Keuangan Publik pada Masa Peradaban Kuno

1. Keuangan Publik pada Masa Peradaban Kuno

Pada masyarakat primitif, kegiatan pemerintah dalam arti modern tidak dikenal. Ketika itu terdapat suatu organisasi hierarki dengan seorang pemimpin yang mengepalai, akan tetapi pemimpin ini praktis tidak memiliki pengaruh atas perilaku ekonomi yang hampir seluruhnya berkisar pada pencarian penghidupan.

Meskipun demikian, sistem pemerintahan telah dikenal dengan baik pada peradaban kuno, seperti Mesir, India, Yunani, Romawi, Persia, dan Cina. Pemerintahan saat itu dikelola dengan sistem administrasi yang terencana,

217 Harvey S. Rossen menjelaskan bahwa,” Pareto-efficient defined as an allocation such that the only way to

make one person better off is to make another person worse off. Pareto efficiency seems a reasonable normative criterion--if the allocation of resources is not Pareto efficient, it is “wasteful” in the sense that it is possible to make someone better off without hurting anybody else. A stunning result of welfare economics is that if two assumptions are satisfied, then an economy will achieve a Pareto-efficient allocation of resources without any government intervention. The assumptions are: 1) All producers and consumers act as perfect competitors; that is, no one has any market power. 2) A market exists for each and every commodity. In a way, this result formalizes an old insight: When it comes to providing goods and services, free enterprise systems are amazingly productive.” Harvey S. Rossen, Public Finance, 2.

termasuk administrasi keuangan yang dikelola secara sistematis dan efisien dalam mengatur keuangan publik negara. Beberapa catatan yang dijumpai

antara lain Xenophonus (430-355 S.M), filosof Yunani, menulis risalah dalam Oecominicus tentang negara sejahtera sebagai pemerintahan ideal dan

menjelaskan pengelolaan kekayaan yang benar. 218 Kong Fu Tsu (551-478 S.M), filosof Cina, menulis pula tentang aspek-aspek praktis administrasi

keuangan dan membahas masalah pertanian, perdagangan, dan keuangan. 219 Begitu pun Aristoteles dalam karyanya,

Politics, 220 menganalisis persoalan asal-usul negara, konsep kekayaan, dan keuangan negara.

Secara umum, materi keuangan publik pada masa peradaban kuno dapat diungkapkan pada dua aspek, yaitu aspek pembelanjaan publik (public expenditure) dan perpajakan (taxation) sebagai bagian dari pendapatan publik (public revenues). Kedua aspek ini mendasari kajian atas keuangan publik pada masa berikutnya.

Pembelanjaan publik menjadi bagian dari fungsi negara, di samping fungsi lainnya berupa perlindungan rakyat dari agresi luar, pemeliharaan ketenteraman dan internal, dan tersedianya barang-barang publik. Di Yunani, masyarakat memiliki program yang luas tentang proyek-proyek umum, seperti pembangunan air mancur, pasar, sarana olah raga, tembok dan benteng-benteng. Di Mesir, untuk ritual keagamaan didirikan bangunan piramid, kuil, istana, dan kuburan. 221 Di samping itu, para penguasa cukup bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dengan membangun jalan raya, kanal, dan bendungan. Di Romawi, orang-orang miskin memperoleh “BLT” (Bantuan Langsung Tunai) berupa biji-bijian. Pembelanjaan lainnya secara besar digunakan untuk bantuan kepada orang miskin dan anak-anak yatim terutama yang orang tuanya meninggal dalam perang. 222 Adapun di India, pembelanjaan publik digunakan untuk pertahanan, administrasi sipil, fasilitas publik, dan bantuan bagi orang-orang miskin. Sebagai catatan, 223 pembelanjaan harus selalu lebih kecil daripada pendapatan dan harus ada kelebihan dalam kas negara.

