Stabilitas dan Adaptabilitas Hasil Kedelai Hitam
4.5 Stabilitas dan Adaptabilitas Hasil Kedelai Hitam
4.5.1 Stabilitas dan Adaptabilitas Hasil Berdasarkan Model Regresi Linier
Genotip ideal menurut Eberhart dan Russell (1966) adalah yang memiliki rata-rata hasil tinggi, nilai koefisien regresi (b i ) = 1, dan nilai simpangan regresi (Sd 2 ) mendekati nol. Penampilan karakter bobot biji per tanaman yang dimiliki
genotip-genotip kedelai hitam yang diuji di seluruh lokasi mempunyai potensi terendah 3.04 g dan tertinggi 32.13 g (Tabel 13). Regresi linier karakter bobot biji per tanaman menghasilkan rentang nilai koefisien regresi antara 0.62 - 1.25. Rentang nilai yang cukup besar menunjukkan bahwa tujuh genotip yang diuji mempunyai perbedaan respons terhadap perubahan lingkungan.
Nilai simpangan regresi karakter bobot biji per tanaman pada masing- masing genotip antara 1.76 - 6.37 (Tabel 13). Berdasarkan analisis regresi linier tidak ada genotip yang mempunyai nilai simpangan regresi karakter bobot biji per tanaman mendekati nol. Nilai simpangan regresi menjadi kriteria untuk menentukan stabilitas genotip pada rentang lingkungan yang luas. Hasil analisis regresi linier untuk karakter bobot biji per tanaman menunjukkan bahwa tidak ada genotip yang stabil, beradaptasi spesifik pada lingkungan marjinal, dan beradaptasi spesifik pada lingkungan produktif.
Hasil analisis regresi linier untuk karakter bobot 100 biji menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi setiap genotip tidak berbeda nyata dengan 1 (Tabel 14). Hal ini menunjukkan bahwa seluruh genotip yang diuji memiliki respons rata-rata terhadap perubahan lingkungan. Rentang nilai koefisien regresi karakter bobot 100 biji antara 0.52 - 1.39.
Tabel 13. Rata-rata penampilan dan parameter stabilitas bobot biji per tanaman (g) Rentang
2 Keterangan (g)
1.19 1.99 * tidak stabil CK 12
6.2 - 31.3
13.2ab
6.37 * tidak stabil CK 5
4.69 * tidak stabil CK 6
0.85 2.71 * tidak stabil Detam 1
3.2 - 19.8
10.9c
1.21 2.43 * tidak stabil KA 2
8.0 - 32.1
14.1a
1.25 3.52 * tidak stabil KA 6
1.76 * tidak stabil
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom rata-rata tidak berbeda nyata pada uji rata-rata Duncan 5%; * b berbeda nyata dengan 1 dan Sd 2 berbeda nyata dengan nol.
Tabel 14. Rata-rata penampilan dan parameter stabilitas bobot 100 biji (g) Genotip
2 Keterangan (g)
(g)
b Sd
Cikuray 9.9 - 14.1
tidak stabil CK 12
11.2b
tidak stabil CK 5
tidak stabil CK 6
tidak stabil Detam 1
tidak stabil KA 2
tidak stabil KA 6
tidak stabil
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom rata-rata tidak berbeda nyata pada uji rata-rata Duncan 5%; * b berbeda nyata dengan 1 dan Sd 2 berbeda nyata dengan nol.
Nilai simpangan regresi pada masing-masing genotip untuk karakter bobot 100 biji antara 0.13 - 1.58 (Tabel 14). Berdasarkan hasil analisis regresi linier tidak ada genotip yang mempunyai nilai simpangan regresi karakter bobot 100 biji Nilai simpangan regresi pada masing-masing genotip untuk karakter bobot 100 biji antara 0.13 - 1.58 (Tabel 14). Berdasarkan hasil analisis regresi linier tidak ada genotip yang mempunyai nilai simpangan regresi karakter bobot 100 biji
Penampilan karakter hasil yang dimiliki genotip-genotip kedelai hitam yang diuji di seluruh lokasi mempunyai potensi terendah 0.62 t/ha dan tertinggi 2.82 t/ha (Tabel 15). Nilai koefisien regresi genotip-genotip yang diuji di lingkungan yang berbeda untuk karakter hasil mempunyai rentang antara 0.75 - 1.24. Nilai koefisien regresi ini dapat dijadikan kriteria untuk menentukan adaptabilitas karakter hasil genotip yang diuji.
