16 109
‘melawan hukum’ secara luas, termasuk juga perbuatan tercela, karena bertentangan dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat. Hal ini
antara lain terlihat dari Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 yang dikutip sebelumnya, yaitu
“dengan mengemukakan sarana melawan hukum, yang mengandung pengertian formil maupun materiil, maka dimaksudkan agar supaya lebih
mudah memperoleh pembuktian tentang perbuatan yang dapat dihukum …”.
Menurut Komariah E. Sapardjaja, penjelasan pasal ini memungkinkan diterapkannya ajaran melawan hukum materiil dalam fungsi positif. Simpulan Komariah E. Sapardjaja
tersebut sejalan dengan Penjelasan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 –
sebagaimana telah dikutip sebelumnya, yang juga membuka peluang penerapan melawan hukum materiil dalam fungsi positif.
Putusan Mahkamah Konstitusi telah menyatakan tafsir formil dan materiil dalam
fungsi positif menurut Penjelasan Pasal 2 ayat 1 UU PTPK tidak lagi mengikat, karena dinilai telah bertentangan dengan asas legalitas. Namun, putusan-putusan
pengadilan yang diputus setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi, masih tetap menerapkan pengertian melawan hukum dalam arti luas, yaitu formil dan materiil
dengan fungsi positif tersebut. Sebagai lembaga pengadilan tertinggi, Mahkamah Agung pernah menegaskan dalam putusannya, No. 103 KPid2007, tanggal 28
Februari 2007, bahwa pengertian ‘melawan hukum’ dalam Pasal 2 ayat 1 haruslah dimaknai seperti itu.
2
2. Terkait perbedaan antara
unsur ‘melawan hukum’ dan ‘menyalahgunakan kewenangan’ dalam Pasal 3 UU PTPK, perlu dipedomani kriteria berikut: a
Perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang dilakukan tanpa dasar hukum sama sekali, tanpa pelaku mempunyai hak untuk melakukan perbuatan tersebut,
sedangkan menyalahgunakan kewenangan adalah perbuatan yang dilakukan pelaku dalam lingkup kewenangannya, karena suatu jabatan atau kedudukan; b
Perbuatan yang berada dalam lingkup kewenangan karena jabatan atau kedudukan itu kemudian masih harus dinilai, apakah 1 bertentangan dengan aturan hukum
yang mengaturnya, 2 bertentangan dengan tujuan diberikannya kewenangan tersebut, dan 3 bersifat sewenang-wenang; c Perbuatan pelaku yang bersifat
melalaikan tugas atau kewajiban dalam jabatan atau kedudukannya, bukanlah perbuatan menyalahgunakan kewenangan, melainkan perbuatan melawan hukum.
a. Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU PTPK pada dasarnya mewarisi sistematika pengaturan
yang berasal dari Peraturan Penguasa Perang No. PrtPeperpu013 1958, yaitu dua bentuk ‘korupsi lainnya’: 1 perbuatan melawan hukum memperkaya diri yang
merugikan keuangan negara, dan 2 perbuatan melawan hukum memperkaya diri dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan. Sistematika ini dipertahankan oleh
Undang-Undang Nomor 24Prp1960 yang kemudian mengaturnya sebagai tindak
pidana, namun menambahkan unsur ‘kejahatan atau pelanggaran’ di dalamnya. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 juga melanjutkan sistematika pengaturan ini,
meskipun unsur ‘kejahatan atau pelanggaran’ dihapuskan, bentuk penyalahgunaan jabatan atau kedudukan dirinci, serta unsur merugikan keuangan negara ditambahkan
pada bentuk perbuatan kedua. UU PTPK sendiri pada dasarnya hanya menambahkan
2
Untuk penjelasan lebih lanjut lihat hlm. 54.
17 109
aturan mengenai ancaman pidana minimum. Jadi, kedua bentuk perbuatan tersebut sebenarnya telah dibedakan secara tegas dari awalnya, berdasarkan pembentuk aspek
publik dari perbuatan yang dilakukan, yaitu adanya kerugian negara, atau adanya jabatan atau kedudukan yang disalahgunakan.
b. Putusan-putusan hakim yang dikaji belum menunjukkan adanya parameter yang dapat
dipedomani secara konsisten, begitu pula upaya yang telah dilakukan Mahkamah Agung dengan mendasarkan pada besarnya nilai kerugian negara yang justru akan
bertentangan dengan sistematika UU PTPK yang telah jelas mengatur dua perbuatan yang berbeda.
18 109
2. Penjelasan Ringkasan Eksekutif