Keragaan Lingkungan

4.1 Keragaan Lingkungan

Sepuluh lokasi pengujian genotip potensial kedelai hitam memiliki karakteristik lingkungan bervariasi. Variasi lingkungan tersebut dilihat dari curah hujan, temperatur, kelembaban, ketinggian tempat, jenis lahan, dan jenis tanah. Perbedaan lingkungan berpengaruh terhadap penampilan genotip yang diuji melalui mekanisme interaksi genotip x lingkungan.

Kondisi lingkungan tumbuh yang optimal diperlukan oleh tanaman kedelai agar diperoleh hasil yang optimal. Faktor iklim menjadi salah satu penentu keberhasilan pertanaman kedelai. Percobaan dilakukan pada bulan Maret 2012 sampai dengan Juni 2012 untuk lokasi Bogor, Cianjur, Majalengka, Yogyakarta, dan Banyuwangi. Untuk lokasi Cirebon, Madiun, dan Ngawi percobaan dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan Juli 2012. Percobaan di lokasi Jatinangor dilakukan pada dua musim yang berbeda, untuk Jatinangor 1 pada musim hujan bulan Desember 2012 – Maret 2013, sedangkan Jatinangor 2 pada musim kemarau bulan Juli 2013 – Oktober 2013.

Curah hujan selama percobaan di masing-masing lokasi Bogor, Cianjur, Majalengka, Yogyakarta, dan Banyuwangi berturut-turut adalah 821.4 mm, 981.6 mm, 684.8 mm, 814.5 mm, dan 248.9 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April, kecuali untuk lokasi Banyuwangi yaitu pada bulan Maret (Gambar 3). Dilihat dari pola curah hujan masing-masing lokasi, kebutuhan air saat

Curah hujan di lokasi Cirebon, Madiun, dan Ngawi selama percobaan berturut-turut adalah 441.5 mm, 581.9 mm, dan 581.9 mm (Gambar 3). Curah hujan tertinggi di masing-masing lokasi terjadi pada awal penanaman yaitu bulan April 2012. Curah hujan terendah pada bulan Juli 2012, dimana kondisi tanaman telah memasuki stadia pematangan biji dan akan panen. Kondisi curah hujan yang rendah mempercepat proses pematangan biji.

Curah hujan selama percobaan di lokasi Jatinangor 1 adalah 3805.4 mm dengan rata-rata curah hujan harian 31.5 mm/hari (Gambar 3). Sebaran jumlah hari hujan dan tingkat curah hujan selama percobaan sangat tinggi, sehingga tanah jenuh air dan kelembaban udara cukup tinggi sehingga hasil yang diperoleh pun tidak optimal. Lokasi Jatinangor 2, curah hujan selama percobaan adalah 1248.4 mm dengan rata-rata curah hujan harian 10.1 mm/hari (Gambar 3). Curah hujan tertinggi terjadi pada awal penanaman, yaitu Juli sebesar 480.8 mm. Curah hujan terendah terjadi pada bulan September, sebesar 155.3 mm. Jadi, dibandingkan Curah hujan selama percobaan di lokasi Jatinangor 1 adalah 3805.4 mm dengan rata-rata curah hujan harian 31.5 mm/hari (Gambar 3). Sebaran jumlah hari hujan dan tingkat curah hujan selama percobaan sangat tinggi, sehingga tanah jenuh air dan kelembaban udara cukup tinggi sehingga hasil yang diperoleh pun tidak optimal. Lokasi Jatinangor 2, curah hujan selama percobaan adalah 1248.4 mm dengan rata-rata curah hujan harian 10.1 mm/hari (Gambar 3). Curah hujan tertinggi terjadi pada awal penanaman, yaitu Juli sebesar 480.8 mm. Curah hujan terendah terjadi pada bulan September, sebesar 155.3 mm. Jadi, dibandingkan

Suhu udara juga mempengaruhi pertumbuhan kedelai. Suhu optimum untuk pertumbuhan kedelai berkisar antara 25 – 30 C (Beversdorf, 1993). Untuk

pembungaan suhu udara optimal adalah 24 – 25 C (Sutardi, 2011). Selama percobaan di seluruh lokasi tidak terjadi perubahan suhu yang ekstrim selama percobaan di seluruh lokasi. Suhu minimum di lokasi Bogor, Cianjur, Majalengka, Yogyakarta, dan Banyuwangi berkisar antara 19 C – 21 C, dan suhu maksimum

berkisar antara 32 C - 36 C (Gambar 4). Untuk lokasi Cirebon suhu udara minimum berkisar antara 18 C – 22 C, dan suhu maksimum berkisar antara 31 C – 33 C. Lokasi Madiun dan Ngawi menunjukkan suhu udara yang sama selama percobaan, yaitu berkisar antara 18 C – 33 C. Lokasi Jatinangor 1 suhu udara minimum berkisar antara 18 C – 20 C, suhu maksimum berkisar antara 28 C – 29 C. Untuk lokasi Jatinangor 2 karena percobaan dilakukan pada musim kemarau maka suhu udara minimum berkisar antara 14 C – 17 C pada malam sampai pagi hari, dan suhu maksimum berkisar antara 29 C – 33 C pada siang hari. Berdasarkan data suhu udara seluruh lokasi tersebut, maka suhu selama percobaan menunjang untuk pertumbuhan optimal tanaman kedelai.

Kelembaban udara minimum selama percobaan sebesar 72% dan kelembaban maksimumnya sebesar 96% (Gambar 5). Kelembaban yang tinggi terjadi di lokasi Jatinangor 1 yang berkisar antara 81% - 96%, dimana kelembaban tertinggi terjadi pada hari ke-92. Kelembaban yang rendah yaitu di lokasi Majalengka dan Cirebon berkisar antara 72% - 85%.

Gambar 3. Curah hujan per bulan (mm) dan curah hujan harian (mm) selama percobaan di 10 lokasi

42

Gambar 4. Suhu udara maksimum dan minimum selama percobaan di 10 lokasi

43

Gambar 5. Kelembaban udara (%) selama percobaan di 10 lokasi