Tujuan Pengeluaran Publik

D. Tujuan Pengeluaran Publik

Peran pemerintah diperlukan dalam setiap bentuk atau sistem perekonomian, bukan hanya menyediakan barang-barang publik, melainkan juga untuk mengalokasikan barang-barang produksi maupun barang konsumsi, selain memperbaiki distribusi pendapatan, memelihara stabilitas nasional termasuk stabilitas ekonomi, serta mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Setiap anggota masyarakat berharap dapat memenuhi kebutuhannya, sehingga diperlukan adanya keamanan dan keadilan yang dapat difasilitasi negara, salah satunya menggunakan barang dan jasa dalam berbagai bentuknya, termasuk uang, sumber daya ekonomi yang meliputi SDM, alam, modal, dan sebagainya. Dalam hal ini, pemerintah melakukan pengeluaran finansial untuk

memenuhi tujuan tersebut. Teori pendapatan publik dalam Islam bersumber dari al-Qur’an dan hadits, kemudian diturunkan lima sumber finansial pengeluaran publik berupa zakat, khums, fay’, shadaqah, dan pinjaman publik. Pengeluaran publik terkait dengan

peran negara dalam menjalankan fungsinya, sebagaimana dirinci al-Mawardi, 763 berupa penegakan agama dan hukum, perlindungan masyarakat, dakwah, menciptakan kemakmuran, pemenuhan kebutuhan dasar, dan administrasi keuangan dan pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah mengelola keuangan publik dalam bentuk pengeluaran finansial atau bantuan jasa dalam pelaksanaannya.

Dalam sistem kapitalis yang menganut ekonomi bebas, mekanisme pasar, dan pemilikan pribadi atas barang dan jasa, seperti diungkapkan Adam Smith, salah satu pelopor kapitalisme, menegaskan bahwa peran pemerintah dalam pengeluaran publik dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu: pertama, expense of defence; untuk melindungi masyarakat (fungsi pertahanan); kedua, expense of justice; untuk menciptakan keadilan; ketiga, expense of public works and public of institutions; untuk membangun dan memelihara pekerjaan dan lembaga publik; dan keempat , expense of supporting the dignity of the sovereign;

untuk membantu meningkatkan martabat negara. 764 Gagasan Adam Smith menunjukkan peran kebebasan ekonomi dalam

menciptakan kemakmuran masyarakat, sehingga dibutuhkan keamaan, ketertiban hukum, prasarana ekonomi, dan sebagainya. Namun, kelemahan-kelemahan gagasannya terletak pada kekuatan ekonomi berbeda-beda dalam masyarakat, kesempatan yang berbeda, bahkan kurang mempertimbangkan bila terjadi kompetisi yang tidak jujur (unfair competition) dan perang-bebas liberalisme (free-fight liberalisme).

Bagi al-Mawardi, kepemilikan harta oleh pelaku ekonomi diperoleh berdasarkan hak dan kedudukannya. Allah melarang tindakan ekonomi dengan

763 Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Din, 97-98 dan Al-Mawardi, Ahkam al-Sulthaniyah, 234-236.

Edi Soepangat dan Haposan Lumban Gaol, Pengantar Ilmu Keuangan Negara (Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama & STIE Perbanas, 1991), 38-40.

jalan yang batil (Q.S. al-Baqarah:188). 765 Jika demikian, semua transaksi dalam kegiatan ekonomi yang mengandung unsur ketidakadilan dilarang dalam Islam, termasuk kompetisi yang tidak jujur, dan kebebasan individu dalam memperoleh harta. Oleh karena itu, untuk menciptakan keadilan dan kemakmuran masyarakat, peran pemerintah diperlukan dalam mendistribusikan keuangan untuk memenuhi kebutuhan dasar ekonomi.

Al-Mawardi menjelaskan bahwa: 766

“Agar penunaian kewajiban harta yang diatur syari’at dapat berlangsung dengan baik, sehingga pihak yang menunaikannya dapat diakui penunaian kewajibannya, dan pihak yang menerima harta dapat mengakuinya pula.”