Penampilan karakter hasil genotip yang stabil ditunjukkan jika nilai simpangan dari regresi tidak berbeda nyata dengan dengan nol (Sd 2 = 0). Rentang
nilai simpangan regresi pada masing-masing genotip untuk karakter hasil antara
0.00 - 0.10 (Tabel 15). Genotip CK 5, CK 6, dan KA 2 mempunyai nilai simpangan regresi tidak berbeda nyata dengan nol. Hal ini menunjukkan bahwa penampilan karakter hasil pada genotip-genotip tersebut linier dengan produktivitas lingkungan dan penampilannya dapat diprediksi pada lingkungan yang beragam.
Genotip yang mempunyai penampilan hasil stabil dan beradaptasi luas ialah CK 5, CK 6, dan KA 2 (Tabel 15). Karakter hasil genotip-genotip tersebut pada lingkungan yang beragam mempunyai nilai koefisien regresi tidak berbeda nyata dengan satu dan varians akibat simpangan terhadap regresi tidak berbeda nyata dengan nol. Penampilan karakter hasil pada genotip ini linier dengan produktivitas lingkungan. Penampilan karakter hasil yang stabil dan beradaptasi luas biasanya Genotip yang mempunyai penampilan hasil stabil dan beradaptasi luas ialah CK 5, CK 6, dan KA 2 (Tabel 15). Karakter hasil genotip-genotip tersebut pada lingkungan yang beragam mempunyai nilai koefisien regresi tidak berbeda nyata dengan satu dan varians akibat simpangan terhadap regresi tidak berbeda nyata dengan nol. Penampilan karakter hasil pada genotip ini linier dengan produktivitas lingkungan. Penampilan karakter hasil yang stabil dan beradaptasi luas biasanya
Tabel 15. Rata-rata penampilan dan parameter stabilitas hasil (t/ha) Rentang
Rata-rata
Parameter
Genotip 2 Keterangan (t/ha)
(t/ha)
b Sd
Cikuray 1.0 - 2.5
tidak stabil CK 12
1.8bc
tidak stabil CK 5
0.90 0.01 Stabil CK 6
0.9 - 2.3
1.7c
1.05 0.01 Stabil Detam 1
0.6 - 2.5
1.8bc
tidak stabil KA 2
0.98 0.00 Stabil KA 6
tidak stabil
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom rata-rata tidak berbeda nyata pada uji rata-rata Duncan 5%; * b berbeda nyata dengan 1 dan Sd 2 berbeda nyata dengan nol.
Parameter penting pada model stabilitas regresi linier dari Eberhart dan Russell (1966) ialah rata-rata, koefisien regresi (b 2
i ), dan simpangan regresi (Sd ). Pada metode ini rata-rata penampilan diharapkan tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata umum. Nilai koefisien regresi dikategori sama dengan satu, artinya genotip mempunyai stabilitas rata-rata dan juga mempunyai resepons rata-rata terhadap lingkungan. Jika nilai koefisien lebih besar dari satu maka genotip mempunyai stabilitas di bawah rata-rata dan mempunyai responsifitas tinggi terhadap perubahan lingkungan sehingga genotip cocok ditanam pada lingkungan produktif. Jika nilai koefisien lebih kecil dari satu maka genotip mempunyai stabilitas di atas rata-rata dan mempunyai responsifitas rendah terhadap perubahan lingkungan sehingga genotip cocok ditanam pada lingkungan marginal.
Simpangan terhadap regresi tidak sama dengan nol menunjukkan adanya respons non linier genotip terhadap lingkungan. Respons non-linier menunjukkan perbedaan respons diantara genotip pada lingkungan yang beragam yang tidak dapat diperhitungkan untuk semua akumulasi pengaruh interaksi genotip x lingkungan sehingga fluktuasi pada penampilan genotip tidak dapat diduga.
4.5.2 Stabilitas Hasil Berdasarkan Model AMMI Biplot
Model AMMI adalah metode statistik yang efektif digunakan untuk analisis dan interpretasi data multi-lingkungan (Yan et al., 2000). Visualisasi aspek genotip dan lingkungan, dan hubungan keduanya digambarkan dengan biplot. Untuk mengetahui genotip-genotip yang bobot biji per tanaman, bobot 100 biji, dan hasilnya dipengaruhi oleh lingkungan, maka dilakukan penguraian nilai komponen utama berdasarkan model 2. Pada model AMMI 2 Skor IPCA 1 dan IPCA 2 yang diplotkan.
