Aspek Harapan dan Cita-cita Masa Depan
6. Aspek Harapan dan Cita-cita Masa Depan
Harapan dan cita-cita masa depan berperan dalam membangun dan membangkitkan kembali semangat jiwa manusia yang mengalami kemunduran dalam dinamika masyarakat serta memotivasi untuk mencapai tujuan yang belum dicapai dalam kehidupan saat itu.
Meskipun harapan dan cita-cita belum tentu mendukung dalam memperbaiki keterbelakangan sosial dan merubah menjadi masyarakat yang berkembang bahkan mencapai kemajuan. Namun suatu masyarakat yang mendiami wilayah tertentu tetap membutuhkan pembangunan untuk mengembangkan sarana-sarana produksi dan meningkatkan aset-aset ekonomi yang dapat menciptakan situasi ekonomi yang baru. Hal ini bertujuan untuk perbaikan keterbelakangan masyarakat, seperti upaya peningkatan sistem dan hasil produksi pertanian
. Menurut al-Mawardi, 197 harapan adanya perubahan
ini begitu urgen bagi masyarakat yang berada dalam tirani kemiskinan dan keterbelakangan moral dan material.
Oleh karena demikian, Allah Swt. menolong makhluk-Nya dengan memberikan kecerahan pada harapan dan cita-cita agar masyarakat memiliki visi masa depan dalam mewujudkan kemakmuran negera dan menciptakan
195 Baca David Harrison, The Sociology of Modernization of Development (London & New York: Routledge, Chapman & Hall Inc., 1990), 34-45.
Lebih lanjut dapat dibaca Max Weber, The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism (New York: Charles Scribner’s Sons, 1976). 197 Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Din, 104 dan al-Arzanjani, Minhaj al-Yaqin, 251-252.
kesejahteraan dunia. Kesejahteraan masyarakat akan terus berlangsung apabila pergantian masa selalu diiringi dengan upaya penyempurnaan tujuan yang belum dicapai secara maksimal dan berbagai usaha dalam memperbaiki keadaan, sehingga terwujud kehidupan masa depan yang lebih baik, meskipun setiap perubahan waktu dan kondisi memiliki sumber daya yang berbeda, khususnya sarana-sarana produksi dan kemajuan yang telah dicapai sebelumnya.
Menurut al-Mawardi, 198 tujuan tersebut dapat terwujud apabila sistem ekonomi dengan sarana-sarana pendukungnya terintegrasi sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik, dan unsur-unsur yang ada pada saat sebelumnya tersistem dengan kuat , meskipun masyarakat mengalami pesimistis akan kecerahan masa depan akibat depresi ekonomi dan struktur sosial yang tidak mendukungnya, atau perubahan yang terjadi bersifat destruktif dan tidak ada kesempatan yang memadai untuk memperbaharuinya.
Gagasan al-Mawardi ini dapat ditinjau dengan model psikologis dalam menganalisis modernisasi, yang menekankan perubahan pola tingkah laku, sistem-sistem kepercayaan, dan atribut-atribut kepribadian. Bagi McClelland, 199 motivasi prestasi merupakan satu-satunya variabel yang paling mendasar dalam menjelaskan kewiraswastaan dan perkembangan ekonomi nasional. Istilah “semangat kewiraswastaan” bersumber dari nilai-nilai, kepercayaan, ideologi untuk kemajuan masyarakat. Joseph Kahl 200 menambahkan bahwa dimensi motivasi prestasi antara lain adalah aktivisme atau ketuntasan (mastery), keyakinan, independensi keluarga (berkaitan dengan status ekonomi), dan pengutamaan pekerjaan atau prestasi (berkaitan dengan status dan peranan).
Jadi, harapan dan cita-cita masa depan menurut al-Mawardi, merupakan semangat kewiraswastaan dan motivasi prestasi dalam ekonomi untuk kemajuan masa depan. Namun, berbeda dengan pendekatan model teori modernisasi dan teori pembangunan, al-Mawardi menghubungkan istilah tersebut dengan aturan-aturan moral (akhlak) dalam proses maupun pencapaiannya
Demikianlah intelektualitas al-Mawardi yang menggambarkan secara luas dimensi keagamaan dan ekonomi pada abad pertengahan. Beberapa pemikiran
filosofisnya tentang ekonomi masih relevan dalam konteks modernisasi dan pembangunan masyarakat. Dalam hal ini, dimensi kesejahteraan negara akan
berimplikasi dalam mewujudkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Karena itu, rasionalisasi hubungan negara-rakyat tidak lain menjadi syarat penting dalam membangun suatu masyarakat yang sejahtera, sebagaimana kerjasama antara sektor publik (pemerintah) dan sektor swasta (masyarakat) yang menjadi prasyarat bagi pelaksanaan pembangunan bangsa.
198 Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Din, 104. 199 Lebih lanjut baca Francis Abraham, Perspectives on Modernization: 75-96. 200 Lebih lanjut baca Francis Abraham, Perspectives on Modernization: 75-96.
Gambar 1.
Dimensi Negara Kesejahteraan Islam (Islamic Welfare State) Menurut al-Mawardi