218 L.H. Mai, a Premier on Development of Economic Thought (Texas: St. Mary University, t.t.), 53. 219 J.A. Schumpeter, History of Economic Analysis (London: George Allen & Unwin Ltd., 1961), 53.

220 Beberapa gagasan Aristoteles (384-322 SM) yang penting antara lain bahwa uang tidak dapat ditumpuk

atau ditingkatkan melalui bunga. Pemikiran lainnya menjelaskan persoalan pembagian penduduk, nilai, pertukaran, dan aktivitas perdagangan. L.H. Mai, a Premier on Development, 3. Secara khusus gagasan Aristoteles tentang negara ideal dan etika yang baik banyak dikutip oleh Al-Mawardi dalam karya- karyanya seperti Ahkam al-Sulthaniyah, Adab al-Dunya wa al-Din, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan Al-Mawardi cukup memahami wacana peradaban kuno dan saat itu telah terjadi transliterasi karya- karya Yunani ke dalam Bahasa Arab, bahkan transformasi berbagai peradaban kuno ke dalam peradaban Islam pada masa Abbasiyah.

221 H.M Groves, Financing Government (New York: Henry Hold & Co., 1955), 590-591. 222 Hunter & Allen, Principles of Public Finance (New York: Harper & Brother, 1940), 20. 223

B. Lal Sharma, Economic Ideas in Ancient India before Kautiliya (New Delhi: Ramchand Vidya Bhawan, 1987), 113.

Dalam persoalan perpajakan, sebagaimana diteliti S.L. Wallace, pajak yang berkembang sekarang ini telah dipraktekan di Mesir oleh orang-orang Romawi yang biasanya memungut pajak produksi dari wilayah taklukkan, 224 serta pajak tanah yang dipungut secara tunai dari tanah yang menghasilkan biji-bijian dan bentuk uang dari tanah yang digunakan untuk pertamanan. Baik di Mesir dan Romawi, 225 pajak yang diterapkan berupa pajak warisan dan pajak kepala atau perorangan berupa pajak bagi laki-laki berusia 14 sampai

62 tahun (Mesir) dan pajak komunitas bisnis negara asing (Romawi). Ada juga pajak atas hewan, penjualan berbagai komoditas dan perdagangan dalam/ luar negeri. Di Yunani, diterapkan pajak atas seluruh transaksi keuangan, sedangkan di Mesir, para penguasa mengenakan sebagian nilai barang-barang sebagai pajak pada setiap tahap produksi barang.

Perkembangan keuangan publik di India kuno dapat ditemukan pada

beberapa kitab suci 226 seperti Mahabharata, Manu Smriti, Arthashastra, Brahaspati, dan Shukranti. Meskipun tidak secara rinci dijelaskan, namun

keuangan publik secara umum tergambar pada anjuran terhadap negara dalam melaksanakan administrasi keuangan, baik terkait dengan public expenditure maupun public revenues-nya.

Para pemikir India kuno menganggap pemungutan pendapatan lebih penting daripada pembelanjaannya yang digunakan untuk tugal-tugas negara seperti pertahanan, administrasi sipil, fasilitas publik, dan bantuan bagi orang miskin. Hal ini seperti diungkapkan Shukra 227 bahwa,”pembelanjaan tidak boleh melebihi seperempat, atau setengah, atau tiga perempat dari seluruh pendapatan.” Dalam keadaan kas negara kosong, negara dapat melakukan pinjaman kepada rakyat dan kemudian mengembalikannya dengan bunga setelah keadaan normal.

Tujuan ekonomi negara ditekankan pada aspek kebijakan publik

misalnya untuk meningkatkan varta, yaitu aktivitas ekonomi seperti pertanian, perdagangan, industri, peternakan, dan proyek kepentingan publik misalnya

pembangunan kanal, bendungan, dan jembatan. 229 Kautilya, pemikir

224 S.L. Wallace, “Taxation in Egypt from Augustus to Dioclelion”, dalam M.L. Lutz, Public Finance (New York: Appleton Century Comp. Inc., 1936), 4.

