produksi untuk daerah–daerah terpencil agar harga jual di tingkat masyarakat yang membutuhkan dapat tetap terjangkau.
Lembaga pemasaran yang dikelola oleh swasta memiliki peran penting dalam ikut menjaga stabilitas distribusi dan
harga pangan dan saprodinya. Kinerja mereka sangat dipengaruhi oleh peraturan perundangan, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Kebijakan impor yang lunak dari pemerintah pusat akan cenderung mematikan lembaga pemasaran dalam negeri, merubah perilaku
mereka dari orientasi pembelian kepada petani menjadi pembelian kepada importir untuk dijual kepada konsumen. Peraturan daerah,
seperti retribusi dan pungutan perdagangan hasil bumi akan menyebabkan munculnya ekonomi biaya tinggi. Keamanan jalur
distribusi dari berbagai pungutan tidak resmi juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi sistem distribusi.
Pemerintah Pusat dan daerah memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas harga produk pangan dan sarana
produksinya melalui sistem pengawasan harga. Harga merupakan indikator penting dari kelancaran sistem distribusi. Harga pangan
yang terlalu berfluktuasi merugikan semua pihak, seperti: petani, pedagang, pengolah pangan dan konsumen. Beras, gula pasir
minyak goring dan daging sapi merupakan komoditas strategis yang pergerakan harganya selalu dipantau. Pada saat harga terlalu
tinggi Pemerintah dapat melakukan intervensi pasar melalui operasi pasar.
2.1.2.3. Subsistem Konsumsi
Subsistem konsumsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu,
keragaman, kandungan gizi, keamanan dan kehalalan serta efisiensi untuk mencegah pemborosan. Subsistem konsumsi juga diarahkan
agar pemanfaatan pangan dalam tubuh dapat optimal melalui peningkatan kesadaran atas pentingnya pola konsumsi beragam
dengan gizi seimbang mencakup energi, protein, vitamin dan mineral. Upaya pemenuhan gizi seimbang tersebut terkait juga
dengan upaya pemeliharaan sanitasi dan hygiene serta pencegahan penyakit infeksi dalam lingkungan rumah tangga. Untuk mencapai
tujuan tersebut diperlukan pendidikan dan penyadaran masyarakat Pusat Konsumsi dan Keamanan Pangan, 2007.
Pengaruh subsistem konsumsi tercermin dalam pola konsumsi masyarakat di tingkat rumah tangga. Pola konsumsi
sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Dalam kondisi ekonomi yang buruk maka pilihan
konsumsi pangan sangat terbatas dan cenderung pada bahan pangan kurang berkualitas. Perbaikan gizi masyarakat pada
kelompok ini tidak akan terlepas dari upaya–upaya ekonomis darurat seperti program padat karya berupah bahan pangan bergizi
seperti beras. Dalam kondisi normal, dimana ekonomi masyarakat cukup baik maka pengaruh adat kebiasaan setempat
sangat berperan dalam menentukan pola gizi mereka. Dengan kesadaran gizi yang baik masyarakat dapat menentukan pilihan
pangan sesuai kemampuannya dengan tetap berpegang pada kuantitas, kualitas, keseimbangan dan keragaman gizi. Dengan
tingkat pengetahuan dan kesadaran yang tinggi masyarakat akan dapat meninggalkan kebiasaan dan budaya konsumsi pangan yang
tidak sesuai dengan kaidah gizi kesehatan. Acuan kuantitatif untuk konsumsi pangan adalah
Angka Kecukupan Gizi AKG rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan Gizi WNPG ke-VIII tahun 2004 dalam satuan rata–rata
per-kapita per-hari. Rekomendasi tersebut adalah : 2.000 kilo kalori dan protein 52 gram. Acuan untuk menilai tingkat
keragaman konsumsi pangan adalah Pola Pangan Harapan PPH dengan skor 100 sebagai pola ideal.
Dalam kondisi dimana terjadi kegagalan berfungsinya salah satu komponen sistem ketahanan pangan tersebut maka
Pemerintah dapat melakukan intervensi. Beberapa tindakan intervensi yang dapat diambil diantaranya adalah: pada subsistem
ketersediaan berupa bantuansubsidi sarana produksi pertanian, kebijakan harga pangan, kebijakan ekspor–impor, kebijakan
cadangan pangan Pemerintah. Pada subsistem distribusi intervensi dapat berupa penyaluran pangan bersubsidi, penyaluran pangan
untuk keadaan darurat dan operasi pasar untuk pengendalian harga pangan. Pada subsistem konsumsi dapat dikakukan intervensi
berupa pemberian makanan tambahan untuk kelompok masyarakat rawan pangangizi buruk terutama pada anak–anak, pemberian
bantuan tunai untuk meningkatkan akses pasar pada bahan pangan pokok.
2.1.3. Ketahanan Pangan Berbasis Agribisnis