaf, gharim dan sabilillah. Kelompok ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah.
b Kelompok kedua, yaitu penerima zakat yang tidak produktif.
Kelompok ini adalah fakir miskin dari kalangan orang-orang uzur, jompo, orang gila, dan orang yang tidak ada kemungkinan untuk
bekerja lagi. Apabila ketiga tugas pokok amil zakat ini dilakukan dengan baik dan
profesional maka zakat sebagai sarana pemberdayaan ekonomi umat akan lebih terasa manfaatnya. Oleh karena itu, LAZ yang baik dan profesional
adalah bagian dari solusi untuk mengentaskan kemiskinan dikalangan umat.
5. Zakat dan Infak Dalam Perpektif Sosial Ekonomi
Dalam konteks sosial ekonomi, institusi zakat dan infak memiliki berbagai implikasi ekonomi penting baik di tingkat mikro maupun makro. Di tingkat mikro, zakat dan infak
memiliki implikasi ekonomi terhadap perilaku konsumsi dan tabungan individu serta perilaku produksi dan investasi perusahaan tanpa berpengaruh negatif pada insentif
bekerja. Sedangkan di tingkat makro, zakat dan infak memiliki implikasi ekonomi terhadap efisiensi alokatif, penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, stabilitas
makro ekonomi, distribusi pendapatan, pengentasan kemiskinan dan jaring pengaman sosial.
Dengan perspektif ini maka implikasi ekonomi zakat dan infak sebagaimana yang dibahas di atas, baru dapat kita saksikan secara nyata ketika zakat dan infak diterapkan
Universitas Sumatera Utara
secara komprehensif dan simultan dengan fitur-fitur sistem ekonomi Islam lainnya seperti pelarangan riba, uang sebagai alat tukar dan bukan komoditas, kepemilikkan tanah dan
alat-alat produksi yang berkeadilan, implementasi equity financing secara luas dan lain- lain.
Ketika zakat dan infak diterapkan namun riba terus berjalan, maka dampak zakat dan infak terhadap pengentasan kemiskinan akan terlihat menjadi minimal bahkan tidak ada
sama sekali. Hal ini dikarenakan dampak riba terhadap peningkatan kemiskinan adalah ekstensif, seperti melalui eksploitasi pemilik modal terhadap peminjam maupun melalui
inflasi yang ditimbulkannya secara makro. Hal ini menjelaskan mengapa peningkatan dana zakat dan infak seolah tidak berkorelasi dengan jumlah orang miskin yang cenderung
terus meningkat.
6. Zakat dan Infak untuk Usaha Produktif
Pendayagunaan zakat dan infak dapat didefinisikan sebagai upaya pemberdayaan penerima zakat dan infak sebagai sasaran dengan memproduktifkan dana zakat dan infak.
Namun dalam penyalurannya, lembaga penyalur zakat harus mampu melakukan inovasi agar zakat dan infak bisa lebih berdaya guna. Inovasi ini penting supaya dana yang
dihimpun memiliki daya manfaat agar kaum dhuafa bisa mandiri, serta dampak yang luas dan jangka panjang dengan harapan pada tahun berikutnya mustahik telah berubah
menjadi muzakki. Keberhasilan zakat dan infak dalam mengentaskan kemiskinan disebabkan zakat dan
infak tidak saja diperuntukkan bagi kepentingan konsumtif, tetapi lebih banyak untuk kepentingan produktif. Penyaluran dan penggunaan dana untuk kepentingan produktif
Universitas Sumatera Utara
bisa diberikan dalam bentuk bantuan modal usaha kepada mereka yang masih punya kemampuan bekerja dan berusaha. Tentunya, disertai pula dengan dukungan teknik dan
manajemen bagi kaum ekonomi lemah, sehingga mereka bisa mandiri dan terlepas dari kemiskinan.
Untuk itu, zakat dan infak produktif pada tahap awal harus mampu mendidik mustahik sehingga benar-benar siap untuk berubah. Karena tidak mungkin kemiskinan itu dapat
berubah kecuali dimulai dari perubahan mental si miskin itu sendiri. Orang miskin harus dibebaskan terlebih dahulu dari kemiskinan jiwanya sehingga tidak mudah untuk
meminta-minta dan membuat jiwa si miskin menjadi kaya dan siap untuk berusaha.
7. Pengaruh Zakat dan Infak Terhadap Perekonomian