97 109
hukum bidang pidana tidak berbeda lagi dengan bidang hukum perdata seperti termuat dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Berarti perbuatan tidak patut itu juga diadopsi di bidang hukum
pidana .”
123
Dalam konteks undang-undang pemberantasan tidak pidana korupsi, sebenarnya terlihat jelas bahwa melawan hukum dalam hukum pidana wederrechtelijk, jika dibandingkan dengan
melawan hukum dalam hukum perdata onrechtmatig, tidak memiliki perbedaan. Hal ini diindikasikan dengan adanya ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak P
idana Korupsi yang menyatakan, “Dalam hal tersangka meninggal dunia pada saat dilakukan penyidikan, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka
penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan kepada Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya.
” Sudah barang tentu, dalam hal ini, pasal yang digunakan adalah Pasal 1365 mengenai
‘onrechtmatige daad ’ atau perbuatan melawan hukum.
124
Jadi, sifat melawan hukum sebagai unsur tindak pidana tidak semata-mata harus diartikan bertentangan dengan hukum tertulis saja, tetapi juga bisa diartikan bertentangan dengan
haknya sendiri atau hak orang lain. Terbukti benar apa yang dikatakan Vos, dengan mengemukan contoh putusan HR 28 Juli 1911 dalam hal penipuan yang pertimbangan
hukumnya,
ialah “sifat menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum dalam penipuan karena si pembuat tidak mempunyai hak atas keuntungan tersebut”.
125
3. Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Penjelasan Pasal 2 ayat 1 UU No.
31 Tahun 1999 jo. UU No. 21 Tahun 2001 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat justru telah menimbukan kekaburan makna
‘melawan hukum’
Pernyataan bahwa ketentuan penjelas tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, karena menurut Mahkamah Konstitusi penjelasan Pasal 2 ayat 1 telah melahirkan norma baru yang
memuat digunakannya ukuran-ukuran yang tidak tertulis dalam undang-undang secara formal. Penjelasan tersebut sejatinya justru telah mengaburkan makna melawan hukum yang
sesungguhnya ada dalam Pasal 2 ayat 1, sehingga rumusannya menjadi kabur.
Terhadap rumusan hukum yang kabur tersebut, maka – sesuai dengan ketentuan Pasal 16 ayat
1,
126
dan Pasal 28 ayat 1 UU No. 4 Tahun 2004 – hakim wajib menemukan kehendak publik
yang bersifat unsur pada saat ketentuan tersebut diberlakukan pada kasus-kasus konkret.
127 123
Guse Prayudi, 2007. Sifat Melawan Hukum Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Dalam Varia Peradilan No. 254, Januari 2007, hlm. 36.
124
Eddy O.S. Hiariej, Kajian dan Anotasi atas Putusan 1: Telaah Kritis Pertimbangan Mahkamah Agung Mengenai Perbuatan Melawan Hukum Studi Putusan MA No. Putusan MA No. 2608 KPid2006 dan 334 KPid.Sus2009, dalam Jurnal
Dictum, Edisi 5, Desember 2013, Jakarta: LeIP, hlm. 9-10.
125
Roeslan Saleh, 1962, Sifat melawan Hukum Dari Pada Perbuatan Pidana, Jogjakarta, Penerbit Jajasan Badan Penerbit Gadjah Mada, hlm. 24.
126
Pasal 16 ayat 1 berbunyi “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya” dan Pasal
28 ayat 1 berbunyi “Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai- nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.
127
Bandingkan dengan M. Yahya Harahap, SH., Pembahasan Permasalahan dan penerapan KUHAP, Edisi Kedua, hlm. 120.
98 109
Hamaker dalam karangannya ‘Het recht en de maatschappij’ dan ‘Recht, Wet en Recht’, antara lain,
berpendapat bahwa hakim seyogianya mendasarkan putusan sesuai kesadaran hukum dan penerapan hukum yang sedang hidup dalam masyarakat ketika putusan itu dijatuhkan. I.H.
Hymans juga menyatakan hanya putusan hakim yang sesuai dengan kesadaran hukum dan kebutuhan hukum warga masyarakatnya yang merupakan hukum dalam makna yang
sebenarnya het recht der werkelijkheid
128
Ketiadaan maknakekaburan makna dari unsur melawan hukum dalam Pasal 2 ayat 1 pada akhirnya mengharuskan hakim untuk memperhatikan doktrin dan yurisprudensi Mahkamah
Agung terkait pendapat-pendapat mengenai penerapan “melawan hukum” dalam tindak
pidana korupsi. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 275 KPid1983 tanggal 28 Desember 1983, misalnya, telah dinyatakan secara tegas bahwa,
“korupsi secara materiil melawan hukum, karena perbuatan tersebut adalah perbuatan yang tidak patut, tercela dan menusuk
perasaan hati masyarakat banyak, dengan memakai tolok ukur asas-asas hukum yang bersifat umum dan menurut kepatutan dalam masyarakat
.”
DUALISME SIKAP MAHKAMAH AGUNG DALAM MEMAKNAI UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 2 AYAT 1 UU NO. 31 TAHUN 1999
1. PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG YANG MENGIKUTI PUTUSAN