Gagasan al-Mawardi tersebut di atas menunjukkan bahwa negara dalam pengelolaan harta harus berdasarkan syari’ah dengan memperhatikan prinsip- prinsip kemaslahatan umum. Sebagai catatan, harta yang bersumber dari masyarakat dikumpulkan melalui institusi pemerintah kemudian didistribusikan kepada mereka yang berhak menerimanya.

Dalam hal ini, al-Mawardi cukup teliti dalam hal pendistribusian harta oleh petugas negara dan para penerimanya yang disertai dengan bukti penerimaan. Hal ini dalam rangka menghindari kesalahan distribusi harta kepada mereka yang tidak berhak dan mencegah terjadinya perselisihan dengan mereka yang berhak menerima, namun tidak menerima sebagaimana mestinya.

Pembelanjaan publik bergantung pada tugas-tugas yang harus dilaksanakan negara untuk meraih tujuan sosial-ekonomi negara. Adapun tujuan pembelanjaan publik antara lain:

1. Pemenuhan Kebutuhan Pemenuhan kebutuhan dasar orang fakir, miskin dan papa merupakan tujuan utama pembelanjaan. Tujuan ini begitu penting sehingga pendapatan dari ketiga kategori utama tersebut digunakan untuk memenuhinya. Di samping

zakat dan ghanimah, pendapatan fay’ juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan orang miskin. Pada masa awal negara Islam, pendapatan fay’ dari tanah Khaibar, Fadak dan Banu Nazhir sebagai sumber tetap bagi orang

fakir, musafir dan kebutuhan darurat lainnya. Pemenuhan kebutuhan, yang meliputi makanan, pakaian dan tempat bernaung, disebut sebagai kewajiban

sosial ( fardh kifayah). Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, Nabi menyerukan sumbangan sukarela dan bahkan beralih ke pinjaman publik untuk memenuhi tujuan ini. Para fuqaha’ terkemudian membolehkan pembebanan pajak tambahan untuk membiayai kebutuhan tujuan ini.

765 Al-Mawardi, Nashihah al-Muluk, 229. 766 Al-Mawardi, Ahkam al-Sulthaniyah, 34.

2. Pertahanan Pertahanan nasional merupakan salah satu tugas negara yang sangat penting. Sejak masa awal Islam, keuangan yang cukup telah digunakan memenuhi kebutuhan perang. Begitu pentingnya tujuan ini sehingga selain fay’, pendapatan dari ghanimah dan zakat juga digunakan untuk persiapan

perang. 767 Secara historis, Nabi menjadikan tanah Fadak dan Banu Nadzir sebagai cadangan untuk memenuhi biaya perang. 768 Biaya pertahanan meliputi

pembayaran gaji dan bantuan kepada para tentara, tanggungan mereka, janda perang, persenjataan dan kuda. Pensiunan dan bantuan keuangan diberikan kepada mereka yang terlibat dalam memerangi musuh-musuh. 769

3. Pelayanan Administrasi Pengembangan wilayah Islam menyebabkan perlunya pengaturan administrasi yang sistematis, karena itu pemerintah memerlukan banyak uang untuk membayar gaji para pegawai, dan orang-orang yang dipekerjakan dalam layanan sipil, hukum, dan administrasi lainnya. Al-Mawardi menyebutkan tugas-tugas ini dalam pembahasannya tentang tugas-tugas penguasa, 770 dan

menyarankan agar pendapatan fay’ digunakan untuk menggaji para gubernur dan hakim, gaji para guru, pelayan sipil, dan pekerja lainnya di layanan publik. 771

4. Keamanan Sosial Jaminan keamanan sosial bagi setiap warga negara merupakan salah satu tugas utama negara Islam awal dan banyak uang yang telah digunakan untuk tujuan ini. Keamanan sosial meliputi pemberian pensiunan dan bantuan bagi para janda perang dan anak-anak mereka, pensiunan bagi orang-orang usia lanjut, peringanan penduduk dari hutang dan sebagainya. Keamanan sosial diberikan, di samping kepada kaum Muslim, juga kepada ahl al-dhimmah (penduduk non-Muslim di negara Islam). Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah ‘Umar dengan memerintahkan pemberian bantuan kepada non- Muslim yang lemah, buta, dan lanjut usia. 772 Jenis pemberian serupa juga

diberikan oleh ‘Umar II bagi para orang tua jompo dan lemah. 773

5. Pensiunan dan Sumbangan Pemberian pensiunan juga menjadi salah satu tujuan utama pembelanjaan negara Islam awal. Sebenarnya, bagian terbesar dari keuangan negara digunakan untuk memenuhi tujuan ini. Khalifah ‘Umar berinisiatif memberikan

