15 109
100 juta rupiah, maka dalam perkara tersebut diterapkan Pasal 3, dan jika lebih digunakanlah Pasal 2. Namun, kehadiran SEMA tersebut tetap tidak mengakhiri perbedaan pandangan yang terjadi.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab dua pertanyaan berikut:
1. Apa arti atau makna dari pengertian ‘melawan hukum’ dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU PTPK setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003PUU-IV2006?
2. Bagaimana membedakan unsur ‘melawan hukum’ dalam Pasal 2 ayat 1 UU PTPK dengan
unsur ‘menyalahgunakan kewenangan’ dalam Pasal 3 UU PTPK?
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang ringkasannya akan diuraikan lebih lanjut dalam bagian penjelasan ringkasan eksekutif ini, tim peneliti menyimpulkan dua hal berikut:
1. ‘Melawan hukum’ dalam Pasal 2 ayat 1 UU PTPK memiliki makna melawan hukum
yang luas formil dan materiil, jadi bukan hanya meliputi perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan hukum tertulis, tetapi termasuk juga perbuatan
tercela, karena bertentangan dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan
sosial dalam masyarakat. ‘Melawan hukum’ dalam Pasal 2 ayat 1 ini juga merupakan salah satu unsur delik, karena dicantumkan secara eksplisit dalam pasal tersebut.
Namun, eksistensi unsur melawan hukum dalam pasal ini bukanlah sebagai kernbestanddeel unsur inti delik, melainkan hanya berfungsi sebagai sarana untuk
menuju perbuatan yang dilarang, yaitu perbuatan memperkaya diri sendiri, atau
orang lain, atau suatu korporasi. Oleh karena ‘melawan hukum’ dalam pasal ini merupakan sarana, maka dalam pembuktian pasal ini perlu dibuktikan hubungan
antara sifat melawan hukum dengan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi.
Dari keseluruhan peraturan yang pernah berlaku dan yang sekarang masih berlaku,
dapat ditegaskan bahwa menurut sejarah pengaturan tindak pidana korupsi, unsur ‘melawan hukum’ selalu dimaknai dalam arti yang luas formil dan materiil. Dalam
pengertian yang luas itu, ‘melawan hukum’ dimaknai bukan saja sebagai perbuatan yang bertentangan dengan peraturan tertulis, tetapi juga perbuatan yang tercela, karena
bertentangan dengan rasa keadilan, atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat. Makna melawan hukum dalam arti luas ini merupakan penyerapan makna
melawan hukum onrechtmatige daad dalam hukum perdata yang dalam peraturan penguasa perang pusat dianggap sebagai bentuk perbuatan korupsi lainnya selain
tindak pidana. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, perbuatan tersebut diatur sebagai tindak
pidana dan pengaturan seperti ini berlanjut hingga peraturan perundang-undangan terbaru.
Sebagaimana dalam perkembangan doktrin dan yurisprudensi di bidang hukum
perdata, perkembangan doktrin hukum pidana di Indonesia juga menerima makna
16 109
‘melawan hukum’ secara luas, termasuk juga perbuatan tercela, karena bertentangan dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat. Hal ini
antara lain terlihat dari Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 yang dikutip sebelumnya, yaitu
“dengan mengemukakan sarana melawan hukum, yang mengandung pengertian formil maupun materiil, maka dimaksudkan agar supaya lebih
mudah memperoleh pembuktian tentang perbuatan yang dapat dihukum …”.
Menurut Komariah E. Sapardjaja, penjelasan pasal ini memungkinkan diterapkannya ajaran melawan hukum materiil dalam fungsi positif. Simpulan Komariah E. Sapardjaja
tersebut sejalan dengan Penjelasan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 –
sebagaimana telah dikutip sebelumnya, yang juga membuka peluang penerapan melawan hukum materiil dalam fungsi positif.
Putusan Mahkamah Konstitusi telah menyatakan tafsir formil dan materiil dalam
fungsi positif menurut Penjelasan Pasal 2 ayat 1 UU PTPK tidak lagi mengikat, karena dinilai telah bertentangan dengan asas legalitas. Namun, putusan-putusan
pengadilan yang diputus setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi, masih tetap menerapkan pengertian melawan hukum dalam arti luas, yaitu formil dan materiil
dengan fungsi positif tersebut. Sebagai lembaga pengadilan tertinggi, Mahkamah Agung pernah menegaskan dalam putusannya, No. 103 KPid2007, tanggal 28
Februari 2007, bahwa pengertian ‘melawan hukum’ dalam Pasal 2 ayat 1 haruslah dimaknai seperti itu.
2
2. Terkait perbedaan antara