Pengunaan skor IPCA untuk menetukan stabilitas terkendala dengan perbedaan nilai dan arti kedua skor IPCA. Oleh karena itu, pilihan lain yang lebih baik adalah menghitung nilai ASV menggunakan prinsip teorema Pythagoras dan untuk mendapatkan perkiraan nilai antara skor IPCA 1 dan IPCA 2 (Adugna dan Labuschagne, 2002). ASV dapat menghasilkan perhitungan yang seimbang antara kedua skor IPCA (Purchase, 1997).
Berdasarkan hasil analisis AMMI dengan pendekatan nilai ASV untuk karakter bobot biji per tanaman, diketahui bahwa tidak ada genotip yang memiliki nilai ASV mendekati nol (Tabel 16). Hal ini berarti tidak ada genotip yang stabil Berdasarkan hasil analisis AMMI dengan pendekatan nilai ASV untuk karakter bobot biji per tanaman, diketahui bahwa tidak ada genotip yang memiliki nilai ASV mendekati nol (Tabel 16). Hal ini berarti tidak ada genotip yang stabil
Dilihat dari lokasi pengujian, yang diinginkan adalah nilai skor IPCA 1 dan IPCA 2 yang kecil, baik positif atau negatif karena ini adalah nilai relatif. Jatinangor 1, Cianjur, dan Madiun memiliki skor IPCA 1 relatif kecil, namun nilai IPCA 2 relatif besar (Tabel 16). Hal ini menunjukkan genotip-genotip yang bobot biji per tanamannya tinggi di wilayah tersebut belum menunjukkan potensi genetik yang sesungguhnya karena pengaruh lingkungan besar, dan perbedaan antar genotip bias oleh pengaruh lingkungan.
Lokasi Yogyakarta memiliki skor IPCA 1 absolut besar dan IPCA 2 absolut kecil, artinya bahwa genotip-genotip yang ditanam di Yogyakarta akan mempunyai bobot biji per tanaman lebih tinggi dan mencerminkan kemampuan genetik sesungguhnya karena pengaruh lingkungan kecil (Tabel 16). Skor IPCA 1 yang tinggi juga mencerminkan bahwa lokasi Yogyakarta produktivitas lingkungannya tinggi. Banyuwangi, Bogor, Cirebon, Jatinangor 2, Majalengka, dan Ngawi merupakan lokasi yang representatif bagi pengujian karena mempunyai nilai IPCA 1 dan IPCA 2 yang relatif kecil, sehingga penampilan bobot biji per tanaman tinggi suatu genotip merupakan representasi dari potensi genetik yang dimilikinya.
Sebaran genotip, lokasi dan kemampuan adaptasi diperlihatkan dalam bentuk biplot (Gambar 6). Genotip-genotip yang berada di dalam wilayah elips Sebaran genotip, lokasi dan kemampuan adaptasi diperlihatkan dalam bentuk biplot (Gambar 6). Genotip-genotip yang berada di dalam wilayah elips
Tabel 16. Rata-rata, nilai dua IPCA pertama, AMMI stability value (ASV), dan jarak dari pusat elips (JPE) karakter bobot biji per tanaman (g) di 10 lokasi
ASV JPE Cikuray
Genotip/Lokasi
Rata-rata
IPCA1 IPCA2
13.03 1.33 0.16 4.54 * 0.31 Banyuwangi 17.58 -0.56 0.02 Bogor 8.20 -0.60 0.06 Cianjur 12.77 -0.60 -0.90 Cirebon 13.68 -0.50 0.14 Jatinangor 1 6.58 -0.99 1.80 Jatinangor 2 7.80 -0.42 -0.09 Madiun 12.98 -0.29 -1.05 Majalengka 6.48 0.97 0.14 Ngawi 9.48 -0.75 -0.29 Yogyakarta 25.41 3.75 0.18 Keterangan: * berbeda nyata terhadap nol pada ASV dan lebih dari satu pada JPE
Berdasarkan pembagian sektor pada Gambar 6, CK 5 akan menghasilkan bobot biji per tanaman tinggi jika ditanam di lokasi Jatinangor 1 dan Cirebon.
genotip KA 2, KA 6, Cikuray, dan Detam 1 akan mempunyai bobot biji per tanaman tinggi jika ditanam di lokasi Yogyakarta dan Majalengka. Genotip CK 6 dan CK 12 yang akan menghasilkan bobot biji per tanaman tinggi jika ditanam di lokasi Ngawi, Bogor, Jatinangor 2, dan Banyuwangi. Genotip-genotip ini dapat diajukan sebagai genotip spesifik wilayah di lokasi tersebut.