767 Al-Mawardi, Ahkam al-Sulthaniyah, 123-127. 768 Abu Ubaid, Kitab al-Amwal, 14. 769 Abu Ubaid, Kitab al-Amwal, 60. 770 Al-Mawardi, Ahkam al-Sulthaniyah, 16. 771 Al-Mawardi, Ahkam al-Sulthaniyah, 174. 772 Abu Ubaid, Kitab al-Amwal, 46. 773 Abu Ubaid, Kitab al-Amwal, 50 767 Al-Mawardi, Ahkam al-Sulthaniyah, 123-127. 768 Abu Ubaid, Kitab al-Amwal, 14. 769 Abu Ubaid, Kitab al-Amwal, 60. 770 Al-Mawardi, Ahkam al-Sulthaniyah, 16. 771 Al-Mawardi, Ahkam al-Sulthaniyah, 174. 772 Abu Ubaid, Kitab al-Amwal, 46. 773 Abu Ubaid, Kitab al-Amwal, 50

II bahkan menawarkan bantuan keuangan bagi biaya pernikahan kaum fakir miskin. 775 Di samping pemberian ini, khalifah ‘Umar pernah memberikan

pensiunan berdasarkan awal masuk Islamnya seseorang dan perjuangannya di jalan Islam. Tujuan pembelanjaan ini menunjukkan perhatian pemerintah terhadap masyarakat yang telah berusia lanjut dan juga memiliki status miskin.

6. Pendidikan dan Penelitian Tujuan ini telah menjadi tujuan penting pembelanjaan semenjak masa awal negara Islam. Khalifah ‘Umar menugaskan para guru yang digaji agar mengajar penduduk di desa-desa. 776 Juga diriwayatkan, ia telah mengangkat instruktur yang digaji untuk mengajarkan al-Qur’an. 777 Ibn Taimiyah 778 menganjurkan agar mereka yang terlibat dalam mengajar dan membimbing masyarakat dalam masalah keagamaan dan mencurahkan diri mereka dalam pengajaran harus didukung dari keuangan publik.

7. Pembangunan Sarana dan Prasana Daftar tujuan pembelanjaan di atas sebagaimana dapat dilihat dalam tulisan-tulisan Islam awal tidaklah dapat dikatakan sempurna. Daftar tersebut hanyalah beberapa dari tujuan-tujuan tetap dan penting. Di samping itu, ada berbagai proyek manfaat publik dan infrastruktur sosio-ekonomi yang dijalankan oleh negara untuk memperkuat perkembangan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Proyek-proyek ini meliputi pembangunan jalan, jembatan, penggalian kanal, pembersihan saluran air dan proyek-proyek pembangunan lainnya. 779

Dalam pandangan Abu Yusuf, 780 karena proyek pembangunan ini membutuhkan biaya yang sangat tinggi, proyek tersebut harus disediakan

untuk umum dan cuma-cuma. Karena itu, ia menyarankan agar seluruh biaya yang diperlukan bagi pengadaan proyek pembangunan harus ditanggung oleh negara. Adapun informasi dari Abu ‘Ubayd, 781 menyebutkan bahwa khalifah ‘Umar II juga memerintahkan agar keuangan negara digunakan untuk meningkatkan pertanian. Dalam preseden seperti itu, ia memerintahkan salah seorang administraturnya agar memberikan bantuan keuangan kepada para petani guna mengembangkan tanah gundul dan tak dapat ditanami.

774 Abu Ubaid, Kitab al-Amwal, 250. 775 Abu Ubaid, Kitab al-Amwal, 265 776 Abu Ubaid, Kitab al-Amwal, 275. 777 Abu Ubaid, Kitab al-Amwal, 275. 778 Ibn Taymiyah, Majmu’ Fatawa, vol. 28, 562. 779 Abu Yusuf, Kitab al-Kharaj, 109. 780 Abu Yusuf, Kitab al-Kharaj, 110. 781 Abu Ubaid, Kitab al-Amwal, 265.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63