225 H.M Groves, Financing Government, 591 & 594.

Mahabharata merupakan syair agung Hindu yang cukup komprehensif menjelaskan pemikiran politik India kuno. Manu Smriti merupakan karya terpenting tentang teori pemerintahan India kuno. Arthashastra adalah karya Kautilya, penasihat agung Raja Chandragupta (abad ke-4 SM), yang mengkaji tentang struktur pajak dan rancangan administrasif serta keuangan kerajaan. Brahspati adalah pengarang lain kitab Arthashastra yang dibahas dengan baik oleh Kautilya, dan Shukranti of Shukra adalah risalah penting India kuno tentang pemerintahan. Lebih lanjut baca B. Lal Sharma, Economic Ideas in Ancient India before Kautiliya, 3-17.

B. Lal Sharma, Economic Ideas in Ancient India before Kautiliya, 113.

B. Lal Sharma, Economic Ideas in Ancient India before Kautiliya, 104. 229 Beni Prasad, Theory of Government in Ancient India (New Delhi: I.P. Ltd., t.t.), 95.

terkemuka India, membolehkan pemungutan pajak dengan catatan negara menjamin keamanan dan kesejahteraan rakyatnya.

Sedangkan perpajakan merupakan bagian dari pendapatan publik yang diterima negara. Dalam syair Mahabharata disebutkan,”penguasa berhak mengumpulkan uang, membangun bendahara yang kuat, dan uang itu digunakan untuk menolong rakyat.” Dalam

Shukranti, Shukra 230 berpendapat

bahwa raja berhak memungut pajak karena ia harus melindungi rakyat dan memberikan pelbagai pelayanan.

Di India kuno, pajak tanah menjadi sumber utama pendapatan negara. Pajak ini diatur atas dasar fasilitas irigasi yang tersedia bagi lahan tersebut. Dalam pandangan Shukra, 231 petani yang mengairi dari penampungan harus memberikan sepertiga dari seluruh hasilnya, mereka yang mengairi dari sumur harus memberikan seperempat, dan mereka yang mengairi dari sungai harus memberikan seperenampuluh dari seluruh hasilnya.

Di samping pajak tanah, pendapatan negara juga bersumber dari pajak kepala, pajak pasar, pabrik kelompok pengrajin, pendapatan dari tanah milik negara, rampasan perang, upeti, dan amal keagamaan dan sumbangan yang dermawan. Perpajakan harus mempertimbangkan kemakmuran rakyat.

Dalam 232 Mahabharata diungkap bahwa pajak atas tanah tidak boleh terlalu berat yang mengakibatkan petani berpindah. Semua pajak harus dibebankan

secara bertahap pada musimnya, secara damai dan sesuai dengan norma yang semestinya.

Berdasarkan tinjauan singkat atas gagasan dan keuangan publik pada masa peradaban kuno, dapat ditemukan bahwa saat itu telah memiliki landasan filosofis dalam melaksanakan tugas-tugas ekonomi negara dan mengisyaratkan pengadministrasian keuangan secara sistematis. Karena itu cukup signifikan,

al-Mawardi banyak mengutip gagasan, ide, maupun praktek keuangan dari Yunani, Romawi, maupun India yang diungkapkan kembali dalam bentuk syair dan kata-kata bijak seperti yang tertera pada beberapa karyanya, Adab al-Dunya wa al-Din, Ahkam al-Sulthaniyah, dan Nashihah al-Muluk. Pengungkapan kembali atas pemikiran kuno tersebut sebagai bagian dari metode al-Mawardi dalam menjelaskan gagasan-gagasan utamanya tentang pentingnya peran negara dalam mengemban tugas agama dan menciptakan kesejahteraan rakyat, dengan salah satu instrumennya berupa pengelolaan keuangan publik.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63