Biplot Interaksi Genotip x Lingkungan Model AMMI 2 untuk Bobot Biji per Tanaman (g)
Banyuwangi Majalengka 8 Cirebon
Ngawi -0.5
-1.5 -2.0 -2.5
PCA 2 - 7.2%
Gambar 6. Biplot sebaran genotip dan lingkungan untuk bobot biji per tanaman (g) 7 genotip kedelai hitam di 10 lokasi.
Berdasarkan hasil analisis AMMI dengan pendekatan nilai ASV untuk karakter bobot 100 biji, menunjukkan bahwa seluruh genotip berbeda nyata terhadap nol (Tabel 17). Hal ini berarti seluruh genotip tidak stabil dan hanya Berdasarkan hasil analisis AMMI dengan pendekatan nilai ASV untuk karakter bobot 100 biji, menunjukkan bahwa seluruh genotip berbeda nyata terhadap nol (Tabel 17). Hal ini berarti seluruh genotip tidak stabil dan hanya
Tabel 17. Rata-rata, nilai dua IPCA pertama, AMMI stability value (ASV), dan jarak dari pusat elips (JPE) karakter bobot 100 biji (g) di 10 lokasi
ASV JPE Cikuray
11.86 -0.46 -0.03 Bogor
10.36 -0.08 0.68 Cianjur
10.29 -0.22 -0.32 Cirebon
12.48 -0.22 0.52 Jatinangor 1
8.96 0.47 -0.04 Jatinangor 2
10.39 1.95 -0.22 Madiun
11.16 -0.53 0.09 Majalengka
10.75 -0.56 -1.04 Ngawi
11.03 -0.12 0.68 Yogyakarta
10.29 -0.22 -0.32 Keterangan: * berbeda nyata terhadap nol pada ASV dan lebih dari satu pada JPE
Lokasi Jatinangor 2 memiliki skor IPCA 1 relatif besar (Tabel 17), artinya produktivitas lingkungannya tinggi, sehingga genotip-genotip yang ditanam di lokasi ini akan mencerminkan kemampuan genetik sesungguhnya karena pengaruh lingkungan kecil. Bogor, Cirebon, Majalengka, dan Ngawi memiliki skor IPCA 1 relatif kecil dan IPCA 2 relatif besar, artinya genotip-genotip yang Lokasi Jatinangor 2 memiliki skor IPCA 1 relatif besar (Tabel 17), artinya produktivitas lingkungannya tinggi, sehingga genotip-genotip yang ditanam di lokasi ini akan mencerminkan kemampuan genetik sesungguhnya karena pengaruh lingkungan kecil. Bogor, Cirebon, Majalengka, dan Ngawi memiliki skor IPCA 1 relatif kecil dan IPCA 2 relatif besar, artinya genotip-genotip yang
Visualisasi biplot untuk menggambarkan genotip, lingkungan, dan hubungan keduanya untuk karakter bobot 100 biji pada Gambar 7. Genotip- genotip yang berada di dalam wilayah elips menunjukkan penampilan stabil dan beradaptasi luas, yaitu CK 5, CK 6, Detam 1, KA 6, dan CK 12. Berdasarkan garis pembagi batasan kespesifikan lokasi, maka gambar sebaran genotip dan lokasi dibagi menjadi beberapa sektor. Hasil pembagian sektor menunjukkan bahwa Detam 1 dan Cikuray memiliki bobot 100 biji tinggi jika ditanam di lokasi Jatinangor 2. KA 2 dan KA 6 beradaptasi spesifik untuk lokasi Manjalengka, CK
12 untuk lokasi Madiun dan Banyuwangi, dan CK 12 dan CK 6 untuk lokasi Bogor, Ngawi dan Bogor. Genotip-genotip ini dapat diajukan sebagai genotip spesifik wilayah di lokasi tersebut.
Biplot Interaksi Genotip x Lingkungan Model AMMI 2 untuk Bobot 100 Biji (g)
Cikuray 6 - Jatinangor 1 0.0
Madiun
-1.5 Banyuwangi -0.5 0.5 1.5 2.5
Cianjur -0.5
KA 6 -1.0
Majalengka KA 2 -1.5
PCA 2 - 17.6%
Gambar 7. Biplot sebaran genotip dan lingkungan untuk bobot 100 biji (g) tujuh genotip kedelai hitam di 10 lokasi.
Hasil analisis AMMI dengan pendekatan JPE menunjukkan bahwa genotip CK 12, CK 5, CK 6, dan KA 2 memiliki nila i JPE ≤ 1. Genotip-genotip tersebut memiliki penampilan hasil yang stabil dan beradaptasi luas, dengan rata-rata hasil (t/ha) berturut-turut 1.77, 1.70. 1.78, dan 1.83 (Tabel 18). Genotip yang menujukkan nilai JPE berbeda nyata terhadap 1 adalah tidak stabil. Untuk melihat sebaran genotip dan lingkungan divisualisasikan dalam bentuk biplot.
Untuk mengetahui genotip-genotip yang hasil bijinya dipengaruhi oleh lingkungan, maka dilakukan penguraian nilai komponen utama berdasarkan AMMI model 2 (Tabel 18). Berdasarkan hasil analisis AMMI dengan pendekatan Untuk mengetahui genotip-genotip yang hasil bijinya dipengaruhi oleh lingkungan, maka dilakukan penguraian nilai komponen utama berdasarkan AMMI model 2 (Tabel 18). Berdasarkan hasil analisis AMMI dengan pendekatan
Lokasi Bogor, Cianjur, Majalengka, Madiun dan Ngawi merupakan wilayah yang memiliki produktivitas lingkungan tinggi, sehingga genotip-genotip yang ditanam pada lokasi tersebut akan mencerminkan kemampuan genetik sesungguhnya karena pengaruh lingkungan kecil. Lokasi Cirebon memiliki skor IPCA 1 relatif kecil dan IPCA 2 relatif besar (Tabel 18), sehingga genotip yang rata-rata hasilnya tinggi di lokasi ini belum menunjukkan potensi genetik yang sesungguhnya karena pengaruh lingkungan besar, dan perbedaan antar genotip bias oleh pengaruh lingkungan. Banyuwangi, Jatinangor 1, Jatinangor 2, dan Yogyakarta merupakan lokasi yang representatif bagi pengujian karena mempunyai nilai IPCA 1 dan IPCA 2 yang relatif kecil, sehingga penampilan hasil tinggi suatu genotip merupakan representasi dari potensi genetik yang dimilikinya.
Tabel 18. Rata-rata, nilai dua IPCA pertama, AMMI stability value (ASV), dan jarak dari pusat elips (JPE) karakter hasil (t/ha) di 10 lokasi
ASV JPE Cikuray
Keterangan: * berbeda nyata terhadap nol pada ASV dan lebih dari satu pada JPE
Berdasarkan gambar biplot genotip-genotip yang berada di dalam wilayah elips menunjukkan penampilan stabil (Gambar 8). Untuk genotip yang berada di luar elips maka dapat ditentukan adaptabilitasnya beradasarkan wilayah spesifik. Berdasarkan garis pembagi batasan kespesifikan lokasi, maka gambar sebaran genotip dan lokasi dibagi menjadi empat sektor. Sektor pertama, KA 6 dan KA 2 cocok dikembangkan di lokasi Cirebon dan Banyuwangi, dan memiliki hasil tinggi jika ditanam di lokasi tersebut. Sektor kedua, CK 5 akan mempunyai hasil tinggi jika ditanam di lokasi Madiun. Sektor ketiga, CK 12, CK 6, dan Cikuray akan mempunyai hasil tinggi dan cocok dikembangkan di lokasi Jatinangor 2,
Jatinangor 1, Bogor, dan Ngawi. Sektor keempat, Detam 1 akan mempunyai hasil tinggi dan cocok dikembangkan di lokasi Yogyakarta, Majalengka, dan Cianjur.
Biplot Interaksi Genotip x Lingkungan Model
AMMI 2 untuk Hasil (t/ha)
Detam 1 Jatinangor 1 CK 6 Bogor
PCA 2 - 26.8%
Gambar 8. Biplot sebaran genotip dan lingkungan untuk hasil (t/ha) tujuh genotip kedelai hitam di 10 lokasi.
Model AMMI memiliki kelebihan dalam memprediksi lokasi spesifik untuk pengembangan genotip, sehingga memberikan kontribusi kemajuan yang nyata (Gauch, 1988). AMMI menjelaskan interaksi genotip x lingkungan dan merangkum pola dan hubungan genotip dan lingkungan (Zobel et al., 1988; Crossa, 1990). Berdasarkan pendekataan ASV, model AMMI hanya menghitung dan menentukan peringkat genotip berdasarkan stabilitas hasil. Tidak dapat Model AMMI memiliki kelebihan dalam memprediksi lokasi spesifik untuk pengembangan genotip, sehingga memberikan kontribusi kemajuan yang nyata (Gauch, 1988). AMMI menjelaskan interaksi genotip x lingkungan dan merangkum pola dan hubungan genotip dan lingkungan (Zobel et al., 1988; Crossa, 1990). Berdasarkan pendekataan ASV, model AMMI hanya menghitung dan menentukan peringkat genotip berdasarkan stabilitas hasil. Tidak dapat
4.5.3 Stabilitas Berdasarkan Model Statistik Stabilitas Hasil
Beberapa metode seleksi simultan untuk hasil dan stabilitas dan hubungan keduanya dikemukakan oleh Kang dan Pham (1991). Metode statistik stabilitas hasil (YSi) digunakan untuk seleksi genotip yang diuji di beberapa lingkungan dengan melihat stabilitas dan hasil (Kang, 1993). Komponen stabilitas pada YSi
adalah berdasarkan Shukla (1972) varians stabilitas ( ).
Penentuan genotip terseleksi dilihat dari rata-rata hasil dan nilai YSi yang lebih besar dari nilai rata-rata YSi. Estimasi statistik stabilitas hasil (YSi) bobot biji per tanaman dilihat pada Tabel 19. Hasil estimasi YSi menunjukkan bahwa terdapat empat genotip yang terseleksi, yaitu Cikuray, Detam 1, KA 2, dan KA 6. Genotip-genotip tersebut memiliki hasil tinggi dan stabil. Rata-rata bobot biji pertanaman (g) tertinggi adalah Detam 1 sebesar 14.06, diikuti oleh Cikuray sebesar 13.23, KA 6 sebesar 13.03, dan KA 2 sebesar 12.68.
Estimasi statistik stabilitas hasil (YSi) bobot 100 biji (g) dapat dilihat pada Tabel 20. Berdasarkan estimasi YSi bobot 100 biji (g), genotip yang terseleksi adalah Cikuray, CK 5, dan Detam 1. Genotip yang memiliki rata-rata bobot 100 biji tinggi dan stabil adalah Detam 1 yaitu 13.14 dan Cikuray sebesar 11.20 g.
Genotip CK 5 memiliki nilai YSi lebih besar dari rata-rata YSi sehingga dapat dianggap sebagai genotip yang diinginkan.
Tabel 19. Estimasi statistik stabilitas hasil (YSi) bobot biji per tanaman (g) tujuh genotip kedelai hitam di 10 lokasi
Varians Penilaian Peringkat Genotip
tersesuaikan stabilitas stabilitas YSi
rata-rata
(S) Cikuray
13.23 6 2 8 15.45 -8 0+ CK 12
58.53 -8 -10 CK 5
9.98 1 -3
0 47.71 -8 -8 CK 6
10.76 2 -2
1 16.34 -8 -7 Detam 1
10.94 3 -2
14.06 7 3 10 19.09 -8 2+ KA 2
12.68 4 1 5 28.67 -8 -3 + KA 6
13.03 5 2 7 18.92 -8 -1 + Rata-rata
12.10 -3.86 BNT 5%
Keterangan : + genotip terseleksi
Tabel 20. Estimasi statistik stabilitas hasil (YSi) bobot 100 biji (g) tujuh genotip kedelai hitam di 10 lokasi
Varians Penilaian Peringkat Genotip
tersesuaikan stabilitas stabilitas YSi
rata-rata
(S) Cikuray
11.20 6 2 8 8.27 -8 0+ CK 12
4 1.77 -8 -4 CK 5
10.61 5 -1
2 1.23 -4 -2 + CK 6
10.41 4 -2
1 1.44 -8 -7 Detam 1
10.40 3 -2
13.14 7 3 10 3.78 -8 2+ KA 2
1.34 -4 -6 KA 6
9.69 1 -3
1.24 -4 -5 Rata-rata
9.85 2 -3
10.76 -3.14 BNT 5%
Keterangan : + genotip terseleksi
Stabilitas hasil berdasarkan YSi menunjukkan bahwa CK 6, Detam 1, dan KA 2 stabil. Genotip yang memiliki hasil tertinggi dan stabil adalah Detam 1 dengan rata-rata hasil 1.99 t/ha (Tabel 21). Genotip KA 2 dan CK 6 memiliki nilai YSi yang lebih besar dari rata-rata YSi, sehingga genotip tersebut dianggap sebagai genotip yang diinginkan. Selain itu rata-rata hasil KA 2 dan CK 6 cukup tinggi, yaitu sebesar 1.83 t/ha dan 1.78 t/ha. Oleh karena itu, CK 6, Detam 1, dan KA 2 terpilih sebagai genotip terseleksi.
Tabel 21. Estimasi statistik stabilitas hasil (YSi) tujuh genotip kedelai hitam di
10 lokasi Rata-
Varians Penilaian Peringkat Genotip
tersesuaikan stabilitas stabilitas YSi
rata-rata
(S) Cikuray
(t/ha)
(Y’)
(Y)
1 0.23 -8 -7 CK 12
1.76 2 -1
2 0.09 -4 -2 CK 5
1.76 3 -1
0.07 0 -1 CK 6
1.99 7 3 10 0.64 -8 2+ KA 2
1.83 5 1 6 0.03 0 6+ KA 6
1.96 6 2 8 0.14 -8 Rata-rata
1.83 0.14 BNT 5%
Keterangan : + genotip terseleksi
YSi digunakan sebagai metode untuk seleksi secara simultan genotip yang memiliki penampilan stabil dan hasil tinggi. Pazdernik et al. (1997) melakukan analisis terhadap hasil kedelai, konsentrasi protein dan minyak, dan stabilitas, kemudian menyarankan penggunaan metode YSi dalam seleksi kedelai daya hasil tinggi dan kandungan protein dan minyak stabil. Kelemahan dari metode ini adalah hanya menyediakan informasi mengenai genotip berdaya hasil tinggi dan YSi digunakan sebagai metode untuk seleksi secara simultan genotip yang memiliki penampilan stabil dan hasil tinggi. Pazdernik et al. (1997) melakukan analisis terhadap hasil kedelai, konsentrasi protein dan minyak, dan stabilitas, kemudian menyarankan penggunaan metode YSi dalam seleksi kedelai daya hasil tinggi dan kandungan protein dan minyak stabil. Kelemahan dari metode ini adalah hanya menyediakan informasi mengenai genotip berdaya hasil tinggi dan
4.5.4 Genotip Stabil dan Adaptasi Spesifik Berdasarkan Tiga Metode
Stabilitas dan adaptabilitas genotip berdasarkan masing-masing metode diperlihatkan pada Tabel 22. Genotip yang paling stabil dan adaptasi luas menurut ketiga metode adalah CK 6 dan KA 2. Adaptabilitas genotip diperoleh dari metode AMMI dengan pendekatan JPE. Genotip yang beradaptasi spesifik wilayah adalah CK 12, CK 5, KA 6, Cikuray, dan Detam 1.
Tabel 22. Stabilitas dan adaptabilitas hasil genotip berdasarkan tiga metode
Genotip
YSi Karakter
Regresi linier
AMMI - ASV
AMMI - JPE
Adaptasi Adaptasi Stabil
Adaptasi
Adaptasi
Stabil spesifik
Cikuray Bobot
Cikuray CK 12
Detam 1 biji per
CK 6
CK 5
KA 2 - tanaman
Cikuray Cikuray
CK 5 Bobot
CK 5
KA 2
Detam 1 - 100 biji
CK 6 Detam 1 KA 6
Cikuray CK 6 CK 6
Detam 1 Detam 1 Hasil
KA2
CK 5
- KA 2
CK 6
KA 6
KA 2
KA 2